PERTANIAN NOVEL permaslahan dan kebijaka

MAKALAH
PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN DIBIDANG PERTANIAN

Disusun Oleh:

Novel Novita Tobing
01021381419198
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

2015-2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian
nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian
merupakan sektoryang mendasari kehidupan setiap masyarakat di Indonesia. Potensi
dari sector pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber daya alam,
serta kondisi iklim yang sangat baik untuk bertani. Sehingga, sektor pertanian layak

untuk dikembangkan secara berkelanjutan demi kelangsungan hidup suatu bangsa.
Seiring dengan perkembangan pembangunan, peran pertanian mulai menurun
setelah prioritas pembangunan beralih ke sektor non pertanian. Masalah-masalah juga
mulai muncul dan cukup sulit untuk diatasi. Majunya pembangunan mengakibatkan
tingkat pendapatan masyarakat juga makin tinggi. Keadaan ini ternyata tidak selalu
membawa dampak baik pada usaha pertanian. Kenyataannya kenaikan pendapatan
masyarakat yang makin tinggi secara proposional akan menyebabkan kenaikan
pendapatan yang dibelanjakan untuk produk pertanian semakin menurun, ini akibat
dari sifat produk pertanian yang memiliki elastisitas rendah. Sehingga banyak produk
pertanian yang tidak terjual secara baik, serta kenaikan nilai tambah yang sangat
kecil. Akibatnya penerimaan petani mejadi rendah dan akhirnya pendapatan petani
secara umum juga semakin rendah.
Kebijakan tentang murah pangan juga membawa implikasi masalah bagi
petani, yakni semakin menurunnya nilai tukar sektor pertanian dibandingkan dengan
sektor industri. Contoh untuk padi, harga padi dari tahun ke tahun tidak bisa naik
secara signifikan. Tentunya petani sangat berharap harga padi bisa naik jauh lebih
tinggi. Tetapi hal ini tidak mungkin karena merupakan makanan pokok rakyat
Indonesia, dan tetap dipertahankan agar harga beras tidak mahal. Kalaupun harga
beras sebagai sembako dibiarkan dan tidak dikontrol pemerintah, ada kemungkinan
harganya memang bisa sangat tinggi.


BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBIJAKAN PERTANIAN
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian
menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat
penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini,
pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan
tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah,
Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi
menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan
pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan yang
bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam perdagangan/distribusi
pupuk sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur pembagian pendapatan
adalah penentuan harga kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerahdaerah kopra di Sulawesi.
Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan keadilan. Hampir
setiap kebijakan jarang akan disambut dengan baik oleh semua pihak. Selau ada saja
pihak yang memperoleh manfaat lebih besar dari pihak lainnya dan bahkan ada yang

dirugikan. Itulah sebabnya masalah kebijakan pertanian bukanlah terletak pada
banyak sedikitnya campur tangan pemerintah, tetapi pada berhasil tidaknya kebijakan
itu mencapai sasarannya dengan sekaligus mencari keadilan bagi pihak-pihak yang
bersangkutan. Oleh karena itu kebijakan pertanian yang lebih baik adalah yang dapat
mencapai tujuan nasional untuk menaikkan produksi secara optimal dengan perlakuan
yang adil pada pihak-pihak yang bersangkutan itu.

BEBERAPA KEBIJAKAN DI BIDANG PERTANIAN
1. Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak
negara dan biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan sehingga disebut
kebijakan harga dan pendapatan (price and economic policy). Segi harga dari
kebijakan itu bertujuan untuk mengadakan stabilitas harga, sedangkan segi
pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim
ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung pemberian
penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak terlalu merugikan
petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu bagi petani. Di banyak
negara seperti; Amerika Serikat, Jepang, dan Australia banyak sekali hasil pertanian
seperti gandum, kapas, padi, dan gula yang mendapat perlindungan pemerintah
berupa harga penyangga dan atau subsidi. Indonesia baru mulai mempraktekkan

kebijakan harga untuk beberapa hasil pertanian sejak tahun 1969. Secara teoritis
kebijakan harga yang dapat dipakai untuk mencapai tiga tujuan yaitu:
1. stabilitas harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani
2. meningkatkan pendapatan petani melalui pebaikan dasar tukar (term of trade)
3. memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
Kebijakan harga di Indonesia terutama ditekankan pada tujuan pertama yaitu
Stabilitas harga hasil-hasil pertanian dalam keadaan harga-harga umum yang stabil
berarti pula terjadi kestabilan pendapatan. Tujuan yang kedua banyak sekali
dilaksanakan pada hasil-hasil pertanian di negara-negara yang sudah maju dengan
alasan pokok pendapatan rata-rata sektor pertanian terlau rendah dibandingkan
dengan penghasilan di luar sektor pertanian.
Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktek sering dilaksanakan oleh negaranegara yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua yaitu dalam bentuk
pembatasan jumlah produksi dengan pembayaran kompensasi. Berdasarkan ramalan
harga, pemerintah membuat perencanaan produksi dan petani mendapat pembayaran
kompensasi untuk setiap kegiatan produksi yang diistirahatkan.

2. Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen, pemerintah
dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam kelembagaan perdagangan
dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai

pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya
saing petani. Di negara-negara Afrika seperti Nigeria dan Kenya apa yang dikenal
dengan nama Badan Pemasaran Pusat (Central Marketing Board) berusaha untuk
mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia atas penghasilan petani. Badan
pemasaran ini sangat berhasil di Inggris yang dimulai sesudah depresi besar tahun
1930 untuk industri

bulu domba, susu, telor dan kentang. Di Indonesia Badan

Pengurusan Kopra, Badan Pemasaran Lada pada prinsipnya mempunyai tujuan yang
sama dengan Badan pemasaran Pusat di Afrika dan Inggris.
Masalah yang dihadapi di Indoensia adalah kurangnya kegairahan berproduksi
pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru dan
usaha-usaha lain untuk menaikkan produksi karena persentase harga yang diterima
oleh petani relatif kecil dibandingkan dengan bagian yang diterima golongangolongan lain.
Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk ekspor,
kebijakan ini meliputi pula pengaturan distribusi sarana-sarana produksi bagi petani.
Pemerintah berusaha menciptakan persaingan yang sehat di antara para pedagang
dengan melayani kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida dan lain-lain
sehingga petani akan dapat membeli sarana-sarana produksi tersebut dengan harga

yang relatif tidak terlalu tinggi. Jadi disini jelas bahwa kebijakan

pemasaran

merupakan usaha campur tangan pemerintah dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan
pasar.
3. Kebijakan Struktural
Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki
strukutur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-

alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik
prasarana fisik maupun sosial ekonomi.
Kebijakan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat
dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak
mudah untuk mencapainya dan biasanya memakan waktu lama. Hal ini disebabkan
sifat usahatani yang tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan
bagian dari kehidupan petani dengan segala aspeknya. Oleh karena itu tindakan
ekonomi saja tidak akan mampu mendorong perubahan struktural dalam sektor
pertanian sebagaimana dapat dilaksanakan dengan lebih mudah pada sektor industri.
Pengenalan baru dengan penyuluhan-penyuluhan yang intensif merupakan satu

contoh dari kebijakan ini. Kebijakan pemasaran yang telah disebutkan di atas
sebenarnya dimaksudkan pula untuk mempercepat proses perubahan struktural di
sektor pertanian dalam komoditi-komoditi pertanian. Pada bidang produksi dan
tataniaga kopra, lada, karet, cengkeh dan lain-lain. Dalam kenyataannya pelaksanaan
kebijakan harga, pemasaran dan struktural tidak dapat dipisahkan, dan ketiganya
saling melengkapi.
4. Kebijakan Pertanian dan Industri
Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah:
1. Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena tergantung pada
alam yang kebanyakannya di luar kekuasaan manusia untuk mengontrolnya,
sedangkan industri tidak demikian.
2. Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahan-bahan
mentah yang dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan tingkat hidup manusia
permintaannya tidak akan naik seperti pada permintaan atas barang-barang
industri
3. Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor ekonomi saja
yang menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi, kebiasaan dan lain-lain
memegang peranan penting. Industri lebih bersifat lugas (zakelijk).

Ketiga ciri khusus pertanian ini nampak dalam teori ekonomi sebagai

perbedaan dalam respons permintaan dan penawaran atas perubahan-perubahan
harga.
Elatisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil pertanian jauh
lebih kecil daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas harga atas permintaan
radio, buku-buku, mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi daripada elatisitas harga atas
permintaan beras dan bahan pakaian. Hal ini disebabkan pendapatan sektor industri
pada umumnya lebih tinggi daripada pendapatan sektor pertanian maka elastisitas
pendapatan atas permintaan barang-barang hasil industri lebih besar daripada atas
bahan makanan pokok.
B. Permasalahan Pertanian
1. Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pendapatan
dalam Pertanian
Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung
dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari. Selain merupakan usaha, bagi si petani pertanian juga
merupakan bagian dari hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of live), sehingga
tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek-aspek sosial dan kebudayaan, aspek
kepercayaan dan keagamaan serta aspek-aspek tradisi semuanya memegang peranan
penting dalam tindakan-tindakan petani. Namun demikian dari segi ekonomi
pertanian, berhasil tidaknya produksi petani dan tingkat harga yang diterima oleh

petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku
dan kehidupan petani.
Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan
persoalan ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian adalah jarak waktu (gap) antara
pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil
penjualan. Jarak waktu ini sering pula disebut gestation period, yang dalam bidang
pertanian jauh lebih besar daripada dalam bidang industri. Di dalam bidang industri,
sekali produksi telah berjalan maka penerimaan dari penjualan akan mengalir setiap

hari sebagaimana mengalirnya hasil produksi. Dalam bidang pertanian tidak demikian
kecuali bagi para nelayan penangkap ikan yang dapat menerima hasil setiap hari
sehabis ia menjual ikannya. Jadi ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola
penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap
musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau
kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba.
2. Tekanan Penduduk dan Pertanian
Persoalan lain yang sifatnya lebih jelas lagi dalam ekonomi pertanian adalah
persoalan yang menyangkut hubungan antara pembangunan pertanian dan jumlah
penduduk. Malthus dalam tahun 1888 menerbitkan buku yang terkenal mengenai
persoalan-persoalan penduduk dan masalah pemenuhan kebutuhan manusia akan

bahan makanan. Penduduk bertambah lebih cepat daripada pertambahan produksi
bahan makanan. Penduduk bertambah menurut deret ukur, sedangkan produksi bahan
makanan hanya bertambah menurut deret hitung. Persoalan penduduk di Indonesia
tidak hanya dalam kepadatannya tetapi juga pembagian antardaerah tidak seimbang.
Komposisinya menunjukkan suatu penduduk yang muda dengan pemusatan
penduduk di kota-kota besar. Tingkat pertambahan penduduk tinggi, karena angka
kelahiran tinggi, sedangkan angka kematian menurun. Menurunnya angka kematian
disebabkan oleh kemajuan kesehatan dan sanitasi.
Ditinjau dari sudut ekonomi pertanian maka adanya persoalan penduduk dapat dilihat
dari tanda-tanda berikut:
1. persediaan tanah pertanian yang makin kecil
2. produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun
3. bertambahnya pengangguran
4. memburuknya hubungan-hubungan pemilik tanah dan bertambahnya hutanghutang pertanian.

3. Pertanian Subsisten
Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai karangan
mengenai ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari perkataan subsistence dari kata
subsist yang berarti hidup. Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu sistem
bertani dimana tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan

hidupnya beserta keluarganya. Namun dalam menggunakan definisi yang demikian
sejak semula harus diingat bahwa tidak ada petani susbsisten yang begitu homogen,
yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang lain. Dalam kenyataannya petani
subsisten ini sangat berbeda-beda dalam hal luas dan kesuburan tanah yang
dimilikinya dan dalam kondisi-kondisi sosial ekonomi lingkungan hidupnya.
Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka memandang pertanian
sebagai sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil
produksi pertanian itu. Dengan definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa
petani susbsisten tidak berfikir dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka juga
berpikir dalam pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk pengeluaran biaya tunai,
melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat dan partisipasi dalam kegiatankegiatan upacara adat dan lain-lain.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian
menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat
penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat.
Beberapa kebijakan di bidang pertanian Kebijakan Harga kebijakan
pemasaran,

kebijakan structural, kebijakan pertanian dan industry, pendapatan

penduduk desa dan kota. Itulah beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah
indonesia. Yang diharapkan dapagt meningkatkan hasil produk pertanian indonesia.
Beberapa permasalahan pertanian jarak waktu yang lebar antara pengeluaran
dan penerimaan pendapatan dalam pertanian, tekanan penduduk dan pertanian,
pertanian subsisten, mekanisasi pemecahan masalah efisiensi kerja petani, perlunya
efisiensi, tuntutan inovasi dan mekanisasi dan distribusi kerja.
Untuk mengatasi permasalah diatas pemerintah kini tengah gencar mengatasi
permasalahan yang ada dalam bidang pertanian Indonesia misalnya dengan
pengembangan teknologi permodalan untuk para petani ditambah dan pengusahaan
peningkatan hasil pertanian.