Manajemen kualitas jasa dan nilai pelang

PEMASARAN JASA
Manajemen Kualitas Jasa dan Nilai Pelanggan (Costumer Value)
Dosen: Hj. Iranita
Disusun oleh :
Andi Syahputra

Tugas Ini Disusun Sebagai Tugas Individu Pada Mata Kuliah Pemasaran Jasa

PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Tanjungpinang – Kepulauan Riau

Kata Pengantar
Assalamua’laikum Wr. Wb.
Puji Allah Subhanawata’ala yang telah memberikan rahmat kepada saya dan tak
lupa solawat saya hanturkan kepada nabi besar Muhammad sholollahi
wa’aliwasalam karna syafaat beliaulah yang saya harapkan. Alhamdulillah saya
dapat menyelesaikan tugas individu pada materi yang ke tujuh mengenai
manajemen kualitas jasa dan nilai pelanggan sebagai tugas mata kuliah pemasaran
jasa. Tugas ini saya selesaikan dengan menyusun pembelajaran yang saya dapat

serta beberapa artikel yang berhubungan dengan materi yang saya kerjakan.
Saya sangat berharap kepada ibu dosen pengampu agar dapat melengkapi tugas
saya untuk lebih sempurna baik itu berupa saran maupun kritikan agar bisa
menambah ilmu yang bermanfaat baik kepada diri saya sendiri serta teman-teman
sekelas saya. Sekian kata pengantar yang dapat saya paparkan saya akhiri dengan
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Penyusun,

Andi syahputra

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat dari kualitas jasa yang diberikan
kepada pelanggan sehingga dapat menjadi salah satu faktor nilai yang diberikan
pelanggan. Kualitas jasa juga dapat diukur melalui manajemen kualitas jasa yang

terdapat beberapa strategi. Pada pembahasan ini saya sangat tertarik mengenai
kualitas jasa yang akan saya paparkan mengenai apa itu kualitas dan apa itu
pelanggan banyak pengertian dari beberapa pihak mengenai kualitas maupun
pelanggan seperti beberapa teori. Saya akan mencoba menyimpulkan beberapa
pendapat yang saya baca dari beberapa teori mengenai kualitas dan pelanggan
serta nilai yang diberikan pelanggan atas apa yang didapatnya. Jika hasil yang
diterima mendekati satu maka pelanggan akan merasa puas, begitu pula
sebaliknya jika hasilnya lebih sedikit dari satu maka pelanggan merasa tidak puas
karna pelanggan menginginkan kualitas serta layanan suatu jasa sesuai dengan
harapan yang diterima. Untuk menjadikan kualitas jasa ada pendapat serta
penelitian para ahli gronroos dalam hutt dan speh, 1992 mengenai beberapa
komponen kualitas jasa dan Parasuraman dkk. (1985) mengenai dimensi kualitas
jasa.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pentingnya Kualitas Jasa (Service Quality)
Menurut John Sviokla (Lupiyoadi, 2001), satu faktor yang menentukan tingkat
keberhasilan dan kualitas perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam

memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya, pencapaian pangsa
pasar yang tinggi, serta peningkatan profit perusahaan tersebut sangat ditentukan
salah oleh pendekatan yang digunakan. Konsekuensi atas pendekatan kualitas
pelayanan suatu produk memiliki esensi penting bagi strategi perusahaan untuk
mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan.
Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam
riset pemasaran adalah model Service Quality (Serqual) yang dikembangkan
terhadap enam sektor jasa, yaitu reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit,
asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas.
Service quality dibangun berdasarkan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan
atas layanan yang mereka terima (perseived service) dengan layanan yang
sesungguhnya diharapkan (expected service).
Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka kualitas layanan dapat dikatakan
bermutu. Akan tetapi, jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka kualitas

layanan dikatakan tidak bermutu. Sedangkan jika layanan sama dengan harapan,
maka kualitas layanan tersebut memuaskan. Dengan demikian, service quality
dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan
pelanggan atas layanan yang mereka terima (Parasuraman, et.all, 1998 dalam
Lupiyoadi, 2001).

Menurut Parasuraman (dalam Jasfar, 2005), dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan, perusahaan perlu memperhatikan lima dimensi service quality sebagai
berikut:
1. Tangiables, atau bukti fisik yaitu kemampuan perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal;
2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya;
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu kemampuan perusahaan untuk
membantu dan memberikan pelayanan secara cepat dan tepat kepada
pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas;
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, keramahan dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya
para pelanggan kepada perusahaan;

5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen.
Di dalam manajemen kualitas jasa, perlu diperhatikan juga beberapa strategi
produk


jasa.

Sumayang

(2003)

menjelaskan

bahwa

perusahaan

harus

menempatkan pelanggan paling utama, yaitu dengan cara memenuhi keinginan
para pelanggan. Di samping itu, sistem yang dibangun haruslah seolah-olah
dilakukan oleh pelanggan sendiri. Maksudnya yaitu bahwa jasa untuk pelanggan
bukan merupakan sesuatu yang diberikan sesudah suatu pelayanan saja tetapi
termasuk juga pada sistem penyampaian jasa tersebut. Perusahaan juga harus

memperhatikan bahwa manusia merupakan unsur penyampaian jasa pelayanan
yang sangat penting, sehingga service quality harus dilaksanakan oleh orang yang
benar-benar mampu melaksanakannya. Oleh karena itu, pemilihan karyawan yang
benar-benar handal menjadi hal yang sangat penting bagi eksistensi perusahaan
2.2. Manajemen kualitas jasa
Dalam menentukan tingkat kepuasan, seorang pelanggan sering kali melihat dari
nilai lebih suatu jasa maupun kinerja pelayanan yang diterima dari suatu proses
pembelian jasa. Besarnya nilai lebih yang diberikan leh sebuah produk jasa
kepada pelangan tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan tentang mengapa
seorang pelanggan menentukan pilihannya. Pelanggan pada dasarnya mencari
nilai terbesar yang diberikan suatu jasa. Kepuasan (kebahagiaan) pelanggan
merupakan perbandingan antara layanan yang diterima (perceived service) dengan

layanan yang diharapkan (expected service). Bila hasilnya mendekati satu maka
pelanggan akan puas, begitu juga sebaliknya bila harganya jauh lebih kecil dari
satu maka pelanggan semakin tidak puas.
Strategi Manajemen Kualitas Jasa Prioritas utama dalam strategi manajemen
kualitas jasa adalah memenuhi dan memuaskan keinginan konsumen.
Langkah dalam menerapkan strategi manajemen kualitas jasa yaitu :
(1)


Customer focus strategy.Yang dimaksud adalah suatu strategi yang
memusatkan perhatian pada konsumen dalam arti pemuasan keinginan
konsumen merupakan titik akhir manajemen kualitas. Apabila ternyata
keinginan konsumen tidak terpuaskan, maka dapat dikatakan bahwa
manajemen kualitas tidak efektif atau gagal mencapai tujuannya.

(2)

Quality culture establishment strategy.Yang dimaksud adalah suatu
strategi untuk menginternalisasikan budaya kualitas keseluruh pelosok
perusahaan. Pengertian budaya kualitas disini ialah nilai-nilai dan
norma-norma yang dianut para aparat perusahaan yang menjunjung
tinggi kualitas produk jasa yang dihasilkan perusahaan tersebut.
Budaya ini penting karena menentukan pola tingkah seluruh jajaran
perusahaan. Tanpa adanya budaya kualitas, maka perilaku para
individu didalam perusahaan tidak akan mendorong dihasilkannya
produk jasa yang mampu memuaskan keinginan konsumen.Mereka
akan bekerja asal-asalan sehingga out put (keluarannya) menjadi
sekedarnya saja.


(3)

Quality control strategy. Yang dimaksud adalah suatu strategi untuk
mengetahui seberapa jauh pencapaian target pemuasan keinginan
konsumen dengan cara membandingkan realisasi dengan target.
Apabila ternyata realisasi masih berada dibawah target, maka
dilakukan upaya-upaya perbaikan dimasa yang akan datang.

(4)

Continuous improvement strategy. Yang dimaksud adalah suatu
strategi untuk melakukan penyempurnaan proses produksi secara terus
menerus terlepas dari Apakah proses produksi tersebut telah mampu
menghasilkan produk sesuai target kualitas pada saat ini atau tidak.
Pengertian terus menerus disini adalah bertahap dan tanpa batas waktu
(never ending).( Budi W. Sutjipto, Usahawan No. 10, 1995 :8 ).

Menurut Parasuraman, Zeithaml & Berry, 1990, terdapat lima dimensi mutu
layanan, yang terdiri dari:

1. Reliability:

kemampuan

untuk

memberikan

jasa

dengan

segera

dan memuaskan.
2. Responsiveness: kemampuan untuk memberikan jasa dengan tanggap.
3. Assurance:

kemampuan,


kesopanan,

dan

sifat

dapat

dipercaya

yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.
4. Emphaty: kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik
dan memahami kebutuhan pelanggan.

5. Tangibles: fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

2.3. Siapakah Pelanggan?
Pelanggan merupakan konsumen berupa pembeli ataupun pengguna jasa yang
melakukan kegiatan pembelian ataupun penggunaan jasa secara berulang-ulang
dikarenakan kepuasan yang diterimanya dari penjual ataupun penyedia jasa.

Dalam

sebuah

bisnis

pelanggan

sangat

dibutuhkan

untuk

menjamin

keberlangsungan dan juga keuntungan sebuah bisnis. Tanpa pelanggan yang tetap,
maka bisnis yang dijalankan cenderung terombang-ambing dan lebih beresiko.
Pelanggan pada dasarnya berasal dari konsumen biasa yang mencoba
menggunakan jasa ataupun produk dari sebuah perusahaan. Pelanggan terbentuk
dari pola kerja sama saling menguntungkan yang terjadi dalam proses kerja sama
antara penyedia layanan dan pengguna layanan. Tanpa kerja sama yang saling
menguntungkan tidak akan ada yang disebut sebagai pelanggan. Tanpa kerja sama
yang saling menguntungkan yang ada hanyalah proses pembelian barang biasa
tanpa diikuti dengan pembelian barang berulang-ulang di waktu lainnya.
Jenis-jenis Pelanggan
Pelanggan internal

Pelanggan internal merupakan pelanggan yang tidak mengonsumsi suatu barang
ataupun jasa secara langsung. Pelanggan tipe ini membeli barang ataupun jasa
untuk dijual kembali oleh orang lain. Pelanggan jenis ini dapat berupa produsen
suatu barang ataupun agen penjualan yang bekerja sama dengan perusahaan
penyedia barang ataupun jasa. Pelanggan jenis ini akan didapatkan oleh
perusahaan dengan jalan memberikan berbagai keuntungan untuknya. Dengan
memberikan keuntungan yang lebih untuk pelanggan ini, maka pelanggan ini akan
tetap setia menjadi pelanggan perusahaan Kita.
Pelanggan Eksternal
Pelanggan eksternal merupakan pelanggan yang secara aktif langsung
mengonsumsi barang ataupun jasa yang mereka beli. Pelanggan jenis ini sering
juga disebut sebagai konsumen akhir. Pelanggan tipe ini biasanya berhasil
didapatkan oleh sebuah perusahaan dikarenakan mutu dan kualitas dari barang
ataupun jasa yang dirasakan oleh pelanggan ini. Dengan memberikan kualitas
terbaik dari barang ataupun jasa yang kita jual, kita akan mendapatkan komitmen
yang besar dari pelanggan eksternal ini.
Dari kedua jenis pelanggan tersebut, pada dasarnya pelanggan yang memberikan
keuntungan lebih besar adalah pelanggan internal. Pelanggan internal lebih
memiliki andil yang besar dalam proses penemuan pelanggan-pelanggan baru
untuk perusahaan, sedangkan pelanggan eksternal cenderung tidak memberikan
kontribusi yang besar terhadap pertambahan pelanggan sebuah perusahaan.

Menurut Ken Blanchard (1993) Seorang pelanggan merupakan seseorang atau
kelompok yang membeli barang-barang, produk, atau jasa dan memiliki suatu
hubungan dengan organisasi. Menurut wikipedia, suara konsumen menurut
sejarah berarti “kebiasaan”. Pelanggan adalah seseorang yang sering membeli di
toko tertentu, yang menjadikan hal itu sebagai suatu kebiasaan untuk membeli
barang-barang di sana, dan yang mana pengelola toko harus lebih dulu
memelihara suatu hubungan untuk menjaga “kebiasaan” tersebut artinya
mengharapkan adanya pembelian yang berkesinambungan kedepannya. Kepuasan
pelanggan menyiratkan suatu kondisi yang bebas keraguan, kecurigaan, atau
ketidak-pastian di dalam pikiran pelanggan. Ini menimbulkan suatu keadaan yang
berasumsi bahwa keinginan pelanggan, keperluan pelanggan, dan kebutuhan
pelanggan dapat diketahui berdasarkan standar bentuk, kecocokan dan fungsi
yang diharapkan. Pelanggan yang merupakan bukan penyedia yang menentukan
standar ini.
2.4. Pengertian Kualitas
Sebenarnya ada beberapa definisi yang berhubungan dengan kualitas, tetapi secara
umum dapat dikatakan bahwa kualitas atau mutu adalah karakteristik dari suatu
produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh
melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan
(Continuous Improvement). Beberapa definisi tentang kualitas antara lain:
Deming (1986) menyatakan: The difficulty in defining quality is to translate
future needs of the user into measurable characteristics, so that a product can be

designed and turned out to give satisfaction at a price that will user pay.
Kesulitan dalam pendefinisian kualitas adalah mentranslate atau mengubah
kebutuhan yang akan datang dari user atau pengguna kedalam suatu karakteristik
yang dapat diperlakukan , supaya sebuah produk dapat didisain dan diubah untuk
memberikan kepuasan dengan harga yang akan dibayar oleh user atau pemakai.


Crosby (1979) menyatakan: Quality is conformance to requirements or
specification. Kualitas adalah kesesuaian dari permintaan atau spesifikasi.



Juran (1974) menyatakan: Quality is fitness for use.

Kualitas adalah

kelayakan atau kecocokan penggunaan.



Hence menyatakan: The quality of a product or service is the fitness of
that product or service for meeting its intended used as required by the
customer.

Kualitas dari suatu produk atau jasa adalah kelayakan atau kecocokan dari produk
arau jasa tersebut untuk memenuhi kegunaannya sehingga sesuai dengan yang
diinginkan oleh customer.
Dalam ISO 8402 dan SNI (Standar Nasional Indonesia), Pengertian Kualitas
adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya
dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar.
Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak
maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu.

2.5. Komponen dan Dimensi Kualitas Jasa
Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya berpusat pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Menurut wyckof (dalam lovelock, 1998),
kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas
tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata
lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected
service dan percevide service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan
(perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa
dipersepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan
sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah dari
pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian,
baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam
memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama (gronroos dalam hutt
dan speh, 1992)
1. Technical quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output
( keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Technical quality dibagi lagi menjadi:


Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya harga



Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan
setelah membeli dan mengkonsumsi jasa. Contohnya keepatan waktu,



kecepatan pelayanan dan kerapian hasil.
Credence quality, yaitu yang sukar dievaluasi pelanggan, meskipun telah
mengkonsumsi suatu jasa. Misalnya kualitas operasi jantung.

2. Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dangan kualitas cara
penyampaian suatu jasa.
3. Corporate image, yaitu profit, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu
perusahaan.
Berdasarkan komponen-komponen diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
output jasa, maka seringkali penentuan kualitas jasa, menjadi sangat kompleks.
Dimensi kualitas dari parasuraman, zeithaml dan berry (1985) melakukan
penelitian khusus terhadap beberapa jenis industry jasa. Sebelum mengelompokan
kedalam lima dimensi, ketiga peneliti ini berhasil mengidentifikasikan sepuluh
faktor yang dinilai konsumen dan merupakan faktor utama yang menentukan
kualitas jasa, yaitu access, communication, competence, courtesy, credibility,
responsiveness, security, understanding,dan tangibles
Akhirnya parasuraman(1988) mengemukakan lima dimensi kualitas jasa. Kelima
dimensi tersebut adalah reliability (kehandalan), responsiveness (daya tanggap),
assurance (jaminan), emphaty(empati), tangible (produk-produk fisik). Kualitas
merupakan tingkat kesesuaian dengan persyaratan, dalam hal ini persyaratan
pelanggan. Total quality service merupakan konsep tentang bagaimana

menanamkan kualitas pelayanan pada setiap fase penyelenggaraan jasa yang
melibatkan semua personel yang ada dalam organisasi (Handriana, 1998).
Beberapa dimensi kualitas jasa diteliti oleh banyak ahli. Parasuraman dkk. (1985)
pada riset eksploratori mereka meneliti kualitas jasa dan faktor-faktor yang
menentukannya. Mereka menemukan 5 dimensi kualitas jasa, yaitu:
1. Tangiable (bentuk fasilitas fisik)
Tangibles bukti fisik, yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada masyarakat.
2. Reliability (Kehandalan)
Sebuah perusahaan jasa harus mempunyai kemampuan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
Sebagaimana berikut ini:


Memberikan pelayanan sesuai janji, apa yang telah dijanjikan harus sesuai
dengan kenyataan. Seperti halnya masalah kecepatan mengakses internet,
ini harus sesuai dengan apa yang telah dijanjikan, bila dikatakan aksesnya
cepat dan mudah, maka dalam kenyataannya juga dibuat demikian, dengan
harapan konsumen bisa merasa puas.



Pertanggung jawaban tentang penanagan konsumen akan masalah
pelayanan, pihak warnet akan menyediakan kontak suara konsumen, bila
ada kritik dan saran maka mereka bisa meng-SMS ke nomor telepon yang
telah disediakan.



Memberi pelayanan yang baik saat kesan pertama kepada konsumen, saat
bertatap muka dengan konsumen saat mengunjungi warnet, maka
karyawan diwajibkan tersenyum dan menyapa pelanggan yang datang
tersebut.



Pelayanan tepat waktu, ketepatan pelayanan jasa yang tepat waktu/ on
time sangat diinginkan oleh para konsumen. Warnet memberikan
menyelesaikan semua pesanan tepat waktu, seperti pengetikan, print,
maupun pencarian data.

3. Responsiveness (tanggapan), terdiri dari:


Memberikan pelayanan yang cepatPelayanan yang yang dimaksud salah
satunya pada saat konsumen mengalami kesulitan atau membutuhkan
bantuan, maka karyawan yang menjaga/menjadi operator pada waktu itu
akan segera membantu kesulitan yang dialami oleh konsumen tersebut.



Kerelaan untuk membantu/menolong konsumenKerelaan ini diwujudkan
dengan membantu konsumen tanpa pamrih, menanyakan apa yang bisa
dibantu ketika konsumen terlihat mengalami kesulitan tanpa diminta
sebelumnya.



Siap dan tanggap untuk menangani respon permintaan dari para
konsumen.Pemilik atau pemimpin warnet telah mempersiapkan hal
tersebut dengan membekali para karyawan dengan soft skill bagaimana
memberikan respon yang positif terhadap setiap permintaan konsumen.

4. Assurance (Jaminan)


Karyawan yang memberi jaminan berupa kepercayaan diri kepada
konsumen, dalam hal pelayanan kepada konsumen, para karyawan harus
berperformance yang baik dan profesional, sehingga konsumen akan



percaya sebelum menerima pelayanan.
Membuat konsumen merasa aman saat menggunakan jasa pelayanan yang



diberikan.
Karyawan dibekali pengetahuan tentang pelayanan apa saja yang harus



diberikan kepada konsumen.
Konsumen akan mendapat keringanan pembayaran apabila apa yang telah
dijanjikan tidak sesuai dengan pelayanan yang mereka terima dengan
persyaratan yang telah ditentukan.

5.

Emphaty (Empati)


Memberikan perhatian individu kepada konsumen, bentuknya seperti yang
telah dikatakan sebelumnya, karyawan harus cepat dan tanggap dalam
membantu



konsumen

yang

mengalami

kesulitan

tanpa

diminta

sebelumnya.
Karyawan yang mengerti keinginan dari para konsumennya. Keinginan
dan harapan konsumen akan menentukan kepuasan konsumen nantinya.
Para tenaga ahli harus mampu memahami setiap keinginan konsumennya.
Baik itu keinginan yang menyangkut hal pelayanan akses internet maupun
pelayanan jasa pendukung yang lainnya.

Lehtinen dan Lehtinen (1982) membagi dimensi kualitas jasa menjadi 3, yaitu:
interactive quality yang berkenaan dengan kontak personal, physical quality yang
berkenaan dengan fasilitas fisik yang mendukung kulitas jasa dan corporate
quality yang melibatkan image perusahaan. (Babacus dan Boller, 1992).
Gronroos (1984) membagi dimensi kualitas jasa menjadi 2, yaitu: technical
(kualitas teknik) dan functional (kualitas fungsional) Kualitas teknik adalah apa
yang pelanggan dapatkan, sedangkan kualitas fungsional mengacu pada
bagaimana mereka menerima jasa pelayanan. (Babacus dan Boller, 1992).
Hedvall dan Peltschik (1989) membagi dimensi kualitas jasa menjadi 2, yaitu:
wilingness and ability to serve (kemauan dan kemampuan untuk melayani) dan
physical and psychological access (akses fisik dan psikhologis) (Babacus dan
Boller, 1992).
Babakus dan Boller (1992) dalam riset yang dilakukan pada perusahaan pengguna
jasa industri listrik dan gas di metropolitan Amerika Selatan gagal mereplikasi
penelitian Parasuraman dkk. (1985) yang menggunakan 5 dimensi kualitas jasa.
Berdasarkan hasil dari analisis faktor yang dilakukannya, hanya ditemukan 2
dimensi kualitas jasa. Hal ini sejalan dengan penemuan Carman (1990), yang
menemukan indikasi kemungkinan dimensi kualitas jasa terdiri dari 5-9 dimensi,
tergantung pada jenis industri jasa/tipe jasa yang akan diukur (Babacus dan Boller,
1992).

Dari berbagai penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi kualitas jasa
akan tergantung pada jenis industri jasa yang akan dinilai. Pada jenis industri jasa
yang berbeda kemungkinan memiliki dimensi kualitas yang berbeda pula.
2.6. Customer Value
Istilah nilai (value) digunakan sebagai konteks yang berbeda. Menurut Woodruff
(1997:142), Customer Value adalah pilihan yang dirasakan pelanggan dan
evaluasi terhadap atribut produk dan jasa, kinerja atribut dan konsekuensi yang
timbul dari penggunaan produk untuk mencapai tujuan dan maksud konsumen
ketika menggunakan produk. Woodruff juga mendefinisikan Customer Value
sebagai persepsi pelanggan terhadap konsekuensi yang diinginkannya dari
penggunaan suatu produk/jasa. Customer Value dapat dijabarkan sebagai
preferensi yang pelanggan rasakan terhadap ciri produk, kinerja, dan sejauh mana
telah memenuhi apa yang diinginkannya.
Menurut Slywotzky dalam Tjiptono (2005:144), customer value didasarkan pada
perspektif pelanggan atau organisasi bersangkutan, dengan mempertimbangkan
keinginan dan keyakinan pelanggan dari pembelian dan penggunaan suatu produk
atau jasa. Zeithaml dalam Tjiptono (2005:145), mendefinisikan nilai pelanggan
sebagai penilaian keseluruhan konsumen terhadap utilitas sebuah produk
berdasarkan persepsinya terhadap apa yang diterima dan apa yang diberikan.
Pencarian nilai oleh pelanggan terhadap produk/jasa perusahaan, kemudian
menimbulkan teori yang disebut dengan customer delivered value, yaitu besarnya
selisih nilai yang diberikan oleh pelanggan terhadap produk/jasa perusahaan yang

ditawarkan kepadanya (customer value) dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pelanggan untuk memperoleh produk/jasa tersebut. (Kotler, 1997 dalam
Lupiyoadi, 2001:144).

Konsumen secara langsung atau tidak langsung akan memberikan penilaian
terhadap produk/jasa yang akan dibeli atau yang pernah dikonsumsinya. Evaluasi
dilakukan berdasarkan penilaian keseluruhan antara apa yang diterima dan dialami
dibandingkan dengan yang diharapkan. Terdapat dua faktor utama yang dijadikan
pedoman oleh konsumen, yaitu : layanan yang diterima dan layanan yang
diharapkan. Layanan yang pernah dialami ini akan menjadi standar perbandingan
akan layanan yang diterima sekarang. (Suryani, 2008:119).

Kinerja produk yang dirasakan pelanggan sama atau lebih besar dari yang
diharapkan, yang dianggap bernilai dapat memberikan kepuasan (Kotler,
2005:65). Nilai atribut adalah adalah karakteristik-karakteristik yang ada dibenak
dan dijelaskan oleh pelanggan. Nilai konsekuensi adalah penilaian subyektif
pelanggan sebagai konsekuensi dari penggunaan dan pemanfaatan produk jasa.

Daftar Pustaka

https://pengertiandefinisi.com/pengertian-pelanggan-dan-jenis-jenis
pelanggan/

https://manajement.info/2015/10/13/manajemen-kualitas-dalamperusahaan-jasa/
http://yusnidarzagoto.blogspot.co.id/2016/06/siapakah-pelanggan-itu.html

http://www.pengertianpakar.com/2015/05/pengertian-kualitas-menurutpakar.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kualitas
http://www.marketing.co.id/customer-value/
https://alvinburhani.wordpress.com/2012/04/13/dimensi-kualitas-jasa/
http://adillahsarah.blogspot.co.id/2013/05/kualitas-jasa.html