Diversifikasi Usaha Tani Bentuk Adaptasi
Diversifikasi Usaha Tani, Bentuk Adaptasi Petani
Lahan Sawah di Tulungagung
oleh: Kuntoro Boga Andri
Salah satu sudut lokasi agroekologi sawah di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Foto: Kuntoro Boga Andri.
SALAM #14
maret 2006
U
saha tani merupakan kegiatan yang dinamis.
Berbagai perubahan kondisi sosial ekonomi
secara umum, termasuk pertumbuhan penduduk
yang cepat dan pembangunan pada berbagai sektor,
tentu menimbulkan tekanan-tekanan yang cukup kuat
terhadap usaha tani itu sendiri. Namun, perubahan yang
terjadi dalam pertanian bukan sekadar tanggapan
terhadap tekanan luar. Perubahan tersebut juga
merupakan ungkapan kreativitas lokal masyarakat
setempat, dalam hal ini petani, untuk menjaga
keseimbangan dan keberlanjutan usaha tani mereka.
Beberapa waktu yang lalu penulis mengadakan
penelitian dengan melakukan survei pada wilayah
agroekologi lahan sawah di Kab. Tulungagung, Jawa
Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memperoleh informasi tentang proses dan perubahan
(dinamika) yang terjadi dalam usaha tani masyarakat
Tulungagung dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (19902000). Survei dilakukan terhadap 150 petani responden
di dua kecamatan, yaitu Gondang dan Rejotangan. Tiaptiap kecamatan diwakili oleh 75 orang responden.
Sumber Mata Pencaharian
Sampai dengan tahun 2000, lebih dari 65%
penduduk Kab. Tulungagung bermukim di kawasan
8
pedesaan. Sebagian besar dari mereka bermata
pencaharian sebagai petani. Kegiatan usaha tani
sebagian besar berada di agroekologi sawah, yang
didominasi usaha skala kecil. Penggunaan lahan untuk
pertanian tanaman pangan, khususnya padi,
memanfaatkan kurang lebih 18,52% dari total luas
lahan di kabupaten ini. Sekitar 55% keluarga tani di
daerah ini memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar, 20%
memiliki lahan antara 0,5–1 hektar dan 25% sisanya
memiliki lahan lebih dari 1 hektar.
Tercatat sekitar 32% responden mengaku telah
mengalami degradasi luas kepemilikan lahan untuk
kegiatan usaha tani dalam lima tahun terakhir karena
alasan penjualan tanah dan pewarisan. Karena
pemilikan lahan terbilang sempit, pengelolaanya
dilakukan dengan intensif. Namun, kepemilikan lahan
yang sempit telah mengakibatkan inefisiensi skala
usaha dan tidak dapat memberikan jaminan
pendapatan yang layak, khususnya dari usaha tani padi
yang merupakan komoditas andalan di lokasi ini.
Selain lahan sebagai modal utama dalam
kegiatan pertanian, ada aset lain yang penting untuk
diperhatikan dalam mengamati suatu sistem usaha
tani, yaitu kepemilikan hewan ternak. Kepemilikan
ternak bagi masyarakat pertanian bisa dikatakan
merupakan hal yang sangat wajar sejak dulu. Dalam
kasus ini mayoritas petani di lokasi studi memiliki dan
mengusahakan ternak yang cukup beragam, baik
berupa rumenansia besar dan kecil, maupun unggas.
Pengusahaan ayam buras, kambing dan sapi potong
merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara,
diikuti domba dan sapi perah.
Bagaimanapun tujuan utama dari suatu kegiatan
produktif adalah untuk memperoleh pendapatan bagi
keluarga. Dari hasil survei diperoleh informasi
persentase sumber pendapatan rumah tangga di Kab.
Tulungagung sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1.
Informasi yang ditunjukkan pada Gambar 1 dapat
menjelaskan pentingnya kedudukan suatu kegiatan
ekonomi bagi mereka.
Gambar 1 menunjukkan bahwa proporsi
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha di
sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultiura
hampir setara dengan pendapatan yang diperoleh dari
kegiatan peternakan. Hal ini secara nyata menunjukkan
bahwa petani di lokasi studi saat ini tidak lagi
mengandalkan mata pencahariannya hanya dari satu
kegiatan usaha saja.
berupaya mencari peluang usaha di luar kedua sektor
tersebut. Dominasi peternakan terhadap usaha pertanian
juga didukung oleh temuan hasil survei bahwa rata-rata
alokasi waktu petani (dalam setahun) untuk usaha
peternakan telah melampau usaha pertanian.
Untuk mengetahui lebih jelas dinamika
sesungguhnya di lokasi studi khususnya trend yang
terjadi, ditelusuri lebih jauh mengenai pengusahaan
komoditas yang paling intensif dilakukan responden
dalam usaha tani mereka selama beberapa tahun ini.
Hasil yang diperoleh seperti terlihat pada Gambar 2.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, jelas
terjadi trend penurunan yang sangat tajam dalam
pengusahaan pertanian tanaman pangan, serta
peningkatan yang signifikan dalam usaha peternakan
selama 10 tahun terakhir. Hal ini menggambarkan
bahwa telah terjadi pergeseran orientasi usaha tani yang
tadinya lebih bertumpu pada usaha tanaman pangan,
menjadi kegiatan lain khususnya peternakan.
Diversifikasi yang muncul pada peternakan, antara lain
rumenansia besar (sapi perah dan sapi potong), unggas
(ayam buras dan ras petelur) dan perikanan.
Dinamika yang Terjadi
Tantangan dan Peluang Integrasi TanamanTernak
Pemeliharaan ternak dan budidaya tanaman
pertanian merupakan faktor yang saling menunjang dan
terkait dalam pengelolaannya. Berdasarkan kondisi
aktual yang terjadi saat ini, terlihat bahwa sebagian
besar petani lahan sawah di Tulungagung sebenarnya
secara massive telah melakukan usaha ternak
sekaligus bersama dengan usaha tani tanaman padinya.
Mengingat tipologi usaha tani tersebut paling dominan
saat ini, maka kedua komponen usaha tani tersebut
diharapkan dapat saling berinteraksi. Sehingga terjadi
sinergi yang positif yang dapat meningkatkan
Gambar 1. Proporsi sumber-sumber pendapatan keluarga tani lahan
sawah di Tulungagung dalam satu tahun musim tanam 2000/2001.
SALAM #14
maret 2006
Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian
sebenarnya merupakan hasil interaksi berbagai faktor
yang bekerja di dalam masyarakat. Salah satu faktor
penting yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah
persepsi dan orientasi petani. Pelaksanaan dan
keberlanjutan usaha tani sangat ditentukan oleh persepsi
dan orientasi dari petani yang bersangkutan.
Dari hasil survei ditemukan bahwa mayoritas petani
(47%) menyatakan tidak puas terhadap usaha taninya,
khususnya pada budidaya padi mereka saat ini.
Sedangkan 25% responden menyatakan kurang puas dan
hanya sekitar 20% yang menyatakan cukup puas, selain
yang menyatakan sangat puas sekitar 8% dari total
responden petani. Hal ini berhubungan dengan kenyataan
bahwa 74% responden mengaku tidak mampu mencukupi
kebutuhan rumah tangganya dari pengusahaan sumber
daya yang dimiliki, dan masih ada 31% responden yang
mengaku masih belum dapat mencukupi kebutuhan
rumah tangganya meskipun sudah melakukan kegiatan di
luar usaha tani.
Responden menyatakan bahwa saat ini sekitar
34% dari mereka lebih mengandalkan pendapatan
rumah tangga dari usaha peternakan, dan sekitar 10%
dari usaha perikanan. Sedangkan, yang masih
mengandalkan sumber pendapatan utama keluarga dari
usaha pertanian tanaman pangan, khususnya padi,
hanya 18%, sisanya hortikultura 6%, buruh pertanian
5%, dan usaha nonpertanian 27%.
Di masa yang akan datang tampaknya usaha
peternakan akan lebih menjadi tumpuan kegiatan ekonomi
bagi sebagian besar petani di lokasi ini. Karena pada
kenyataannya sebanyak 58% responden menyatakan
bahwa dalam usaha meningkatkan kesejahteraan
keluarganya di masa yang akan datang mereka akan lebih
giat berusaha meningkatkan pendapatan dari usaha
peternakan. Sekitar 19% responden menyatakan akan
terus mengupayakan peningkatan pendapatan keluarga
dari sektor pertanian, dan hanya 23% menyatakan akan
9
SALAM #14
maret 2006
Gambar 2. Trend perubahan kegiatan usaha yang paling intensif
dilakukan oleh responden.
produktivitas lahan sawah dan hasil-hasil peternakan
secara bersama.
Dari pengamatan di lapangan, di daerah ini
umumnya ternak (rumenansia), seperti sapi, kambing
dan domba, dipelihara dengan dikandangkan di halaman
belakang rumah. Sumber pakan utamanya masih
mengandalkan hijauan dari rumput yang ditanam di tepitepi sawah dan tampingan (lereng atau punggung) teras
lahan yang ada di sekitar rumah petani, selain daun dari
pohon tertentu (daun dari pohon nangka, rambutan,
lamtoro, gamal, mahoni dan sengon) di kebun. Masalah
yang sering dihadapi para peternak adalah terbatasnya
ketersediaan rumput dan pakan hijauan di musim
kemarau. Sehingga umumnya selama musim kemarau,
ternak sapi dan domba banyak yang dijual dan
kondisinya kurus akibat kekurangan pakan. Populasi
ternak, khususnya rumenansia, yang semakin
meningkat tajam beberapa tahun terakhir ini nampaknya
berpengaruh juga terhadap kuantitas persediaaan pakan
hijauan yang dibutuhkan. Petani semakin kesulitan dan
bersaing dalam mendapatkan pakan ternak.
Mencermati kondisi yang berkembang di daerah
ini, ada beberapa kondisi yang dapat menghambat
terwujudnya sinergi antara usaha tani tanaman pangan
dan ternak, antara lain adanya pemberian pola pakan
ternak yang “irrasional”, di mana banyak dijumpai
peternak yang mengeluarkan biaya sangat besar untuk
membeli rumput dari daerah lain, terutama di musim
kemarau. Mereka juga seringkali memberikan pakan
pada ternak dengan tidak efektif, yaitu tidak
memperhatikan kebutuhan konsumsi pakan ternak yang
berhubungan dengan Total Digestible Nutrient.
Pemanfaatan sumber daya lokal untuk mendukung
pasokan pakan ternak juga belum maksimal. Di bidang
usaha tanaman pangan, petani belum memanfaatkan
kotoran ternak untuk menghasilkan pupuk organik
secara optimal.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada
beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu pertama
menerapkan pola pakan ternak yang rasional dan efektif.
10
Para peternak seharusnya memberikan pakan dengan
memperhatikan aspek ekonomis (murah dan terjangkau)
dan kebutuhan nutrisi ternak. Kedua, pemilihan bahan
pakan tidak perlu terpaku oleh satu jenis bahan saja
seperti rumput. Bisa dicari alternatif beberapa bahan
pakan yang murah dengan memperhatikan kebutuhan
kandungan nutrisi tiap ternak atau Total Digestible
Nutrient, yaitu bahan kering, protein kasar, lemak kasar
dan serat kasar yang berimbang. Misalnya pemberian
hijauan cukup sekitar 3% berat badan (dasar bahan
kering) atau 10–15% berat badan (dasar bahan segar).
Pakan tambahan perlu juga diberikan, khususnya saat
ternak bunting tua dan baru melahirkan, sekitar 1,5%
berat badan dengan kandungan protein 16%. Protein
kasar dan lemak kasar bisa diperoleh, antara lain dari
ampas tahu dan ampas tebu. Selain itu, ada beberapa
jenis bahan pakan murah dan terjangkau yang tersedia
di daerah ini, yang bisa digunakan sebagai pengganti
rumput, seperti bungkil kopra, dedak padi kasar dan
halus, kulit kopi, tetes tebu, tongkol jagung, kulit
kacang, jerami kedelai dan tentu saja jerami padi.
Ketiga, pengolahan sisa panen untuk pakan ternak.
Keempat, petani juga perlu diperkenalkan dengan
teknologi yang tepat dalam memanfaatkan sisa
tanaman pertanian seperti jerami dan sisa palawija.
Selama ini sisa tanaman, khususnya jerami, di lokasi
penelitian yang sangat melimpah baru sedikit yang
digunakan untuk pakan ternak, yaitu sekitar 20% saja.
Sedangkan, sisanya dibakar untuk dijadikan pupuk atau
dibuang. Produksi jerami yang melimpah tersebut di
banyak negara maju secara optimal telah digunakan
sebagai pakan utama ternak, terutama di musim dingin.
Kandungan nutrisi jerami padi untuk pakan ternak
(sekaligus daya cernanya oleh ternak) dapat
ditingkatkan dengan proses biologis ataupun kimia
melalui teknologi pengolahan yang sederhana. Kelima,
yang tidak kalah pentingya adalah kotoran yang
dihasilkan ternak harus dapat dimanfaatkan dan
diproses menjadi pupuk organik. Konsep yang
mengintegrasikan tanaman dan ternak ini dapat
mendorong peningkatan produktivitas lahan dan
pendapatan petani secara signifikan.
Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diambil
dari penerapan usaha tani terpadu tanaman-ternak,
antara lain 1) Meminimalisasi risiko kegagalan karena
lebih dari satu komoditas yang diusahakan, 2)
Diversifikasi usaha yang terus berlangsung sebagai
sumber pendapatan dan bahan makanan bagi
keluarga, 3) Mengoptimalkan siklus daur ulang
pemanfaatan biomassa dalam kegiatan pertanian, 4)
Mengurangi ketergantungan terhadap input pupuk kimia
dan 5) Meningkatkan kesempatan kerja di wilayah
pedesaan.
Pemberdayaan Agen-agen Perubahan
Persepsi petani sebagai bagian dari dinamika
yang terjadi dalam masyarakat pedesaan merupakan
hal yang juga harus diperhatikan dalam menawarkan
solusi teknologi ataupun inovasi baru. Berdasarkan hasil
yang diperoleh di lapangan, perubahan persepsi petani
sangat dipengaruhi oleh informasi yang diterima. Dari
pertanyaan yang diajukan kepada mereka mengenai
asal sumber utama informasi pertanian yang mereka
dapatkan, diperoleh jawaban yang sangat menarik.
Ternyata sumber utama informasi pertanian dan
peternakan) adalah dari tetangga (getok-tular/tradisional,
35%) dan toko/kios pertanian (20%). Kondisi tersebut
tidak seperti yang selama ini dibayangkan bahwa informan
utama bagi petani adalah petugas pertanian/PPL (15%)
dan kontak tani hanya 17% (informan lainnya sebesar
13% adalah media cetak/elektronik dan pamong desa
setempat, red).
Hal tersebut tentu ada korelasinya dengan pilihan
jenis komoditas yang mereka usahakan saat ini. Pilihan
komoditas yang diusahakan sebagian besar akibat
pengaruh informasi dari tetangga tani (41%) dan toko/kios
pertanian (26%), sedangkan pengaruh informasi petugas
pertanian/PPL dan kontak tani hanya 10% dan 11% saja.
Sisanya merupakan pengaruh informasi dari media cetak/
elektronik (8%) dan pamong desa setempat (4%). Kondisi
ini merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan
dalam suatu paradigma penyuluhan. Jika adopsi dianggap
sebagian tujuan akhir dari kegiatan penyuluhan maka
adanya difusi informasi yang menyebar dari dalam
masyarakat sendiri atau melalui sarana berhubungan
langsung dengan masyarakat lokal ternyata sangat efektif.
Namun, bagaimanapun PPL bersama lembaga
penelitian yang ada di daerah tetap memikul tugas
penting untuk penyampaian informasi dan teknologi
pertanian oleh pemerintah.
Informasi yang baik sekali pun belum tentu akan
dicoba oleh petani, bila mereka belum yakin benar akan
efektivitasnya serta keuntungan ekonomisnya. Petani
akan mengikuti bila sudah melihat hasil nyata. Karena
itu, khusus dalam usaha peternakan, sosialisasi dari
PPL perlu dibarengi dengan plot-plot percontohan di
lahan milik petani sendiri. Contoh program-program
penyuluhan yang dibutuhkan saat ini adalah pola makan
ternak yang “rasional”, pengolahan jerami menjadi pakan
ternak, pengolahan hasil peternakan dan pemasarannya,
serta cara pembuatan pupuk kandang dan penjelasan
manfaatnya.
Selain itu, diperlukan dukungan yang kuat dari
pemerintah daerah. Dalam kasus ini pengadaan bibit
ternak unggul, pakan tambahan maupun penyediaan
alat-alat produksi hingga proses pemasaraan hasil
sangat dibutuhkan. Juga perlu adanya dukungan
finansial berupa kredit lunak dari bank desa ataupun
koperasi tani bagi pengembangan usaha peternakan dan
perikanan, untuk mendukung permodalan dan
kesinambungan produksi.
Kuntoro Boga Andri, SP., M.Agr.
Kandidat Doktor Ekonomi Pertanian,
Kagoshima National University, Japan.
Staf Peneliti BPTP Jawa Timur, Badan Litbang Deptan.
Jl. Raya Karangploso Km. 4
PO Box 188 Malang, Jawa Timur 65101
tel/fax: 0341 - 494 052 / 471 255
email: [email protected]
Diversifikasi tanaman yang dilakukan petani. Foto: Kuntoro Boga Andri.
SALAM #14
maret 2006
11
Lahan Sawah di Tulungagung
oleh: Kuntoro Boga Andri
Salah satu sudut lokasi agroekologi sawah di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Foto: Kuntoro Boga Andri.
SALAM #14
maret 2006
U
saha tani merupakan kegiatan yang dinamis.
Berbagai perubahan kondisi sosial ekonomi
secara umum, termasuk pertumbuhan penduduk
yang cepat dan pembangunan pada berbagai sektor,
tentu menimbulkan tekanan-tekanan yang cukup kuat
terhadap usaha tani itu sendiri. Namun, perubahan yang
terjadi dalam pertanian bukan sekadar tanggapan
terhadap tekanan luar. Perubahan tersebut juga
merupakan ungkapan kreativitas lokal masyarakat
setempat, dalam hal ini petani, untuk menjaga
keseimbangan dan keberlanjutan usaha tani mereka.
Beberapa waktu yang lalu penulis mengadakan
penelitian dengan melakukan survei pada wilayah
agroekologi lahan sawah di Kab. Tulungagung, Jawa
Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memperoleh informasi tentang proses dan perubahan
(dinamika) yang terjadi dalam usaha tani masyarakat
Tulungagung dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (19902000). Survei dilakukan terhadap 150 petani responden
di dua kecamatan, yaitu Gondang dan Rejotangan. Tiaptiap kecamatan diwakili oleh 75 orang responden.
Sumber Mata Pencaharian
Sampai dengan tahun 2000, lebih dari 65%
penduduk Kab. Tulungagung bermukim di kawasan
8
pedesaan. Sebagian besar dari mereka bermata
pencaharian sebagai petani. Kegiatan usaha tani
sebagian besar berada di agroekologi sawah, yang
didominasi usaha skala kecil. Penggunaan lahan untuk
pertanian tanaman pangan, khususnya padi,
memanfaatkan kurang lebih 18,52% dari total luas
lahan di kabupaten ini. Sekitar 55% keluarga tani di
daerah ini memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar, 20%
memiliki lahan antara 0,5–1 hektar dan 25% sisanya
memiliki lahan lebih dari 1 hektar.
Tercatat sekitar 32% responden mengaku telah
mengalami degradasi luas kepemilikan lahan untuk
kegiatan usaha tani dalam lima tahun terakhir karena
alasan penjualan tanah dan pewarisan. Karena
pemilikan lahan terbilang sempit, pengelolaanya
dilakukan dengan intensif. Namun, kepemilikan lahan
yang sempit telah mengakibatkan inefisiensi skala
usaha dan tidak dapat memberikan jaminan
pendapatan yang layak, khususnya dari usaha tani padi
yang merupakan komoditas andalan di lokasi ini.
Selain lahan sebagai modal utama dalam
kegiatan pertanian, ada aset lain yang penting untuk
diperhatikan dalam mengamati suatu sistem usaha
tani, yaitu kepemilikan hewan ternak. Kepemilikan
ternak bagi masyarakat pertanian bisa dikatakan
merupakan hal yang sangat wajar sejak dulu. Dalam
kasus ini mayoritas petani di lokasi studi memiliki dan
mengusahakan ternak yang cukup beragam, baik
berupa rumenansia besar dan kecil, maupun unggas.
Pengusahaan ayam buras, kambing dan sapi potong
merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara,
diikuti domba dan sapi perah.
Bagaimanapun tujuan utama dari suatu kegiatan
produktif adalah untuk memperoleh pendapatan bagi
keluarga. Dari hasil survei diperoleh informasi
persentase sumber pendapatan rumah tangga di Kab.
Tulungagung sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1.
Informasi yang ditunjukkan pada Gambar 1 dapat
menjelaskan pentingnya kedudukan suatu kegiatan
ekonomi bagi mereka.
Gambar 1 menunjukkan bahwa proporsi
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha di
sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultiura
hampir setara dengan pendapatan yang diperoleh dari
kegiatan peternakan. Hal ini secara nyata menunjukkan
bahwa petani di lokasi studi saat ini tidak lagi
mengandalkan mata pencahariannya hanya dari satu
kegiatan usaha saja.
berupaya mencari peluang usaha di luar kedua sektor
tersebut. Dominasi peternakan terhadap usaha pertanian
juga didukung oleh temuan hasil survei bahwa rata-rata
alokasi waktu petani (dalam setahun) untuk usaha
peternakan telah melampau usaha pertanian.
Untuk mengetahui lebih jelas dinamika
sesungguhnya di lokasi studi khususnya trend yang
terjadi, ditelusuri lebih jauh mengenai pengusahaan
komoditas yang paling intensif dilakukan responden
dalam usaha tani mereka selama beberapa tahun ini.
Hasil yang diperoleh seperti terlihat pada Gambar 2.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, jelas
terjadi trend penurunan yang sangat tajam dalam
pengusahaan pertanian tanaman pangan, serta
peningkatan yang signifikan dalam usaha peternakan
selama 10 tahun terakhir. Hal ini menggambarkan
bahwa telah terjadi pergeseran orientasi usaha tani yang
tadinya lebih bertumpu pada usaha tanaman pangan,
menjadi kegiatan lain khususnya peternakan.
Diversifikasi yang muncul pada peternakan, antara lain
rumenansia besar (sapi perah dan sapi potong), unggas
(ayam buras dan ras petelur) dan perikanan.
Dinamika yang Terjadi
Tantangan dan Peluang Integrasi TanamanTernak
Pemeliharaan ternak dan budidaya tanaman
pertanian merupakan faktor yang saling menunjang dan
terkait dalam pengelolaannya. Berdasarkan kondisi
aktual yang terjadi saat ini, terlihat bahwa sebagian
besar petani lahan sawah di Tulungagung sebenarnya
secara massive telah melakukan usaha ternak
sekaligus bersama dengan usaha tani tanaman padinya.
Mengingat tipologi usaha tani tersebut paling dominan
saat ini, maka kedua komponen usaha tani tersebut
diharapkan dapat saling berinteraksi. Sehingga terjadi
sinergi yang positif yang dapat meningkatkan
Gambar 1. Proporsi sumber-sumber pendapatan keluarga tani lahan
sawah di Tulungagung dalam satu tahun musim tanam 2000/2001.
SALAM #14
maret 2006
Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian
sebenarnya merupakan hasil interaksi berbagai faktor
yang bekerja di dalam masyarakat. Salah satu faktor
penting yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah
persepsi dan orientasi petani. Pelaksanaan dan
keberlanjutan usaha tani sangat ditentukan oleh persepsi
dan orientasi dari petani yang bersangkutan.
Dari hasil survei ditemukan bahwa mayoritas petani
(47%) menyatakan tidak puas terhadap usaha taninya,
khususnya pada budidaya padi mereka saat ini.
Sedangkan 25% responden menyatakan kurang puas dan
hanya sekitar 20% yang menyatakan cukup puas, selain
yang menyatakan sangat puas sekitar 8% dari total
responden petani. Hal ini berhubungan dengan kenyataan
bahwa 74% responden mengaku tidak mampu mencukupi
kebutuhan rumah tangganya dari pengusahaan sumber
daya yang dimiliki, dan masih ada 31% responden yang
mengaku masih belum dapat mencukupi kebutuhan
rumah tangganya meskipun sudah melakukan kegiatan di
luar usaha tani.
Responden menyatakan bahwa saat ini sekitar
34% dari mereka lebih mengandalkan pendapatan
rumah tangga dari usaha peternakan, dan sekitar 10%
dari usaha perikanan. Sedangkan, yang masih
mengandalkan sumber pendapatan utama keluarga dari
usaha pertanian tanaman pangan, khususnya padi,
hanya 18%, sisanya hortikultura 6%, buruh pertanian
5%, dan usaha nonpertanian 27%.
Di masa yang akan datang tampaknya usaha
peternakan akan lebih menjadi tumpuan kegiatan ekonomi
bagi sebagian besar petani di lokasi ini. Karena pada
kenyataannya sebanyak 58% responden menyatakan
bahwa dalam usaha meningkatkan kesejahteraan
keluarganya di masa yang akan datang mereka akan lebih
giat berusaha meningkatkan pendapatan dari usaha
peternakan. Sekitar 19% responden menyatakan akan
terus mengupayakan peningkatan pendapatan keluarga
dari sektor pertanian, dan hanya 23% menyatakan akan
9
SALAM #14
maret 2006
Gambar 2. Trend perubahan kegiatan usaha yang paling intensif
dilakukan oleh responden.
produktivitas lahan sawah dan hasil-hasil peternakan
secara bersama.
Dari pengamatan di lapangan, di daerah ini
umumnya ternak (rumenansia), seperti sapi, kambing
dan domba, dipelihara dengan dikandangkan di halaman
belakang rumah. Sumber pakan utamanya masih
mengandalkan hijauan dari rumput yang ditanam di tepitepi sawah dan tampingan (lereng atau punggung) teras
lahan yang ada di sekitar rumah petani, selain daun dari
pohon tertentu (daun dari pohon nangka, rambutan,
lamtoro, gamal, mahoni dan sengon) di kebun. Masalah
yang sering dihadapi para peternak adalah terbatasnya
ketersediaan rumput dan pakan hijauan di musim
kemarau. Sehingga umumnya selama musim kemarau,
ternak sapi dan domba banyak yang dijual dan
kondisinya kurus akibat kekurangan pakan. Populasi
ternak, khususnya rumenansia, yang semakin
meningkat tajam beberapa tahun terakhir ini nampaknya
berpengaruh juga terhadap kuantitas persediaaan pakan
hijauan yang dibutuhkan. Petani semakin kesulitan dan
bersaing dalam mendapatkan pakan ternak.
Mencermati kondisi yang berkembang di daerah
ini, ada beberapa kondisi yang dapat menghambat
terwujudnya sinergi antara usaha tani tanaman pangan
dan ternak, antara lain adanya pemberian pola pakan
ternak yang “irrasional”, di mana banyak dijumpai
peternak yang mengeluarkan biaya sangat besar untuk
membeli rumput dari daerah lain, terutama di musim
kemarau. Mereka juga seringkali memberikan pakan
pada ternak dengan tidak efektif, yaitu tidak
memperhatikan kebutuhan konsumsi pakan ternak yang
berhubungan dengan Total Digestible Nutrient.
Pemanfaatan sumber daya lokal untuk mendukung
pasokan pakan ternak juga belum maksimal. Di bidang
usaha tanaman pangan, petani belum memanfaatkan
kotoran ternak untuk menghasilkan pupuk organik
secara optimal.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada
beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu pertama
menerapkan pola pakan ternak yang rasional dan efektif.
10
Para peternak seharusnya memberikan pakan dengan
memperhatikan aspek ekonomis (murah dan terjangkau)
dan kebutuhan nutrisi ternak. Kedua, pemilihan bahan
pakan tidak perlu terpaku oleh satu jenis bahan saja
seperti rumput. Bisa dicari alternatif beberapa bahan
pakan yang murah dengan memperhatikan kebutuhan
kandungan nutrisi tiap ternak atau Total Digestible
Nutrient, yaitu bahan kering, protein kasar, lemak kasar
dan serat kasar yang berimbang. Misalnya pemberian
hijauan cukup sekitar 3% berat badan (dasar bahan
kering) atau 10–15% berat badan (dasar bahan segar).
Pakan tambahan perlu juga diberikan, khususnya saat
ternak bunting tua dan baru melahirkan, sekitar 1,5%
berat badan dengan kandungan protein 16%. Protein
kasar dan lemak kasar bisa diperoleh, antara lain dari
ampas tahu dan ampas tebu. Selain itu, ada beberapa
jenis bahan pakan murah dan terjangkau yang tersedia
di daerah ini, yang bisa digunakan sebagai pengganti
rumput, seperti bungkil kopra, dedak padi kasar dan
halus, kulit kopi, tetes tebu, tongkol jagung, kulit
kacang, jerami kedelai dan tentu saja jerami padi.
Ketiga, pengolahan sisa panen untuk pakan ternak.
Keempat, petani juga perlu diperkenalkan dengan
teknologi yang tepat dalam memanfaatkan sisa
tanaman pertanian seperti jerami dan sisa palawija.
Selama ini sisa tanaman, khususnya jerami, di lokasi
penelitian yang sangat melimpah baru sedikit yang
digunakan untuk pakan ternak, yaitu sekitar 20% saja.
Sedangkan, sisanya dibakar untuk dijadikan pupuk atau
dibuang. Produksi jerami yang melimpah tersebut di
banyak negara maju secara optimal telah digunakan
sebagai pakan utama ternak, terutama di musim dingin.
Kandungan nutrisi jerami padi untuk pakan ternak
(sekaligus daya cernanya oleh ternak) dapat
ditingkatkan dengan proses biologis ataupun kimia
melalui teknologi pengolahan yang sederhana. Kelima,
yang tidak kalah pentingya adalah kotoran yang
dihasilkan ternak harus dapat dimanfaatkan dan
diproses menjadi pupuk organik. Konsep yang
mengintegrasikan tanaman dan ternak ini dapat
mendorong peningkatan produktivitas lahan dan
pendapatan petani secara signifikan.
Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diambil
dari penerapan usaha tani terpadu tanaman-ternak,
antara lain 1) Meminimalisasi risiko kegagalan karena
lebih dari satu komoditas yang diusahakan, 2)
Diversifikasi usaha yang terus berlangsung sebagai
sumber pendapatan dan bahan makanan bagi
keluarga, 3) Mengoptimalkan siklus daur ulang
pemanfaatan biomassa dalam kegiatan pertanian, 4)
Mengurangi ketergantungan terhadap input pupuk kimia
dan 5) Meningkatkan kesempatan kerja di wilayah
pedesaan.
Pemberdayaan Agen-agen Perubahan
Persepsi petani sebagai bagian dari dinamika
yang terjadi dalam masyarakat pedesaan merupakan
hal yang juga harus diperhatikan dalam menawarkan
solusi teknologi ataupun inovasi baru. Berdasarkan hasil
yang diperoleh di lapangan, perubahan persepsi petani
sangat dipengaruhi oleh informasi yang diterima. Dari
pertanyaan yang diajukan kepada mereka mengenai
asal sumber utama informasi pertanian yang mereka
dapatkan, diperoleh jawaban yang sangat menarik.
Ternyata sumber utama informasi pertanian dan
peternakan) adalah dari tetangga (getok-tular/tradisional,
35%) dan toko/kios pertanian (20%). Kondisi tersebut
tidak seperti yang selama ini dibayangkan bahwa informan
utama bagi petani adalah petugas pertanian/PPL (15%)
dan kontak tani hanya 17% (informan lainnya sebesar
13% adalah media cetak/elektronik dan pamong desa
setempat, red).
Hal tersebut tentu ada korelasinya dengan pilihan
jenis komoditas yang mereka usahakan saat ini. Pilihan
komoditas yang diusahakan sebagian besar akibat
pengaruh informasi dari tetangga tani (41%) dan toko/kios
pertanian (26%), sedangkan pengaruh informasi petugas
pertanian/PPL dan kontak tani hanya 10% dan 11% saja.
Sisanya merupakan pengaruh informasi dari media cetak/
elektronik (8%) dan pamong desa setempat (4%). Kondisi
ini merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan
dalam suatu paradigma penyuluhan. Jika adopsi dianggap
sebagian tujuan akhir dari kegiatan penyuluhan maka
adanya difusi informasi yang menyebar dari dalam
masyarakat sendiri atau melalui sarana berhubungan
langsung dengan masyarakat lokal ternyata sangat efektif.
Namun, bagaimanapun PPL bersama lembaga
penelitian yang ada di daerah tetap memikul tugas
penting untuk penyampaian informasi dan teknologi
pertanian oleh pemerintah.
Informasi yang baik sekali pun belum tentu akan
dicoba oleh petani, bila mereka belum yakin benar akan
efektivitasnya serta keuntungan ekonomisnya. Petani
akan mengikuti bila sudah melihat hasil nyata. Karena
itu, khusus dalam usaha peternakan, sosialisasi dari
PPL perlu dibarengi dengan plot-plot percontohan di
lahan milik petani sendiri. Contoh program-program
penyuluhan yang dibutuhkan saat ini adalah pola makan
ternak yang “rasional”, pengolahan jerami menjadi pakan
ternak, pengolahan hasil peternakan dan pemasarannya,
serta cara pembuatan pupuk kandang dan penjelasan
manfaatnya.
Selain itu, diperlukan dukungan yang kuat dari
pemerintah daerah. Dalam kasus ini pengadaan bibit
ternak unggul, pakan tambahan maupun penyediaan
alat-alat produksi hingga proses pemasaraan hasil
sangat dibutuhkan. Juga perlu adanya dukungan
finansial berupa kredit lunak dari bank desa ataupun
koperasi tani bagi pengembangan usaha peternakan dan
perikanan, untuk mendukung permodalan dan
kesinambungan produksi.
Kuntoro Boga Andri, SP., M.Agr.
Kandidat Doktor Ekonomi Pertanian,
Kagoshima National University, Japan.
Staf Peneliti BPTP Jawa Timur, Badan Litbang Deptan.
Jl. Raya Karangploso Km. 4
PO Box 188 Malang, Jawa Timur 65101
tel/fax: 0341 - 494 052 / 471 255
email: [email protected]
Diversifikasi tanaman yang dilakukan petani. Foto: Kuntoro Boga Andri.
SALAM #14
maret 2006
11