Hubungan Mesra Tentara dan Swasta
Relasi Militer Dengan Perusahaan Swasta
Analisis Hubungan PT. Toba Sejahtra dengan Luhut Binsar Panjaitan
Masyarakat Ekonomi
A Naufal Azizi
Cut Khairina Rizky
Ina Masruroh
Julio Evander Sakul
Muhammad Ikhlasul Affa
Reva Oktora
Departemen Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
2016
Pengantar: Kenapa Banyak Tentara Masuk Ke Dunia Bisnis?
Perkembangan militer di Indonesia sebagai pertahanan dan keamanan telah
melewati proses dan lika-liku yang panjang. Sejak masa kemerdekaan, ekstensi militer
semakin dikenal dan diyakini dapat mempersatukan Indonesia dari perpecahan dan
konflik dibelahan wilayah manapun. Untuk melakukan tugas yang sangat penting itu,
militer wajib memiliki perlengkapan dan prajurit yang memadai dan mampu
meibmberikan kesejahteraan bagi prajuritnya. Tetapi, dalam kenyataanya memang
banyak negara di Asia termasuk di Indonesia yang tidak mampu mendanai keperluan
tentara mereka, sehingga pada akhirnya memberikan wewenang kepada prajuritnya
untuk mencari dana sendiri, dari alasan inilah awal mula TNI merintis bisnis-bisnisnya.
Militer di Indonesia sebenarnya telah memiliki hubungan dengan urusan bisnis
sejak lama, bahkan dapat dilacak jelas ketika dimulainya revolusi kemerdekaan tahun
1945, dimana pada waktu itu, para komandan militer melakukan penyelundupan candu
dan komoditas lainnya untuk membiayai anggaran militer. Praktik penyelundupan karet,
kopi dan lainnya terus terjadi sepanjang dekade 1950-an. Kemudian, bersamaan dengan
memanasnya konflik dengan Belanda karena isu Irian Barat, pemerintah memberikan
sinyal darurat perang dan mulai melakukan nasionalisasi aset Negara atas perusahaanperusahaan Belanda pada tahun 1957. Hal ini juga merupakan titik masuknya militer ke
dalam bisnis skala besar.
Perwira dan penjabat militer bahkan tidak sedikit memiliki posisi penting pada
perusahaan perkebunan, pertambangan, perbankan dan sebagainya. Faktanya di
lapangan, militer memiliki pemasukan dana diluar APBN yang sangat sulit dikontrol
karena sifat mereka yang tertutup dan cenderung menganggap diri mereka istimewa
sebab citra mereka yang penting terhadap keamanan Negara Indonesia. Terlebih,
sebagian besar penghasilan dari bisnis-bisnis semacam ini langsung masuk ke kantong
para komandan, unit-unit tertentu, atau para prajurit. Dana-dana yang dikatakan akan
digunakan untuk mendukung kesejahteraan prajurit itu seringkali hanya digunakan
untuk memperkaya diri pribadi. Dengan kemampuan yang mereka miliki tersebut,
terkadang keterlibatan perwira angkatan darat dalam bisnis pada dasarnya akan memicu
2
perselisihan, penyalahgunaan kekuasaan, kriminalitas, dan pelanggaran hak asasi
manusia.1
Sejak pembantaian massal terhadap PKI oleh militer sebagai bentuk pertahanan
terhadap Negara dan turunnya Presiden Soekarno dalam jabatan presiden membuat
perilaku militer semakin tidak terkontrol. Para komandan militer mulai menjalankan
kegiatan bisnis mereka dengan mendirikan perusahaan-perusahaan milik militer.
Muncullah “Jenderal-Jenderal Finansial” yang berasal dari seksi Finek (Finansial dan
Ekonomi) di Angkatan Darat. Mereka kini mempunyai akses hampir tak terbatas
terhadap sumber-sumber daya dan fasilitas milik negara serta kekuasaan atas alokasi
lisensi impor-ekspor, konsesi hutan dan kontrak-kontrak negara.
Pada masa orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, militer Indonesia
dikenal dengan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang ikut serta dalam
dunia politik di Indonesia. Keterlibatan militer dalam politik Indonesia adalah bagian
dari penerapan konsep Dwifungsi ABRI yang kelewat menyimpang dari konsep
awalnya. Pada masa ini banyak sekali orang-orang militer ditempatkan di berbagai
perusahaan dan instansi pemerintahan. Di lembaga legislatif, ABRI mempunyai fraksi
sendiri di Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang
anggota-anggotanya diangkat tidak melalui proses pemilu. Dari hal tersebut, akhirnya
militer memiliki peran yang penting diberbagai bidang pertahanan, politik maupun
ekonomi di Indonesia. 2
Untuk bidang ekonomi sendiri, menurut ICW (Indonesia Corruption Watch):
bisnis militer sejak saat itu terdiri dari tiga jenis. Pertama, bisnis institusional atau
formal; kedua, bisnis non-institusional atau non-formal, dan ketiga, bisnis criminal
economy, yang tidak diakui keberadaannya tetapi tetap eksis. Setelah lahirnya
reformasi, terjadilah revolusi militer yang membuat tentara harus melepaskan fungsi
politiknya dan memberikan bisnisnya kepada negara.
]Setelah tenggat waktu tahun 2009, pihak militer menyatakan sudah tidak lagi
mempunyai bisnisnya sendiri secara langsung. Tetapi, militer kini membuat kekayaan
dengan cara lain, seperti lewat penyewaan lahan kepada perusahaan-perusahaan swasta,
1 Seorang aktivis hak asasi manusia Indonesia (yang tidak mau disebutkan namanya), lewat surat elektronik kepada
Human Rights Watch, 26 September 2005
2 https://sites.google.com/site/allabouttni/perkembangan-dari-masa-kemasa
3
memajaki perusahaan-perusahaan dengan jasa keamanan, serta memiliki saham di
perusahaan-perusahaan yang secara tidak langsung lewat yayasan dan koperasi, dan
pastinya bekerja sama dengan pengusaha dan konglomerat tertentu. Dengan adanya
koneksi terhadap militer, perjalanan perusahaan dapat berjalan lebih mudah dan sukses
karena adanya fungsi pengamanan yang dimilikinya. Dengan adanya dukungan militer,
permasalahan seperti persoalan perijinan dan kerumitan birokrasi bisa diatasi dengan
mudah. Sehingga, relasi yang ditimbulkan adalah relasi dengan logika mutualisme
(saling menguntungkan).
Namun, kerjasama perusahaan dengan militer tidak berhenti setelah Orde Baru
runtuh. Kerjasama antara pengusaha dengan militer tetap saja berjalan meskipun Dwi
Fungsi ABRI sudah dihapuskan serta larangan berkegiatan bisnis bagi para tentara
diterapkan melalui UU Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 39 tentang Tentara Nasional
Indoensia. Hal tersebut bisa terjadi karena kenyataannya, masih banyak petinggi militer
maupun purnawirawan militer yang mempunyai kekuasaan di dalam pemerintah. Hal
tersebut tentu masih menguntungkan bagi perusahaan untuk melakukan kerjasama
dengan pihak militer. Contoh mudahnya, mantan jenderal bintang empat TNI AD, Luhut
Binsar Panjaitan, yang saat ini menjabat sebagai Menko Bidang Kemaritiman yang juga
pemegang saham utama dan pendiri PT. Toba Sejahtra yang bergerak di bidang energi
dan perkebunan.
Luhut Binsar Panjaitan dan Hubungannya Dengan PT Toba Sejahtra
Luhut Binsar Panjaitan. Jenderal TNI yang kini tengah menjabat sebagai
Menteri Koordinator dan Kemaritiman Republik Indonesia yang ke-5 ini, sudah sangat
berpengalaman baik di bidang ekonomi, politik, maupun militer. Meskipun banyak
rutinitas dan kesibukan yang dijalaninya, tidak ada yang meragukan kinerja mantan
jenderal bintang empat yang dinilai efektif dan efisien dalam mengerjakan tugas ini.
Kariernya yang cemerlang itu dimulai ketika Presiden B.J. Habibie
mengangkatnya sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Singapura pada
tahun 1999. Ia dinilai sukses ketika ia mampu mengatasi hubungan kedua negara yang
sempat terganggu dengan diplomasi yang baik. Ia pun dipercaya untuk menjabat pada
4
masa pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Perdagangan dan
Industri Republik Indonesia untuk periode yang sangat singkat –yaitu selama satu
tahun– sama singkatnya dengan masa pemerintahan usia presiden tersebut.
Karier Luhut semakin cemerlang ketika pada masa pemerintahan Presiden Joko
Widodo, pada tanggal 31 Desember 2014, ia dipercaya untuk memangku amanah
sebagai Kepala Staff Kepresidenan Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Joko
Widodo, ia telah mengalami berkali-kali ganti jabatan politik. Pada tanggal 12 Agustus
2015, ia dilantik sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,
dan kini ia menjabat sebagai Menteri Koordinator dan Kemaritiman Republik Indonesia
yang dilantik pada 27 Juli 2016. Dengan banyaknya jabatan politik yang pernah ia
pangku tersebut, lengkaplah pengalaman Luhut Binsar Panjaitan dalam sektor
keamanan, politik, dan hukum, meskipun secara formal ia pernah menjabat sebagai
Menko Polhukam.
Disamping jabatan politik yang pernah dipangkunya, Jenderal bintang empat
yang berasal dari tanah Tapanuli ini menjelma sebagai pebisnis handal dengan
mendirikan PT Toba Bara Sejahtra, dan memiliki kurang kebih 99,8% saham di
perusahaan tersebut. Perusahaan yang didirikannya pada tahun 2004 ini bergerak pada
empat fokus utama, yaitu batu bara dan pertambangan, minyak dan gas, pembangkit
listrik swasta, serta perkebunan dan kehutanan. Perusahaan ini berambisi untuk
mengembangkan
bisnis
di
setiap
area,
baik
dengan
pertumbuhan
organik,
pengembangan baru, maupun melalui akuisisi bisnis dengan orientasi pertambahan
nilai. Toba Bara Sejahtra Grup ini membagi anak perusahannya menjadi enam bagian,
yaitu Toba Coal and Mining, Toba Oil and Gas, Toba Power, Toba Perkebunan dan
Kehutanan, Toba Industry and Property, dan Infrastructure.
Perusahaan ini ternyata sangat berkembang pesat meskipun dapat dikatakan
perusahaan yang masih seumur jagung jika dibandingkan dengan perusahaan serupa
yang bergerak di bidang yang sama. Selain menjalankan PT Toba Bara Sejahtra, Luhut
juga menjalankan sejumlah 16 afilisasi perusahaan lainnya yang bergerak dalam bidang
properti dan bisnis manufaktur. Dalam perjalanannya, PT Toba Bara Sejahtra tercatat
telah meraup penjualan sebanyak Rp 1 Triliun. Forbes mencatat kapitalisasi perusahaan
ini mencapai Rp 1,8 Triliun. Pada sektor batu bara, Luhut telah memiliki empat konsesi
5
penambangan batu bara dengan produksi gabungan lebih dari 5,5 juta metrik ton pada
tahun 2011 melalui PT Toba Bara Sejahtra. Total penjualan terus meningkat pada tahun
2012 hingga mencapai total penjualan sebesar US$397 Juta atau sekitar Rp 4,3 Triliun
dengan total aset US$261 juta atau setara dengan Rp 2,9 Triliun. Laba bersih
perusahaan tercatat sebesar US$11,9 juta atau setara dengan Rp 130 miliar.
Luhut pun memperluas ladang bisnisnya dengan menjadi kontraktor ladang
minyak dan gas di Block South East Madura seluas 4.567 km2. Ladang minyak ini
dikelola oleh PT Energy Mineral Langgeng dan diperkirakan memiliki potensi sumber
daya sebesar 2 miliar barel minyak dan 593 miliar kaki kubik barel. Adapun pembangkit
listrik independen yang dikelola Luhut memiliki kapasitas 2 X 15 MW berlokasi di
Palu, Sulawesi Tengah. Pembangkit yang dikelola oleh PT Pusaka Jaya Palu Power ini
telah meneken kontrak dengan PLN untuk pembelian listrik hingga 25 tahun terhitung
sejak 2007.
Dengan latar belakang militer yang dimilikinya, di Toba Bara Sejahtra Luhut
menerapkan gaya dan strategi militer yang diadaptasi dari praktik militer yaitu sepertiga
waktu adalah milik komandan, dan sisanya adalah waktu anak buah, yang artinya
membutuhkan teamwork yang kompak dan solid. Sehingga usahanya berjalan dengan
sangat baik, berkembang dengan pesat, sehingga menghasilkan perusahaan teratas dan
sukses.
Selain itu, di dunia politik yang kini tengah digelutinya, ia dikenal sangat akrab
dengan pengusaha sekaligus politikus Aburizal Bakrie, yang kini tengah menjabat
sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa Aburizal
Bakrie juga menggeluti dunia bisnis yang sama dengan Luhut, dan perusahaan
keduanya dikenal sering melakukan kerjasama. Sehingga tak heran jika Luhut dapat
melenggangkan kekuasaan bisnisnya secara cepat, ia memiliki banyak relasi pelaku
bisnis sekaligus politikus. Mungkin saja, dengan kekuatan diplomasi yang ia gunakan
ketika ia menjabat sebagai Dubes RI untuk Singapura berhasil diterapkan sehingga ia
sangat sukses di dunia bisnis maupun dunia politik saat ini. Namun, diluar konteks dari
itu semua. Masih adakah keterlekatan antara Luhut Binsar Panjaitan dengan pihak
militer untuk melanggengkan praktik bisnisnya? Atau jangan-jangan, hal ini bukan
6
rahasia umum lagi, bahwa sehabis ‘pensiun’ dari militer, kegiatan yang dilakukan
selanjutnya adalah berbisnis atau paling mentok menjadi pemangku kebijakan?
Suksesnya Bisnis Purnawirawan Dan Sosok Militer Di Belakangnya
Kami akan membuka analisis singkat ini dengan potongan tulisan yang kami
kutip dari laman tirto.com yang mengatakan bahwa, “keberadaan para jenderal
purnawirawan dalam posisi elite sebuah entitas bisnis sudah muncul sejak era 1960-an.
Ada permintaan, ada penawaran. Entitas bisnis membutuhkan kehadiran pak jenderal.
Sementara
pak
jenderal
juga
diuntungkan
karena
bayarannya
yang
cukup
menggiurkan.” Kutipan yang menggelitik dari tirto.com di atas seakan memberikan
pemahaman kepada kita, bahwa logika mutualisme yang digunakan jenderal yang
masuk ke dunia bisnis dilakukan dalam keadaan sadar, bukan karena paksaan.
Berbohong kiranya ketika seorang pengusaha dan politisi sekaligus seorang jenderal
purnawirawan tidak menyadari kasus dugaan suap Rancangan Perda Reklamasi Teluk
Jakarta tersebut kepada dirinya. Munculnya nama Letjen TNI Mar (Purn) Nano
Sampono tidak terlalu mengejutkan. Sebab, jenderal yang sedang saat ini menjabat
sebagai Presiden Direktur PT Kapuk Naga Indah –perusahaan pengembang yang
mendapat hak reklamasi di pesisir pantai utara Jakarta– juga berposisi sebagai anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Sebenarnya, keterlibatan seorang pensiunan jenderal TNI di dalam dunia bisnis
memang bukanlah barang barru. Termasuk keberadaan para jenderal di posisi-posisi
strategis sebuah perusahaan. Selain Nono Sampono yang masuk ke perusahaan milik
Aguan, tercatat beberapa nama jenderal lain. Tiga mantan Panglima TNI bahkan juga
tercatat ikut terjun dalam dunia bisnis. Sebut saja Jenderal Endriantono Sutarto (69),
Panglima TNI periode 2002-2006, yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama
Bank Pundi milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo. Sebenarnya begitu pensiun di tahun
2006, Endriartono sempat menjadi Komisaris Utama PT Pertamina Tbk.
Mantan Panglima TNI lainnya, Marsekal TNI Djoko Suyanto (65) yang
menjabat periode 2006-2007, pernah digaet taipan Edwin Soeryadjaya untuk menjadi
komisaris independen di PT Adaro. Djoko memang sempat melepas jabatannya di
Adaro begitu diangkat Presiden SBY menjadi Menko Polhukam di Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid II. Namun, begitu SBY lengser, Djoko pada 17 Maret –seperti ditulis situs
7
Bursa Efek Indonesia– pernyataan bersedia diangkat menjadi Presiden Komisaris dan
Komisaris Independen PT Chandra Asri Petrochemical milik Prajogo Pangestu.
Salah satu Panglima TNI lainnya yang juga terjun ke dunia bisnis adalah
Laksamana TNI Agus Suhartono (61) yang menjabat periode 2010-2013. Agus tercatat
sebagai Presiden Komisaris di PT Tambang Batubara Bukit Asam, BUMN yang berada
di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Beberapa senior ketiga jenderal di atas yang juga terjun ke bisnis, tak boleh
dilupakan Jenderal AM Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
periode 2001-2004. Selain menjadi Komisaris di PT Carrefour Indonesia sejak 2010,
Hendro juga menjabat sebagai CEO PT Adhiperkasa Citra Lesatari dan chairman di PT
Andalusia Bumi Pertiwi. Jika Carrefour milik konglomerat Chairul Tanjung, dua
perusahaan lainnya milik Hendro secara pribadi.
Secara ringkas, tirto.com menuliskannya dalam gambar berikut
8
Dari gambar dan data di atas, kita dapat melihat bahwa hubungan timbal balik
antara pensiunan jenderal TNI dengan pebisnis dan konglomerat Indonesia adalah hal
yang lumrah. Hal ini dapat kita pahami dengan melihat asumsi bahwa dengan masuknya
purnawirawan ke dalam posisi penting pemerintahan yang dibarengi dengan masuknya
ke dalam dunia bisnis swasta dengan berkolaborasi dengan para konglomerat, secara
tidak langsung akan menciptakan rasa aman tersendiri bagi perusahaan yang
dikepalainya –karena yang memimpin adalah mantan TNI, maka otomatis uang yang
beredar aman, dan tidak ada tindak penyelewengan. Hal ini juga berakibat “sulitnya”
pihak keamanan yang berwajib (KPK dan Polri) dalam mengaudit uang yang beredar
karena selain posisi mereka yang penting di pemerintahan, juga mereka “mantan”
jenderal TNI di Indonesia. Begitu pula pada apa yang kita bahas, Luhut Binsar Panjaitan
yang kini menjabat Menko Kemaritiman Indonesia Periode 2016-2019.
Kesimpulan
Melihat penjelasan yang kami paparkan di atas, kita dapat menarik benang
merah kasusnya, yaitu Kongkalikong antara para jenderal purnawirawan TNI AD
dengan pebisnis/konglomerat nasional adalah hal yang lumrah dan sering terjadi di
negeri kita dengan asumsi bahwa mereka dapat “melindungi” aset perusahan. Lebihlebih jika perusahaan itu didirikan sendiri oleh purnawirawan jenderal TNI AD, seperti
halnya Luhut Binsar Panjaitan yang mendirikan PT. Toba Sejahtra yang menguasai
98.98% saham perusahaan. Selain itu, logika mutualisme yang diciptakan akibat
banyaknya “hobi” jenderal setelah pensiun masuk ke dalam dunia politik dan bisnis
yang
mana
kemudian
berkolaborasi
dengan
pebisnis/konglomerasi
nasional
menciptakan hukum ekonomi dasar yang mana jika ada permintaan juga akan ada
penawaran.
Sejatinya keberadaan jenderal di posisi strategis perusahaan sudah muncul sejak
era 1960-an. Keberadaan para jenderal di sebuah entitas bisnis, memang tak bias
dilepaskan dari kepentingan para konglomerta pemilik perusahaan. Dengan hal seperti
9
ini, perusahaan akan merasa lebih aman. Selain itu, keberadaan para jenderal yang
memiliki relasi luas juga bisa diharapkan dapat membuka akses bagi perusahaan itu
sendiri.
References
Bisnis.com. (2013, November 3). Industri. Retrieved November 26, 2016, from
http://industri.bisnis.com/read/20131103/44/184423/inilah-16-perusahaan-milikluhut-pandjaitan
DW. (n.d.). Mutualisme Dwifungsi Tentara dan Pengusaha Dulu dan Sekarang. Retrieved from
DW: http://www.dw.com/id/mutualisme-dwifungsi-tentara-dan-pengusaha-dulu-dansekarang/a-18889820
ICW. (2004). Bisnis Militer Mencari Legitimasi. Retrieved from Academia:
https://www.academia.edu/6991941/Bisnis_Militer_Mencari_Legitimasi?
auto=download
Merdeka.com. (n.d.). Luhut panjaitan. Retrieved from Profil.merdeka:
http://profil.merdeka.com/indonesia/l/luhut-panjaitan/
Setiawan, B. (2016, Oktober 24). Reformasi Militer Di Bidang Bisnis, Kapan Dituntaskan?
Retrieved from Indoprogress: http://indoprogress.com/2016/10/reformasi-militer-dibidang-bisnis-kapan-dituntaskan/
Sukirno. (2013, November 3). Inilah 16 Perusahaan Milik Luhut Pandjaitan. Retrieved from
Industri.Bisnis: http://industri.bisnis.com/read/20131103/44/184423/inilah-16perusahaan-milik-luhut-pandjaitan
Sukirno. (2013, November 3). Inilah Gurita Bisnis Toba Sejahtra Milik Luhut Pandjaitan.
Retrieved from Industri.Bisnis:
http://industri.bisnis.com/read/20131103/44/184408/inilah-gurita-bisnis-tobasejahtera-milik-luhut-pandjaitanTirto.id. (n.d.). Ketika Para Jenderal (Terpaksa) Mencari "Sampingan". Retrieved from Tirto.id:
https://tirto.id/ketika-para-jenderal--terpaksa--mencari-sampingan-bwvC#
Toba Bara. (2004). Profil Pemegang Saham Utama. Retrieved from Tobabara:
http://www.tobabara.com/id/sekilas-perusahaan/profil-pemegang-saham-utama.php
Wikipedia. (2016, November 5). Tentara Nasional Indonesia dari Masa ke Masa. Retrieved from
Wikipedia: https://sites.google.com/site/allabouttni/perkembangan-dari-masa-kemasa
10
11
Analisis Hubungan PT. Toba Sejahtra dengan Luhut Binsar Panjaitan
Masyarakat Ekonomi
A Naufal Azizi
Cut Khairina Rizky
Ina Masruroh
Julio Evander Sakul
Muhammad Ikhlasul Affa
Reva Oktora
Departemen Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
2016
Pengantar: Kenapa Banyak Tentara Masuk Ke Dunia Bisnis?
Perkembangan militer di Indonesia sebagai pertahanan dan keamanan telah
melewati proses dan lika-liku yang panjang. Sejak masa kemerdekaan, ekstensi militer
semakin dikenal dan diyakini dapat mempersatukan Indonesia dari perpecahan dan
konflik dibelahan wilayah manapun. Untuk melakukan tugas yang sangat penting itu,
militer wajib memiliki perlengkapan dan prajurit yang memadai dan mampu
meibmberikan kesejahteraan bagi prajuritnya. Tetapi, dalam kenyataanya memang
banyak negara di Asia termasuk di Indonesia yang tidak mampu mendanai keperluan
tentara mereka, sehingga pada akhirnya memberikan wewenang kepada prajuritnya
untuk mencari dana sendiri, dari alasan inilah awal mula TNI merintis bisnis-bisnisnya.
Militer di Indonesia sebenarnya telah memiliki hubungan dengan urusan bisnis
sejak lama, bahkan dapat dilacak jelas ketika dimulainya revolusi kemerdekaan tahun
1945, dimana pada waktu itu, para komandan militer melakukan penyelundupan candu
dan komoditas lainnya untuk membiayai anggaran militer. Praktik penyelundupan karet,
kopi dan lainnya terus terjadi sepanjang dekade 1950-an. Kemudian, bersamaan dengan
memanasnya konflik dengan Belanda karena isu Irian Barat, pemerintah memberikan
sinyal darurat perang dan mulai melakukan nasionalisasi aset Negara atas perusahaanperusahaan Belanda pada tahun 1957. Hal ini juga merupakan titik masuknya militer ke
dalam bisnis skala besar.
Perwira dan penjabat militer bahkan tidak sedikit memiliki posisi penting pada
perusahaan perkebunan, pertambangan, perbankan dan sebagainya. Faktanya di
lapangan, militer memiliki pemasukan dana diluar APBN yang sangat sulit dikontrol
karena sifat mereka yang tertutup dan cenderung menganggap diri mereka istimewa
sebab citra mereka yang penting terhadap keamanan Negara Indonesia. Terlebih,
sebagian besar penghasilan dari bisnis-bisnis semacam ini langsung masuk ke kantong
para komandan, unit-unit tertentu, atau para prajurit. Dana-dana yang dikatakan akan
digunakan untuk mendukung kesejahteraan prajurit itu seringkali hanya digunakan
untuk memperkaya diri pribadi. Dengan kemampuan yang mereka miliki tersebut,
terkadang keterlibatan perwira angkatan darat dalam bisnis pada dasarnya akan memicu
2
perselisihan, penyalahgunaan kekuasaan, kriminalitas, dan pelanggaran hak asasi
manusia.1
Sejak pembantaian massal terhadap PKI oleh militer sebagai bentuk pertahanan
terhadap Negara dan turunnya Presiden Soekarno dalam jabatan presiden membuat
perilaku militer semakin tidak terkontrol. Para komandan militer mulai menjalankan
kegiatan bisnis mereka dengan mendirikan perusahaan-perusahaan milik militer.
Muncullah “Jenderal-Jenderal Finansial” yang berasal dari seksi Finek (Finansial dan
Ekonomi) di Angkatan Darat. Mereka kini mempunyai akses hampir tak terbatas
terhadap sumber-sumber daya dan fasilitas milik negara serta kekuasaan atas alokasi
lisensi impor-ekspor, konsesi hutan dan kontrak-kontrak negara.
Pada masa orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, militer Indonesia
dikenal dengan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang ikut serta dalam
dunia politik di Indonesia. Keterlibatan militer dalam politik Indonesia adalah bagian
dari penerapan konsep Dwifungsi ABRI yang kelewat menyimpang dari konsep
awalnya. Pada masa ini banyak sekali orang-orang militer ditempatkan di berbagai
perusahaan dan instansi pemerintahan. Di lembaga legislatif, ABRI mempunyai fraksi
sendiri di Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang
anggota-anggotanya diangkat tidak melalui proses pemilu. Dari hal tersebut, akhirnya
militer memiliki peran yang penting diberbagai bidang pertahanan, politik maupun
ekonomi di Indonesia. 2
Untuk bidang ekonomi sendiri, menurut ICW (Indonesia Corruption Watch):
bisnis militer sejak saat itu terdiri dari tiga jenis. Pertama, bisnis institusional atau
formal; kedua, bisnis non-institusional atau non-formal, dan ketiga, bisnis criminal
economy, yang tidak diakui keberadaannya tetapi tetap eksis. Setelah lahirnya
reformasi, terjadilah revolusi militer yang membuat tentara harus melepaskan fungsi
politiknya dan memberikan bisnisnya kepada negara.
]Setelah tenggat waktu tahun 2009, pihak militer menyatakan sudah tidak lagi
mempunyai bisnisnya sendiri secara langsung. Tetapi, militer kini membuat kekayaan
dengan cara lain, seperti lewat penyewaan lahan kepada perusahaan-perusahaan swasta,
1 Seorang aktivis hak asasi manusia Indonesia (yang tidak mau disebutkan namanya), lewat surat elektronik kepada
Human Rights Watch, 26 September 2005
2 https://sites.google.com/site/allabouttni/perkembangan-dari-masa-kemasa
3
memajaki perusahaan-perusahaan dengan jasa keamanan, serta memiliki saham di
perusahaan-perusahaan yang secara tidak langsung lewat yayasan dan koperasi, dan
pastinya bekerja sama dengan pengusaha dan konglomerat tertentu. Dengan adanya
koneksi terhadap militer, perjalanan perusahaan dapat berjalan lebih mudah dan sukses
karena adanya fungsi pengamanan yang dimilikinya. Dengan adanya dukungan militer,
permasalahan seperti persoalan perijinan dan kerumitan birokrasi bisa diatasi dengan
mudah. Sehingga, relasi yang ditimbulkan adalah relasi dengan logika mutualisme
(saling menguntungkan).
Namun, kerjasama perusahaan dengan militer tidak berhenti setelah Orde Baru
runtuh. Kerjasama antara pengusaha dengan militer tetap saja berjalan meskipun Dwi
Fungsi ABRI sudah dihapuskan serta larangan berkegiatan bisnis bagi para tentara
diterapkan melalui UU Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 39 tentang Tentara Nasional
Indoensia. Hal tersebut bisa terjadi karena kenyataannya, masih banyak petinggi militer
maupun purnawirawan militer yang mempunyai kekuasaan di dalam pemerintah. Hal
tersebut tentu masih menguntungkan bagi perusahaan untuk melakukan kerjasama
dengan pihak militer. Contoh mudahnya, mantan jenderal bintang empat TNI AD, Luhut
Binsar Panjaitan, yang saat ini menjabat sebagai Menko Bidang Kemaritiman yang juga
pemegang saham utama dan pendiri PT. Toba Sejahtra yang bergerak di bidang energi
dan perkebunan.
Luhut Binsar Panjaitan dan Hubungannya Dengan PT Toba Sejahtra
Luhut Binsar Panjaitan. Jenderal TNI yang kini tengah menjabat sebagai
Menteri Koordinator dan Kemaritiman Republik Indonesia yang ke-5 ini, sudah sangat
berpengalaman baik di bidang ekonomi, politik, maupun militer. Meskipun banyak
rutinitas dan kesibukan yang dijalaninya, tidak ada yang meragukan kinerja mantan
jenderal bintang empat yang dinilai efektif dan efisien dalam mengerjakan tugas ini.
Kariernya yang cemerlang itu dimulai ketika Presiden B.J. Habibie
mengangkatnya sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Singapura pada
tahun 1999. Ia dinilai sukses ketika ia mampu mengatasi hubungan kedua negara yang
sempat terganggu dengan diplomasi yang baik. Ia pun dipercaya untuk menjabat pada
4
masa pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Perdagangan dan
Industri Republik Indonesia untuk periode yang sangat singkat –yaitu selama satu
tahun– sama singkatnya dengan masa pemerintahan usia presiden tersebut.
Karier Luhut semakin cemerlang ketika pada masa pemerintahan Presiden Joko
Widodo, pada tanggal 31 Desember 2014, ia dipercaya untuk memangku amanah
sebagai Kepala Staff Kepresidenan Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Joko
Widodo, ia telah mengalami berkali-kali ganti jabatan politik. Pada tanggal 12 Agustus
2015, ia dilantik sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,
dan kini ia menjabat sebagai Menteri Koordinator dan Kemaritiman Republik Indonesia
yang dilantik pada 27 Juli 2016. Dengan banyaknya jabatan politik yang pernah ia
pangku tersebut, lengkaplah pengalaman Luhut Binsar Panjaitan dalam sektor
keamanan, politik, dan hukum, meskipun secara formal ia pernah menjabat sebagai
Menko Polhukam.
Disamping jabatan politik yang pernah dipangkunya, Jenderal bintang empat
yang berasal dari tanah Tapanuli ini menjelma sebagai pebisnis handal dengan
mendirikan PT Toba Bara Sejahtra, dan memiliki kurang kebih 99,8% saham di
perusahaan tersebut. Perusahaan yang didirikannya pada tahun 2004 ini bergerak pada
empat fokus utama, yaitu batu bara dan pertambangan, minyak dan gas, pembangkit
listrik swasta, serta perkebunan dan kehutanan. Perusahaan ini berambisi untuk
mengembangkan
bisnis
di
setiap
area,
baik
dengan
pertumbuhan
organik,
pengembangan baru, maupun melalui akuisisi bisnis dengan orientasi pertambahan
nilai. Toba Bara Sejahtra Grup ini membagi anak perusahannya menjadi enam bagian,
yaitu Toba Coal and Mining, Toba Oil and Gas, Toba Power, Toba Perkebunan dan
Kehutanan, Toba Industry and Property, dan Infrastructure.
Perusahaan ini ternyata sangat berkembang pesat meskipun dapat dikatakan
perusahaan yang masih seumur jagung jika dibandingkan dengan perusahaan serupa
yang bergerak di bidang yang sama. Selain menjalankan PT Toba Bara Sejahtra, Luhut
juga menjalankan sejumlah 16 afilisasi perusahaan lainnya yang bergerak dalam bidang
properti dan bisnis manufaktur. Dalam perjalanannya, PT Toba Bara Sejahtra tercatat
telah meraup penjualan sebanyak Rp 1 Triliun. Forbes mencatat kapitalisasi perusahaan
ini mencapai Rp 1,8 Triliun. Pada sektor batu bara, Luhut telah memiliki empat konsesi
5
penambangan batu bara dengan produksi gabungan lebih dari 5,5 juta metrik ton pada
tahun 2011 melalui PT Toba Bara Sejahtra. Total penjualan terus meningkat pada tahun
2012 hingga mencapai total penjualan sebesar US$397 Juta atau sekitar Rp 4,3 Triliun
dengan total aset US$261 juta atau setara dengan Rp 2,9 Triliun. Laba bersih
perusahaan tercatat sebesar US$11,9 juta atau setara dengan Rp 130 miliar.
Luhut pun memperluas ladang bisnisnya dengan menjadi kontraktor ladang
minyak dan gas di Block South East Madura seluas 4.567 km2. Ladang minyak ini
dikelola oleh PT Energy Mineral Langgeng dan diperkirakan memiliki potensi sumber
daya sebesar 2 miliar barel minyak dan 593 miliar kaki kubik barel. Adapun pembangkit
listrik independen yang dikelola Luhut memiliki kapasitas 2 X 15 MW berlokasi di
Palu, Sulawesi Tengah. Pembangkit yang dikelola oleh PT Pusaka Jaya Palu Power ini
telah meneken kontrak dengan PLN untuk pembelian listrik hingga 25 tahun terhitung
sejak 2007.
Dengan latar belakang militer yang dimilikinya, di Toba Bara Sejahtra Luhut
menerapkan gaya dan strategi militer yang diadaptasi dari praktik militer yaitu sepertiga
waktu adalah milik komandan, dan sisanya adalah waktu anak buah, yang artinya
membutuhkan teamwork yang kompak dan solid. Sehingga usahanya berjalan dengan
sangat baik, berkembang dengan pesat, sehingga menghasilkan perusahaan teratas dan
sukses.
Selain itu, di dunia politik yang kini tengah digelutinya, ia dikenal sangat akrab
dengan pengusaha sekaligus politikus Aburizal Bakrie, yang kini tengah menjabat
sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa Aburizal
Bakrie juga menggeluti dunia bisnis yang sama dengan Luhut, dan perusahaan
keduanya dikenal sering melakukan kerjasama. Sehingga tak heran jika Luhut dapat
melenggangkan kekuasaan bisnisnya secara cepat, ia memiliki banyak relasi pelaku
bisnis sekaligus politikus. Mungkin saja, dengan kekuatan diplomasi yang ia gunakan
ketika ia menjabat sebagai Dubes RI untuk Singapura berhasil diterapkan sehingga ia
sangat sukses di dunia bisnis maupun dunia politik saat ini. Namun, diluar konteks dari
itu semua. Masih adakah keterlekatan antara Luhut Binsar Panjaitan dengan pihak
militer untuk melanggengkan praktik bisnisnya? Atau jangan-jangan, hal ini bukan
6
rahasia umum lagi, bahwa sehabis ‘pensiun’ dari militer, kegiatan yang dilakukan
selanjutnya adalah berbisnis atau paling mentok menjadi pemangku kebijakan?
Suksesnya Bisnis Purnawirawan Dan Sosok Militer Di Belakangnya
Kami akan membuka analisis singkat ini dengan potongan tulisan yang kami
kutip dari laman tirto.com yang mengatakan bahwa, “keberadaan para jenderal
purnawirawan dalam posisi elite sebuah entitas bisnis sudah muncul sejak era 1960-an.
Ada permintaan, ada penawaran. Entitas bisnis membutuhkan kehadiran pak jenderal.
Sementara
pak
jenderal
juga
diuntungkan
karena
bayarannya
yang
cukup
menggiurkan.” Kutipan yang menggelitik dari tirto.com di atas seakan memberikan
pemahaman kepada kita, bahwa logika mutualisme yang digunakan jenderal yang
masuk ke dunia bisnis dilakukan dalam keadaan sadar, bukan karena paksaan.
Berbohong kiranya ketika seorang pengusaha dan politisi sekaligus seorang jenderal
purnawirawan tidak menyadari kasus dugaan suap Rancangan Perda Reklamasi Teluk
Jakarta tersebut kepada dirinya. Munculnya nama Letjen TNI Mar (Purn) Nano
Sampono tidak terlalu mengejutkan. Sebab, jenderal yang sedang saat ini menjabat
sebagai Presiden Direktur PT Kapuk Naga Indah –perusahaan pengembang yang
mendapat hak reklamasi di pesisir pantai utara Jakarta– juga berposisi sebagai anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Sebenarnya, keterlibatan seorang pensiunan jenderal TNI di dalam dunia bisnis
memang bukanlah barang barru. Termasuk keberadaan para jenderal di posisi-posisi
strategis sebuah perusahaan. Selain Nono Sampono yang masuk ke perusahaan milik
Aguan, tercatat beberapa nama jenderal lain. Tiga mantan Panglima TNI bahkan juga
tercatat ikut terjun dalam dunia bisnis. Sebut saja Jenderal Endriantono Sutarto (69),
Panglima TNI periode 2002-2006, yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama
Bank Pundi milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo. Sebenarnya begitu pensiun di tahun
2006, Endriartono sempat menjadi Komisaris Utama PT Pertamina Tbk.
Mantan Panglima TNI lainnya, Marsekal TNI Djoko Suyanto (65) yang
menjabat periode 2006-2007, pernah digaet taipan Edwin Soeryadjaya untuk menjadi
komisaris independen di PT Adaro. Djoko memang sempat melepas jabatannya di
Adaro begitu diangkat Presiden SBY menjadi Menko Polhukam di Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid II. Namun, begitu SBY lengser, Djoko pada 17 Maret –seperti ditulis situs
7
Bursa Efek Indonesia– pernyataan bersedia diangkat menjadi Presiden Komisaris dan
Komisaris Independen PT Chandra Asri Petrochemical milik Prajogo Pangestu.
Salah satu Panglima TNI lainnya yang juga terjun ke dunia bisnis adalah
Laksamana TNI Agus Suhartono (61) yang menjabat periode 2010-2013. Agus tercatat
sebagai Presiden Komisaris di PT Tambang Batubara Bukit Asam, BUMN yang berada
di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Beberapa senior ketiga jenderal di atas yang juga terjun ke bisnis, tak boleh
dilupakan Jenderal AM Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
periode 2001-2004. Selain menjadi Komisaris di PT Carrefour Indonesia sejak 2010,
Hendro juga menjabat sebagai CEO PT Adhiperkasa Citra Lesatari dan chairman di PT
Andalusia Bumi Pertiwi. Jika Carrefour milik konglomerat Chairul Tanjung, dua
perusahaan lainnya milik Hendro secara pribadi.
Secara ringkas, tirto.com menuliskannya dalam gambar berikut
8
Dari gambar dan data di atas, kita dapat melihat bahwa hubungan timbal balik
antara pensiunan jenderal TNI dengan pebisnis dan konglomerat Indonesia adalah hal
yang lumrah. Hal ini dapat kita pahami dengan melihat asumsi bahwa dengan masuknya
purnawirawan ke dalam posisi penting pemerintahan yang dibarengi dengan masuknya
ke dalam dunia bisnis swasta dengan berkolaborasi dengan para konglomerat, secara
tidak langsung akan menciptakan rasa aman tersendiri bagi perusahaan yang
dikepalainya –karena yang memimpin adalah mantan TNI, maka otomatis uang yang
beredar aman, dan tidak ada tindak penyelewengan. Hal ini juga berakibat “sulitnya”
pihak keamanan yang berwajib (KPK dan Polri) dalam mengaudit uang yang beredar
karena selain posisi mereka yang penting di pemerintahan, juga mereka “mantan”
jenderal TNI di Indonesia. Begitu pula pada apa yang kita bahas, Luhut Binsar Panjaitan
yang kini menjabat Menko Kemaritiman Indonesia Periode 2016-2019.
Kesimpulan
Melihat penjelasan yang kami paparkan di atas, kita dapat menarik benang
merah kasusnya, yaitu Kongkalikong antara para jenderal purnawirawan TNI AD
dengan pebisnis/konglomerat nasional adalah hal yang lumrah dan sering terjadi di
negeri kita dengan asumsi bahwa mereka dapat “melindungi” aset perusahan. Lebihlebih jika perusahaan itu didirikan sendiri oleh purnawirawan jenderal TNI AD, seperti
halnya Luhut Binsar Panjaitan yang mendirikan PT. Toba Sejahtra yang menguasai
98.98% saham perusahaan. Selain itu, logika mutualisme yang diciptakan akibat
banyaknya “hobi” jenderal setelah pensiun masuk ke dalam dunia politik dan bisnis
yang
mana
kemudian
berkolaborasi
dengan
pebisnis/konglomerasi
nasional
menciptakan hukum ekonomi dasar yang mana jika ada permintaan juga akan ada
penawaran.
Sejatinya keberadaan jenderal di posisi strategis perusahaan sudah muncul sejak
era 1960-an. Keberadaan para jenderal di sebuah entitas bisnis, memang tak bias
dilepaskan dari kepentingan para konglomerta pemilik perusahaan. Dengan hal seperti
9
ini, perusahaan akan merasa lebih aman. Selain itu, keberadaan para jenderal yang
memiliki relasi luas juga bisa diharapkan dapat membuka akses bagi perusahaan itu
sendiri.
References
Bisnis.com. (2013, November 3). Industri. Retrieved November 26, 2016, from
http://industri.bisnis.com/read/20131103/44/184423/inilah-16-perusahaan-milikluhut-pandjaitan
DW. (n.d.). Mutualisme Dwifungsi Tentara dan Pengusaha Dulu dan Sekarang. Retrieved from
DW: http://www.dw.com/id/mutualisme-dwifungsi-tentara-dan-pengusaha-dulu-dansekarang/a-18889820
ICW. (2004). Bisnis Militer Mencari Legitimasi. Retrieved from Academia:
https://www.academia.edu/6991941/Bisnis_Militer_Mencari_Legitimasi?
auto=download
Merdeka.com. (n.d.). Luhut panjaitan. Retrieved from Profil.merdeka:
http://profil.merdeka.com/indonesia/l/luhut-panjaitan/
Setiawan, B. (2016, Oktober 24). Reformasi Militer Di Bidang Bisnis, Kapan Dituntaskan?
Retrieved from Indoprogress: http://indoprogress.com/2016/10/reformasi-militer-dibidang-bisnis-kapan-dituntaskan/
Sukirno. (2013, November 3). Inilah 16 Perusahaan Milik Luhut Pandjaitan. Retrieved from
Industri.Bisnis: http://industri.bisnis.com/read/20131103/44/184423/inilah-16perusahaan-milik-luhut-pandjaitan
Sukirno. (2013, November 3). Inilah Gurita Bisnis Toba Sejahtra Milik Luhut Pandjaitan.
Retrieved from Industri.Bisnis:
http://industri.bisnis.com/read/20131103/44/184408/inilah-gurita-bisnis-tobasejahtera-milik-luhut-pandjaitanTirto.id. (n.d.). Ketika Para Jenderal (Terpaksa) Mencari "Sampingan". Retrieved from Tirto.id:
https://tirto.id/ketika-para-jenderal--terpaksa--mencari-sampingan-bwvC#
Toba Bara. (2004). Profil Pemegang Saham Utama. Retrieved from Tobabara:
http://www.tobabara.com/id/sekilas-perusahaan/profil-pemegang-saham-utama.php
Wikipedia. (2016, November 5). Tentara Nasional Indonesia dari Masa ke Masa. Retrieved from
Wikipedia: https://sites.google.com/site/allabouttni/perkembangan-dari-masa-kemasa
10
11