Guna memenuhi tugas mata kuliah pendidik
guna memenuhi tugas mata kuliah pendidikan pancasila :)
RESUME BUKU PENDIDIKAN PANCASILA
KARANGAN PROF. DR. KAELAN, M.S.
check it out
• Pendahuluan Pendidikan Pancasila
Pancasila adalah Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia yang
secara resmi tercantum didalam Pembukaan UUD 1945 dan
ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, bersama-sama
dengan UUD 1945 diundang dalam Berita Republik Indonesia
tahun II No. 7.
Maka setiap warga Negara perlu dan seharusnya mempelajari,
mendalami, menghayati dan selanjutnya untuk diamalkan dalam
rangka bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Terutama di
dunia pendidikan sejak dari Taman Kanak-kanak hingga
Perguruan Tinggi.
Dalam pelaksanaan pendidikan pancasila dilakukan berdasarkan
sistem peraturan perundang-undangan atau landasanlandasannya yaitu sebagai berikut:
- Landasan historis
Bahwa bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah
yang cukup panjang sehingga fakta historis Indonesia tidak bisa
dipisahkan dari pancasila.
- Landasan kultural
Bahwa setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara senantiasa memilih suatu pandangan
hidup, filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak terombang
ambing dalam kancah pergaulan masyarakat internasional dan
pancasila adalah sebagai produk budaya dan bukan pemikiran
perorangan.
- Landasan yuridis
Berdasarkan UU No. 20 th 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yaitu bahwa sistem pendidikan nasional berdasarkan
pancasila. Hal ini mengandung makna bahwa secara material
pancasila merupakan sumber hukum pendidikan nasional.
- Landasan filosofis
Bahwa pancasila sebagai pandangan filosofis yang nilai-nilainya
sudah ada dan merupakan suatu keharusan moral untuk secara
konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam realisasi pendidikan pancasila pada hakikatnya secara
umum memiliki suatu tujuan, yaitu untuk menghasilkan peserta
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa,dengan sikap perilaku:
1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang
bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya.
2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan
kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya
3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, serta
4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan
nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
Melalui Pendidikan Pancasila, warga Negara Republik Indonesia
diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya
secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita
dan tujuan bangsa Indonesia.
• Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Secara Historis proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam
sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan
suatu masalah, yaitu tentang suatu calon rumusan dasar negara
Indonesia yang akan dibentuk.
Pada tanggal 1 Juni 1945 didalam sidang tersebut Ir. Sukarno
berpidato secara lisan mengenai calon rumusan dasar negara
Indonesia. Kemudian untuk memberi nama istilah dasar Negara
tersebut Sukarno memberikan nama “Pancasila” yang artinya
lima dasar.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus
1945 disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 termasuk
Pembukaan UUD 1945 dimana didalamnya termuat isi rumusan
lima prinsip yang merupakan suatu dasar negara yang diberi
nama Pancasila.
Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu :
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan,
dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sejak zamana dahulu kala sebelum mendirikan Negara.
Proses terbentuknya Negara dan bangsa Indonesia melalui suatu
proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu
kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V
kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak
pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya
dibawah wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan
Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan
lainnya.
Dasar-dasar pembentukkan nasinalisme modern dirintis oleh para
pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan
oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908,
kemudian dicetuskan pada sumpah pemuda pada tahun 1928.
Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia
dalam mendirikan Negara tercapai dengan diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
• Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta
kebijaksanaan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan maka
muncul filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu
tertentu antara lain filsafat politik, sosial, hukum, bahasa, ilmu
pengetahuan, agama, dan bidang-bidang ilmu lainnya.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan
suatu sistem filsafat yaitu sila-sila Pancasila yang setiap sila pada
hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri
namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
sistematis.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia,
mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan , kebangsaan,
kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.
Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan
bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan
masyarakat hukum. Adapun Negara yang didirikan oleh manusia
itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga
Negara sebagai persekutuan hidup adalah berkedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila
pertama). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya
bertujuan untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab
(hakikat sila kedua). Untuk mewujudkkan suatu Negara sebagai
suatu organisasai hidup manusia harus membentuk suatu ikatan
sebagai suatu bangsa (hakikat sila ketiga). Terwujudnya
persatuan dalam suatu Negara akan melahirkan rakyat sebagai
suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah Negara tertentu.
Konsekuensinya dalam kenegaraan itu haruslah mendasarkan
pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan Negara.
Maka Negara harus bersifat demokratis, hak serta kekuasaan
rakyat harus terjamin, baik secara individu maupun secara
bersama (hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan tujuan
Negara sebagai tujuan bersama, maka dalam hidup kenegaraan
harus mewujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warga ,
sehingga untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus
dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam
kehidupan bersama atau kehidupan sosial (hakikat sila kelima).
Nilai-nilai inilah yang merupakan suatu dasar bagi kehidupan
kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.
Inti isi sila-sila Pancasila :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan
tujuan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara, politik negara, pemerintahan
negara, hukum, peraturan perundang-undangan negara,
kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam
kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundangundangan negara harus mewujudnya tercapainya tujuan
ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak
kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin
dalam peraturan perundang-undangan negara. Nilai kemanusiaan
yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai
makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama.
3. Sila Persatuan Indonesia
bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia
monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama
diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa
suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh
karena itu perbedaan adalah merupakan bawaan kodrat manusia
dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk
negara.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan / Perwakilan
bahwa dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang
secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara, maka
nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat adalah :
a. Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab
baik terhadap masyarakat bangsa maupun secara moral terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan
c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam
hidup bersama
d. Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku,
agama, karena perbedaan adalah merupakan suatu bawaan
kodrat manusia
e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap
individu, kelompok, ras, suku maupun agama
f. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan
yang beradab
g. Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral
kemanusiaan yang beradab
h. Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam
kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama.
5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
bahwa konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud
dalam hidup bersama adalah meliputi:
a. Keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara
negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang
wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam
bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam
hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban
b. Keadilan legal, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga
negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah
yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk menaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam negara
c. Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara
warga satu dengan lainnya secara timbal balik.
• Pancasila Sebagai Etika Politik
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau
bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik
menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai
dengan:
1. Asas Legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai
dengan hukum yang berlaku
2. Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi
demokratis), dan
3. Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak
bertentangan dengannya (legitimasi moral).
• Pancasila sebagai Ideologi Nasional
Pengertian ‘ideologi’ secara umum dapat dikatakan sebagai
kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan,
kepercayaan-kepercayaan, yang menyeluruh dan sistematis, yang
menyangkut bidang politik, bidang sosial, bidang kebudayaan dan
bidang keagamaan.
Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita
yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan
untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada
hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain
memiliki ciri sebagai berikut :
a. Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan
dan kenegaraan.
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerokhanian,
pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan
hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan
kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan
dengan kesediaan berkorban.
Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh
karena itu dalam ideologi Pancasila mengakui atas kebebasan
dan kemerdekaan individu, namun dalam hidup bersama juga
harus mengakui hak dan kebebasan orang lain secara bersama
sehingga dengan demikian harus mengakui hak-hak masyarakat.
Selain itu bahwa manusia menurut Pancasila berkedudukan
kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Oleh karena itu nilai-nilai ketuhanan senantiasa
menjiwai kehidupan manusia dalam hidup Negara dan
masyarakat. Kebebasan manusia dalam rangka demokrasi tidak
melampaui hakikat nilai-nilai ketuhanan, bahkan nilai ketuhanan
terjelma dalam bentuk moral dalam ekspresi kebebasan manusia.
• Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan
atas hukum, oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem peraturan
perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka negara
dilaksanakan berdasarkan pada suatu konstitusi atau UndangUndang Dasar Negara. Pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga
tinggi negara, hak dan kewajiban warga negara, keadilan sosial
dan lainnya diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara.
Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam
konteks ketatanegaraan Republik Indonesia. Pembukaan UUD
1945 dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia memiliki
kedudukan yang sangat penting karena merupakan suatu
staatfundamentalnorm, dan berada pada hierarkhi tertib hukum
tertinggi di Negara Indonesia.
• Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Bermasyarakat,
Berbangsa dan Bernegara
Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi
teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga
merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan
sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan
Secara fisiologis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa
dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila. Oleh
karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada
dasar ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok silasila Pancasila sekaligus sebagai pendukung pokok negara. Hal ini
berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar
negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup)
manusia. Oleh karena itu negara dalam rangka mewujudkan
tujuannya melalui pembangunan nasional untuk hakikat manusia
‘monopluralis’
Pancasila sebagai paradigma reformasi
Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang
yang sering diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak
mungkin melakukan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri.
Mungkinkah reformasi total dewasa ini akan mengubah
kahidupan bangsa Indonesia menjadi tidak berketuhanan, tidak
berkemanusiaan, tidak berpersatuan, tidak berkerakyatan serta
tidak berkeadilan, dan kiranya hal itu tidak mungkin dilakukan.
Oleh karena itu justru sebaliknya reformasi itu harus memiliki
tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas bagi bangsa
Indonesia. Nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma
Reformasi Total tersebut.\
Pengertian Pancasila
Secara Etimologis,
Historis, & Terminologis
Hakikat Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana dikaji secara ilmiah memliki pengertian pengertian
yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, sebagai pandangan hidup bangsa,
sebagai ideologi bangsa dan Negara, sabagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses
terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus didesktipsikan secara objektif.
Selain itu, pancasila secara kedudukan dan fungsinya juga harus dipahami secara kronologis.
Oleh karena itu, untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya
maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila tersebut meliputi lingkup pengertian
sebagai berikut :
Pengertian Pancasila secara etimologis
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta
Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin,
dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal
yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang
senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila
“ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata
“Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek
yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki
lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan
tingkah laku yang penting.
Pengertian Pancasila secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman
Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut.
Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan
dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad
Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa
teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama
“Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang
temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian
keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945
termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau
lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum.
Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun
yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah
“Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan
calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik
Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negaranegara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera
mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan
UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri
atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal,
1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum
rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara
konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh
PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Penerapan Sila-Sila
Pancasila
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia. Butir-butir Pancasila tidak dapat diubah
karena kandungan isi dari Pancasila tersebut sangat sesuai dengan kepribadian masyarakat
Indonesia. Maka dari itu kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia harus menerapkan isi
kandungan dari Pancasila tersebut, yaitu dengan :
a.Penerapan sila pertama “ Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dilambangkan dengan
BINTANG :
1.Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup.
3.Saling menghormati kebebasan menjalankan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaanya.
4.Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
b.
Penerapan Sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” yang dilambangkan
dengan RANTAI EMAS :
1.Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
2.Saling mencintai sesama manusia.
3.Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4.Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5.Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6.Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7.Berani membela kebenaran dan keadilan.
c.Penerapan Sila ketiga “Persatuan Indonesia” yang dilambangkan dengan POHON
BERINGIN :
1.Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi atau golongan.
2.Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3.Cinta tanah air dan bangsa.
4.Bangga sebagai bangsa Indonesia dan tanah air Indonesia.
5.Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
d.Penerapan Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawarataan/perwakilan” yang dilambangkan dengan KEPALA BANTENG :
1.Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2.Tidak memaksakan kehendak orang lain.
3.Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputu oleh semangat kekeluargaan.
5.Dengan tekad baik dan bertanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
6.Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
e.Penerapan Sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang dilambangkan
dengan PADI dan KAPAS :
1.Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotong-royongan.
2.Bersikap adil.
3.Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.Menghormati hak-hak orang lain.
5.Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6.Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7.Suka bekerja keras.
Pancasila Dalam
Kehidupan Sehari-hari
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila Sila ke V yang harus
diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup adalah
sebagai berikut ( Soejadi, 1999 : 88- 90) :
1.
Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain :
a.
Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala sesuatu
dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Adil,
Maha Bijaksana dan sebagainya;
b.
Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah- NYA
dan menjauhi larangan-larangannya. Dalam memanfaatkan semua potensi yang diberikan
oleh Tuhan Yang Maha Pemurah manusia harus menyadari, bahwa setiap benda dan makhluk
yang ada di sekeliling manusia merupakan amanat Tuhan yang harus dijaga dengan sebaikbaiknya; harus dirawat agar tidak rusak dan harus memperhatikan kepentingan orang lain dan
makhluk-makhluk Tuhan yang lain.
Penerapan Sila ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
misalnya menyayangi binatang; menyayangi tumbuhtumbuhan dan merawatnya; selalu
menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa Allah tidak
suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah senang terhadap
orang-orang yang selalu bertakwa dan selalu berbuat baik. Lingkungan hidup Indonesia yang
dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan
karunia dan rahmat-NYA yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar
tetap dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta
makhluk hidup lainya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas Hidup itu sendiri.
2.
Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang
harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut :
·
-Pengakuan adanya harkat dan martabat manusia dengan sehala hak dan kewajiban
asasinya;
·
-Perlakuan yang adil terhdap sesama manusia, terhadap diri sendiri, alam sekitar dan
terhadap Tuhan;
·
-Manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki daya cipta, rasa,
karsa dan keyakinan.
Penerapan, pengamalan/ aplikasi sila ini dalam kehidupan sehari hari yaitu:
dapat diwujudkan dalam bentuk kepedulian akan hak setiap orang untuk memperoleh
lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak setiap orang untuk mendapatkan informasi
lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; hak
setiap orang untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan
ketentuanketentuan hukum yang berlaku dan sebagainya (Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 :
558). Dalam hal ini banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengamalkan Sila
ini, misalnya mengadakan pengendalian tingkat polusi udara agar udara yang dihirup bisa
tetap nyaman; menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar;
mengadakan gerakan penghijauan dan sebagainya. Nilai-nilai Sila Kemanusiaan Yang Adil
Dan Beradab ini ternyata mendapat penjabaran dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 di
atas, antara lain dalam Pasal 5 ayat (1) sampai ayat (3); Pasal 6 ayat (1) sampai ayat (2) dan
Pasal 7 ayat (1) sampai ayat (2). Dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan, bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; dalam ayat (2)
dikatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang
berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (3) dinyatakan,
bahwa setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 6 ayat (1)
dikatakan, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan dalam
ayat (2) ditegaskan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan
berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup. Dalam Pasal 7 ayat (1) ditegaskan, bahwa masyarakat mempunyai
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan
hidup; dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa ketentuan pada ayat (1) di atas dilakukan dengan
cara :
1.
Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;
2.
Menumbuhkembangkan kemampauan dan kepeloporan masyarakat;
3.
Menumbuhkan ketanggapsegeraan masya-rakat untuk melakukan pengwasan sosial;
4.
Memberikan saran pendapat;
5.
Menyampaikan informasi dan/atau menyam-paikan laporan
3.
Dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa, dalam arti dalam
hal-hal yang menyangkut persatuan bangsa patut diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
·
-Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia serta
wajib membela dan menjunjung tinggi (patriotisme);
·
-Pengakuan terhadap kebhinekatunggalikaan suku bangsa (etnis) dan kebudayaan
bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan kesatuan
bangsa;
·
-Cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia (nasionalisme).
Penerapan sila ini dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
dengan melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu diperhitungkan dalam
pengambilan kebijaksanaan dan pengendalian pembangunan lingkungan di daerah dan
mengembangkannya melalui pendidikan dan latihan serta penerangan dan penyuluhan dalam
pengenalan tata nilai tradisional dan tata nilai agama yang mendorong perilaku manusia
untuk melindungi sumber daya dan lingkungan (Salladien dalam Burhan Bungin dan Laely
Widjajati , 1992 : 156-158). Di beberapa daerah tidak sedikit yang mempunyai ajaran turun
temurun mewarisi nilai-nilai leluhur agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh ketentuan-ketentuan adat di daerah yang bersangkutan, misalnya ada larangan untuk
menebang pohon-pohon tertentu tanpa ijin sesepuh adat; ada juga yang dilarang memakan
binatang-bintang tertentu yang sangat dihormati pada kehidupan masyarakat yang
bersangkutan dan sebagainya. Secara tidak langsung sebenarnya ajaran-ajaran nenek leluhur
ini ikut secara aktif melindungi kelestarian alam dan kelestarian lingkungan di daerah itu.
Bukankah hal ini sudah mengamalkan Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang
bersangkutan sehari-hari.
4.
Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan terkandung nilainilai kerakyatan. Dalam hal ini ada beberapa
hal yang harus dicermati, yakni:
·
-Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat;
·
-Pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat;
·
-Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama;
·
-Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakilwakil rakyat.
Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2000 : 560 ) :
·
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
·
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak
dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
·
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan
·
masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup.
5.
Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan
sosial. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa aspek berikut, antara lain :
a.
Perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan terutama di bidang politik, ekonomi
dan sosial budaya;
b.
Perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia;
c.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak milik orang lain;
·
-Cita-cita masyarakat yang adil dan makmur yang merata material spiritual bagi
seluruh rakyat Indonesia;
·
-Cinta akan kemajuan dan pembangunan.
Penerapan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur masalah
lingkungan hidup. Sebagai contoh, dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H yang mengatur aspekaspek
pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam ketetapan MPR ini
hal itu diatur sebagai berikut (Penabur Ilmu, 1999 : 40) :
·
Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi;
·
Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan
melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan pengunaan dengan menerapkan
teknologi ramah lingkungan;
·
Mendelegasikan secara betahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan
ling-kungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang diatur dengan
undangundang;
·
Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseim-bangan lingkungan hidup,
pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta
penataan ruang yang pengaturannya diatur dengan undang-undang;
·
Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan
Sejarah Proses Perumusan Pancasila sebagai
Dasar Negara
Posted on Desember 26, 2012by debiasri
Sejarah perumusan Pancasila ini berawal dari pemberian
janji kemerdekaan di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh
Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso pada tanggal 7
September 1944, di depan Parlemen Tokyo.
Pemerintah Jepang menjanjikan kemerdekaan kepadabangsa indonesia
jika Jepang memenangkan peperangan. Janji itu diulangi lagi pada
tanggal 1 Maret 1945 dengan tanpa syarat dan dijanjikan untuk
membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka.
BPUPKI dibentuk oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan Balatentara
Jepang di Jawa) pada tanggal 29 April 1945. Susunan pengurus dan
jumlah anggota BPUPKI adalah :
Ketua
: Dr. Radjiman Wedyodiningrat
Ketua Muda
: Raden Panji Soeroso
Ketua Muda
: Ichibangase (anggota luar biasa, orang Jepang)
Anggota
: 60 orang tidak termasuk Ketua dan Ketua Muda.
Organisasi ini mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei
1945 – 1 Juni 1945 untuk merumuskan falsafah dasar negara bagi negara
Indonesia. Selama tiga hari itu tiga orang, yaitu, Muhammad Yamin,
Soepomo, dan Soekarno, menyumbangkan pemikiran mereka bagi dasar
negara Indonesia.
1.
Usulan Mr. Muh Yami (29 Mei 1945)
Adapun lima dasar negara yang diusulkan Mr. Muh Yamin secara lisan
dan tertulis. Usulan yang disampaikan secara lisan adalah sebagai
berikut:
a)
Perikebangsaan
b)
Perikemanusiaan
c)
Periketuhanan
d)
Perikerakyatan
e)
Kesejahteraaan Rakyat
1.
a)
Usulan yang dikemukakan secara tertulis adalah :
Ketuhanan Yang Maha Esa
b)
Kebangsaan persatuan Indonesia
c)
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan
e)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
1.
Usulan Mr. Soepomo (31 Mei 1945)
Mr. Soepomo juga mengusulkan lima dasar negara, yaitu sebagai berikut:
a)
Paham negara persatuan
b)
Perhubungan negara dan agama
c)
Sistem badan permusyawaratan
d)
Sosialisme negara
e)
Hubungan antarbangsa
1.
a)
Usulan Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Kebangsaan Indonesia
b)
Internasionalisme atau perikemanusiaan
c)
Mufakat atau demokrasi
d)
Kesejahteraan sosial
e)
Ketuhanan yang berkebudayaan
Pada akhir pidatonya Soekarno menambahkan bahwa kelima asas
tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang disebut dengan Pancasila,
diterima dengan baik oleh peserta sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni
1945 diketahui sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pada sidang BPUPKI yang pertama ini juga dibentuk Panitia Kecil yang
terdiri dari 9 orang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, K.H.
Wachid Hasjim, Mr. A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakar, Abikoesno
Tjokrosoejoso, Agus salim, Mr. Achmad Soebarjo, dan Mr. Muhammad
Yamin. Selanjutnya, karena anggotanya sembilan orang, Panitia Kecil ini
juga disebut Panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Kecil mengadakan rapat dengan
tokoh-tokoh BPUPKI dan menghasilkan Piagam Jakarta (Jakarta
Charter). Didalamnya terdapat rumusan dasar negara yang kelak akan
menjadi dasar negara Republik Indonesia setelah mengalami perubahan
tujuh kata dalam dasar yang pertama, yaitu:
a)
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
b)
Kemanusiaan yang adil dan beradab
c)
Persatuan Indonesia
d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan
perwakilan
e)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah upacara proklamasi
kemerdekaan, datang berberapa utusan dari wilayah Indonesia Bagian
Timur. Berberapa utusan tersebut adalah sebagai berikut:
Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi
Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor, wakil dari Kalimantan
I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggara
Latu Harhary, wakil dari Maluku
Mereka semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang
bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan
sila pertama Pancasila sebelumnya, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Pada Sidang PPKI I, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu
mengusulkan mengubah tujuh kata tersebut menjadi “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Pengubahan kalimat ini telah dikonsultasikan sebelumnya
oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam, yaitu Kasman Singodimejo,
Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan. Mereka
menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan
bangsa. Dan akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan
pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18
Agustus 1945 Pancasila pun ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.
Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar negara sampai sekarang
bahkan hingga akhir perjalanan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia
bertekad bahwa Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat diubah oleh
siapapun, termasuk oleh MPR hasil Pemilu. Jika merubah dasar negara
Pancasila sama dengan membubarkan negara hasil proklamasi.
yaitu yang terkuat dialah yang akan menang, seperti yang pernah terjadi pada abad ke-18,
yaitutumbuhnya perekonomian kapitalis. Dengan adanya kejadian pada abad ke-18 tersebut,
makaeropa pada awal abad ke-19 bereaksi untuk merubah perkembangan ekonomi tersebut
menjadisosialisme komunisme, yang berjuang untuk nasib rakyat proletar yang sebelumnya
ditindas olehkaum kapitalis.Ekonomi yang humanistik mendasarkan pada tujuan demi
mensejahterakan rakyat luas, sistemekonomi ini di kembangkan oleh mubyarto, yang tidak
hanya mengejar pertumbuhan sajamelainkan demi kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh
bangsa. Tujuan ekonomi adalahmemenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih
sejahtera, oleh sebab itu kita harusmenghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli dan
yang lainnya yang berakibat pada penderitaan dan penindasan manusia.D. AKTUALISASI
PANCASILAAktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi objektif
dan subjektif.Aktualisasi objektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang
kehidupan kenegaraanyang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif
maupun yudhikatif.Sedangkan aktualisasi subjektif adalah aktualisasi Pancasila pada
setiap individu terutama dalamaspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan
masyarakat.E. TRIDHARMA PERGURUAN TINGGIPendidikan tinggi sebgai institusi
dalam masyarakat bukanlah merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan
masyarakat malainkan, senantiasa mengemban dan mengabdi kepadamasyarakat. Maka
menurut PP no.60 Tahun 1999, bahwa perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang
disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yatu :1) Pendidikan Tinggi2) Penelitian3) Pengabdian
Kepada MasyarakatF. BUDAYA AKADEMIKTerdapat beberapa ciri masyarakat ilmiah
sebgaai budaya akademik, yaitu :1) Kritis2) Kreatif3) Objektif4) Analitis
5) Konstruktif6) Dinamis7) DialogisMenerima Kritik9) Menghargai Prestasi
Ilmiah/Akademik10) Bebas dari Prasangka11) Menghargai Waktu12) Memiliki dan
Menjunjung Tinggi Tradisi Ilmiah13) Berorientasi ke Masa Depan14)
Kesejawatan/KemitraanPendidikan Pancasila ed terbaru 2010 /PAGPenerbit : Paradigma
J Penulis : Kaelany H.D., M.A. Drs.
Tahun Terbit : ed 2010Kertas & Halaman : 285 Halaman, isi kertas cd
(koran)Ukuran Buku : 15 x 21 cm, Soft CoverKategori : Pendidikan ISBN : 979-8568-000Harga : Rp 25,00020%Rp 20,000Share|Top of Form
ok4599 Submit
Bottom of FormKondisi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dewasa ini, serta
penyimpangan
implementasi Pancasila pada masa Orde Lama dan Orde Baru menimbulkan
gerakanreformasi di Indonesia, sehingga terjadilah perubahan yang cukup besar dalam
berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum maupun politik. Konsekuensinya
mengharuskankita untuk merevisi ulang atas materi Pendidikan Pancasila terutama pada
tingkat PerguruanTinggi. buku ini membahas Pancasila secara objetif, ilmiah dan bersifat
aktual yaitu senantiasa cepatmenyesuaikan dengan perkembangan yang sedang terjadi dalam
bidangkenegaraan. Olehkarena itu buku ini layak digunakan sebagai referensi Pendidikan
Pancasila di tingkatPerguruan Tinggi.Prof. Dr. H. Kaelan M.S adalah alumnus Fakultas
Filsafat UGM tahun 1978, MagisterLinguistik diraihnya di Fakultas Sastra UGM tahun
1988, dan Doktor bidang Filsafat Bahasadipertahankan pada 20 Oktober 2003. Beliau sebagai
dosen senior S1 bbidang filsafat bahasa,filsafat Pancasila, Pancasila dan IBD. Beliau pernah
menjabat komisi staf ahli di LembagaPenelitian UGM, ketua MKU IBD dan Pancasila UGM,
sebagai Pembina Sosial Mata KuliahKepribadian Pancasila Nasional pada Dirjen Dikti
sampai sekarang, 19 karya penelitian bidang filsafat, linguistik, bahasa pers, etika periklanan,
12 karya diterbitkan secara nasional,
dan buku yang baru terbit tahun 2004 adalah “Filsafat Analitis manurut Ludwig Wittgenstein”
dan Pendidikan Pancasila SK Dirjen Dikti No.38/DIKTI/KEP/2002 edisi reformasi
2004.Adapun karya-karya yang pernah ditulis dalam bidang Pancasila adalah:1. Ensiklopedi
Pancasila (Penyusun Naskah) (1996)2. Proses Perumusan Pancasila dan UUD 19453.
Pancasila secara ilmiah (Segi Yuridis Kenegaraan)4. Pancasila Yuridis Kenegaraan GBPP
tahun 19805. Filsafat Pancasila6. Pancasila sebagai ideologi Terbuka7. Pandangan Bangsa
Indonesia tentang Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Pancasila(dalam tim dosen) kerja
sama dengan Wanhankamnas (1993)8. Etika Lingkungan Hidup Berdasarkan Pancasila9.
Hakikat Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
10. Hakikat Sila Ketuhanan yang Maha Esa (Tinjauan Analitis)11. Kajian tentang UUD
Negar Amandemen 200212. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia 200213.
Hakikat Keadilan Sosial dan Pelaksanaannya14. Pendidikan Kewarganegaraan 2007 (dengan
Drs.A.Zubaidi, M.Si.), dan masih banyakkarya lainnya baik berupa diktat, buku terbitan,
hasil penelitian, makalah maupun tulisan diJurnal.Berat: ... gram.
RESUME BUKU PENDIDIKAN PANCASILA
KARANGAN PROF. DR. KAELAN, M.S.
check it out
• Pendahuluan Pendidikan Pancasila
Pancasila adalah Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia yang
secara resmi tercantum didalam Pembukaan UUD 1945 dan
ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, bersama-sama
dengan UUD 1945 diundang dalam Berita Republik Indonesia
tahun II No. 7.
Maka setiap warga Negara perlu dan seharusnya mempelajari,
mendalami, menghayati dan selanjutnya untuk diamalkan dalam
rangka bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Terutama di
dunia pendidikan sejak dari Taman Kanak-kanak hingga
Perguruan Tinggi.
Dalam pelaksanaan pendidikan pancasila dilakukan berdasarkan
sistem peraturan perundang-undangan atau landasanlandasannya yaitu sebagai berikut:
- Landasan historis
Bahwa bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah
yang cukup panjang sehingga fakta historis Indonesia tidak bisa
dipisahkan dari pancasila.
- Landasan kultural
Bahwa setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara senantiasa memilih suatu pandangan
hidup, filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak terombang
ambing dalam kancah pergaulan masyarakat internasional dan
pancasila adalah sebagai produk budaya dan bukan pemikiran
perorangan.
- Landasan yuridis
Berdasarkan UU No. 20 th 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yaitu bahwa sistem pendidikan nasional berdasarkan
pancasila. Hal ini mengandung makna bahwa secara material
pancasila merupakan sumber hukum pendidikan nasional.
- Landasan filosofis
Bahwa pancasila sebagai pandangan filosofis yang nilai-nilainya
sudah ada dan merupakan suatu keharusan moral untuk secara
konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam realisasi pendidikan pancasila pada hakikatnya secara
umum memiliki suatu tujuan, yaitu untuk menghasilkan peserta
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa,dengan sikap perilaku:
1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang
bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya.
2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan
kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya
3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, serta
4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan
nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
Melalui Pendidikan Pancasila, warga Negara Republik Indonesia
diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya
secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita
dan tujuan bangsa Indonesia.
• Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Secara Historis proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam
sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan
suatu masalah, yaitu tentang suatu calon rumusan dasar negara
Indonesia yang akan dibentuk.
Pada tanggal 1 Juni 1945 didalam sidang tersebut Ir. Sukarno
berpidato secara lisan mengenai calon rumusan dasar negara
Indonesia. Kemudian untuk memberi nama istilah dasar Negara
tersebut Sukarno memberikan nama “Pancasila” yang artinya
lima dasar.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus
1945 disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 termasuk
Pembukaan UUD 1945 dimana didalamnya termuat isi rumusan
lima prinsip yang merupakan suatu dasar negara yang diberi
nama Pancasila.
Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu :
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan,
dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sejak zamana dahulu kala sebelum mendirikan Negara.
Proses terbentuknya Negara dan bangsa Indonesia melalui suatu
proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu
kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V
kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak
pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya
dibawah wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan
Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan
lainnya.
Dasar-dasar pembentukkan nasinalisme modern dirintis oleh para
pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan
oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908,
kemudian dicetuskan pada sumpah pemuda pada tahun 1928.
Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia
dalam mendirikan Negara tercapai dengan diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
• Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta
kebijaksanaan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan maka
muncul filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu
tertentu antara lain filsafat politik, sosial, hukum, bahasa, ilmu
pengetahuan, agama, dan bidang-bidang ilmu lainnya.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan
suatu sistem filsafat yaitu sila-sila Pancasila yang setiap sila pada
hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri
namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
sistematis.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia,
mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan , kebangsaan,
kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.
Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan
bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan
masyarakat hukum. Adapun Negara yang didirikan oleh manusia
itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga
Negara sebagai persekutuan hidup adalah berkedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila
pertama). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya
bertujuan untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab
(hakikat sila kedua). Untuk mewujudkkan suatu Negara sebagai
suatu organisasai hidup manusia harus membentuk suatu ikatan
sebagai suatu bangsa (hakikat sila ketiga). Terwujudnya
persatuan dalam suatu Negara akan melahirkan rakyat sebagai
suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah Negara tertentu.
Konsekuensinya dalam kenegaraan itu haruslah mendasarkan
pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan Negara.
Maka Negara harus bersifat demokratis, hak serta kekuasaan
rakyat harus terjamin, baik secara individu maupun secara
bersama (hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan tujuan
Negara sebagai tujuan bersama, maka dalam hidup kenegaraan
harus mewujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warga ,
sehingga untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus
dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam
kehidupan bersama atau kehidupan sosial (hakikat sila kelima).
Nilai-nilai inilah yang merupakan suatu dasar bagi kehidupan
kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.
Inti isi sila-sila Pancasila :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan
tujuan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara, politik negara, pemerintahan
negara, hukum, peraturan perundang-undangan negara,
kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam
kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundangundangan negara harus mewujudnya tercapainya tujuan
ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak
kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin
dalam peraturan perundang-undangan negara. Nilai kemanusiaan
yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai
makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama.
3. Sila Persatuan Indonesia
bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia
monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama
diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa
suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh
karena itu perbedaan adalah merupakan bawaan kodrat manusia
dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk
negara.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan / Perwakilan
bahwa dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang
secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara, maka
nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat adalah :
a. Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab
baik terhadap masyarakat bangsa maupun secara moral terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan
c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam
hidup bersama
d. Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku,
agama, karena perbedaan adalah merupakan suatu bawaan
kodrat manusia
e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap
individu, kelompok, ras, suku maupun agama
f. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan
yang beradab
g. Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral
kemanusiaan yang beradab
h. Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam
kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama.
5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
bahwa konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud
dalam hidup bersama adalah meliputi:
a. Keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara
negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang
wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam
bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam
hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban
b. Keadilan legal, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga
negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah
yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk menaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam negara
c. Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara
warga satu dengan lainnya secara timbal balik.
• Pancasila Sebagai Etika Politik
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau
bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik
menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai
dengan:
1. Asas Legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai
dengan hukum yang berlaku
2. Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi
demokratis), dan
3. Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak
bertentangan dengannya (legitimasi moral).
• Pancasila sebagai Ideologi Nasional
Pengertian ‘ideologi’ secara umum dapat dikatakan sebagai
kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan,
kepercayaan-kepercayaan, yang menyeluruh dan sistematis, yang
menyangkut bidang politik, bidang sosial, bidang kebudayaan dan
bidang keagamaan.
Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita
yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan
untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada
hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain
memiliki ciri sebagai berikut :
a. Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan
dan kenegaraan.
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerokhanian,
pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan
hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan
kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan
dengan kesediaan berkorban.
Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh
karena itu dalam ideologi Pancasila mengakui atas kebebasan
dan kemerdekaan individu, namun dalam hidup bersama juga
harus mengakui hak dan kebebasan orang lain secara bersama
sehingga dengan demikian harus mengakui hak-hak masyarakat.
Selain itu bahwa manusia menurut Pancasila berkedudukan
kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Oleh karena itu nilai-nilai ketuhanan senantiasa
menjiwai kehidupan manusia dalam hidup Negara dan
masyarakat. Kebebasan manusia dalam rangka demokrasi tidak
melampaui hakikat nilai-nilai ketuhanan, bahkan nilai ketuhanan
terjelma dalam bentuk moral dalam ekspresi kebebasan manusia.
• Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan
atas hukum, oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem peraturan
perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka negara
dilaksanakan berdasarkan pada suatu konstitusi atau UndangUndang Dasar Negara. Pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga
tinggi negara, hak dan kewajiban warga negara, keadilan sosial
dan lainnya diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara.
Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam
konteks ketatanegaraan Republik Indonesia. Pembukaan UUD
1945 dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia memiliki
kedudukan yang sangat penting karena merupakan suatu
staatfundamentalnorm, dan berada pada hierarkhi tertib hukum
tertinggi di Negara Indonesia.
• Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Bermasyarakat,
Berbangsa dan Bernegara
Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi
teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga
merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan
sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan
Secara fisiologis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa
dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila. Oleh
karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada
dasar ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok silasila Pancasila sekaligus sebagai pendukung pokok negara. Hal ini
berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar
negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup)
manusia. Oleh karena itu negara dalam rangka mewujudkan
tujuannya melalui pembangunan nasional untuk hakikat manusia
‘monopluralis’
Pancasila sebagai paradigma reformasi
Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang
yang sering diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak
mungkin melakukan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri.
Mungkinkah reformasi total dewasa ini akan mengubah
kahidupan bangsa Indonesia menjadi tidak berketuhanan, tidak
berkemanusiaan, tidak berpersatuan, tidak berkerakyatan serta
tidak berkeadilan, dan kiranya hal itu tidak mungkin dilakukan.
Oleh karena itu justru sebaliknya reformasi itu harus memiliki
tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas bagi bangsa
Indonesia. Nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma
Reformasi Total tersebut.\
Pengertian Pancasila
Secara Etimologis,
Historis, & Terminologis
Hakikat Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana dikaji secara ilmiah memliki pengertian pengertian
yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, sebagai pandangan hidup bangsa,
sebagai ideologi bangsa dan Negara, sabagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses
terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus didesktipsikan secara objektif.
Selain itu, pancasila secara kedudukan dan fungsinya juga harus dipahami secara kronologis.
Oleh karena itu, untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya
maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila tersebut meliputi lingkup pengertian
sebagai berikut :
Pengertian Pancasila secara etimologis
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta
Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin,
dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal
yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang
senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila
“ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata
“Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek
yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki
lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan
tingkah laku yang penting.
Pengertian Pancasila secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman
Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut.
Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan
dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad
Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa
teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama
“Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang
temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian
keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945
termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau
lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum.
Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun
yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah
“Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan
calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik
Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negaranegara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera
mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan
UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri
atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal,
1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum
rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara
konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh
PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Penerapan Sila-Sila
Pancasila
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia. Butir-butir Pancasila tidak dapat diubah
karena kandungan isi dari Pancasila tersebut sangat sesuai dengan kepribadian masyarakat
Indonesia. Maka dari itu kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia harus menerapkan isi
kandungan dari Pancasila tersebut, yaitu dengan :
a.Penerapan sila pertama “ Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dilambangkan dengan
BINTANG :
1.Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup.
3.Saling menghormati kebebasan menjalankan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaanya.
4.Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
b.
Penerapan Sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” yang dilambangkan
dengan RANTAI EMAS :
1.Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
2.Saling mencintai sesama manusia.
3.Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4.Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5.Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6.Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7.Berani membela kebenaran dan keadilan.
c.Penerapan Sila ketiga “Persatuan Indonesia” yang dilambangkan dengan POHON
BERINGIN :
1.Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi atau golongan.
2.Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3.Cinta tanah air dan bangsa.
4.Bangga sebagai bangsa Indonesia dan tanah air Indonesia.
5.Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
d.Penerapan Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawarataan/perwakilan” yang dilambangkan dengan KEPALA BANTENG :
1.Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2.Tidak memaksakan kehendak orang lain.
3.Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputu oleh semangat kekeluargaan.
5.Dengan tekad baik dan bertanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
6.Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
e.Penerapan Sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang dilambangkan
dengan PADI dan KAPAS :
1.Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotong-royongan.
2.Bersikap adil.
3.Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.Menghormati hak-hak orang lain.
5.Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6.Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7.Suka bekerja keras.
Pancasila Dalam
Kehidupan Sehari-hari
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila Sila ke V yang harus
diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup adalah
sebagai berikut ( Soejadi, 1999 : 88- 90) :
1.
Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain :
a.
Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala sesuatu
dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Adil,
Maha Bijaksana dan sebagainya;
b.
Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah- NYA
dan menjauhi larangan-larangannya. Dalam memanfaatkan semua potensi yang diberikan
oleh Tuhan Yang Maha Pemurah manusia harus menyadari, bahwa setiap benda dan makhluk
yang ada di sekeliling manusia merupakan amanat Tuhan yang harus dijaga dengan sebaikbaiknya; harus dirawat agar tidak rusak dan harus memperhatikan kepentingan orang lain dan
makhluk-makhluk Tuhan yang lain.
Penerapan Sila ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
misalnya menyayangi binatang; menyayangi tumbuhtumbuhan dan merawatnya; selalu
menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa Allah tidak
suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah senang terhadap
orang-orang yang selalu bertakwa dan selalu berbuat baik. Lingkungan hidup Indonesia yang
dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan
karunia dan rahmat-NYA yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar
tetap dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta
makhluk hidup lainya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas Hidup itu sendiri.
2.
Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang
harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut :
·
-Pengakuan adanya harkat dan martabat manusia dengan sehala hak dan kewajiban
asasinya;
·
-Perlakuan yang adil terhdap sesama manusia, terhadap diri sendiri, alam sekitar dan
terhadap Tuhan;
·
-Manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki daya cipta, rasa,
karsa dan keyakinan.
Penerapan, pengamalan/ aplikasi sila ini dalam kehidupan sehari hari yaitu:
dapat diwujudkan dalam bentuk kepedulian akan hak setiap orang untuk memperoleh
lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak setiap orang untuk mendapatkan informasi
lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; hak
setiap orang untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan
ketentuanketentuan hukum yang berlaku dan sebagainya (Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 :
558). Dalam hal ini banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengamalkan Sila
ini, misalnya mengadakan pengendalian tingkat polusi udara agar udara yang dihirup bisa
tetap nyaman; menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar;
mengadakan gerakan penghijauan dan sebagainya. Nilai-nilai Sila Kemanusiaan Yang Adil
Dan Beradab ini ternyata mendapat penjabaran dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 di
atas, antara lain dalam Pasal 5 ayat (1) sampai ayat (3); Pasal 6 ayat (1) sampai ayat (2) dan
Pasal 7 ayat (1) sampai ayat (2). Dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan, bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; dalam ayat (2)
dikatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang
berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (3) dinyatakan,
bahwa setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 6 ayat (1)
dikatakan, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan dalam
ayat (2) ditegaskan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan
berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup. Dalam Pasal 7 ayat (1) ditegaskan, bahwa masyarakat mempunyai
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan
hidup; dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa ketentuan pada ayat (1) di atas dilakukan dengan
cara :
1.
Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;
2.
Menumbuhkembangkan kemampauan dan kepeloporan masyarakat;
3.
Menumbuhkan ketanggapsegeraan masya-rakat untuk melakukan pengwasan sosial;
4.
Memberikan saran pendapat;
5.
Menyampaikan informasi dan/atau menyam-paikan laporan
3.
Dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa, dalam arti dalam
hal-hal yang menyangkut persatuan bangsa patut diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
·
-Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia serta
wajib membela dan menjunjung tinggi (patriotisme);
·
-Pengakuan terhadap kebhinekatunggalikaan suku bangsa (etnis) dan kebudayaan
bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan kesatuan
bangsa;
·
-Cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia (nasionalisme).
Penerapan sila ini dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
dengan melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu diperhitungkan dalam
pengambilan kebijaksanaan dan pengendalian pembangunan lingkungan di daerah dan
mengembangkannya melalui pendidikan dan latihan serta penerangan dan penyuluhan dalam
pengenalan tata nilai tradisional dan tata nilai agama yang mendorong perilaku manusia
untuk melindungi sumber daya dan lingkungan (Salladien dalam Burhan Bungin dan Laely
Widjajati , 1992 : 156-158). Di beberapa daerah tidak sedikit yang mempunyai ajaran turun
temurun mewarisi nilai-nilai leluhur agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh ketentuan-ketentuan adat di daerah yang bersangkutan, misalnya ada larangan untuk
menebang pohon-pohon tertentu tanpa ijin sesepuh adat; ada juga yang dilarang memakan
binatang-bintang tertentu yang sangat dihormati pada kehidupan masyarakat yang
bersangkutan dan sebagainya. Secara tidak langsung sebenarnya ajaran-ajaran nenek leluhur
ini ikut secara aktif melindungi kelestarian alam dan kelestarian lingkungan di daerah itu.
Bukankah hal ini sudah mengamalkan Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang
bersangkutan sehari-hari.
4.
Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan terkandung nilainilai kerakyatan. Dalam hal ini ada beberapa
hal yang harus dicermati, yakni:
·
-Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat;
·
-Pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat;
·
-Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama;
·
-Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakilwakil rakyat.
Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2000 : 560 ) :
·
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
·
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak
dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
·
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan
·
masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup.
5.
Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan
sosial. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa aspek berikut, antara lain :
a.
Perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan terutama di bidang politik, ekonomi
dan sosial budaya;
b.
Perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia;
c.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak milik orang lain;
·
-Cita-cita masyarakat yang adil dan makmur yang merata material spiritual bagi
seluruh rakyat Indonesia;
·
-Cinta akan kemajuan dan pembangunan.
Penerapan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur masalah
lingkungan hidup. Sebagai contoh, dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H yang mengatur aspekaspek
pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam ketetapan MPR ini
hal itu diatur sebagai berikut (Penabur Ilmu, 1999 : 40) :
·
Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi;
·
Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan
melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan pengunaan dengan menerapkan
teknologi ramah lingkungan;
·
Mendelegasikan secara betahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan
ling-kungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang diatur dengan
undangundang;
·
Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseim-bangan lingkungan hidup,
pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta
penataan ruang yang pengaturannya diatur dengan undang-undang;
·
Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan
Sejarah Proses Perumusan Pancasila sebagai
Dasar Negara
Posted on Desember 26, 2012by debiasri
Sejarah perumusan Pancasila ini berawal dari pemberian
janji kemerdekaan di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh
Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso pada tanggal 7
September 1944, di depan Parlemen Tokyo.
Pemerintah Jepang menjanjikan kemerdekaan kepadabangsa indonesia
jika Jepang memenangkan peperangan. Janji itu diulangi lagi pada
tanggal 1 Maret 1945 dengan tanpa syarat dan dijanjikan untuk
membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka.
BPUPKI dibentuk oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan Balatentara
Jepang di Jawa) pada tanggal 29 April 1945. Susunan pengurus dan
jumlah anggota BPUPKI adalah :
Ketua
: Dr. Radjiman Wedyodiningrat
Ketua Muda
: Raden Panji Soeroso
Ketua Muda
: Ichibangase (anggota luar biasa, orang Jepang)
Anggota
: 60 orang tidak termasuk Ketua dan Ketua Muda.
Organisasi ini mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei
1945 – 1 Juni 1945 untuk merumuskan falsafah dasar negara bagi negara
Indonesia. Selama tiga hari itu tiga orang, yaitu, Muhammad Yamin,
Soepomo, dan Soekarno, menyumbangkan pemikiran mereka bagi dasar
negara Indonesia.
1.
Usulan Mr. Muh Yami (29 Mei 1945)
Adapun lima dasar negara yang diusulkan Mr. Muh Yamin secara lisan
dan tertulis. Usulan yang disampaikan secara lisan adalah sebagai
berikut:
a)
Perikebangsaan
b)
Perikemanusiaan
c)
Periketuhanan
d)
Perikerakyatan
e)
Kesejahteraaan Rakyat
1.
a)
Usulan yang dikemukakan secara tertulis adalah :
Ketuhanan Yang Maha Esa
b)
Kebangsaan persatuan Indonesia
c)
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan
e)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
1.
Usulan Mr. Soepomo (31 Mei 1945)
Mr. Soepomo juga mengusulkan lima dasar negara, yaitu sebagai berikut:
a)
Paham negara persatuan
b)
Perhubungan negara dan agama
c)
Sistem badan permusyawaratan
d)
Sosialisme negara
e)
Hubungan antarbangsa
1.
a)
Usulan Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Kebangsaan Indonesia
b)
Internasionalisme atau perikemanusiaan
c)
Mufakat atau demokrasi
d)
Kesejahteraan sosial
e)
Ketuhanan yang berkebudayaan
Pada akhir pidatonya Soekarno menambahkan bahwa kelima asas
tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang disebut dengan Pancasila,
diterima dengan baik oleh peserta sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni
1945 diketahui sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pada sidang BPUPKI yang pertama ini juga dibentuk Panitia Kecil yang
terdiri dari 9 orang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, K.H.
Wachid Hasjim, Mr. A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakar, Abikoesno
Tjokrosoejoso, Agus salim, Mr. Achmad Soebarjo, dan Mr. Muhammad
Yamin. Selanjutnya, karena anggotanya sembilan orang, Panitia Kecil ini
juga disebut Panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Kecil mengadakan rapat dengan
tokoh-tokoh BPUPKI dan menghasilkan Piagam Jakarta (Jakarta
Charter). Didalamnya terdapat rumusan dasar negara yang kelak akan
menjadi dasar negara Republik Indonesia setelah mengalami perubahan
tujuh kata dalam dasar yang pertama, yaitu:
a)
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
b)
Kemanusiaan yang adil dan beradab
c)
Persatuan Indonesia
d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan
perwakilan
e)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah upacara proklamasi
kemerdekaan, datang berberapa utusan dari wilayah Indonesia Bagian
Timur. Berberapa utusan tersebut adalah sebagai berikut:
Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi
Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor, wakil dari Kalimantan
I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggara
Latu Harhary, wakil dari Maluku
Mereka semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang
bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan
sila pertama Pancasila sebelumnya, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Pada Sidang PPKI I, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu
mengusulkan mengubah tujuh kata tersebut menjadi “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Pengubahan kalimat ini telah dikonsultasikan sebelumnya
oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam, yaitu Kasman Singodimejo,
Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan. Mereka
menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan
bangsa. Dan akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan
pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18
Agustus 1945 Pancasila pun ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.
Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar negara sampai sekarang
bahkan hingga akhir perjalanan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia
bertekad bahwa Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat diubah oleh
siapapun, termasuk oleh MPR hasil Pemilu. Jika merubah dasar negara
Pancasila sama dengan membubarkan negara hasil proklamasi.
yaitu yang terkuat dialah yang akan menang, seperti yang pernah terjadi pada abad ke-18,
yaitutumbuhnya perekonomian kapitalis. Dengan adanya kejadian pada abad ke-18 tersebut,
makaeropa pada awal abad ke-19 bereaksi untuk merubah perkembangan ekonomi tersebut
menjadisosialisme komunisme, yang berjuang untuk nasib rakyat proletar yang sebelumnya
ditindas olehkaum kapitalis.Ekonomi yang humanistik mendasarkan pada tujuan demi
mensejahterakan rakyat luas, sistemekonomi ini di kembangkan oleh mubyarto, yang tidak
hanya mengejar pertumbuhan sajamelainkan demi kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh
bangsa. Tujuan ekonomi adalahmemenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih
sejahtera, oleh sebab itu kita harusmenghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli dan
yang lainnya yang berakibat pada penderitaan dan penindasan manusia.D. AKTUALISASI
PANCASILAAktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi objektif
dan subjektif.Aktualisasi objektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang
kehidupan kenegaraanyang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif
maupun yudhikatif.Sedangkan aktualisasi subjektif adalah aktualisasi Pancasila pada
setiap individu terutama dalamaspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan
masyarakat.E. TRIDHARMA PERGURUAN TINGGIPendidikan tinggi sebgai institusi
dalam masyarakat bukanlah merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan
masyarakat malainkan, senantiasa mengemban dan mengabdi kepadamasyarakat. Maka
menurut PP no.60 Tahun 1999, bahwa perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang
disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yatu :1) Pendidikan Tinggi2) Penelitian3) Pengabdian
Kepada MasyarakatF. BUDAYA AKADEMIKTerdapat beberapa ciri masyarakat ilmiah
sebgaai budaya akademik, yaitu :1) Kritis2) Kreatif3) Objektif4) Analitis
5) Konstruktif6) Dinamis7) DialogisMenerima Kritik9) Menghargai Prestasi
Ilmiah/Akademik10) Bebas dari Prasangka11) Menghargai Waktu12) Memiliki dan
Menjunjung Tinggi Tradisi Ilmiah13) Berorientasi ke Masa Depan14)
Kesejawatan/KemitraanPendidikan Pancasila ed terbaru 2010 /PAGPenerbit : Paradigma
J Penulis : Kaelany H.D., M.A. Drs.
Tahun Terbit : ed 2010Kertas & Halaman : 285 Halaman, isi kertas cd
(koran)Ukuran Buku : 15 x 21 cm, Soft CoverKategori : Pendidikan ISBN : 979-8568-000Harga : Rp 25,00020%Rp 20,000Share|Top of Form
ok4599 Submit
Bottom of FormKondisi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dewasa ini, serta
penyimpangan
implementasi Pancasila pada masa Orde Lama dan Orde Baru menimbulkan
gerakanreformasi di Indonesia, sehingga terjadilah perubahan yang cukup besar dalam
berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum maupun politik. Konsekuensinya
mengharuskankita untuk merevisi ulang atas materi Pendidikan Pancasila terutama pada
tingkat PerguruanTinggi. buku ini membahas Pancasila secara objetif, ilmiah dan bersifat
aktual yaitu senantiasa cepatmenyesuaikan dengan perkembangan yang sedang terjadi dalam
bidangkenegaraan. Olehkarena itu buku ini layak digunakan sebagai referensi Pendidikan
Pancasila di tingkatPerguruan Tinggi.Prof. Dr. H. Kaelan M.S adalah alumnus Fakultas
Filsafat UGM tahun 1978, MagisterLinguistik diraihnya di Fakultas Sastra UGM tahun
1988, dan Doktor bidang Filsafat Bahasadipertahankan pada 20 Oktober 2003. Beliau sebagai
dosen senior S1 bbidang filsafat bahasa,filsafat Pancasila, Pancasila dan IBD. Beliau pernah
menjabat komisi staf ahli di LembagaPenelitian UGM, ketua MKU IBD dan Pancasila UGM,
sebagai Pembina Sosial Mata KuliahKepribadian Pancasila Nasional pada Dirjen Dikti
sampai sekarang, 19 karya penelitian bidang filsafat, linguistik, bahasa pers, etika periklanan,
12 karya diterbitkan secara nasional,
dan buku yang baru terbit tahun 2004 adalah “Filsafat Analitis manurut Ludwig Wittgenstein”
dan Pendidikan Pancasila SK Dirjen Dikti No.38/DIKTI/KEP/2002 edisi reformasi
2004.Adapun karya-karya yang pernah ditulis dalam bidang Pancasila adalah:1. Ensiklopedi
Pancasila (Penyusun Naskah) (1996)2. Proses Perumusan Pancasila dan UUD 19453.
Pancasila secara ilmiah (Segi Yuridis Kenegaraan)4. Pancasila Yuridis Kenegaraan GBPP
tahun 19805. Filsafat Pancasila6. Pancasila sebagai ideologi Terbuka7. Pandangan Bangsa
Indonesia tentang Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Pancasila(dalam tim dosen) kerja
sama dengan Wanhankamnas (1993)8. Etika Lingkungan Hidup Berdasarkan Pancasila9.
Hakikat Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
10. Hakikat Sila Ketuhanan yang Maha Esa (Tinjauan Analitis)11. Kajian tentang UUD
Negar Amandemen 200212. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia 200213.
Hakikat Keadilan Sosial dan Pelaksanaannya14. Pendidikan Kewarganegaraan 2007 (dengan
Drs.A.Zubaidi, M.Si.), dan masih banyakkarya lainnya baik berupa diktat, buku terbitan,
hasil penelitian, makalah maupun tulisan diJurnal.Berat: ... gram.