Sosialisme Sjahrir dan Dinamika Pemikira

Abstrak
Sosialisme menjadi salah satu ideologi besar yang bersama dengan
ideologi-ideologi

lainnya,

dijadikan

sebagai

dasar

perjuangan

kemerdekaan Indonesia. Sutan Sjahrir menjadi salah satu tokoh utama,
dari ideologi ini. Uniknya Sjahrir memiliki khasnya sendiri dalam
pemahaman sosialismenya, untuk itu sangatlah tidak berlebihan untuk
menyebutnya dengan Sosialisme Sjahrir. Kontribusi Sjahrir dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia, tentunya menjadi sesuatu yang
tidak perlu diragukan lagi. Dia berjuang mulai dari pendudukan
imperialis belanda, sampai pada pendudukan fasis Jepang. Sjahrir

bersama dengan Soekarno dan Mohammad Hatta, dikenal sebagai
"Tiga

Serangkai",

yang

menjadi

ujung

tombak

perjuangan

kemerdekaan Indonesia. Namun, agaknya dibandingkan dengan dua
kawannya, Sjahrir menjadi yang paling tidak populer, dan bahkan
banyak tidak diketahui oleh masyarakat umum. Hal ini juga menjadi
alasan kuat, mengapa kajian-kajian mengenai pemikiran Sjahrir,
menjadi hal yang langkah untuk ditemukan saat ini. Oleh karena itu,

tulisan ini akan berusaha untuk membedah secara komperensif
pemikiran-pemikiran bung Sjahrir, yang tentunya sangat banyak
dipengaruhi oleh ideologi Sosialisme. Dalam tulisan ini, penulis akan
membagi pembahasan menjadi 3 pokok bahasan, yang mencakup
Sosialisme Sjahrir, pemikiran Politik, dan pemikiran Ekonomi, bung
Sjahrir.
Keywords : Sutan Sjahrir, Sosialisme, Sosialisme Sjahrir, Pemikiran,
Politik, Ekonomi, Sosial.

Pendahuluan
Indonesia, selama masa pergerakan perjuangan kemerdekaannya, telah
banyak memunculkan sosok tokoh bangsa. Soekarno, Hatta, dan
Sjahrir, adalah beberapa di antaranya. Tiga orang ini dikenal sebagai
tiga serangkai pendiri bangsa. Mereka berjuang, dengan jalan yang tak
selalu sama. Pemikirannya pun, cukup banyak yang berbeda. Mereka
disatukan oleh satu tujuan, yakni kemerdekaan Indonesia.
Tidak seperti, dua kawanya. Sjahrir lebih kurang populer di tengah
masyarakat, utamanya pelajar dan pemuda. Melambung tingginya nama
Soekarno-Hatta, seakan menutupi keterlibatan dirinya, dalam
pergerakan nasional. Namun, ini bukan berarti pengaruhnya kecil bagi

bangsa ini. Kurikulum pembelajaran kita saja, yang kurang
memperkenalkannya pada masyarakat. Bung Sjahrir, merupakan
pribadi yang jujur dan bersahaja. Dia seorang humanis yang kritis, juga
seorang sosialis yang demokratis bahkan ada yang bilang dia juga
punya sisi liberalis. Dia memiliki pemikiran yang unik dan menyeluruh,
serta cukup kontroversial pada masanya. Banyak yang mengatakan,
pemikirannya melampaui masanya. Oleh karena itu, kajian mengenai
diri dan pemikirannya, tentu penting untuk dilakukan. Dengan tujuan,
agar kita dapat lebih memahami dan mengambil pelajaran dari dirinya,
serta melanjutkan cita-citanya.
Mengenal Lebih Dekat Bung Sjahrir
Sumatera dikenal sebagai salah satu daerah, yang banyak melahirkan
para tokoh pahlawan nasional. Salah satunya yaitu Bung Sjahrir,
seorang berperawakan kecil, yang lahir di tengah-tengah masyarakat
Padang Panjang, Sumatera Barat. Tepatnya tanggal 05 Maret 1909,
Sjahrir membuka mata untuk pertama kalinya di dunia. Hal itu, tentu
menjadi kebahagian besar bagi ayah dan ibunya. Pada masa sekarang
ini , hal itu sepatutnya juga menjadi kebahagiaan besar bagi bangsa,

karena atas jasa dan kontribusinyalah, merdeka saat ini bukan hanya

sekedar menjadi mimpi belaka.
Ayahnya Mohammad Rasad gelar Maharadja Soetan, asal Kota
Gadang. Bekerja sebagai Jaksa Kepala Landraad, Pengadilan Negeri.
Ibunya, seorang putri dari keluarga raja-raja lokal swapraja, bernama
Poetri Siti Rabiah, yang berasal dari Natal. Dengan kedua orang tuanya
tersebut, dapat diketahuilah bahwa Sjahrir hidup dalam keluarga yang
cukup terpelajar. Apalagi saat itu orang-orang kota gadang, memang
menjadi angkatan pertama yang memperoleh kesempatan untuk
memasuki sekolah-sekolah belanda.1
Sjahrir di masa mudanya selalu tampil elegan dengan tatapan dan
senyum ramahnya. Pendidikan awalnya ditempuh di ELS (Europeesche
Lagere School), sekolah dasar berbahasa Belanda.

Setelah itu dia

melanjutkan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs, Sekolah Menengah Pertama berbahasa Belanda. Sjahrir
diantara teman-temannya tergolong murid yang pintar. Dia gemar
membaca buku dan juga suka bermain biola. Pada Tahun 1926, Sjahrir
mulai belajar di Algemene Middelbare School (AMS) di Bandung. Pada

masa sekolahnya itu, Sjahrir aktif dalam pergerakan organisasi Pemuda
Indonesia.
Dibandingkan dengan politik, Sjahrir di masa mudanya jauh lebih
tertatik pada kegiatan sosial. Ini terbukti dengan didirikan olehnya,
Tjahja Volksuniversiteit, sebuah perguruan nasional, yang memberikan

1 H. Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for Humanity (Jakarta:
Kompas, 2010), 34.

pembinaan buta huruf secara gratis, kepada anak-anak pribumi.2
Terlihat dengan jelas, bahwa jiwa pendidik telah ada dalam dirinya
sejak muda.
Setelah lulus dari AMS Bandung, Sjahrir melanjutkan pendidikannya
ke negeri Belanda. Awalnya ia belajar di Fakultas Hukum, Gemeente
Universiteit Van Amsterdam, dan kemudian dia mendaftar di
Universiteit Leiden. Di bagian hidupnya inilah, dia mulai masuk ke
dalam dunia politik. Walau belum sepenuhnya.
Dia lebih memilih untuk menapaki minatnya belajar Sosialisme,
ketimbang masuk ke dalam kelas perkuliahan. Agaknya, dorongan
keinginan untuk melepaskan bangsanya dari cengkeraman imperialis,

telah menghantarkan Sjahrir pada paham Marxisme. Dia bukan seorang
Marxis, dia hanya sekedar ingin mempelajarinya. Bahkan kelak, dia
mengajukan berbagai kritik terhadap ajaran ini. Terlepas dari itu semua,
yang paling menarik ialah pertemuannya dengan Mohammad Hatta.
Hatta saat itu juga tengah menempuh kuliah di Belanda, sekaligus
memimpin organisasi PI (Perhimpoenan Indonesia) di Belanda. Sebagai
sesama perantau, tak butuh waktu lama bagi mereka untuk merasa
cocok satu sama lain. Sjahrir bergabung dengan Perhimpoenan
Indonesia, dan menjadi Sekertaris pada februari 1930. Hubungan
persahabatannya dengan Hatta terus berlanjut. Hubungan inilah yang
kelak ikut menghantarkan Indonesia pada Kemerdekaannya.
Tak berselang lama, berita buruk dari Indonesia terdengar sampai ke
Belanda. PNI (Partai Nasional Indonesia) dibubarkan oleh pemerintah
2 H. Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for Humanity (Jakarta:
Kompas, 2010), 35.

Hindia

Belanda,


dan

pimpinannya

Soekarno,

ditangkap

dan

dipenjarakan. Mendengar hal itu, Hatta dan Sjahrir, langsung
mengambil tindakan responsif. Mereka memutuskan untuk membantu
wadah baru yang didirikan oleh para penentang pembubaran PNI, yakni
Pendidikan Nasional Indonesia, atau disingkat PNI-Baru. Untuk
mewujudkan itu, Sjahrir memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
Pada Kongres pertama PNI-Baru, Sjahrir terpilih menjadi ketua umum
partai. Sebuah partai kader, dengan ciri pendidikan yang kental,
sebagaimana yang diinginkan Sjahrir.
Berselang beberapa waktu, Hatta kembali ke Indonesia. PNI-Baru
berganti tampuk kepemimpinan. Sjahrir mempersiapkan diri untuk

kembali melanjutkan pendidikannya ke Belanda. Namun, sayangnya
keinginannya itu tak pernah tercapai. Tahun 1934, beberapa aktivis
PNI-Baru, termasuk Hatta dan Sjahrir ditangkap dan dipenjarakan. Tak
berhenti disitu, Hatta dan Sjahrir setelah itu dibuang ke Boven Digul,
sebelum kemudian dipindahkan ke Banda Neira. Kurang lebih, 7 tahun
mendekam di pembuangan, tak pernah menghentikan langkah
pergerakan mereka.
Pada saat peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang, tepatnya tahun
1942, Hatta dan Sjahrir dibebaskan dari pembuangan. Pergerakan
perjuangan mereka berlanjut untuk melawan Fasis Jepang. Dalam
pergerakan kali ini, agaknya Sjahrir mengambil jalan yang berbeda dari
Soekarno dan Hatta, dia tidak mau untuk ikut bekerjasama dengan
Jepang, dan memilih untuk bergerak dari bawah tanah.

Jepang kalah dari Amerika Serikat tahun 1945, Hal ini harusnya
menjadi kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk memproklamirkan
kemerdekaannya. Sjahrir menjadi orang yang pertama tahu, perihal
kekalahan Jepang ini. Dia segera memberikan informasi kepada
Soekarno dan Hatta. Namun, Soekarno dan Hat


ta kurang yakin,

mengenai hal ini. Sehingga mereka mengambil langkah untuk
mengkonfirmasi hal itu pada pihak Jepang. Akhirnya setelah
perundingan yang alot dengan pihak Jepang. Keputusan untuk
memproklamirkan kemerdekaan didapatkan, dengan ketentuan hal itu
menjadi internal bangsa Indonesia, dan tidak diketahui oleh Jepang
(Hal ini untuk menghindari keputusan Status Quo dengan Belanda).
Kemerdekaan pun diproklamirkan. Sjahrir tidak hadir saat pembacaan
teks proklamasi, hal ini dilatarbelakangi ketidakinginannya untuk
mendapatkan kemerdekaan serahan Jepang.
Sejarah terus berlanjut. Indonesia masih dalam tahap awal dengan
begitu banyak urusan kenegaraan yang harus dirancang dan ditetapkan.
Pada oktober 1945, seiringan dengan dikeluarkannya Makloemat X
Wakil Presiden, maka dimulai pula awal pemerintahan parlementer
Indonesia. Beberapa bulan kemudian Sutan Sjahrir sebagai Perdana
Menteri dan kabinetnya dilantik oleh Presiden Soekarno. Sjahrir
menjadi Perdana Menteri pertama di Indonesia, juga sekaligus menjadi
Perdana Menteri termuda di Dunia, saat itu umurnya masih 36 tahun.
Bung Sjahrir memimpin kabinet selama 3 periode. Setelah melepas

jabatannya sebagai Perdana Menteri, Sjahrir sempat menjadi Utusan
Khusus Republik Indonesia di PBB, Penasihat Presiden, Duta Besar di
beberapa negara, dan pada akhirnya dia hanya menjadi Warga Negara

biasa, yang berusaha untuk mengembangkan partainya, yaitu PSI
(Partai Sosialis Indonesia). Begitu banyak prestasi yang diraihnya.
Begitu banyak pula hambatan dan cemoohan yang mendatanginya.
Sampai akhirnya dia harus, menerima berbagai tuduhan dan tudingan.
Partainya dibubarkan, bernasib sama dengan partai Masyumi. Dia pun
menjadi tahanan politik. Menghabiskan sisa waktunya sebagai tahanan
negeri yang diperjuangkannya sepenuh hati. Dalam posisinya yang
sebagai tahanan, kesehatannya terus memburuk. Sampai akhirnya,
harus dirujuk ke Swiss untuk mendapatkan pengobatan.
Sembilan April 1966, sahabat dekat mendatanginya. Mengambil salah
satu hal yang sangat berarti baginya. Dia pun memberikannya dengan
sukarela. Toh, hanya hidup yang akan diambil. Dia meninggal dengan
penuh suka dan duka. Meninggalkan harapan dan keyakinan, bahwa
pemuda akan melanjutkan perjuangannya. Dengan Keputusan Presiden,
Sjahrir diangkat menjadi Pahlawan Nasional, dan diminta agar dapat
dimakamkan dengan upacara kenegaraan. Keluarganya menyetujui

itikad baik negara. Jenazah Sjahrir dipulangkan dan dimakamkan di
TMPU Kalibata. Mungkin sedikit aneh, sehari sebelumnya tahanan,
berubah status menjadi Pahlawan.
Sosialisme Sjahrir
Seperti yang kita semua ketahui, Sjahrir adalah seorang sosialis. Dia
adalah pendiri sekaligus pemimpin di PSI (Partai Sosialis Indonesia).
Perkenalannya dengan Sosialisme dimulai saat dia belajar di negeri
Belanda. Tidak lama setelah perkenalannya, Sjahrir jatuh cinta pada
Sosialisme. Karena cintanya ini pun, dia sering meninggalkan kelas
kuliah, hanya demi mendalami minatnya pada Sosialisme.

Pada masanya itu, Sosialisme memang sedang dalam perkembangan
yang pesat. Berkembang bersama dengan saudara dekatnya yang lebih
radikal, yakni Komunisme. Sosialisme dan Komunisme, keduanya
dianggap oleh sebagian orang sebagai jalan terbaik untuk tercapainya
suatu kesejahteraan. Yang akan diwujudkan dengan, menciptakan
keseimbangan dan kesamaan ditengah masyarakat. Keduanya memiliki
jalan yang sama, yaitu Revolusi. Namun, ada beberapa perbedaan
mendasar, misalnya dalam cara mewujudkan Revolusi tersebut.
Komunisme, memandang Revolusi, harus dilakukan dengan keras,
dengan perlawanan fisik melawan para borjuis. Sedangkan Sosialisme,
memandang Revolusi sebagai jalan yang lebih damai, tanpa harus ada
kekerasan. Komunisme, percaya bahwa hanya dengan partainyalah
kesejahteraan dapat diwujudkan, atau dengan kata lain, ia percaya
dengan sistem satu partai. Ia ingin mewujudkan yang namanya diktatur
proletariat. Sedang Sosialisme, masih percaya dengan Pemilihan
Umum. Masih percaya dengan sistem Multi-Partai. Ia akan
memperjuangkan nilai-nilai dalam ideologinya, melalui institusi
pemerintahan.
Sosialisme pada awalnya muncul sebagai reaksi terhadap pelaksanaan
etika kapitalis dan pengembangan masyarakat industri.3 Ia berusaha
untuk mengkritisi sistem produksi kapitalis dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya. Ia memandang praktik-praktik borjuasi yang ada
dalam masyarakat kapitalis, sebagai hal-hal yang tak bermoral. Namun,
sayangnya sosialisme tidak mampu untuk menjelaskan kritiknya
tersebut, sehingga juga tidak dapat memberikan solusi terhadap
3 Bernard Crick, Sosialisme, (Pustaka Promethean, 2001), 50

peristiwa sosial tersebut. Ia tidak dapat mengungkapkan hukum-hukum
perkembangan kapitalisme, serta tidak dapat menunjukan kekuatan
sosial yang bagaimana, yang dapat membentuk masyarakat yang baru.
Oleh karena itu, sosialisme semacam ini disebut sebagai Sosialisme
Utopis.4
Di Indonesia, Sosialisme berkembang pesat seiringan dengan
pergerakan

kemerdekaan

Indonesia.

Dengan

cepat,

Sosialisme

menjelma menjadi ideologi rakyat. Ajaran-ajarannya sangat diterima,
karena terdengar begitu indah di telinga masyarakat, yang pada saat itu
kebanyakan adalah buruh dan pekerja. Sosialisme kemudian, banyak
dikembangkan

dan

direlevankan

dengan

keadaan

masyarakat

Indonesia. Munculah, istilah-istilah baru seperti Sosialisme Religius,
Sosialisme Rakyat, Marhaenisme, dan lain sebagainya. Sutan Sjahrir,
menjadi salah satu aktor utama, dalam perkembangan Sosialisme di
Indonesia.

Bersama

dengan

Hatta,

Bung

Sjahrir

berusaha

menghidupkan aura Sosialisme yang baru, yang sesuai dengan keadaan
dan kebutuhan bangsanya.
Sosialisme Sjahrir, sering juga disebut dengan Sosialisme Kerakyatan.
Sosialisme ini, didasarkan pada dorongan rakyat untuk mendapatkan
kesejahteraan, dengan tetap memperhatikan hak-hak individu dalam
masyarakat. Selain itu, dasar fundamental lain yang membangun
Sosialisme Sjahrir adalah Demokrasi. Keunikan Sosialisme Sjahrir,
dibandingkan macam Sosialisme lainnya, ialah ada pada inti pokok
rumusannya, yakni Kemanusiaan. Kemanusiaan menjadi, kata kunci
untuk memahami Sosialisme Sjahrir. Bagaimana tidak, Sosialisme
4 Eko Supriyadi, Sosialisme Islam (Jogja: Rausyan Fikr Institute, 2012), 56

Sjahrir dalam setiap bagian isi rumusannya, selalu menekankan, untuk
memperhatikan aspek kemanusiaan. Bukan aspek kekolektifan, atau
pun keindividualan.
Sosialisme Sjahrir menentang segala bentuk otoritarianisme, baik
dalam bentuk fasisme, maupun komunisme (Diktatur Proletariat).
Sosialisme Sjahrir juga tidak berlebihan dalam menolak kapitalisme,
bahkan masih memberi kesempatan pada ekonomi pasar dan usahausaha swasta untuk dapat bekerja secara bebas dengan tetap
memperhatikan aspek-aspek sosial.5 Ini menunjukan, bahwa Sosialisme
yang diperkenalkan Sjahrir, bersifat Realistis. Tidak sekedar Idealis
belaka. Dalam rumusan dasar-dasar dan pandangan politik Partai
Sosialis Indonesia, dijelaskan: "Sosialisme semestinya, tidak lain
daripada penyempurnaan dari segala cita-cita kerakyatan, yaitu
kemerdekaan serta kedewasaan kemanusiaan yang sebenarnya".6 Dasardasar tersebutlah yang membangun Sosialisme Sjahrir.
Sjahrir dan Pemikiran Politiknya
Setelah membahas kehidupan dan isi pandangan Sosialisme Sjahrir.
Pada pembahasan ini, yang akan dibahas yaitu, mengenai pemikiranpemikiran politik Sjahrir.
Sebagai seorang politikus, Sjahrir jauh berbeda dengan sesama
politikus lainnya. Dia punya jalannya sendiri dalam memandang dan
menjalankan politiknya. Dia menganggap politik, bukanlah sebagai
sesuatu yang diinginkannya, melainkan sesuatu, yang tak terelakkan
5 H. Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for Humanity (Jakarta:
Kompas, 2010), 113.
6 H. Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for Humanity (Jakarta:
Kompas, 2010), 115

baginya. Politik dalam pandangannya, bukan sekedar merebut
kekuasaan, dan memanfaatkannya. Bukan pula, sekedar berarti
mempertaruhkan modal untuk meraih keuntungan yang lebih besar.
Sjahrir memandang politik lebih sebagai suatu perkara etis, yang dalam
menentukan tujuannya haruslah dapat dibenarkan oleh akal sehat, dan
memenuhi syarat-syarat moral. Sjahrir tidak pernah melihat politik
sebagai perkara pragmatis, yang sekedar menuntut tercapainya sebuah
tujuan, tanpa ada pertimbangan nilai-nilai moral.7
Dalam salah satu suratnya, terdapat sepenggal sajak yang berbunyi :
"Hidup yang tak dipertaruhkan, tak akan pernah dimenangkan".8 Sajak
ini tentu terdengar begitu indah, bagi para penyuka sajak. Maknanya
begitu mendalam, dan cukup sulit untuk digali. Namun, pada dasarnya,
sajak ini adalah prinsip hidup dasar bagi Sjahrir. Semua bagian dalam
hidupnya, termasuk kehidupan politiknya, berpegang pada prinsip ini.
Keberanian untuk bertaruh dalam hidup, menjadikannya bersahaja
karena membuatnya mampu berdiri dan bertahan dalam pendiriannya.
Sekalipun begitu, bukan berarti Sjahrir seorang yang polos dan tidak
paham dengan berjalannya politik praktis, serta hanya mengandalkan
keberanian. Dia berani, dengan dukungan rasional dan moral. Bukan
hanya sekedar berani tanpa menggunakan akal. Terbukti dari langkahlangkah

politis

yang

diambilnya.

Semuanya

selalu

dengan

pertimbangan yang ketat dan tepat. Sebut saja, pemikirannya mengenai
revolusi. Dia membagi revolusi menjadi 2 bagian, yang pertama yakni
Revolusi Nasional, dan kedua yaitu Revolusi Kerakyatan.
7 H. Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for Humanity (Jakarta:
Kompas, 2010), 8.
8 Sjahrazad, Sutan Sjahrir, Renungan dan Perjuangan, diterjemahkan oleh H.B. Jassin
(Jakarta: 1990), 44 dan 85

Revolusi Nasional ialah, laku perubahan yang mengarahkan kita
kepada terbentuknya suatu sistem demokrasi yang tetap. Dasar dari
Revolusi

Nasional

bukanlah

Nasionalisme,

melainkan

adalah

Demokrasi. Nasionalisme yang berlebihan dalam pandangan Sjahrir,
hanya akan menciptakan Fasisime baru. Untuk itu, Revolusi Nasional
yang menghantarkan kepada Demokrasi haruslah didahulukan.9
Setelah Revolusi Nasional diharuskan adanya suatu Revolusi
Kerakyatan, yakni upaya perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Dimana rakyat yakni setiap individu, dapat hidup merdeka, dengan
mendapatkan kebebasan berfikir, berbicara, berserikat, dan hak-hak
dasar lainnya. Selain itu, Revolusi Kerakyatan, juga mengarahkan pola
pikir sosial agar lebih mandiri, dan tidak mudah dimobilisasi oleh siapa
pun juga.
Dalam upaya mewujudkan kedua bentuk revolusi tersebut, dibutuhkan
yang namanya Partai Politik. Bung Sjahrir bersama dengan Hatta,
berpendapat bahwa pengelolaan partai politik harus dijalankan dengan
sistem multi-partai. Untuk mencegah terjadinya konsentrasi kekuasaan
yang terlalu besar kepada satu orang atau satu golongan. 10 Selain itu,
menurut Sjahrir, partai politik lebih baik berbentuk partai kader, dari
pada partai massa. Pendidikan politik akan lebih mudah disampaikan
dalam partai kader, ketimbang partai massa. Dari gagasannya inilah,
kemudian partai yang didirikannya (Partai Sosialis Indonesia),
konsisten dengan tetap berbentuk partai kader, sampai dengan akhir
masanya. Ini menjadi salah satu bukti, bahwa Sjahrir dalam berpolitik
tidak bersifat oportunis.
9 Sutan Sjahrir, Perjuangan Kita, (Jakarta: Anjing Galak Penerbitan), 19.
10 H. Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for Humanity (Jakarta:
Kompas, 2010), 11.

Partai Sosialis Indonesia, dalam perkembangannya, memang banyak
mendapatkan kendala. Kekurangan anggota dan pendukung adalah satu
dari beberapa kendala yang dialaminya. Bentuknya yang berupa partai
kader, dan penekanan pada kegiatan edukasi didalamnya, menjadi salah
satu sebab munculnya kendala. Padahal, PSI menyimpan cita-cita yang
begitu mendalam untuk rakyat. Cita-citanya yakni, untuk mewujudkan
kebebasan dan kemandirian manusia pada setiap individu ditengah
masyarakat. Seorang ahli ilmu politik terkemuka, Herbert Feith,
memandang PSI sebagai jelmaan politik sosial-demokrasi di Indonesia.
Namun, baginya PSI lebih cocok untuk disebut sebagai partai liberalsosialis daripada sosial-demokratis. Seandainya saja, istilah "liberal"
tidak telanjur diasosiasikan dengan kapitalisme yang tak terkendali dan
imperialisme di Indonesia.11
Jika dibandingkan dengan para politikus Indonesia saat ini, tentunya
sangat sulit menemukan sosok yang serupa dengan Sjahrir. Namun,
setidaknya kita harus tetap yakindan percaya, bahwa masih ada
pemuda-pemuda yang kelak akan melanjutkan pergerakan dan
pemikirannya. Sekurang-kurangnya, adalah diri kita sendiri yang masih
mau membaca sejarahnya.

Pandangan Ekonomi Sjahrir
Keluar dari masalah politik, kita masuk ke pembahasan mengenai
Ekonomi. Ekonomi tentunya merupakan salah satu hal yang bersifat
11 H. Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for Humanity (Jakarta:
Kompas, 2010), 17.

krusial, di dalam suatu negara. Apalagi bagi negara yang baru saja
merdeka, dan baru mulai membangun bangsanya. Sjahrir selain sebagai
seorang politikus, juga sekaligus seorang Economical Thinker. Jika
mengetahui bahwa dirinya adalah seorang sosialis, maka mungkin kita
akan membangun persepsi, bahwa dalam ekonomi dia membenarkan
sistem ekonomi distribusi khas sosialis dan komunis. Dimana, setiap
kebutuhan rakyat akan dipenuhi oleh negara melalui pendistribusian,
serta melarang adanya perusahaan yang didirikan oleh pribadi atau
swasta. Namun, pada kenyataannya Sjahrir tidak begitu. Sjahrir,
memahami bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda
satu sama lain. Sehingga negara tidak mungkin, unruk memenuhi
kebutuhan setiap rakyatnya dengan prinsip sama rasa.
Untuk memperdalam pemahaman ekonominya, Sjahrir membaca
tulisan John Stuart Mill (1806-1873).12 John Stuart Mill, dikenal
sebagai seorang pemikir liberal abad ke 19. Dengan begitu tentunya
cukup besar kemungkinan dia terpengaruh oleh pemikiran Mill dalam
hal ekonomi. Ini juga didukung oleh, tulisannya dalam Perjuangan
Kita, yang mengatakan : "Selama dunia tempat kita hidup masih
dikuasai oleh modal, kita harus memastikan bahwa kita tidak memiliki
kebencian yang dalam pada kapitalisme. Ini menyangkut negeri kita
yang dibuka untuk kegiatan ekonomi asing sejauh mungkin-selalu
dengan syarat tidak merusak kesejahteraan rakyat kita."
Pada dasarnya, Sjahrir bersikap realistis dalam pandangan ekonominya.
Dia membuka kesempatan adanya investasi asing, dan pendirian
perusahaan swasta, selama tidak berdampak buruk bagi kesejahteraan
12

rakyat. Dia terbuka dengan kapitalisme, dengan syarat negara mampu
mengendalikannya. Inilah yang kemudian juga menjadi salah satu
dasar, dari sistem hubungan luar negeri bebas-aktif.
Penutup
Bung Sjahrir, selama hidupnya, telah memberikan berjuta kontribusi
bagi bangsa dan negara. Mulai dari masa Imperialisme Belanda,
Fasisme Jepang, sampai dengan Pasca-Kemerdekaan. Pergerakannya
telah membawa Belanda hengkang dari Indonesia. Jepang pun pulang
kembali ke negeri asalnya. Diplomasinya, membawa angin segar bagi
Kemerdekaan bangsa. Konferensi Meja Bundar, adalah salah satu hasil
utamanya.
Pemikiran Sjahrir, kadang memang sulit untuk dipahami oleh
masyarakat. Namun, itu bukan berarti dia hanya seorang elite yang tak
peduli dengan rakyatnya. Pemikirannya memang kompleks dan
terstruktur, namun cintanya pada rakyat tak akan pernah dapat terukur.
Pemuda produktif itulah dia. Pemikirannya melampaui masanya. Dia
seorang sosialis yang cinta kebebasan, serta seorang demokrat yang
cinta akan kemanusiaan. Semoga nilai-nilai, pemikiran-pemikiran, serta
kiprah perjuangan Sjahrir dapat menjadi obor kecil yang menerangi hati
nurani bangsa Indonesia.

Daftar Pustaka

Silahuddin. 2014. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali.
Islamic Studies Journal. Vol. 2, No. 1
Anwar, Rosihan. 2010. Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for
Humanity. Jakarta. Kompas.
Sjahrir, Sutan. Perjuangan Kita. Jakarta. Anjing Galak
Penerbitan.