kel 6 rs infeksi nosokomial

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi
nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di
seluruh dunia. Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai
infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit.
Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang
dilakukan untuk mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian
infeksi nosokomial dan di beberapa Negara, kondisinya justru sangat
memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan
perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal akibat resistensi kuman,
serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu di negara-negara
miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan
untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah sakit.
Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana
pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang

sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat. Infeksi
nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap
orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan
kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan,

1

orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kodisi rumah
sakit.
Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat
inap yang tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari
perawatan normal bila tidak terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat
menyebabkan kematian bagi pasien.
Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar
minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus
infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan
pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans
infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan
pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien
(Kepmenkes, 2008).

Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah
sakit, baik dengan penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan
penyakit dasar lebih dari satu, secara umum keadaan umumnya
tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal ini akan
mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan
sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam
proses asuhan keperawatan dengan mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap
penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan ini disebut
infeksi nosokomial.

2

1.2

Rumusan Masalah
1.2.1 Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial?
1.2.2 Apa sumber penularan dari infeksi nosokomial?
1.2.3 Penyakit apa saja yang disebabkan oleh infeksi nosokomial serta
dampaknya?
1.2.4 Apa yang harus dilakukan oleh rumah sakit untuk mengelola,

mengendalikan, dan mencegah infeksi nosokomial agar kasus
tersebut bisa menurun?

1.3

Tujuan
Tujuan yang pertama adalah mengetahui dan memahami definisi dari
infeksi nosokomial lalu mengetahui bagaimana cara penularan, apa saja
penyebab dan dampaknya. Setelah itu upaya apa saja yang dapat dilakukan
untuk mengurangi kasus tersebut melalui pengelolaan, pengendalian, dan
pencegahannya.

3

BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1

Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah proses dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi
agen patogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan
menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen bisa berupa bakteri, virus,
ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit menular atau infeksius adalah
penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang
artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti
tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nososkomial dapat
diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit.
Kriteria infeksi berasal dari rumah sakit, yaitu :
1.

Waktu mulai dirawat tidak didapatkan tanda klinik infeksi dan tidak
sedang dalam masa inkubasi infeksi tertentu.

2.

Infeksi timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat.


3.

infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari
waktu inkubasi infeksi tersebut.

4.

Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal
dari rumah sakit.

5.

Infeksi terjadi pada neonates yang didapatkan dari ibunya pada saat
persalinan atau selama perawatan di rumah sakit.

4

Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari penderita sendiri,
personil rumah sakit (dokter/perawat), pengunjung maupun lingkungan.
2.2


Cara Penularan Infeksi Nosokomial
2.2.1

Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak
langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi
berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person
pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak
tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek
perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati
tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi
peralatan medis oleh mikroorganisme.

2.2.2

Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh
kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu
penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk

darah, cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.

2.2.3

Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang
sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang
cukup

jauh

dan

melalui

saluran

pernafasan.

Misalnya


mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas
(staphylococcus) dan tuberculosis.

5

2.2.4

Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal.
Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan
secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh
vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam
tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya
parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan
biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).

2.3


Contoh Infeksi Nosokomial
2.3.1

Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi
tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka
atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat
salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
3. Ditemukan abses
4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan
mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya

6


pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat
mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus
dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi,
perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
2.3.2

Infeksi Saluran Kencing (ISK )
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering
terjadi. ISK dapat terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih
(bladder), atau saluran kencing bagian luar (uretra).
Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia
coli (E. coli) yang banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa
hidup di kolon. Wanita lebih rentan terkena ISK karena uretra
wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga bakteri ini lebih
mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di
saluran kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK
kronis juga dapat menimbulkan batu.
Mikroorganisme

lain


yang

bernama

Klamidia

dan

Mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK pada laki-laki maupun
perempuan, tetapi cenderung hanya di uretra dan sistem
reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat
ditularkan

secara

seksual

sehingga

penanganannya

harus

bersamaan pada suami dan istri.
2.3.2.1 Gejala
Penderita ISK mungkin mengeluhkan hal-hal berikut:
a. Sakit pada saat atau setelah kencing

7

b. Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada
atau sedikit air seni yang keluar)
c. Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang
kemerahan bila ada darah
d. Nyeri pada pinggang
e. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan
infeksi telah mencapai ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi
bawah belakang rusuk, mual atau muntah)
2.3.3

Bakterimia
Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang
mampu hidup dalam aliran darah secara sementara, hilang timbul
atau menetap. Bakteremia merupakan infeksi sistemik yang
berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis yang angka
kematiannya cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya bakteremia pada
orang dewasa antara lain lama perawatan di rumah sakit, tingkat
keparahan

penyakit,

komorbiditas,

tindakan

invasif,

terapi

antibiotika yang tidak tepat, terapi imunosupresan, dan penggunaan
steroid.
2.3.3.1 Gejala
Bakteremia yang bersifat sementara jarang menyebabkan
gejala karena tubuh biasanya dapat membasmi sejumlah
kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi sepsis, maka
akan timbul gejala-gejala berikut:
a. Demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh)

8

b. Hiperventilasi
c. Menggigil
d. Kulit teraba hangat
e. Ruam kulit
f. Takikardi (peningkatan denyut jantung)
g. Mengigau atau linglung
h. Penurunan produksi air kemih.
2.3.4

Infeksi Saluran Napas (ISN)
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi
menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.
Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis,
laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran
napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti
bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Keadaan rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan
infeksi saluran napas atas maupun bawah. Infeksi saluran napas
atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan
infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling
banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena
dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis,
sinusitis, dan faringitis.

9

2.4

Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1.

Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat
menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.

2.

Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi
HIV/AIDS yang tinggi.

3.

Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu
dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan
dengan obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta
tuntutan hukum.

2.5

Pengelolaan Infeksi Nosokomial
Seperti diketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses
asuhan keperawatan, yaitu penderita harus menjalani observasi, tindakan
medis akut, atau pengobatan yang berkesinambungan. Daya tahan tubuh
yang lemah sangat rentan terhadap infeksi penyakit. Masuk mikroba atau
transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari penderita, dimana
penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :
1.

penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan

2.

petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)

3.

peralatan medis yang digunakan

4.

tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat

5.

tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis
akut seperti kamar operasi dan kamar bersalin

6.

makanan dan minuman yang disajikan

10

7.

lingkungan rumah sakit secara umum

Semua unsur diatas, besar atau kecil dapat memberi kontribusi
terjadinya infeksi nosokomial. Pencegahan melalui pengendalian infeksi
nosokomial di rumah sakit saat ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh
jajaran manajemen rumah sakit. Dimulai dari direktur,, wakil direktur
pelayanan medis, wakil direktur umum, kepala UPF, para dokter,
bidan/perawat, dll.
Objek pengendalian infeksi nosokomial adalah mikroba patogen
yang

dapat

berasal

dari

unsur-unsur

di

atas.

Untuk

dapat

mengendalikannya diperlukan adanya mekanisme kerja atau sistem yang
bersifat lintas sektoral/bagian dan diperlukan adanya sebuah wadah atau
organisasi di luar strktur organisasi rumah sakit yang telah ada. Dengan
demikian diharapkan adanya kemudahan berkomunikasi dan berkonsultasi
langsung dengan petugas pelaksana di setiap bagian/ruang/bangsal yang
terindikasi adanya infeksi nosokomial. Wadah atau organisasi ini adalah
Panitia Medik Pengendalian Infeksi. Pernyataan ini juga tercantum
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 755/Menkes/PER/IV/2011
tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
Adanya

sebuah

organisasi

dengan

tugas/pekerjaan

sebagai

pengendali mikroba patogen, adanya sejumlah personel disertai pembagian
tuga, serta adanya sistem kerja baku, maka tugas Panitia Medik
Pengendalian Infeksi adalah mengelola (managing) unsur-unsur penyebab
timbulnya infeksi nosokomial.

11

Pencegahan artinya jangan sampai timbul, sedangkan pengendalian
artinya meminimalisasi timbulnya resiko. Dengan demikian tugas utama
Panitia Medik Pengendalian adalah mencegah dan mengendalikan infeksi
dengan cara menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba yang
berasal dari “sumber” di sekitar penderita yang sedang sakit.
2.6

Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa
rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan
kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat
pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas
kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi
penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat
menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara
yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan
tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas
penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk
mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah
sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan
pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan
toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan

12

membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang
dipakai adalah:
1.

Mempunyai kriteria membunuh kuman

2.

Mempunyai efek sebagai detergen

3.

Mempunyai

efek

terhadap

banyak

bakteri,

dapat

melarutkan minyak dan protein.
4.

Tidak sulit digunakan

5.

Tidak mudah menguap

6.

Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik
untuk petugas maupun pasien

2.6.1

7.

Efektif

8.

Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

Perbaiki Ketahanan Tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen
oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut
membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan
tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga
keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada
umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna
manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang
sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu
diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam
mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit
berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis

13

pada

penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus

menggunakan antibiotika.
2.6.2

Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan
membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan
terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara,
contohnya

tuberkulosis,

dan

SARS,

yang

mengakibatkan

kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya
DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah
eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu
diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan
tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi
juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan
ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada
dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar
biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu
ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang
sama.
2.6.3

Cara Pencegahan Infeksi Nosokomial
Dengan menggunakan Standar kewaspadaan terhadap infeksi,
antara lain :
1.

Cuci Tangan
1.1

Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dan bahan terkontaminasi.

14

2.

1.2

Segera setelah melepas sarung tangan.

1.3

Di antara sentuhan dengan pasien.

Sarung Tangan
2.1

Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan
bahan yang terkontaminasi.

2.2
3.

Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.

Masker, Kaca Mata, Masker Muka
3.1

Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput
lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan
darah dan cairan tubuh.

4.

Baju Pelindung
4.1

Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan
tubuh

4.2

Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang
dapat berkontak langsung dengan darah atau cairan
tubuh

5.

Kain
5.1

Tangani

kain

tercemar,

cegah

dari

sentuhan

kulit/selaput lendir
5.2

Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di
area perawatan pasien

6.

Peralatan Perawatan Pasien
6.1

Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk
mencegah kontak langsung dengan kulit atau selaput

15

lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan
lingkungan
6.2

Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan
kembali

7.

Pembersihan Lingkungan
7.1

Perawatan

rutin,

pembersihan

dan

desinfeksi

peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan
pasien
8.

Instrumen Tajam
8.1

Hindari memasang kembali penutup jarum bekas

8.2

Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis
pakai

8.3

Hindari

membengkokkan,

mematahkan

atau

memanipulasi jarum bekas dengan tangan
8.4

Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang
tidak tembus tusukan

9.

Resusitasi Pasien
9.1

Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat
ventilasi yang lain untuk menghindari kontak
langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut

10.

Penempatan Pasien
10.1

Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan
dalam ruang pribadi / isolasi

16

2.6.4

Program Pengendalian Infeksi Di RS
Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga
hal yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial
di rumah sakit, antara lain:
1. Adanya Sistem Surveilan Yang Mantap
Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang
sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit
tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan
untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi
tujuan dari surveilan adalah untuk menurunkan risiko terjadinya
infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan di sini bahwa keberhasilan
pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh
canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh
kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan
penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam
pelaksanaan surveilan ini, perawat sebagai petugas lapangan di
garis paling depan, mempunyai peran yang sangat menentukan,
2. Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat
Dilaksanakan, Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Risiko
Terjadinya Infeksi
Adanya

peraturan

yang

jelas

dan

tegas

serta

dapat

dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting adanya.
Peraturan-peraturan

ini

merupakan

standar

yang

harus

dijalankan setelah dimengerti semua petugas; standar ini

17

meliputi standar diagnosis (definisi kasus) ataupun standar
pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan
pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar sekali.
3. Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua
Petugas Rumah Sakit Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap
Mental Yang Benar Dalam Merawat Penderita
Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas
dalam melaksanakan perawatan yang sempurna kepada
penderita. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses
belajar dan mengajar yang terus menerus. Program pendidikan
hendaknya tidak hanya ditekankan pada aspek perawatan yang
baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi dari infeksi
nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini program
pengendalian infeksi nosokomial, perawat mempunyai peran
yang sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa
pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh
peralatan yang canggih (dengan harga yang mahal) ataupun
dengan pemakaian antibiotika yang berlebihan (mahal dan
bahaya resistensi), melainkan ditentukan oleh kesempurnaan
setiap petugas dalam melaksanakan perawatan yang benar
untuk penderitanya.

18

BAB 3
KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1

Kasus
Infeksi, Penyebab Utama Kematian di Rumah Sakit
Senin, 07 November 2011 | 12:58 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Kesehatan, Endang Rahayu
Sedyaningsih, menyatakan salah satu penyebab utama kematian dan
kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah
infeksi.

"Di Indonesia, infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu
dan bayi yang baru lahir. Selain itu, infeksi juga menyebabkan
perpanjangan masa rawat inap bagi penderita," kata Menteri Endang di
Jakarta, Senin, 7 November 2011.

Menurut Endang, risiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal
dengan Infeksi Nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia.
"Infeksi ini terus meningkat, dari 1 persen di beberapa negara Eropa dan
Amerika, sampai lebih dari 40 persen di Asia, Amerika Latin, dan Afrika,"
ujarnya.

Meski begitu, Endang mengakui bahwa Indonesia tidak memiliki data
yang tepat mengenai jumlah kasus infeksi yang berasal dari rumah sakit

19

tersebut. Besaran persentase kasus infeksi itu di Indonesia pun belum
dapat diketahui. "Kami bangun survei untuk (data) ini," ucap Endang.
3.2

Pembahasan
Di Indonesia, infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu
dan bayi yang baru lahir. Selain itu, infeksi juga menyebabkan
perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Meskipun disebutkan bahwa
infeksi nosokomial adalah penyebab utama kematian ibu dan bayi baru
lahir, namun Indonesia tidak memiliki data yang tepat mengenai jumlah
kasus infeksi yang berasal dari rumah sakit. Besaran persentase kasus
infeksi itu di Indonesia pun belum dapat diketahui.
Dari kasus di atas, permasalahan yang ada di Indonesia adalah
1. Indonesia tidak mempunyai data yang tepat tentang jumlah
kasus infeksi yang berasal dari rumah sakit.
2. Tidak terdapat tim pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit.
3. Ada tim pencegahan dan pengendalian infeksi namun belum
bisa menjalankan tugas dengan baik.
Kesimpulan
Dari kasus dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.

Setiap rumah sakit di Indonesia harus mempunyai tim pencegahan
dan pengendalian infeksi.

2.

Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus bekerja dengan
baik agar angka kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat
menurun.

20

3.

Dengan adanya tim pencegahan dan pengendalian infeksi di setiap
rumah sakit yang bekerja dengan baik, kasus infeksi nosokomial di
Indonesia dapat terdata dengan tepat supaya mempermudah
penanganan kasus infeksi nosokomial di rumah sakit.

21