Taktik Sepakbola Wiel Coerver dan Pendid

Taktik Sepakbola Wiel Coerver dan Pendidikan: Pendekatan Filsafat Progresivisme
Pendidikan merupakan sebuah jawaban dari perkembangan dunia yang terjadi kian cepat.
Kecepatan perkembangan, baik itu teknologi hingga pemikiran, peran serta pendidikan ialah
sebagai kontrol yang mengatur pergerakan nilai dan norma karena adanya perkembangan.
Pendidikan akan membawa sebuah pola yang membentuk identitas bagi manusia. Apakah suatu
individu dapat menghadapi segala perubahan, terlihat dari seberapa besar suatu individu tersebut
memaham pola-pola pendidikan. Pola-pola pendidikan, menurut penulis, terdapat berbagai
bidang dan menyebar, salah satunya dalam hal sepakbola.
Pada awalnya, sepakbola hanyalah perebutan bola di antara dua kubu yang masingmasing kubu terdiri dari sebelas pemain. Pada tahun berapa sepakbola ditemukan merupakan
sebuah perdebatan yang terus dilakukan oleh para ahli, namun tujuan awal sepakbola ditemukan
merupakan sebuah terobosan untuk mengusir penat. Ada pula yang menjadikan sepakbola
sebagai ajang taruhan tiap kubu yang diimplementasikan dalam sebuah pertandingan.
Perkembangannya mengenal pendidikan, barangkali setelah mengenal Laws of the Game di
mana sepakbola bukan hanya ajang ‘siapa yang paling kuat’, melainkan permainan taktik dan
otak yang dinamis.
Kita barangkali sudah akrab dengan Jean-Paul Sartre sebagai bapak eksistensialisme
Prancis, namun siapa sangka jika Sartre menemukan sebuah taktik sepakbola yang hingga kini
masih digandrungi pelatih-pelatih elit dunia. Taktik yang digaungkan oleh Sartre ialah false nine,
dengan menggeser seorang pemain depan dengan peran sama seperti pemian gelandang atau
malah lebih bebas li karena perannya “dihilangkan”. Eddwards Kennedy (2014) mengatakan
bahwa penerapan taktik ini didapat dari konsep L’Etre et le Neant (Ada dan Tiada). Sartre

membentuk sebuah pola 4-4-1-0 atau ‘peniadaan’ seorang striker di garda depan. Sartre
memberikan terma khusus dengan nama the absence forward.
Taktik bukanlah suatu perkara yang sepele dalam dunia kepelatihan. Bukan hanya
sekedar perintah, namun juga merupakan hitung-hitungan yang rumit dengan menimbangkan
berbagai aspek. Peran pendidikan tentu memiliki porsi dominan, tanpa adanya pengetahuan dan
pemahaman, tentu strategi tidak akan berjalan. Dalam dunia sepakbola, kita dapat mengenal

sosok bernama Wiel Coerver, seorang pesepakbola yang mendirikan sebuah Coerver Method
yang menangani tentang taktik pelatihan dalam dunia sepakbola.
Gagasan yang terkenal dari Wiel Coerver adalah membantah pemain sepakbola yang
hebat lahir melalui sebuah bakat. Tetapi dapat dibentuk melalui sebuah sistem pembinaan yang
baik. Hal ini sama dengan suatu konsep filsafat pendidikan bernama progresivisme. Menurut
Gutek (1974:138) progresivisme modern menekankan pada konsep ‘progress’; yang menyatakan
bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan menyempurnakan
lingkungannya dengan menerapkan kecerdasan yang dimilikinya dan metode ilmiah untuk
menyelesaikan permasalahan yang timbul baik dalam kehidupan personal manusia itu sendiri
maupun kehidupan sosial.
Sepakbola dalam Kacamata Wiel Coerver
Coever merupakanpelatih sekaligus mantan pemain sepakbola yang membela Timnas
Belanda dan klub Feyenord. Pelatih yang pernah membawa panji Timnas Indonesia pada tahun

1975 ini memiliki cara kerja yang berbeda dengan pelatih lain. Coerver menggunakan metode
dengan cara riset dan mengamati setiap pemain tim lawan melalui rekaman video yang diputar
berkali-kali. Cara lainnya dengan mengamati pemain usia matang dengan label bintang dan
mengamati setiap cara ia bekerja, salah satu pemain tersebut adalah Pele dari Brazil.
Pelatih sekaligus mantan pemain sepakbola ini menciptakan sebuah gagasan bernama
The Coerver Coaching Philosophy. Metodenya merupakan penolakan unsur bakat karena semua
itu dapat diperoleh melalui usaha dan taktik yang pas dari sang pelatih. Hal ini juga
mengindikasikan Coerver memberikan porsi lebih dari pembinaan dan pelatihan terstruktur
melalui sebuah piramida, maka skill dan penerapan strategi akan mempermudah si pemain untuk
berkarir.

Sumber: Coerved Coaching

Pertama adalah ball mastery yang menguasai taktik dasar bagi seorang pemain. Metode
ini memaksimalkan kedua kaki untuk melakukan kontrol dan melakukan latihan berulang.
Kedua receiving and passing, bukan hanya umpan yang akurat, tetapi juga harus kreatif dan
menjadi memaksimalkan ruang sesempit ap pun agar bola dapat mengalir. Ketiga ialah moves (1
v 1) dengan tujuan agar si pemain dapat memaksimalkan duel, melakukan transisi dari
menyerang ke bertahan dan juga sebaliknya. Keempat adalah speed, melatih skill kecepatan baik
tanpa bola maupun dengan bola. Kelima adalah finishing yang bertujuan muara dari sebuah

penyerangan. Yang terakhir adalah group attack, grub garda terdepan untuk melakukan
penyerangan secara cepat.
Filsafat Progresivisme
Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya bergerak
maju. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata progresif diartikan sebagai
ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan sekarang; dan bertingkat-tingkat naik. Dengan
demikian, secara singkat progresif dapat dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju
perbaikan. Sering pula istilah progresivisme dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan.

Artinya progesivisme merupakan salah satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, yang
mana kemajuan ini akan membawa sebuah perubahan. Pendapat lain menyebutkan bahwa
progresivisme sebuah aliran yang mengingikan kemajuan-kemajuan secara cepat (Muhmidayeli,
2011:151).
Maka dapat dijabarkan bahwa aliran progresivisme adalah suatu aliran dalam filsafat
pendidikan yang menghendaki adanya perubahan secara cepat praktik pendidikan menuju ke
arah yang positif. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mebawa perubahan pada diri
peserta didik menjadi pribadi yang tangguh dan mampu menghadapi berbagai persolan serta
dapat menyesuikan diri dengan kehidupan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, progresivisme
sangat menghendaki adanya pemecahan masalah dalam proses pendidikan.
Taktik Sepakbola Wiel Coerver dan Progresivisme

Dalam pandangan progresivisme pendidikan merupakan suatu sarana atau alat yang
dipersiapkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik supaya tetap survive terhadap
semua tantangan kehidupannya yang secra praktis akan senantiasa mengalami kemajuan
(Muhmidayeli, 2011:156). Selain itu, proses pendidikan dilaksanakan berdasarkan pada asas
pragmatis. Artinya, pendidikan harus dapat memberikan kebermanfaatan bagi peserta didik,
terutama dalam menghadapi persoalan yang ada di lingkungan masyarakat.
Menurut progresivisme proses pendidikan memiliki dua segi, yaitu psikologis dan
sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya
yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan. Coerver menggunakan metode memahami
kemampuan setiap individu dengan menggunakan pengamatan. Ketika melatih timnas Indonesia,
Coerver dengan tegas mengatakan bahwa yang menjadi persoalan bukanlah urusan kehebatan
tim, tetapi individu yang tidak memiliki kepribadian.
Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus
dibimbingnya. Coerver memiliki piramida taktik yang dapat meningkatkan performa tim dari
sudut terkecil sekalipun. Melalui penerapan ini, Coerver mampu mengetahui setiap ukuran
kemampuan anggota tim yang ia latih.

Berdasarkan hal di atas, maka dalam sistem pendidikan Progressivisme ini sepakbola
seharusnya tidak hanya memfokuskan kepada power dan abilty, melainkan juga harus memiliki
fasilitas, strategi yang unggul, fisi dan misi yang jelas. Para anak didik juga memiliki wadah

untuk mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran mereka. Apa yang dilakukan oleh Coerver
ini juga menekankan aktivitas, informalitas dalam berlatih. Coerver meyakini bahwa anggota tim
yang ia latih akan belajar lebih baik ketika mereka dapat bergerak dan bekerja pada cara mereka
sendiri. Dalam pelaksanaan proses latihan, anggota tim dituntut untuk mengamati pergerakan
lawan maupun kawan dan juga berbagai pemain pro, bukan hanya dari satu pemain yang telah
ditentukan saja.
Dengan kata lain, menurut Nanuru (2013), bahwa pendidikan model Progressivisme ini
sangat menekankan bahwa si anak harus diajar menjadi seorang yang berdiri sendiri
(independen), menjadi seorang pemikir yang percaya diri. Dalam hal ini, si anak diarahkan untuk
belajar dan mempelajari persoalan-persoalan yang ia anggap paling menarik, yaitu dengan
memilih sendiri pokok persoalan yang hendak dipelajari, kemudian menetapkan defenisi bagi
dirinya sendiri atas persoalan yang sedang diteliti atau yang sedang dikerjakannya. Selanjutnya
ia akan mengekspresikan apa yang ia rasakan dan yang ia yakini. Peran sang guru di sini adalah
membantu murid untuk belajar dan mendisplinkan sang anak agar tetap konsekwen atas apa yang
telah ia pilih sebagai persoalan yang paling ia minati.

Daftar Pustaka
Gutek, Gerald Lee. 1974. Philosophical Alternatives in Education. Columbus, OHIO: Charles E.
Merril Publishing Company
Jalaluddin, H dan Idi, Abdullah. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Kennedy S. Eddward. 2014. Sepakbola Seribu Tafsir. Yogyakarta: Indie Book Corner.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Rafika Aditama.
Nanuru. F. Richardo. 2013. Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia. Jurnal
UNIERA Volume 2 Nomor 2