Pengaruh penyesuaian diri dan pola asuh

BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi membuat arus informasi menjadi mudah diakses, membuat anak
menjadi lebih kritis, anak-anak apalagi remaja dapat menemukan berbagai macam hal baru
diluar sana tanpa sepengetahuan kita sebagai orang tuanya. Tentu kita merasa frustasi saat
anak lebih banyak membangkang daripada mengikuti perintah kita. Aturan lama yang bersifat
kaku tentu tidak sesuai lagi jika diterapkan pada masa yang bergerak cepat seperti saat ini.
Bagaimanapun dalam hidup aturan memang diperlukan, tak terkecuali bagi anak,
namun peraturan itu bersifat ada dan mengikat dan bukannya mengekang apalagi membatasi
ruang gerak dan berpikir anak.
Menurut ahli psikologi ada cara yang ampuh adalah menerapkan pola asuh
demokratis, seperti prinsip negara demokratis dimana suara rakyat harus didengar begitu pula
dengan suara anak dalam keluarga juga patut diperhitungkan, demikian pula halnya dengan
penerapan aturan dalam keluarga, anak juga perlu dilibatkan saat membuat aturan dan
penerapan aturan tersebut.
Anak-anak di usia sekolah sangat anti didikte sehingga saat membuat aturan bersama
ia tidak merasa digurui selain itu ia tidak hanya mengetahui manfaat dari aturan yang dibuat
tetapi juga konsekuensi saat aturan tersebut dilanggar. Saat ia melanggar kesepakatan, kita
cukup mengingatkan konsekuensinya atau mengingatkan saat ia ingin membuat aturan baru ia
harus membaca lagi aturan yang telah dibuat. Nah, jika seperti ini kita sebagai orang tua tidak

perlu lagi adu urat leher hanya agar anak menjadi disiplin dan teratur.
Langkah-langkah membuat aturan bersama yang pertama adalah dengan menghargai
cara pandang anak terlebih dahulu, kuncinya kita sebagai orang tua harus mau “turun”,
sehingga kita tahu apa apa yang anak lihat, rasakan dan ia inginkan. Kemudian berikan
kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya.
Tetapkan konsekuensi positif dan negatif, bila melanggar mendapat hukuman
(punishment) dan jika menaati akan mendapatkan reward. Di sini anak juga perlu dilibatkan
memberikan masukan jenis hukuman dan reward yang akan diberikan. Laksanakan dengan
tepat dan tegas. Maksudnya, jangan ditunda jika hari itu anak mendapat hukuman maka
laksanakan hari itu. Dan yang terakhir adalah laksanakan peraturan tersebut dengan tepat dan
tegas, jika aturan tersebut juga berlaku bagi orang tua maka orang tua juga akan mendapat
sanksi yang serupa.
Berpijak pada paparan di atas, maka diasumsikan bahwa apabila siswa mendapatkan
perhatian orang tua dapat berjalan secara efektif maka mereka akan dapat berdisiplin dalam
belajar dan mendapatkan hasil belajar sesuai dengan yang mereka butuhkan dan yang mereka

harapkan. Kenyataan asumsi tersebut dapat terjadi di setiap sekolah, seperti halnya di SMPN
5 Trenggalek, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat teridentifikasi permasalahan antara

lain: kegiatan bimbingan dan konseling di SMPN 5 Trenggalek Kabupaten Trenggalek belum
mencapai hasil yang optimal, pelaksanaan pola asuh orang tua demokratis di rumah belum
dilaksanakan secara intensif, masih banyak oran tua yang masa bodoh terhadap anaknya yang
memiliki kedisiplinan belajar yang rendah, masih banyak siswa SMPN 5 Trenggalek yang
membolos saat jam pelajaran, pengaruh penyesuaian diri dan pola asuh orang tua demokratis
dapat meningkatkan kedisiplinan siswa
D. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kesalah pahaman, maka penulis memberikan batasan untuk penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode angket
2. Peneliti membatasi masalah, pada kedisiplinan siswa dalam belajar dengan aktifitas
lain yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
3. Pembahasan hanya sebatas kedisiplinan siswa dan pola asuh orang tua demokratis
untuk siswa
E. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh antara penyesuaian diri dan pola asuh orang tua demokratis terhadap
kedisiplinan siswa?
F. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penyesuaian diri dan pola asuh orang tua demokratis terhadap
kedisiplinan siswa pada siswa kelas VIII di SMP N 5 Trenggalek Tahun Pelajaran 2013/ 2014.
G. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang kami lakukan maka manfaat penelitian tersebut adalah, sebagai
berikut:
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan
terutama dikaitkan dengan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan belajar anak.

b.

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka

penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik pendidikan sebagai upaya yang
strategis dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia.

BAB II
LANDASAN TEORI
1. Kedisiplinan Siswa
Masalah disiplin berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dan harus ditaati.

Disiplin bukan hanya mempunyai arti taat atau patuh pada peraturan atau ketentuan yang
datang dari orang lain, lembaga atau pemerintah, namun aturan-aturan tersebut juga datang
dari diri sendiri yang merupakan kesadaran, kerelaan untuk melaksanakan rencana kegiatan
yang telah direncanakan. Seorang yang disiplin berarti tingkah laku dan keputusannya
dilakukan dengan sadar dan rela, sesuatu yang memungkinkan dapat menjadikan dirinya
sebagai orang yang taat pada peraturan yang berlaku. Sukardi (2003: 102) menjelaskan
disiplin diartikan sebagai suatu rentetan kegiatan atau latihan yang berencana yang dianggap
perlu untuk mencapai tujuan.

Mulyono (1993: 1) menjelaskan bahwa dalam surat edaran yang berkaitan dengan
gerakan disiplin nasional mengartikan disiplin adalah sikap hidup dan perilaku yang
mencerminkan tanggung jawab terhadap kehidupan tanpa paksaan dari luar.
Disiplin belajar dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah suatu rentetan kegiatan yang
direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan sikap hidup yang mencerminkan tanggung jawab
terhadap kehidupan tanpa paksaan dari luar dalam rangka untuk mencapai tujuan. Jadi disiplin
belajar merupakan suatu sikap mental yang mengandung kerelaan tanpa paksaan untuk
melakukan rentetan kegiatan dalam rangka menunaikan tugas dan tanggung jawab sebagai
siswa, sebagai individu yang belajar dalam rangka mencapai tujuan.
Konsep disiplin berkaitan dengan tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan
bersama (yang melibatkan orang banyak). Menurut Moeliono (1993: 208) disiplin artinya

adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain
sebagainya. Sedangkan pengertian siswa adalah pelajar atau anak (orang) yang melakukan
aktifitas belajar ( Ibid: 849). Dengan demikian disiplin siswa adalah ketaatan (kepatuhan)
dari siswa kepada aturan, tata tertib atau norma di sekolah yang berkaitan dengan kegiatan
belajar mengajar.
Dari pengertian tersebut, kedisiplinan siswa dapat dilihat dari ketaatan (kepatuhan)
siswa terhadap aturan (tata tertib) yang berkaitan dengan jam belajar di sekolah, yang meliputi
jam masuk sekolah dan keluar sekolah, kepatuhan siswa dalam berpakaian, kepatuhan siswa
dalam mengikuti kegiatan sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan Bentuk-bentuk dari
kedisiplinan belajar ini dapat dilihat dari kegiatan belajar di sekolah, belajar mengisi waktu
luang, dan belajar melaksanakan tugas sekolah. Tekun dan dinamis mengikuti ke seluruh
program belajar di sekolah, tertib catatan dan tertib mencatat, dan tidak suka membolos atau
tidak masuk tanpa ijin atau meninggalkan sebagian jam pelajaran, memanfaatkan waktu luang
untuk diskusi atau belajar di perpustakaan sekolah, dan melaksanakan tugas ekstrakurikuler,
belajar sesuai program yang disusun, dan belajar sesuai waktu secara teratur.Semua aktifitas
siswa yang dilihat kepatuhannya adalah berkaitan dengan aktifitas pendidikan di sekolah,
yang juga dikaitkan dengan kehidupan di lingkungan luar sekolah.
2. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri menurut Hamalik (2000: 16) adalah kemampuan setiap individu
untuk menyesuaikan perkembangan dalam dirinya, baik mencakup segi jasmaniah,

pengetahuan tentang alam dan ilmu pengetahuan sosial, kebutuhan berkomunikasi melalui
bahasa dan matematika, seni dan sastra dan yang lebih penting lagi ialah memahami
keseluruhan kehidupan melalui agama dan filsafat sesuai usia dan kemampuannya. Menurut
Stendler dan young (Hamalik, 2000: 112) bahwa penyesuian diri dibutuhkan oleh siswa, saat
ia memperoleh pengalaman pertama. Berdasarkan uraian di atas penyesuaian diri dapat
disimpukan kemampuan setiap individu untuk menyesuaikan perkembangan dalam dirinya

untuk memperoleh pengalaman, baik mencakup segi jasmaniah, pengetahuan tentang alam
dan ilmu pengetahuan sosial, kebutuhan berkomunikasi melalui bahasa dan matematika, seni,
sastra, agama dan filsafat.
1.
Berbagai
Bentuk

Penyesuaian

Diri

Siswa


yang

Bersekolah

Berbagai penyesuaian diri pada siswa yang bersekolah sebagai kebutuhan remaja
berkaitan kesehatan mental menurut Mappiare (1982: 145) dapat dikelompokkan meliputi
penyesuaian diri dalam peer, penyesuaian diri terhadap guru, dan penyesuaian diri
a.

terhadap hubungan orang tua..
Penyesuaian
diri

dalam

peer

(kelompok

teman


sebaya)

Kebutuhan akan adanya penyesuaian diri siswa dalam kelompok sebaya, muncul sebagai
akibat adanya keinginan bergaul siswa dengan teman sebaya mereka. Dalam hubungan
ini, siswa sering dihadapkan dalam penerimaan atau penolakan teman sebaya terhadap
kehadirannya dalam pergaulan. Pada pihak siswa, hal penolakan ”peer” merupakan hal
yang sangat mengecewakan. Untuk menghindari kekecewaan itu remaja perlu sikap,
perasaan, keterampilan-keterampilan perilaku yang menunjang penerimaan kelompok
b.

teman sebayanya.
Penyesuaian diri terhadap para guru
Penyesuaian diri siswa terhadap para guru timbul karena remaja dalam perkembangannya
ingin melepaskan diri dari keterikatan dengan orang tua, ingin mendapatkan orang dewasa
lain yang dapat dijadikannya sahabat dan sebagai pembimbing. Bagi siswa berhubungan
dengan guru sangat penting karena mereka dapat bergaul secara harmonis dan matang.
Ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri dapat menimbulkan kekecewaan karena siswa
tersebut tidak


dapat merealisasikan

dorongan-dorongannya

untuk menunjukkan

kedewasaan begaul dengan orang-orang dewasa. Penolakan orang dewasa terhadap
keinginan siswa untuk bergaul dengan orang dewasa dapat menimbulkan perasaan rendah
diri yang dapat mengganggu kestabilan pribadi siswa yang bersangkutan.
c. Penyesuaian diri dalam hubungan orang tua
Penyesuaian ini dilatarbelakangi antara lain siswa yang ingin berkembang tanpa
tergantung pada orang tuanya, ingin diakui sebagai individu yang mempunyai hak-hak
sendiri, orang yang mampu memecahkan persoalan sendiri. Siswa tidak menyadari
sepenuhnya adanya kebutuhan bantuan dari orang dewasa terutama orang tuanya. Orang
tua di mata siswa merupakan yang membuat rintangan besar untuk mendapatkan
pengakuan dan kemerdekaan. Orang tua yang selalu mengekang kebebasan siswa akan
menimbulkan juga dampak kekecewaan bagi siswa tersebut, sehingga dapat menimbulkan
perlawanan-perlawanan

terhadap


orang

tua.

Siswa

yang

dapat

menyesuaikan

hubungannya dengan orang tua, biasanya terlihat dari hubungan yang harmonis. Siswa
menyadari keinginan orang tua, begitu pula orang tua berusaha menyadari pula kebutuhan

siswa.Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan berbagai penyesuaian diri pada
siswa yang bersekolah dapat dikelompokkan meliputi penyesuaian diri dalam peer,
penyesuaian diri terhadap guru, dan penyesuaian diri terhadap hubungan orang tua. Jika
terjadinya ketidaksesuaian di ketiga bentuk tersebut dapat menimbulkan kekecewaan

dalam diri siswa.
3. Pola Asuh Orang Tua Demokratis
Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan
tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe
ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang
melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak
untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat
hangat.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini klien yang di hadapi bukanlah bersifat individual tetapi terdiri
dari beberapa orang yang akan bersama-sama memanfaatkan dinamika kelompok untuk
memebahas topik/ permasalahan dan belajar untuk lebih mengembangkan dirinya termasuk
mengembangkan penysuaian diri mereka. Selain itu dengan pola asuh orang tua demokratis
dan penyesuaian diri, siswa juga belajar untuk memahami dan mengendalikan diri sendiri,
memahami orang lain, saling bertukar pendapat tentang kedisiplinan.

Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa pengaruh penyesuaian diri siswa dan pola asuh orang tua
demokratis adalah merupakan faktor eksternal dari kedisiplinan siswa.
Dari uraian di atas penulis mengajukan hipotesis kerja bahwa pengaruh penyesuaian
diri dan pola asuh orang tua demokratis dapat meningkatkan kedisiplinan siswa kelas VIII
SMP N 5 Trenggalek tahun pelajaran 2013/2014.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini direncanakankan di SMP N 5 Trenggalek Kabupaten Trenggalek tahun
pelajaran 2012/ 2013, pada bulan Desember.
C. Populasi Sampel dan Sampling
1. Populasi

Sebelum mengadakan penelitian penelitian terlebih dahulu harus menentukan siapa yang akan
menjadi subjek penelitian. Arikunto (2006: 130) memberikan batasan mengenai populasi yaitu
keseluruhan subjek penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII
di SMP N 5 Trenggalek Kabupaten Trenggalek Tahun Pelajaran 2013/ 2014, berjumlah 61
siswa yang terbagi dalam dua kelas yaitu VIII A dan VIII B.
Kelas
VIII A
VIII B
Jumlah

L
14
15
29

P
16
16
32

Jumlah
30
31
61

2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, Arikunto (2006: 131) menyarankan
jika jumlah subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil sampel antara 1015% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dilihat dari
waktu, tenaga, dan dana, sempit luasnya wilayah pengamatan dari subyek karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data, besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampelnya besar akan lebih baik.
Karena jumlah populasi kurang dari 100 maka pada penelitian ini jumlah siswa kelas
VIII SMP N 5 Trenggalek Kabupaten Trenggalek yaitu 61 siswa, diambil sermua sebagai
sampel.
3. Sampling
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan sampling jenuh yakni
tekinik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini
sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus,
dimana semua anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2006: 61).
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dapat peneliti uraikan adalah sebagai berikut: persiapan
penelitian yaitu mengadakan pendekatan dan konsultasi kepada guru pembimbing dan kepala
sekolah di SMP N 5 Trenggalek Kabupaten Trenggalek tentang rencana penelitian yang akan
dilakukan di sekolah, mempersiapkan surat ijin penelitian yang akan diserahkan kepada
kepala sekolah SMP N 5 Trenggalek Kabupaten Trenggalek. Membuat jadwal penelitian yang
meliputi pembuatan instrumen, analisis hasil skala untuk dijawab responden serta
menganalisis uji instrumen sebagai alat ukur variabel.
Mempersiapkan instrumen alat pengumpul data

termasuk

membuat

kisi-kisi

pengembangan instrumen peserta analisis instrumen yang sesuai dengan aspek yang akan

diungkap serta perhitungan skornya, menentukan variabel yang akan diteliti, menyusun dan
mengadakan instrumen untuk selanjutnya disampaikan responden. Pelaksanaan penelitian
adalah mempersiapkan instrumen guna mengadakan instrumen penelitian alat pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah angket penelitian yang telah disediakan, untuk diisi oleh
siswa. Setelah menganalisis hasil dari angket, langkah selanjutnya

adalah memberikan

layanan bimbingan kelompok kepada kelas yang dijadikan sampel penelitian.
E. Analisis Data
Analisis merupakan bagian yang teramat penting dalam penelitian, karena dengan analisis
data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah
penelitian (Nasir, 2005: 346).
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Md

: mean dari perbedaan pre test dengan post test

xd

: devisiasi masing-masing subjek ( d-Md )

∑X2d : jumlah kuadrat devisiasi
N

: subjek pada sampel

d.b.

: ditentukan dengan N-1 ( Arikunto, 2006: 306 )

F. Rancangan Penelitian
Menurut Nasir (2005: 84) “Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian”. Jenis penelitian ini adalah pre experiment
(eksperiment tidak sebenarnya) atau quasi experiment. Peneliti menggunakan one group pretest and post-test design karena tidak ada perbandingan dengan kelompok kontrol, sehingga
satu kelompok tes diberikan satu perlakuan yang sama sebelum dan sesudah mendapatkan
perlakuan tertentu.
Dalam desain ini, subjek dikenakan dua kali pengukuran. Pengukuran yang pertama
dilakukan untuk mengukur minat belajar siswa sebelum diberikan kegiatan bimbingan
kelompok (pre test) dengan kode T0, dan pengukuran yang kedua untuk mengukur minat
belajar siswa sesudah diberikan kegiatan bimbingan kelompok (post test) dengan kode T1.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta.
Rineka Cipta.
Darsono, max. 2000. Belajar Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Pers
Nasir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil).
Padang: Ghalia Indonesia
Romlah, Tatik. 2001. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas
Negeri Malang
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Syah, Muhibin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Wibowo, Eddy Mungin. 1984. Teknik Bimbingan dan Konseling (jilid 1). Semarang: IKIP
Semarang
Winkel, dan Sri Hastuti. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Yoyakarta: Media Abadi