I. PENDAHULUAN - Karakteristik Habitat, Logam Berat Timbal Perairan dan Pola Distribusi Fitoplankton di Cagar Alam Pulau Dua Serang, Provinsi Banten
ISBN: 978-602-72412-0-6
Karakteristik Habitat, Logam Berat Timbal Perairan dan
Pola Distribusi Fitoplankton di Cagar Alam Pulau Dua
Serang, Provinsi Banten
Dian Rachmawati, Evi Amelia Jurusan Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jalan Raya Jakarta Km. 4 Pakupatan Serang Banten Em
Abstrak
Telah dilakukan penelitian di kawasan Cagar Alam Pulau Dua yang telah mengalami tekanan seperti eksploitasi masyarakat, perusakan habitat, kegiatan penambakan, dan akibat kegiatan industri. Kadar logam berat timbal diduga telah terakumulasi di perairan dan berpotensi mengganggu kestabilan ekosistem dan biota khususnya fitoplankton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat, kandungan logam berat dan distribusi fitoplankton di perairan Cagar Alam Pulau Dua, Serang Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014, dengan pengambilan sampel air di tiga lokasi secara purposive sampling. Parameter fisik dan kimiawi lingkungan yang diukur meliputi suhu, oksigen terlarut, derajat keasaman, salinitas, kecepatan arus, nitrat, pospat, dan timbal perairan. Habitat Cagar Alam Pulau Dua didominasi oleh ekosistem mangrove Avicenia dan Rhizopora dengan rata-rata kadar timbal perairan hingga 0,89 ppm. Jumlah jenis fitoplankton yang ditemukan adalah 15,67 genera dengan indeks distribusi 0,34. Karakteristik habitat di ekosistem CAPD pada didominasi oleh tumbuhan mangrove Avicenia dan Rhizophora. Kadar logam berat Timbal (Pb) perairan melebihi ambang batas, dan pola distribusi fitoplankton yang seragam.
Kata kunci : fitoplankton, timbal, Cagar Alam Pulau Dua .
I. PENDAHULUAN
Ekosistem pesisir mampu menyediakan servis ekonomi dan ekologi bagi kehidupan masyarakat baik dari segi pangan, obat-obatan, daur ulang unsur abiotik, pelindung pantai dari gelombang dan sebagainya. Ekosistem Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) merupakan daerah konservasi yang berada di Desa Sawah Luhur, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang Banten. Secara topografik CAPD merupakan kawasan yang hampir seluruh wilayahnya berupa dataran dengan ketinggian 0-3 meter di atas permukaan laut. Adanya beberapa bagian pantai yang telah mengalami abrasi mengakibatkan bergesernya garis pantai ke arah daratan. Abrasi pantai yang terjadi dalam waktu yang panjang dapat mengubah substrat hutan mangrove yang merupakan ekosistem yang mendominasi ekosistem CAPD, sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme yang berhabitat di dalamnya untuk mendapatkan sumber daya tempat dan makanan (Takandjandji, 2010).
Karakteristik Habitat, Logam Berat Timbal Perairan
Lingkungan perairan pada CAPD merupakan bagian dari pesisir Teluk Banten yang letaknya dekat dengan pesisir di daerah Anyer dan Merak. Kedua kawasan pesisir di daerah tersebut didominasi oleh kawasan industri petrokimia, besi dan baja, plastik, batu bara dan lain-lain. Adanya aktivitas pariwisata dan nelayan tradisional juga sangat mungkin merubah kondisi alami suatu perairan. Perubahan kondisi perairan dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar organik maupun anorganik, salah satunya adalah logam berat timbal. Timbal dalam perairan mampu mempengaruhi kehidupan organisme perairan, salah satunya adalah fitoplankton.
Fitoplankton merupakan organisme autotrof di perairan yang memiliki tingkat produktivitas paling tinggi. Komunitas fitoplankton merupakan produsen primer yang memegang peranan penting bagi kehidupan organisme pada tingkat tropik selanjutnya. Contoh yang paling banyak ditemukan adalah diatom dan dinoflagellata. Fitoplankton dapat hidup melayang mengikuti arus air, oleh karena itu kehidupan fitoplankton banyak dipengaruhi oleh faktor fisik maupun biologi yang berada di perairan. Kontaminasi polutan timbal di perairan dapat menyebabkan perubahan fungsi fitoplankton, diantaranya perubahan siklus hidup, terganggunya fungsi fitoplankton dalam memanfaatkan nutrien organik perairan, perubahan komposisi jenis, perubahan struktur komunitas dan distribusinya di lingkungan (Walsh, 1978). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat, kandungan logam berat timbal perairan dan distribusi fitoplankton di Cagar Alam Pulau Dua.
II. METODE
Penelitian dilaksanakan di perairan ekosistem mangrove Cagar Alam Pulau Dua, Kabupaten Serang Banten pada bulan September 2014 di tiga stasiun sampling menggunakan metode purposive. Karakteristik lingkungan diobservasi dan dideskripsikan berdasarkan jenis substrat dan vegetasi secara kualitatif. Sampel air diambil pada transek garis sepanjang 50 meter dengan ulangan sebanyak tiga kali. Fitoplankton dijaring dengan menggunakan plankton net berdiameter 15 cm dan ukuran mata jaring 20 mikron. Sampel fitoplankton diawetkan dengan larutan formalin 4% dan selanjutnya dikoleksi (Reynolds, 2006). Proses identifikasi fitoplankton dilakukan di bawah mikroskop dengan berpanduan pada buku identifikasi (APPHA, 1980).
Faktor fisik dan kimiawi lingkungan meliputi suhu air, pH air, salinitas air, oksigen terlarut dalam air, pospat dan nitrat diukur. Indeks distribusi ditentukan dengan menggunakan indeks distribusi Morishita (Junaidi, et.al., 2010). Id = Keterangan: Id = indeks Morishita N = jumlah ulangan pengambilan Xi = jumlah individu pada setiap ulangan N = jumlah individu total yang diperopleh dalam pengambilan Id < 1 = distribusi seragam Id = 1 = distribusi acak Id > 1 = distribusi mengelompok.
ISBN: 978-602-72412-0-6
Analisis kandungan logam berat Timbal (Pb) pada air dilakukan dengan menggunakan
Atomic Absorption Spectrofotometric (AAS) dan hasilnya dibandingkan dengan standar baku
mutu untuk biota laut menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 (Emiyarti & Afu, 2014).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Karakteristik Habitat Beberapa lokasi perairan ditentukan untuk mengambil sampel air dan fitoplankton.
Lokasi tersebut berada di sepanjang garis 50 meter dimulai dari titik perbatasan dengan daratan hingga ke arah laut. Lokasi pertama merupakan sungai selebar 7 meter dengan kedalaman hingga 2 meter pada saat pasang tertinggi. Letaknya berada di CAPD sebelah timur dan didominasi oleh vegetasi mangrove Rhizopora sp. dengan substrat lumpur, dan kanopinya rapat. Lokasi ke dua berada di jalur pintu masuk utama CAPD. Lokasi ini dialiri oleh sungai kecil yang sirkulasinya cukup baik pada saat pasang dan surut. Vegetasi mangrove yang mendominasi adalah Avicennia sp. dengan substrat berlumpur dan berpasir. Lokasi pengamatan ke tiga letaknya paling dekat ke pantai dengan sungai selebar 3 meter dan dijadikan sebagai jalur transportasi nelayan dari laut menuju daratan dan sebaliknya. Setiap harinya banyak kapal nelayan yang melintasi jalur tersebut. Vegetasi yang mendominasi adalah Avicennia sp. dengan kanopinya cukup terbuka.
b. Logam berat Timbal dan parameter kualitas perairan mangrove CAPD
Logam berat Timbal (Pb) dan parameter kualitas air di perairan Cagar Alam Pulau Dua selama penelitian seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter fisik dan kimiawi lingkungan perairan Cagar Alam Pulau Dua Stasiun Kriteria baku mutu air
No Parameter Rata-rata laut KEPMEN LH No. 51
1
2
3 o Tahun 2004
1 Suhu air (
C) 32,51 30,59 31,05 31,38 28-32 (mangrove) pH air
7
7
7
7 7-8,52
3 Salinitas air (‰) 2,95 3,07 2,73 2,92 s.d. 43 (mangrove)
4 DO air (mg/l) 2,38 2,78 2,4 2,52 >5
5 Kecepatan arus (m/s) 0,11 0,18 - 0,06 0,12
6 Kekeruhan (NTU) 111,8 174,5 67,43 117,91 <5
7 Pb air (mg/l) 1,07 0,96 0,65 0,89 0,008
Rata-rata suhu, pH, dan salinitas air berkisar dalam ambang batas kriteria mutu air laut menurut KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004, sedangkan rata-rata DO air laut hanya 2,92 mg/l dan berada di bawah nilai baku mutu. Nilai oksigen terlarut yang rendah dapat terjadi ketika oksigen yang dikonsumsi lebih tinggi dari oksigen yang dihasilkan oleh organisme di perairan. oksigen di perairan digunakan organisme untuk berespirasi dan bermetabolisme. Cukup banyaknya individu fitoplankton di perairan CAPD menyebabkan oksigen terlarut juga lebih rendah. Penurunan oksigen terlarut juga dapat disebabkan oleh musim. Penelitian yang
Karakteristik Habitat, Logam Berat Timbal Perairan
dilakukan pada musim kemarau menyebabkan tingginya suhu perairan, sehinga dapat menurunkan oksigen terlarut. Jika kondisi ini terjadi terus menerus, maka dapat menyebabkan kematian organisme juvenil, penurunan laju pertumbuhan, kegagalan reproduksi, serta perubahan komposisi jenis organisme di perairan (Reynolds, 2006).
Salinitas air menunjukkan nilai yang sangat jauh di bawah ambang baku mutu. Ini terjadi karena laju evaporasi yang rendah, karena kanopi mangrove yang cukup rapat kecuali di stasiun 1. Gradien salinitas memegang peranan penting untuk melarutkan materi organik dan nutrien terlarut. Proses dan kapasitas penyaringan oleh ekosistem tergantung pada intensitas berbagai faktor lingkungan, terutama pada laju penurunan kecepatan aliran air dari sungai menuju estuari sehingga meningkatkan gradien salinitas. Gradien salinitas merupakan faktor lingkungan yang penting dalam menentukan komposisi organisme di perairan estruari (Telesh, et.al., 2013).
Rata-rata kecepatan arus di perairan CAPD adalah 0,12 m/s, dan kekeruhannya mencapai 117,91 NTU. Logam berat Timbal (Pb) yang terlarut adalah 0,89 mg/l. Kecepatan arus yang rendah menyebabkan sirkulasi partikel terlarut dalam air menjadi sangat lambat. Kekeruhan air di ekosistem CAPD jauh melebihi ambang baku mutu. Perubahan kekeruhan perairan dapat disebabkan oleh buangan limbah pabrik, peningkatan penggunaan air atau curah hujan. Kombinasi ketiga faktor tersebut dapat berdampak pada logam berat Timbal (Pb) terlarut yang nilainya juga jauh melebihi nilai baku mutu. Timbal di perairan lebih mudah berikatan dengan materi organik terlarut. Jika melihat dari jumlah individu fitoplankton dan kekeruhan air yang tinggi, kemungkinan di perairan CAPD mengandung banyak materi organik. Materi organik yang umumnya berada di perairan adalah pospat dan nitrat. Menurut Courdier, et.al. (2011), timbal lebih mudah berikatan dengan materi organik perairan seperti pospat dan nitrat di pH 7. Semakin tinggi materi organik perairan menyebabkan ikatan dengan timbal juga lebih besar. Pospat dan nitrat merupakan nutrien utama fitoplankton, sehingga sangat timbal dapat masuk dan terakumulasi di dalam tubuh fitoplankton. Tingkat akumulasi timbal dapat terus meningkat jika fitoplankton yang telah tercemar tersebut terlibat dalam rantai makanan perairan (Awalina, 2011).
c. Distribusi fitoplankton
Komposisi dan jumlah fitoplankton di perairan ekosistem Cagar Alam Pulau Dua yang dtemukan selama penelitian tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi dan distribusi fitoplankton di CAPD
No Kelas Genera Stasiun Stasiun Stasiun Rata-
Fitoplankton1
2 3 rata (sel/liter) (sel/liter) (sel/liter)
1 Bacillariophyta Biddulpia 21,5 104,5 127,5 84,5
2 Coscinodiscus 129 92,5 57,5
93
3 Dytilum
5
3 5 4,33
4 Grammatopho r 2,5 0,83
5 Navicula 144 381 457,5 327,5
6 Nitzshia 722 1351,5 1960 1344,5
7 Pleurosigma 113 249,5 215 192,5
8 Surirell a 15 41,5 25 27,17
9 Triceratium
29 11 13,33
ISBN: 978-602-72412-0-6
10 Skeletonema 239 12,5 15 88,83
11 Rhizosolenia
30
10
12 Fragilaria
3
1
13 Licmophor a 10,5 7,5
6 45 7,5 17,5
14 Thalasiotrix
15 Climacosphenia 2,5 0,83
16 Chaetoceros 5 25,5 10,17
17 Thalassionema 2,5 0,83
18 Rhabdonema 10 3,33
19 Diploneis
9
3 Chlorophyta 2,5 0,83
20 Straurastrum
21 Dinophyta Protoperidinium 145,5 24,5 7,5 59,17
22 Gymnodinium 2,5 0,83 Jumlah individu 1643 2337 2890 2289,98 Jumlah genera
13
19 12 15,67 Indeks distribusi 0,17 0,34 0,53 0,34 Distribusi seragam seragam seragam Seragam
Tabel 2 menunjukkan komposisi fitoplankton di perairan CAPD yang terdiri dari tiga kelas yaitu Bacillariophyta terdiri dari 19 genera, Chlorophyta terdiri dari 1 genera, dan Dinophyta terdiri dari 2 genera. Komposisi fitoplankton di semua stasiun secara umum didominasi oleh kelas Bacillariophyta. Jumlah genera di stasiun 2 merupakan yang terbanyak yaitu 19 genera, akan tetapi jumlah individu terbanyak terdapat pada stasiun 3 yaitu 2890 sel/liter. Jumlah rata-rata individu di seluruh lokasi yaitu 2289,98 sel/liter dan indeks distribusi sebesar 0,34. Hal ini menunjukkan bahwa pola distribusi fitoplankton di CAPD adalah seragam.
Bacillariophyta merupakan kelompok fitoplankton yang mendominasi di perairan. Tiga genera dengan jumlah individu terbanyak dan ditemukan di semua stasiun berasal dari genera Nitzschia, Navicula, dan Grammatophor. Menurut Nybakken (1993), komposisi fitoplankton di laut didominasi oleh kelompok Bacillariophyta dan Dinophyta karena memiliki laju pertumbuhan yang cepat meskipun pada kondisi nutrien dan cahaya yang rendah. Bacillariophyta memiliki kemampuan adaptasi, reproduksi, dan regenerasi yang sangat cepat. Di satu sisi hal ini baik karena mampu meningkatkan produktifitas perairan, namun jika pertumbuhannya terlalu berlebihan (blooming) maka berpotensi untuk mencemari perairan di CAPD. Blooming dapat terjadi jika nutrien utama di perairan seperti nitrat dan pospat kadarnya tinggi. Syarat terjadinya blooming alga menurut Faiqoh (2009), adalah adanya perbandingan nitrogen dan pospat sebesar 15:1. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Gao dan Song (2005), yang menyatakan bahwa pospat merupakan nutrien perairan yang paling mempengaruhi pertumbuhan fiktoplankton.
Distribusi fitoplankton yang bersifat seragam di setiap stasiun dapat disebabkan oleh adanya proses upwelling dan siklus nutrien dalam air. Terjadinya upwelling dipengaruhi oleh musim dan arah angin yang menyebabkan terjadinya arus horizontal yang bergerak di permukaan air laut (Sediadi, 2004), sehingga terjadi percampuran nutrisi dan perairan kaya akan nutrisi. Selain dipengaruhi nutrisi, pertumbuhan dan pola distribusi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik lingkungan seperti suhu dan cahaya matahari. Cahaya matahari dibutuhkan fitoplankton untuk berfotosintesis, oleh karena itu sebaran fitoplankton paling
Karakteristik Habitat, Logam Berat Timbal Perairan
banyak terdapat di permukaan air. Lingkungan CAPD yang relatif homogen di seluruh stasiun juga menyebabkan komposisi dan jenis fitoplankton yang ditemukan hampir sama, meskipun di stasiun 2 ditemukan lebih banyak genera. Stasiun 2 merupakan lokasi dengan jumlah mangrove yang cukup banyak sehingga nutrisi diperkirakan lebih tinggi di stasiun lainnya, faktor yang berpengaruh terhadap komposisi fitoplankton adalah konversi lahan mangrove menjadi tambak, pencemaran kimia dan organik serta perubahan iklim.
IV. KESIMPULAN
Karakteristik habitat di ekosistem CAPD pada umumnya merupakan tanah yang landai dan didominasi oleh tumbuhan mangrove Avicenia dan Rhizophora. Kadar logam berat Timbal (Pb) perairan melebihi ambang batas. Komposisi fitoplankton paling banyak terdiri dari anggota kelas Bacillariophyta dengan pola distribusi seragam. Analisis lebih jauh mengenai korelasi antara logam berat timbal dengan struktur komunitas fitoplankton secara menyeluruh penting dilakukan dari waktu ke waktu, karena jika akumulasi Timbal semakin meningkat dapat merubah komposisi jenis fitoplankton dan mengganggu keseimbangan biota perairan.
V. DAFTAR PUSTAKA
Adlan, M. et.al. 2012. Tropical marine phtoplankton assemblages and water quality characteristics associated with thermal discharge from a coastal power station. Journal . Vol. 2 No. 10.
of Natural Sciences Research
APPHA, 1980. Standard Method for Examination of Water and Wastewater. 20th ed. New York: American Public Health Association. Awalina. 2011. Bioakumulasi Ion Logam Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) dalam Fitoplankton
Pada Beberapa Perairan Situ di Sekitar Kabupaten Bogor . Tesis. Jurusan Magister
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.Couderiera, B.P., et.al. 2011. Pb-binding to various dissolved organic matter in urban aquatic systems: key role of the most hydrophilic fraction. Geochimia et Cosmochimica Acta.
Vol. 75 (2011): 4005-4019. Emiyarti, B. Dan L.O.A.Afu. 2014.Kadar logam berat timbal (Pb) pada akar mangrove
Avicenia marina di Perairan Teluk Kendari. Jurnal Mina Laut Indonesia. Vo. 01 No. 01 (38-48). Faiqoh, E. 2009. Distribusi Fitoplankton Bulan Januari-Maret 2009 di Teluk Hurun, Lampung Selatan . Tesis Magister Ilmu Kelautan Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Fleeger, J.W., K.R.Carman, R.M.Nisbet. 2003. Indirect effects of contaminants in aquatic ecosystems. The Science of the Total Environment. 317 (2003): 207-233. Timmermann, A. dan F.F. Jin. 2002. Phytoplankton influences on tropical climate.
Geophysical Research Letters . Vo. 29 No. 23.
Gao, X., J. Song. 2005. Phytoplankton distributions and their relationship with the environment in the Changjiang Estary, China. Marine Pollution Bulletin. Vol. 50 (2006): 327-335. Junaidi, E., E.P.Sagala, Joko. 2010. Kelimpahan populasi dan pola distribusi remis (Corbicula sp) di Sungai Borang Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains 13(3): 50-54.
ISBN: 978-602-72412-0-6
Nybakken, J. 1993. Marine biology: an Ecological Approach. Reynolds, C.S. 2006. The ecology of phytoplankton. Cambridge University Press. Schannel-Weber, P.K. and L.K. Duffy. 2007. Effects of total dissolved solids on aquatic organisms: A review of literature and recommendation for salmonid species. American
Journal of Environmental Sciences. Vol. 3 (1): 1-6.
Sediadi, A. 2004. Efek upwelling terhadap kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan Laut Banda dan sekitarnya. Makara, Sains 8 (2): 43-51.
Telesh, I., H. Schubert, S. Skarlato. 2013. Life in the salinity gradient: Discovering mechanisms behind a new biodiversity pattern. Estuarine, Coastal and Shelf Science.
Vol. 135: 317-327. Walsh, G.E. 1978. Principles of Toxicology. John Wiley and Sons, Inc.