Etika Profesi dan Cyberbullying. pdf

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Teknologi informasi merupakan salah satu hal yang tidak akan lepas dari
kehidupan manusia. Karena teknologi informasi ini sudah ada sejak berabad-abad lalu
dan hingga kini masih terus berkembang. Tanpa adanya teknologi informasi, manusia
akan kesulitan untuk berkomunikasi dan menyampaikan informasi.
Kini

teknologi

informasi

berkembang

begitu

cepat

seiring


dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan. Teknologi informasi dan komunikasi ini memiliki
banyak sekali peranan dan dampaknya dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari
kota hingga ke desa, dari dewasa sampai anak-anak, dan bahkan dari pengguna biasa
sampai pengguna ahli.
Setiap pengguna, baik yang pengguna biasa hingga ahli, memiliki niat dan tujuan
masing-masing dalam menggunakan dan mengolah teknologi informasi yang ada saat
ini. Dalam niat dan tujuan masing-masing, tidak terelakkan bahwa masih saja ada
‘oknum’ pengguna yang menggunakan teknologi informasi dengan niat dan tujuan
yang negatif. Tujuan negatif berdampak menjadi isu-isu yang kemudian berkembang
dan menjadi sisi pisau kedua dari teknologi informasi.
Salah satu isu negatif yang berkembang dalam dunia teknologi informasi saat ini
adalah cyberbullying. Tindakan yang tampak sederhana ini ternyata membawa
dampak besar bagi korban yang menderitanya. Seperti efek gunung es, dampak yang
menerpa sisi psikis dari korban bisa saja menjerumus ke dalam suatau hal yang
berdampak lebih buruk bagi sang korban.

1


1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, masalah yang ada
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1.

seberapa pentingkah isu cyberbullying yang terjadi saat ini?

1.2.2.

Bagaimana mencegah isu tersebut?

1.2.3.

Apakah peran Etika Profesi Teknologi Informasi dalam mengurangi
tindakan cyberbullying yang berkembang saat ini?

1.3. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1.3.1.


menjelaskan tentang isu-isu cyberbullying yang berkembang dalam
dunia teknologi informasi saat ini,

1.3.2.

menjelaskan beberapa saran yang dapat digunakan untuk mengurangi
tindakan cyberbullying yang terjadi dalam dunia teknologi informasi,

1.3.3.

menjelaskan peran etika profesi dalam dunia teknologi informasi serta
kaitannya dalam mencegah cyberbullying.

2

BAB II
ISI

2.1. Pengertian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia isu diartikan sebagai sebuah masalah
yang dikedepankan (ditanggapi, dibahas, dsb). Dalam artian ucapan sehari-hari, isu
adalah kabar yang tidak jelas dan tidak terjamin pengertiannya.
Etika secara etimologi diambil dari kata ethos yang dalam bahasa Yunani
memiliki arti watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Profesi diartikan sebagai pekerjaan
yang menuntut keahlian serta keterampilan dari pelakunya. Etika profesi diartikan
sebagai sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional
terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam
rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat (Keiser, dalam
Suhrawadi Lubis, 1994:6-7).
Cyberbullying terdiri dari dua kata, yaitu cyber dan bullying. Cyber atau siber

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai dunia maya/internet.
Bullying atau perundungan diartikan sebagai menggangu atau mengusik secara terus-

menerus. Secara istilah, cyberbullying diartikan sebagai melakukan pengusikan secara
terus-menerus terhadap seseorang yang dilakukan dalam dunia maya, biasanya
dilakukan dalam sebuah jejaring sosial.

2.2. Cyberbullying

Cyberbullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja

dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia cyber atau internet. Cyberbullying

3

adalah kejadian manakala seorang anak atau remaja diejek, dihina, diintimidasi, atau
dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi digital atau
telepon seluler.
Cyberbullying dianggap valid bila pelaku dan korban berusia di bawah 18 tahun

dan secara hukum belum dianggap dewasa. Bila salah satu pihak yang terlibat (atau
keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun, maka kasus yang terjadi akan dikategorikan
sebagai cybercrime atau cyberstalking (sering juga disebut cyber harassment).
Bentuk dan metode tindakan cyberbullying amat beragam. Bisa berupa pesan
ancaman melalui e-mail, mengunggah foto yang mempermalukan korban, membuat
situs web untuk menyebar fitnah dan mengolok-olok korban hingga mengakses akun
jejaring sosial orang lain untuk mengancam korban dan membuat masalah. Motivasi
pelakunya juga beragam. Ada yang melakukannya karena marah dan ingin balas
dendam, frustrasi, ingin mencari perhatian bahkan ada pula yang menjadikannya

sekedar hiburan pengisi waktu luang. Tidak jarang, motivasinya kadang-kadang hanya
ingin bercanda.
Cyberbullying yang berkepanjangan bisa mematikan rasa percaya diri anak,

membuat anak menjadi murung, khawatir, selalu merasa bersalah atau gagal karena
tidak mampu mengatasi sendiri gangguan yang menimpanya. Bahkan ada pula korban
cyberbullying yang berpikir untuk mengakhiri hidupnya karena tak tahan lagi

diganggu. Remaja korban cyber bullying akan mengalami stress yang bisa memicunya
melakukan tindakan-tindakan rawan masalah seperti mencontek, membolos, lari dari
rumah, dan bahkan minum minuman keras atau menggunakan narkoba.
Anak-anak atau remaja pelaku cyberbullying biasanya memilih untuk
menganggu anak lain yang dianggap lebih lemah, tak suka melawan dan tak bisa

4

membela diri. Pelakunya sendiri biasanya adalah anak-anak yang ingin berkuasa atau
senang mendominasi. Anak-anak ini biasanya merasa lebih hebat, berstatus sosial
lebih tinggi dan lebih populer di kalangan teman-teman sebayanya. Sedangkan
korbannya biasanya anak-anak atau remaja yang sering diejek dan dipermalukan

karena penampilan mereka, warna kulit, keluarga mereka, atau cara mereka bertingkah
laku di sekolah. Namun bisa juga si korban cyberbullying justru adalah anak yang
populer, pintar, dan menonjol di sekolah sehingga membuat iri teman sebayanya yang
menjadi pelaku.
Cyberbullying pada umumnya dilakukan melalui media situs jejaring sosial

seperti Facebook dan Twitter. Ada kalanya dilakukan juga melalui SMS maupun pesan
percakapan di layanan Instant Messaging seperti Blackberry Messenger ataupun Line
Messenger. Anak-anak yang penguasaan komputer serta internetnya lebih canggih
melakukan cyberbullying dengan cara lain. Mereka membuat situs atau blog untuk
menjelek-jelekkan korban atau membuat masalah dengan orang lain dengan berpurapura menjadi korban. Ada pula pelaku yang mencuri password akun e-mail atau situs
jejaring sosial korban dan mengirim pesan-pesan mengancam atau tak senonoh
menggunakan akun milik korban.
Cyberbullying lebih mudah dilakukan daripada kekerasan konvensional karena

si pelaku tidak perlu berhadapan muka dengan orang lain yang menjadi targetnya.
Mereka bisa mengatakan hal-hal yang buruk dan dengan mudah mengintimidasi
korbannya karena mereka berada di belakang layar komputer atau menatap layar
telelpon seluler tanpa harus melihat akibat yang ditimbulkan pada diri korban.
Peristiwa cyber bullying juga tidak mudah diidentifikasikan orang lain, seperti orang

tua atau guru karena tidak jarang anak-anak remaja ini juga mempunyai kode-kode

5

berupa singkatan kata atau emoticon internet yang tidak dapat dimengerti selain oleh
mereka sendiri. Harus diwaspadai bahwa kasus cyberbullying ini seperti gunung es.
Korban sendiri lebih sering malas mengaku. Ini karena bila mereka mengaku biasanya
akses mereka akan internet (maupun HP) akan dibatasi. Korban juga terkadang malas
mengaku karena sulitnya mencari pelaku cyberbullying atau membuktikan bahwa si
pelaku benar-benar bersalah. Ini menyebabkan munculnya kondisi gunung es tadi, di
mana sang korban menyimpan semuanya dalam hatinya. Keadaan ini secara psikologis
sangat berbahaya, karena sang korban bisa saja melakukan perbuatan yang nekat
apabila hal yang disimpannya telah mencapai batas kesanggupannya.
Mengacu pada besarnya dampak dari perbuatan cyberbullying, sudah seharusnya
isu ini mendapatkan porsi yang serius bagi para pelaku dan pengembang teknologi
informasi. The Ditch dalam situs resminya melansir data mengenai cyberbullying yang
dialami remaja. Dari sepuluh ribuan remaja dalam rentangan , yaitu:
2.2.1.

7 dari 10 remaja mengaku pernah mengalami cyberbullying,


2.2.2.

37% dari remaja mengaku bahwa mereka mengalami cyberbullying
secara frekuentif,

2.2.3.

20% dari remaja mengaku bahwa mereka pernah mengalami
cyberbullying secara ekstrem,

2.2.4.

54% dari remaja merasa bahwa mereka di-bully melalui internet,

2.2.5.

perbandingan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan untuk dibully adalah sama (50:50).

Setiap tahunnya diperkirakan angka tersebut akan terus meningkat. Dengan

begitu, cyberbullying dengan segala dampak buruk yang menyelimutinya menjadi isu
penting dalam dunia teknologi informasi.

6

2.3. Mencegah Cyberbullying
Amatlah penting bagi seseorang untuk mencegah dirinya tertimpa cyberbullying
ataupun juga menjadi seorang pelaku cyberbullying. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan, baik itu tindakan preventif maupun represif, adalah sebagai berikut:
2.3.1.

Cermati dan pelajari jenis jejaring sosial yang akan anda gunakan. Pastikan
terdapat fitur “Block User ” (Blok Pengguna) dan “Report User ” (Laporkan
Pengguna). Block User digunakan agar anda dapat memblokir pengguna
lainnya yang anda anggap telah atau terindikasi melakukan tindakan
mengganggu atau cyberbullying pada anda. Report User merupakan sarana
bagi anda untuk melaporkan orang-orang serupa kepada pengelola jejaring
sosial.

2.3.2.


Pikirkan secara matang mengenai wujud pemikiran yang akan anda tuangkan
dalam jejaring sosial. Hindari segala bentuk penghinaan, pemojokan,
pengejekan dan/atau diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu; khususnya
terhadap orang-orang di sekitar anda seperti teman, rekan, atasan atau bahkan
orang yang tidak anda kenal namun masih berada dalam lingkungan
kehidupan anda. Hindari pula segala pernyataan yang bersifat provokatif dan
sensitif (seperti SARA), mengingat masyarakat Indonesia sangat beragam.

2.3.3.

Jika tidak diperlukan, hindari mencantumkan data pribadi seperti nama
lengkap, alamat lengkap dan nomor telepon karena dapat lebih membuka
akses yang lebih luas bagi pelaku cyberbullying.

2.3.4.

Hindari memasang foto pribadi yang bersifat seronok karena dapat menjadi
sasaran manipulasi foto dan objek penghinaan dan cemooh bagi para
cyberbullying.

7

2.3.5

Bagi orang tua, awasi dengan cermat dan seksama penggunaan internet,
khususnya jejaring sosial oleh anak-anak, meskipun mereka telah beranjak
dewasa. Perkenalkan kepada mereka manfaat-manfaat dari internet, namun
kenali mereka juga terhadap bahaya-bahaya yang dapat mengintai dalam
dunia maya, seperti pornografi, penipuan, penculikan dan tentunya,
cyberbullying.

2.3.6.

Jangan terpancing untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan
cyberbullying, meskipun atas ajakan teman sehingga akan melahirkan

persengkongkolan untuk memojokan seseorang.
2.3.7

Laporkan segala bentuk indikasi awal cyberbullying. Laporan awal tidak
harus langsung kepada aparat kepolisian, namun dapat diselesaikan dengan
jalur mediasi dengan para pihak yang terlibat dalam cyberbullying.

2.3.8.

Gunakan segala bentuk media komunikasi seperti komputer, internet, telepon
seluler, tablet dan peralatan elektronik lainnya untuk hal-hal positif dan tujuan
damai.

2.4. Peran Etika Profesi dalam Mencegah Cyberbullying
Secara umum, etika profesi memiliki tiga prinsip yang harus dipegang teguh
dalam setiap profesional yang menjalani profesinya. Ketiga prinsip tersebut adalah:
2.4.1.

tanggung jawab, baik itu tanggung jawab dalam mengemban tugas
maupun tanggung jawab untuk hasil pekerjaan berupa dampak terhadap
kehidupan;

2.4.2.

keadilan, untuk memberikan akses kepada siapa saja sesuai dengan
haknya;

8

2.4.3.

otonomi, untuk memberikan kebebasan kepada profesional dalam
menjalankan profesinya.
Dengan adanya prinsip tanggung jawab dan keadilan, kaum profesional sebagai

puncak tertinggi dan produsen dari produk-produk teknologi informasi, maka kaum
profesional dituntut untuk dapat menciptakan produk yang dapat menghindari,
mencegah bahkan mengurangi cyberbullying yang saat ini telah menjamur.
Profesional sebagai produsen dapat menggunakan otonomi yang mereka miliki untuk
menciptakan kebijakan-kebijakan tertentu dalam produknya.

9

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Teknologi informasi yang awalnya diciptakan untuk memudahkan lalu lintas
informasi di seluruh dunia tetaplah menyimpan sisi tajam yang apabila disalahgunakan
menjadi momok menakutkan. Dengan segala kemudahan dan kebebasan terhadap
akses yang ada, serta mudahnya menjadi anonim dan menghilangkan jejak, tindakan
kejahatan bahkan termasuk kriminal pun ikut merajalela. Salah satunya adalah
tindakan cyberbullying.
Cyberbullying telah menjadi tindakan yang buruk paling menjamur yang ada

saat ini. Perkembangan teknologi informasi telah mengubah tindakan yang awalnya
hanya berupa permainan lidah menjadi permainan jemari tangan dengan konsekuensi
yang lebih minim namun memiliki dampak yang sangat buruk bagi sang korban.
Padahal, cyberbullying ini dikategorikan sebagai cybercrime dan terdapat undangundang tersendiri yang memiliki sanksi tegas terhadap pelakunya.
Sayangnya, sanksi tegas yang ada ternyata tidak dilaksanakan dengan tegas pula.
Hal ini menjadi permasalahan yang besar, mengingat besarnya dampak yang akan
terjadi kepada sang korban. Perasaan dikucilkan, malu, kehilangan kepercayaan diri,
bahkan bunuh diri terus mengintai pikiran korban apabila terus-terusan dirundung.
Dengan angka-angka fantastis dalam statistik yang ada, isu cyberbullying telah
menjelma menjadi bola salju yang terus menggelinding dan membesar seiring dengan
berjalannya waktu. Oleh karena itu, diperlukan sebuah tindakan yang setidaknya dapat

10

mengurangi, atau bahkan mencegah bola tersebut semakin membesar agar risiko yang
akan didapat di kemudian hari tidak akan mencelakai masa depan suatu elemen.
Remaja dengan jalan yang masih panjang di masa depannya adalah elemen
korban dan pula elemen pelaku dalam kasus ini. Dengan dampak buruk yang ada dari
kedua sisi, sudah semestinya cyberbullying haruslah dicegah demi menjaga masa
depan yang dimiliki oleh para remaja. Untuk itu, tindakan yang bertanggung jawab
berupa preventif dan represif adalah wajib hukumnya.
Seluruh elemen masyarakat, baik orang dewasa, orang tua, hingga para ahli dan
profesional serta aparat bertanggung jawab untuk melakukan kedua tindakan tersebut.
Semua orang bertanggung jawab untuk memberikan pelajaran akan norma dan etika
kehidupan sebagai bentuk pencegahan (preventif) terhadap tindakan cyberbullying,
serta aparat keamanan akan memberikan pelajaran berupa konsekuensi yang tegas
terhadap apa yang telah dilakukan oleh para pelaku (represif).

11