LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK PENENTU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK III
“PENENTUAN KADAR FE DALAM SAMPEL DENGAN MEDOTE
SPEKTROFOTOMETRI”
Tanggal praktikum: Kamis, 6 Oktober 2016
Tanggal pengumpulan laporan: Kamis, 20 Oktober 2016
DISUSUN OLEH :
AHMAD HANIF FAHRUDY (1147040003)
ANGGI YULIAN SILVIYANADEWI (1147040009)
AYU HASNA ASTARI (1147040015)
KIMIA V-A
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
PENENTUAN KADAR FE DALAM SAMPEL DENGAN MEDOTE
SPEKTROFOTOMETRI
Ahmad Hanif Fahrudy, Anggi Yulian Silviyanadewi, Ayu Hasna Astari
Laboratorium Kimia Analitik, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 40614,
Indonesia
ABSTRAK
Penentuan kadar Fe dalam sampel dilakukan dengan metode spektrofotometri.
Instrumen yang digunakan yaitu spektrofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang spektrum UV 200-350 nm dan spektrum sinar tampak 350-800 nm.
Pada percobaan ini digunakan larutan standar Fe(SO 4)2.6H2O dengan konsentrasi
1 ppm; 1,5 ppm; 2 ppm; 2,5 ppm; dan 3 ppm. Nilai adsorbansi larutan sampel Fe
yaitu 0,0525 dengan maks 509,0 nm. Konsentrasi sampel Fe dalam sampel yaitu
sebesar 0,2180 ppm.
1. PENDAHULUAN
2.
Spektrofotometer UV-
Vis (Ultra Violet-Visibel)
adalah instrumen yang
digunakan dalam
menganalisis suatu senyawa
kimia dengan pengukuran
didaerah ultra violet dan
didaerah tampak. metode
spektrofotometri berdasarkan
pada serapan sinar oleh
senyawa yang ditentukan,
sinar yang digunakan adalah
sinar yang semonokromatis
mungkin.
3. Spektrofotometri UVVis melibatkan energi
elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis,
sehingga spektrofotometer
UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif
dibanding kualitatif.
4. Spektrofotometri UVVis adalah pengukuran
serapan cahaya di daerah
ultraviolet (200–350 nm) dan
senyawa yang menyerap pada
sinar tampak (350 – 800 nm)
panjang gelombang lebih
oleh suatu senyawa. Serapan
pendek.
6. Prinsip kerja
cahaya ultra violet dan
cahaya tampak
mengakibatkan transisi
elektronik, yaitu promosi
elektron-elektron dari orbital
keadaan dasar yang berenergi
rendah ke orbital keadaan
tereksitasi berenergi lebih
tinggi.
5. Panjang gelombang
spektrofotometri UV-Vis
adalah interaksi yang terjadi
antara energi yang berupa
sinar monokromatis dari
sumber sinar dengan materi
yang berupa molekul. Besar
energi yang diserap tertentu
dan menyebabkan elektron
tereksitasi dari keadaan dasar
cahaya UV atau cahaya
ke keadaan tereksitasi yang
tampak bergantung pada
memiliki energi lebih tinggi.
7. Prinsip kerja
mudahnya promosi elektron.
Molekul-molekul yang
memerlukan lebih banyak
energi untuk promosi
elektron, akan menyerap pada
panjang gelombang yang
lebih pendek. Molekul yang
memerlukan energi lebih
sedikit akan menyerap pada
panjang gelombang yang
lebih panjang. Senyawa yang
menyerap cahaya dalam
daerah tampak (senyawa
berwarna) mempunyai
elektron yang lebih mudah
dipromosikan dari pada
spektrofotometri berdasarkan
hukum Lambert Beer, yaitu
apabila cahaya monokromatik
(Io) melalui suatu media
(larutan), maka sebagian
cahaya tersebut diserap (Ia),
sebagian dipantulkan (Ir), dan
sebagian lagi dipancarkan
(It).
8.
Hukum Lambert-Beer
berlaku pada larutan dengan
konsentrasi kurang dari sama
dengan 0.01 M untuk
sebagian besar zat. Namun,
pada larutan dengan
konsentrasi pekat maka satu
molekul terlarut dapat
kemudian dipipet 10 ml
memengaruhi molekul
dengan pipet volum dan
terlarut lain sebagai akibat
dimasukkan ke dalam labu
dari kedekatan masing-
ukur 250 ml, lalu diencerkan
masing molekul pada larutan
hingga tanda batas (250 ml)
dengan konsentrasi yang
dan larutan ini menjadi 10
pekat tersebut. Ketika satu
ppm. Kemudian preparasi
molekul dekat dengan
deret standar (variasi ppm)
molekul yang lain maka nilai
dari larutan Fe(II) 10 ppm
serapan molar dari satu
dihitung dengan pengenceran
molekul itu akan berubah
mol (10 ppm) dan mol
atau terpengaruh. Secara
(variasi ppm). Di mana
keseluruhan, nilai adsorbansi
variasi ppmnya 1; 1,5; 2,0;
yang dihasilkan pun ikut
2,5; 3,0 dan volume
terpengaruh, sehingga secara
larutannya 2,5; 3,75; 5; 6,25;
kuantitatif nilai yang
7,5.
ditunjukkan tidak
mencerminkan jumlah
molekul yang diukur di dalam
larutan uji.
9. BAHAN DAN METODE
9.1 Pembuatan Larutan Standar
10. Pembuatan larutan
10.1Pengukuran Adsorbansi Larutan
Standar dan Larutan Sampel
11. Masing-masing volum
deret standar dimasukkan
dalam labu ukur 50 ml.
Kemudian pada masingmasing labu ukur
standar Fe(II) 100 ppm yaitu
ditambahkan 1 ml hidroksil
dengan menyiapkan padatan
amin-HCl, ditambahkan 8 ml
Fe(SO4)2.6H2O 0,07 gram
CH3COONa, ditambahkan 5
lalu dimasukkan dalam gelas
ml Fenantrolin. Larutan
kimia 250 ml. Padatan
kemudian diencerkan dengan
tersebut dilarutkan dengan
akuades hingga 50 ml lalu
100 ml akuades, ditambahkan
diamati kelima larutan
2 ml asam sulfat. Larutan
tersebut. Kemudian
ditentukan adsorbansi larutan
adsorbansinya, sehingga kurva yang
dengan panjang gelombang
dihasilkan yaitu linear dengan
maksimum 509,0 nm dan
persamaan y=0,2096 x +0,0068 .
16. Pada sampel yang
blankonya 0,0001.
mengandung Fe, larutan sampelnya
12.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
13. Pada larutan standar Fe pada
labu ukur dengan konsentrasi 1 ppm
terbentuk larutan jingga dengan
adsorbansi 0,2267, larutan labu ukur
(1,5 ppm) terbentuk larutan jingga +
dengan adsorbansi 0,3237, larutan
berwarna jingga (-----) dan nilai
adsorbansinya yaitu 0,0525.
Konsentrasi Fe dalam sampel dapat
diketahui dari adsorbansinya, dengan
menghitung x dari persamaan linear
kurva standar dengan y adalah
adsorbansi larutan sampel:
labu ukur (2,0 ppm) terbentuk larutan
17.
y=ax+b
jingga ++ dengan adsorbansi 0,4206,
18.
y=0,2096 x +0,0068
larutan labu ukur (2,5 ppm) terbentuk
larutan jingga ++++ dengan
adsorbansi 0,5345, dan larutan labu
ukur (3,0 ppm) terbentuk larutan
19.
x=Konsentrasi Fe dan y= Adsorbansi sampel
20.
x=
y−0,0068
0,2096
21.
x=
0,0525−0,0068
0,2096
22.
x=
0,0457
0,2096
23.
x=0,2180 ppm
jingga +++++ dengan adsorbansi
0,6318.
14. Warna pada larutan standar
adalah berbanding lurus dengan
konsentrasinya, di mana larutan
dengan konsentrasi rendah memiliki
warna yang lebih cerah, sedangkan
larutan yang memiliki konsentrasi
tinggi warnanya semakin gelap.
15. Dari data pada tabel dan
gambar, terlihat bahwa semakin
besar konsentrasi suatu larutan,
semakin besar pula nilai
24. Dalam pembuatan
larutan untuk pengukuran
adsorbansi, dilakukan
penambahan hidroksil aminHCl karena senyawa tersebut
dapat mereduksi Fe3+ menjadi
Fe2+ meskipun sampel yang
diperlukan larutan buffet
digunakan adalah
berupa natrium asetat
FeSO4.6H2O yang mana Fe
sebelum ditambah 1,10-
memiliki bilangan oksidasi 2.
fenantrolin.
27. Pada perhitungan
Senyawa Fe2+ diketahui lebih
stabil dari pada Fe3+ karena
pada orbital 3d, senyawa Fe2+
memiliki 6 elektron yang
terisi penuh, sedangkan pada
senyawa Fe3+, orbital 3d
hanya terisi 5 elektron.
25. Pada analisis dengan
adsorpsi Uv-Vis, digunakan
panjang gelombang sebesar
509 nm karena pada panjang
gelombang tersebut, daya
serap larutan standar Fe (II)
berada pada titik maksimum.
Senyawa Fe (II) dapat
metode spektrofotometri UV-
mengabsorpsi radiasi karena
Vis, larutan yang
mengandung elektron yang
diidentifikasi haruslah
dapat dieksitasikan ke tingkat
berwarna. Pada keadaan
energi yang lebih tinggi.
28. Larutan yang diukur
dasar, larutan besi tidak
berwarna sehingga perlu
penambahan larutan 1,10fenantrolin agar membentuk
senyawa kompleks berwarna.
Hal ini disebabkan karena
spektrofotometer hanya
mengidentifikasi larutan
berwarna yang sesuai dengan
hukum Lambert-Beer.
26. Reaksi antara Fe
adsorbansinya diletakkan ke
dalam kuvet berbentuk
persegi, karena apabila kuvet
yang digunakan berbentuk
silinder, akan mudah
mengalami bias sehingga
nilai adsorbansinya kurang
tepat. Kuvet yang digunakan
sebaiknya terbuat dari kaca
kuarsa karena kaca kuarsa
dengan 1,10-fenantrolin
mampu meneruskan cahaya
merupakan reaksi
dengan baik. Tetapi, pada
kesetimbangan yang
percobaan ini kuvet yang
berlangsung pada pH 6
digunakan yaitu kuvet plastik,
sampai 8, sehingga
sehingga nilai adsorbansinya
kurang tepat.
29. DAFTAR PUSTAKA
30.
Gandjar, Ibnu Gholib dan
Rohman. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
31.
Fatimah, S, Yanlinastuti dan
Yoskasih. 2005. Kualifikasi Alat
Spektrometer UV-vis Untuk
Penentuan Uranium dan Besi
dalam-U30. Hasil Penelitian
32.
Harjadi. 1990. Ilmu Kimia
Analitik Dasar. Jakarta: PT.
Gramedia.
33.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep
Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
Universitas Indonesia.
34.
Basset, J. 1994. Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta: EGC.
35.
Underwood, A. L. 1990.
Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
ke Enam. Jakarta: Erlangga.
36.
37.
Tabel Hubungan Konsentrasi terhadap adsorbansi
38.
N
40. Konsentrasi
42.
39. Larutan Uji
43. Larutan
1
46.
Standar 1
47. Larutan
44. 1
7
49. 0,323
2
50.
Standar 2
51. Larutan
48. 1,5
7
53. 0,420
3
54.
Standar 3
55. Larutan
52. 2
6
57. 0,534
4
58.
Standar 4
59. Larutan
56. 2,5
5
61. 0,631
5
Standar 5
62.
63.
(ppm)
41. Adsor
bansi
45. 0,226
60. 3
8
Gambar Kurva Larutan Standar
Kurva Hubungan antara Konsentrasi dengan Adsorbansi
0.7
0.6
f(x) = 0.21x + 0.01
R² = 1
Adsorbansi
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
0.5
1
1.5
2
Konsentrasi (ppm)
2.5
3
3.5
“PENENTUAN KADAR FE DALAM SAMPEL DENGAN MEDOTE
SPEKTROFOTOMETRI”
Tanggal praktikum: Kamis, 6 Oktober 2016
Tanggal pengumpulan laporan: Kamis, 20 Oktober 2016
DISUSUN OLEH :
AHMAD HANIF FAHRUDY (1147040003)
ANGGI YULIAN SILVIYANADEWI (1147040009)
AYU HASNA ASTARI (1147040015)
KIMIA V-A
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
PENENTUAN KADAR FE DALAM SAMPEL DENGAN MEDOTE
SPEKTROFOTOMETRI
Ahmad Hanif Fahrudy, Anggi Yulian Silviyanadewi, Ayu Hasna Astari
Laboratorium Kimia Analitik, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 40614,
Indonesia
ABSTRAK
Penentuan kadar Fe dalam sampel dilakukan dengan metode spektrofotometri.
Instrumen yang digunakan yaitu spektrofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang spektrum UV 200-350 nm dan spektrum sinar tampak 350-800 nm.
Pada percobaan ini digunakan larutan standar Fe(SO 4)2.6H2O dengan konsentrasi
1 ppm; 1,5 ppm; 2 ppm; 2,5 ppm; dan 3 ppm. Nilai adsorbansi larutan sampel Fe
yaitu 0,0525 dengan maks 509,0 nm. Konsentrasi sampel Fe dalam sampel yaitu
sebesar 0,2180 ppm.
1. PENDAHULUAN
2.
Spektrofotometer UV-
Vis (Ultra Violet-Visibel)
adalah instrumen yang
digunakan dalam
menganalisis suatu senyawa
kimia dengan pengukuran
didaerah ultra violet dan
didaerah tampak. metode
spektrofotometri berdasarkan
pada serapan sinar oleh
senyawa yang ditentukan,
sinar yang digunakan adalah
sinar yang semonokromatis
mungkin.
3. Spektrofotometri UVVis melibatkan energi
elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis,
sehingga spektrofotometer
UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif
dibanding kualitatif.
4. Spektrofotometri UVVis adalah pengukuran
serapan cahaya di daerah
ultraviolet (200–350 nm) dan
senyawa yang menyerap pada
sinar tampak (350 – 800 nm)
panjang gelombang lebih
oleh suatu senyawa. Serapan
pendek.
6. Prinsip kerja
cahaya ultra violet dan
cahaya tampak
mengakibatkan transisi
elektronik, yaitu promosi
elektron-elektron dari orbital
keadaan dasar yang berenergi
rendah ke orbital keadaan
tereksitasi berenergi lebih
tinggi.
5. Panjang gelombang
spektrofotometri UV-Vis
adalah interaksi yang terjadi
antara energi yang berupa
sinar monokromatis dari
sumber sinar dengan materi
yang berupa molekul. Besar
energi yang diserap tertentu
dan menyebabkan elektron
tereksitasi dari keadaan dasar
cahaya UV atau cahaya
ke keadaan tereksitasi yang
tampak bergantung pada
memiliki energi lebih tinggi.
7. Prinsip kerja
mudahnya promosi elektron.
Molekul-molekul yang
memerlukan lebih banyak
energi untuk promosi
elektron, akan menyerap pada
panjang gelombang yang
lebih pendek. Molekul yang
memerlukan energi lebih
sedikit akan menyerap pada
panjang gelombang yang
lebih panjang. Senyawa yang
menyerap cahaya dalam
daerah tampak (senyawa
berwarna) mempunyai
elektron yang lebih mudah
dipromosikan dari pada
spektrofotometri berdasarkan
hukum Lambert Beer, yaitu
apabila cahaya monokromatik
(Io) melalui suatu media
(larutan), maka sebagian
cahaya tersebut diserap (Ia),
sebagian dipantulkan (Ir), dan
sebagian lagi dipancarkan
(It).
8.
Hukum Lambert-Beer
berlaku pada larutan dengan
konsentrasi kurang dari sama
dengan 0.01 M untuk
sebagian besar zat. Namun,
pada larutan dengan
konsentrasi pekat maka satu
molekul terlarut dapat
kemudian dipipet 10 ml
memengaruhi molekul
dengan pipet volum dan
terlarut lain sebagai akibat
dimasukkan ke dalam labu
dari kedekatan masing-
ukur 250 ml, lalu diencerkan
masing molekul pada larutan
hingga tanda batas (250 ml)
dengan konsentrasi yang
dan larutan ini menjadi 10
pekat tersebut. Ketika satu
ppm. Kemudian preparasi
molekul dekat dengan
deret standar (variasi ppm)
molekul yang lain maka nilai
dari larutan Fe(II) 10 ppm
serapan molar dari satu
dihitung dengan pengenceran
molekul itu akan berubah
mol (10 ppm) dan mol
atau terpengaruh. Secara
(variasi ppm). Di mana
keseluruhan, nilai adsorbansi
variasi ppmnya 1; 1,5; 2,0;
yang dihasilkan pun ikut
2,5; 3,0 dan volume
terpengaruh, sehingga secara
larutannya 2,5; 3,75; 5; 6,25;
kuantitatif nilai yang
7,5.
ditunjukkan tidak
mencerminkan jumlah
molekul yang diukur di dalam
larutan uji.
9. BAHAN DAN METODE
9.1 Pembuatan Larutan Standar
10. Pembuatan larutan
10.1Pengukuran Adsorbansi Larutan
Standar dan Larutan Sampel
11. Masing-masing volum
deret standar dimasukkan
dalam labu ukur 50 ml.
Kemudian pada masingmasing labu ukur
standar Fe(II) 100 ppm yaitu
ditambahkan 1 ml hidroksil
dengan menyiapkan padatan
amin-HCl, ditambahkan 8 ml
Fe(SO4)2.6H2O 0,07 gram
CH3COONa, ditambahkan 5
lalu dimasukkan dalam gelas
ml Fenantrolin. Larutan
kimia 250 ml. Padatan
kemudian diencerkan dengan
tersebut dilarutkan dengan
akuades hingga 50 ml lalu
100 ml akuades, ditambahkan
diamati kelima larutan
2 ml asam sulfat. Larutan
tersebut. Kemudian
ditentukan adsorbansi larutan
adsorbansinya, sehingga kurva yang
dengan panjang gelombang
dihasilkan yaitu linear dengan
maksimum 509,0 nm dan
persamaan y=0,2096 x +0,0068 .
16. Pada sampel yang
blankonya 0,0001.
mengandung Fe, larutan sampelnya
12.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
13. Pada larutan standar Fe pada
labu ukur dengan konsentrasi 1 ppm
terbentuk larutan jingga dengan
adsorbansi 0,2267, larutan labu ukur
(1,5 ppm) terbentuk larutan jingga +
dengan adsorbansi 0,3237, larutan
berwarna jingga (-----) dan nilai
adsorbansinya yaitu 0,0525.
Konsentrasi Fe dalam sampel dapat
diketahui dari adsorbansinya, dengan
menghitung x dari persamaan linear
kurva standar dengan y adalah
adsorbansi larutan sampel:
labu ukur (2,0 ppm) terbentuk larutan
17.
y=ax+b
jingga ++ dengan adsorbansi 0,4206,
18.
y=0,2096 x +0,0068
larutan labu ukur (2,5 ppm) terbentuk
larutan jingga ++++ dengan
adsorbansi 0,5345, dan larutan labu
ukur (3,0 ppm) terbentuk larutan
19.
x=Konsentrasi Fe dan y= Adsorbansi sampel
20.
x=
y−0,0068
0,2096
21.
x=
0,0525−0,0068
0,2096
22.
x=
0,0457
0,2096
23.
x=0,2180 ppm
jingga +++++ dengan adsorbansi
0,6318.
14. Warna pada larutan standar
adalah berbanding lurus dengan
konsentrasinya, di mana larutan
dengan konsentrasi rendah memiliki
warna yang lebih cerah, sedangkan
larutan yang memiliki konsentrasi
tinggi warnanya semakin gelap.
15. Dari data pada tabel dan
gambar, terlihat bahwa semakin
besar konsentrasi suatu larutan,
semakin besar pula nilai
24. Dalam pembuatan
larutan untuk pengukuran
adsorbansi, dilakukan
penambahan hidroksil aminHCl karena senyawa tersebut
dapat mereduksi Fe3+ menjadi
Fe2+ meskipun sampel yang
diperlukan larutan buffet
digunakan adalah
berupa natrium asetat
FeSO4.6H2O yang mana Fe
sebelum ditambah 1,10-
memiliki bilangan oksidasi 2.
fenantrolin.
27. Pada perhitungan
Senyawa Fe2+ diketahui lebih
stabil dari pada Fe3+ karena
pada orbital 3d, senyawa Fe2+
memiliki 6 elektron yang
terisi penuh, sedangkan pada
senyawa Fe3+, orbital 3d
hanya terisi 5 elektron.
25. Pada analisis dengan
adsorpsi Uv-Vis, digunakan
panjang gelombang sebesar
509 nm karena pada panjang
gelombang tersebut, daya
serap larutan standar Fe (II)
berada pada titik maksimum.
Senyawa Fe (II) dapat
metode spektrofotometri UV-
mengabsorpsi radiasi karena
Vis, larutan yang
mengandung elektron yang
diidentifikasi haruslah
dapat dieksitasikan ke tingkat
berwarna. Pada keadaan
energi yang lebih tinggi.
28. Larutan yang diukur
dasar, larutan besi tidak
berwarna sehingga perlu
penambahan larutan 1,10fenantrolin agar membentuk
senyawa kompleks berwarna.
Hal ini disebabkan karena
spektrofotometer hanya
mengidentifikasi larutan
berwarna yang sesuai dengan
hukum Lambert-Beer.
26. Reaksi antara Fe
adsorbansinya diletakkan ke
dalam kuvet berbentuk
persegi, karena apabila kuvet
yang digunakan berbentuk
silinder, akan mudah
mengalami bias sehingga
nilai adsorbansinya kurang
tepat. Kuvet yang digunakan
sebaiknya terbuat dari kaca
kuarsa karena kaca kuarsa
dengan 1,10-fenantrolin
mampu meneruskan cahaya
merupakan reaksi
dengan baik. Tetapi, pada
kesetimbangan yang
percobaan ini kuvet yang
berlangsung pada pH 6
digunakan yaitu kuvet plastik,
sampai 8, sehingga
sehingga nilai adsorbansinya
kurang tepat.
29. DAFTAR PUSTAKA
30.
Gandjar, Ibnu Gholib dan
Rohman. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
31.
Fatimah, S, Yanlinastuti dan
Yoskasih. 2005. Kualifikasi Alat
Spektrometer UV-vis Untuk
Penentuan Uranium dan Besi
dalam-U30. Hasil Penelitian
32.
Harjadi. 1990. Ilmu Kimia
Analitik Dasar. Jakarta: PT.
Gramedia.
33.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep
Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
Universitas Indonesia.
34.
Basset, J. 1994. Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta: EGC.
35.
Underwood, A. L. 1990.
Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
ke Enam. Jakarta: Erlangga.
36.
37.
Tabel Hubungan Konsentrasi terhadap adsorbansi
38.
N
40. Konsentrasi
42.
39. Larutan Uji
43. Larutan
1
46.
Standar 1
47. Larutan
44. 1
7
49. 0,323
2
50.
Standar 2
51. Larutan
48. 1,5
7
53. 0,420
3
54.
Standar 3
55. Larutan
52. 2
6
57. 0,534
4
58.
Standar 4
59. Larutan
56. 2,5
5
61. 0,631
5
Standar 5
62.
63.
(ppm)
41. Adsor
bansi
45. 0,226
60. 3
8
Gambar Kurva Larutan Standar
Kurva Hubungan antara Konsentrasi dengan Adsorbansi
0.7
0.6
f(x) = 0.21x + 0.01
R² = 1
Adsorbansi
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
0.5
1
1.5
2
Konsentrasi (ppm)
2.5
3
3.5