KAJIAN KEBIJAKAN TATA NIAGA KOMODITAS ST
KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA
KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI
20 Februari 2013
Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Preview Kajian - 1
1.
Durasi :
2011 Pra-Riset Sektor Ketahanan Pangan, Februari – September 2012 Riset
2.
Lokasi : Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, NTT dan
Lampung
3.
Latar Belakang :
• Daging sapi merupakan 1 dari 5 komoditas yang ditetapkan sebagai
komoditas strategis (RPJMN 2010-2014).
• Upaya pemerintah mencapai swasembada daging sapi melalui berbagai
program sejak tahun 2000 belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
• Total anggaran Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014
yang dialokasikan dari APBN 2009-2014 mencapai Rp 18,7 T.
• Masuknya berbagai pengaduan masyarakat ke KPK dalam periode 2005 –
2012 atas dugaan tindak pidana korupsi terkait komoditas sapi dan daging
sapi. Pengaduan-pengaduan tersebut telah diklasifikasikan pada 6
modus/area yang dinilai rawan korupsi, yakni penggelapan impor sapi/daging
sapi, impor sapi/daging sapi fiktif, penyalahgunaan prosedur importasi
daging sapi, penyalahgunaan dana bansos ternak sapi, dan suap dalam
proses impor.
Preview Kajian - 2
4. Tujuan :
• Mereviu kebijakan tata niaga komoditas strategis, dimulai dari daging sapi
sebagai model;
• Mengidentifikasi kelemahan dan permasalahan pada pelaksanaan
kebijakan tersebut yang berpotensi korupsi; dan
• Memberikan saran perbaikan untuk memperbaiki sistem tata niaga
komoditas daging sapi dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana
korupsi dan meningkatkan keefektifan pelaksanaan kebijakan.
Framework
Model Konseptual Tata Niaga Daging Dengan Asumsi Sistem Distribusi Lancar:
Impor sebagai Pendukung Produksi
Realitas Tata Niaga Daging Dengan Adanya Bottlenecking Pada Sistem Distribusi:
Impor sebagai Pasokan Utama ke Konsumen
Efek:
- Memukul sektor peternakan lokal
- Kegagalan PSDSK 2014, yang dapat merugikan negara sebesar Rp 18,7 Trilyun
Fenomena Bottlenecking Sistem Distribusi
Populasi Sapi Potong per Wilayah 2011
DKI
Jawa Tengah
Jawa Timur
Pulau Sumatera
Bali dan Nusra
Sulawesi
Kalimantan
Maluku dan Papua
Harga Daging di Sentra Konsumsi Tinggi
:
:
:
:
:
:
:
:
1. 691ekor
1, 9 j uta
4, 7 j uta
2, 70 j uta
2, 10 j uta
1, 80 j uta
0, 44 j uta
0, 26 j uta
(00, 01%)
(13, 00%)
(32, 00%)
(18, 38%)
(14, 18%)
(12, 08%)
(02, 95%)
(01, 74%)
Kesejahteraan Peternak di Sentra Produksi Rendah
Trend Pergeseran Arah Perdagangan Sapi
s.d. 1990
Pengiriman sapi dari wilayah timur ke Jabodetabek
langsung melalui jalur laut (kapal).
Sapi Impor masuk melalui Pelabuhan Cilacap
1990 – 2000
Pengiriman sapi dari wilayah
timur ke Jabodetabek mulai
menggunakan jalur darat
(kereta/truk) dari Surabaya.
Sapi Impor masih masuk
melalui Pelabuhan Cilacap
2000 – 2012
Sebagian besar pengiriman sapi
dari wilayah timur mulai
bergeser ke Kalimantan.
Sapi & Daging Impor masuk
langsung melalui Tanjung Priok
Area Risiko dalam Supply Chain Sapi & Daging
Kebijakan
pengetatan impor
didesain untuk
menjadi lahan
rent-seeking
Kartel
Pengusaha – Politisi – Birokrasi
Rente
Kebijakan
didesain untuk
mengerdilkan
daya saing
peternakan lokal
Rente
Daging Impor
Ternak Lokal
Harga Daging Tidak Terjangkau Konsumen
Temuan Kajian
Kebijakan Tata Niaga Tidak Mencerminkan Keberpihakan Pada
6,2juta Peternak Rakyat, Peternak Skala Kecil dan Menengah
Kebijakan Tata Niaga Tidak Mengarah pada Pengembangan
Industri Daging Sapi di Sentra Produksi
Adanya Kelemahan dalam Kebijakan dan Tata Laksana Impor
Akibat Dominannya Praktik-praktik Rent-Seeking dan Kartel
Kebijakan Tata Niaga Tidak Mencerminkan Keberpihakan Pada
6,2juta Peternak Rakyat, Peternak Skala Kecil dan Menengah
1. Kurangnya penguatan kelembagaan peternak rakyat
• 6,2 juta rumah tangga peternak belum menjadi subjek pasar
(bargaining power lemah menghadapi perantara/blantik )
2. Peran Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Pembinaan Tata
Niaga Daging Tidak Optimal
• Pasar ternak dibiarkan menjadi arena rent-seeking (jual-beli dengan
•
•
•
•
cara taksir)
Pasca panen diabaikan (RPH tidak berfungsi meningkatkan nilai
tambah)
Lemahnya perlindungan Pemkab/Pemkot kepada konsumen, dari
daging yang diragukan keamanan, kesehatan, keutuhan dan
kehalalannya
Lemahnya pengawasan peredaran daging sapi impor oleh Pemda
Pungutan/retribusi tidak diimbangi dengan pelayanan yang sepadan
Kebijakan Tata Niaga Tidak Mengarah pada Pengembangan
Industri Daging Sapi di Sentra Produksi
1. Wilayah produksi tidak diarahkan untuk menghasilkan
daging beku
• RPH di wilayah produksi tidak efektif
• Tidak dibangunnya rantai dingin yang terintegrasi
2. Fasilitas Sistem Transportasi untuk Rantai Hidup Tidak
Dibangun
3. Hambatan kebijakan dalam distribusi sapi antar pulau
• Perda yang melarang sapi betina diantarpulaukan
• Penetapan kuota pengeluaran sapi per provinsi tidak terintegrasi
• Pengenaan pungutan/retribusi yang memberatkan
Adanya Kelemahan dalam Kebijakan dan Tata Laksana Impor
Akibat Dominannya Praktik-praktik Rent-Seeking dan Kartel
1. Lemahnya Kebijakan Importasi Sapi dan Daging Sapi
• Penetapan dan pembagian kuota impor rawan kolusi antara
pengusaha – politisi – birokrasi
• Peruntukan impor tidak jelas
• Persyaratan importir sapi hidup dan daging tidak ketat (membuka
peluang percaloan)
• Kebijakan impor sapi bibit rawan penyalahgunaan
2. Tata Laksana Importasi Sapi dan Daging Sapi Rawan
Fraud
• Instalasi Karantina Hewan/Produk Hewan Sementara sulit dikontrol
• Dokumen-dokumen impor rawan penyalahgunaan
• Tidak terintegrasinya badan-badan otoritas di pelabuhan
Rekomendasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Penguatan kelembagaan peternak sapi lokal dalam pemasaran melalui
koperasi peternak;
Revitalisasi fungsi pasar ternak dan RPH sebagai penunjang dalam tata
niaga;
Optimalisasi peran pemerintah daerah dalam tata niaga;
Evaluasi kebijakan daerah terkait distribusi sapi antar pulau;
Pembangunan sarana dan prasarana transportasi untuk kelancaran
distribusi sapi dan daging sapi;
Perbaikan kebijakan importasi yang lebih transparan dan berkeadilan,
dengan tetap memperhatikan keberpihakan kepada peternakan lokal;
Perbaikan tata laksana dan pengawasan importasi yang melibatkan
seluruh stakeholder yang terlibat;
Integrasi otoritas di pelabuhan.
Foto-foto
• Dus daging impor ke pasar tradisional
• Daging impor ke pasar tradisional
• Kondisi peternak rakyat di Jatim dan NTT
• Pasar Ternak di Babat Lamongan Jatim
• Kondisi Rumah Potong Hewan di Parepare
• RPH Pegirian Surabaya
• RPH di NTT
• RPH modern di NTT yang terbengkalai
• Ternak sapi yang dibiarkan berkeliaran di NTT
TERIMA KASIH
DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
REPUBLIK INDONESIA
Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-1
Kuningan, Jakarta Selatan (12920)
Situs Resmi : www.kpk.go.id
Email : informasi@kpk.go.id
KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI
20 Februari 2013
Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Preview Kajian - 1
1.
Durasi :
2011 Pra-Riset Sektor Ketahanan Pangan, Februari – September 2012 Riset
2.
Lokasi : Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, NTT dan
Lampung
3.
Latar Belakang :
• Daging sapi merupakan 1 dari 5 komoditas yang ditetapkan sebagai
komoditas strategis (RPJMN 2010-2014).
• Upaya pemerintah mencapai swasembada daging sapi melalui berbagai
program sejak tahun 2000 belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
• Total anggaran Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014
yang dialokasikan dari APBN 2009-2014 mencapai Rp 18,7 T.
• Masuknya berbagai pengaduan masyarakat ke KPK dalam periode 2005 –
2012 atas dugaan tindak pidana korupsi terkait komoditas sapi dan daging
sapi. Pengaduan-pengaduan tersebut telah diklasifikasikan pada 6
modus/area yang dinilai rawan korupsi, yakni penggelapan impor sapi/daging
sapi, impor sapi/daging sapi fiktif, penyalahgunaan prosedur importasi
daging sapi, penyalahgunaan dana bansos ternak sapi, dan suap dalam
proses impor.
Preview Kajian - 2
4. Tujuan :
• Mereviu kebijakan tata niaga komoditas strategis, dimulai dari daging sapi
sebagai model;
• Mengidentifikasi kelemahan dan permasalahan pada pelaksanaan
kebijakan tersebut yang berpotensi korupsi; dan
• Memberikan saran perbaikan untuk memperbaiki sistem tata niaga
komoditas daging sapi dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana
korupsi dan meningkatkan keefektifan pelaksanaan kebijakan.
Framework
Model Konseptual Tata Niaga Daging Dengan Asumsi Sistem Distribusi Lancar:
Impor sebagai Pendukung Produksi
Realitas Tata Niaga Daging Dengan Adanya Bottlenecking Pada Sistem Distribusi:
Impor sebagai Pasokan Utama ke Konsumen
Efek:
- Memukul sektor peternakan lokal
- Kegagalan PSDSK 2014, yang dapat merugikan negara sebesar Rp 18,7 Trilyun
Fenomena Bottlenecking Sistem Distribusi
Populasi Sapi Potong per Wilayah 2011
DKI
Jawa Tengah
Jawa Timur
Pulau Sumatera
Bali dan Nusra
Sulawesi
Kalimantan
Maluku dan Papua
Harga Daging di Sentra Konsumsi Tinggi
:
:
:
:
:
:
:
:
1. 691ekor
1, 9 j uta
4, 7 j uta
2, 70 j uta
2, 10 j uta
1, 80 j uta
0, 44 j uta
0, 26 j uta
(00, 01%)
(13, 00%)
(32, 00%)
(18, 38%)
(14, 18%)
(12, 08%)
(02, 95%)
(01, 74%)
Kesejahteraan Peternak di Sentra Produksi Rendah
Trend Pergeseran Arah Perdagangan Sapi
s.d. 1990
Pengiriman sapi dari wilayah timur ke Jabodetabek
langsung melalui jalur laut (kapal).
Sapi Impor masuk melalui Pelabuhan Cilacap
1990 – 2000
Pengiriman sapi dari wilayah
timur ke Jabodetabek mulai
menggunakan jalur darat
(kereta/truk) dari Surabaya.
Sapi Impor masih masuk
melalui Pelabuhan Cilacap
2000 – 2012
Sebagian besar pengiriman sapi
dari wilayah timur mulai
bergeser ke Kalimantan.
Sapi & Daging Impor masuk
langsung melalui Tanjung Priok
Area Risiko dalam Supply Chain Sapi & Daging
Kebijakan
pengetatan impor
didesain untuk
menjadi lahan
rent-seeking
Kartel
Pengusaha – Politisi – Birokrasi
Rente
Kebijakan
didesain untuk
mengerdilkan
daya saing
peternakan lokal
Rente
Daging Impor
Ternak Lokal
Harga Daging Tidak Terjangkau Konsumen
Temuan Kajian
Kebijakan Tata Niaga Tidak Mencerminkan Keberpihakan Pada
6,2juta Peternak Rakyat, Peternak Skala Kecil dan Menengah
Kebijakan Tata Niaga Tidak Mengarah pada Pengembangan
Industri Daging Sapi di Sentra Produksi
Adanya Kelemahan dalam Kebijakan dan Tata Laksana Impor
Akibat Dominannya Praktik-praktik Rent-Seeking dan Kartel
Kebijakan Tata Niaga Tidak Mencerminkan Keberpihakan Pada
6,2juta Peternak Rakyat, Peternak Skala Kecil dan Menengah
1. Kurangnya penguatan kelembagaan peternak rakyat
• 6,2 juta rumah tangga peternak belum menjadi subjek pasar
(bargaining power lemah menghadapi perantara/blantik )
2. Peran Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Pembinaan Tata
Niaga Daging Tidak Optimal
• Pasar ternak dibiarkan menjadi arena rent-seeking (jual-beli dengan
•
•
•
•
cara taksir)
Pasca panen diabaikan (RPH tidak berfungsi meningkatkan nilai
tambah)
Lemahnya perlindungan Pemkab/Pemkot kepada konsumen, dari
daging yang diragukan keamanan, kesehatan, keutuhan dan
kehalalannya
Lemahnya pengawasan peredaran daging sapi impor oleh Pemda
Pungutan/retribusi tidak diimbangi dengan pelayanan yang sepadan
Kebijakan Tata Niaga Tidak Mengarah pada Pengembangan
Industri Daging Sapi di Sentra Produksi
1. Wilayah produksi tidak diarahkan untuk menghasilkan
daging beku
• RPH di wilayah produksi tidak efektif
• Tidak dibangunnya rantai dingin yang terintegrasi
2. Fasilitas Sistem Transportasi untuk Rantai Hidup Tidak
Dibangun
3. Hambatan kebijakan dalam distribusi sapi antar pulau
• Perda yang melarang sapi betina diantarpulaukan
• Penetapan kuota pengeluaran sapi per provinsi tidak terintegrasi
• Pengenaan pungutan/retribusi yang memberatkan
Adanya Kelemahan dalam Kebijakan dan Tata Laksana Impor
Akibat Dominannya Praktik-praktik Rent-Seeking dan Kartel
1. Lemahnya Kebijakan Importasi Sapi dan Daging Sapi
• Penetapan dan pembagian kuota impor rawan kolusi antara
pengusaha – politisi – birokrasi
• Peruntukan impor tidak jelas
• Persyaratan importir sapi hidup dan daging tidak ketat (membuka
peluang percaloan)
• Kebijakan impor sapi bibit rawan penyalahgunaan
2. Tata Laksana Importasi Sapi dan Daging Sapi Rawan
Fraud
• Instalasi Karantina Hewan/Produk Hewan Sementara sulit dikontrol
• Dokumen-dokumen impor rawan penyalahgunaan
• Tidak terintegrasinya badan-badan otoritas di pelabuhan
Rekomendasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Penguatan kelembagaan peternak sapi lokal dalam pemasaran melalui
koperasi peternak;
Revitalisasi fungsi pasar ternak dan RPH sebagai penunjang dalam tata
niaga;
Optimalisasi peran pemerintah daerah dalam tata niaga;
Evaluasi kebijakan daerah terkait distribusi sapi antar pulau;
Pembangunan sarana dan prasarana transportasi untuk kelancaran
distribusi sapi dan daging sapi;
Perbaikan kebijakan importasi yang lebih transparan dan berkeadilan,
dengan tetap memperhatikan keberpihakan kepada peternakan lokal;
Perbaikan tata laksana dan pengawasan importasi yang melibatkan
seluruh stakeholder yang terlibat;
Integrasi otoritas di pelabuhan.
Foto-foto
• Dus daging impor ke pasar tradisional
• Daging impor ke pasar tradisional
• Kondisi peternak rakyat di Jatim dan NTT
• Pasar Ternak di Babat Lamongan Jatim
• Kondisi Rumah Potong Hewan di Parepare
• RPH Pegirian Surabaya
• RPH di NTT
• RPH modern di NTT yang terbengkalai
• Ternak sapi yang dibiarkan berkeliaran di NTT
TERIMA KASIH
DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
REPUBLIK INDONESIA
Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-1
Kuningan, Jakarta Selatan (12920)
Situs Resmi : www.kpk.go.id
Email : informasi@kpk.go.id