Kebijakan dan Manajemen Publik Proses Pe

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

Proses Pengambilan Keputusan untuk Mengatasi Masalah Pelayanan Perizinan
di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya
Nadia Rizki Sabila
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

Abstract
People want a public service which is fast, easy and inexpensive. It requires the Department of Human Settlements and Spatial
Planning Surabaya to give priority for service quality through increased accountability, professionalism, effectiveness and efficiency.
Balanced by a lean organizational structure, decentralized, and dynamic. Decision making becomes the most crucial step in
determining each organization in addressing issues of public service. This study aims to describe how the decision making process in
Department of Human Settlements and Spatial Planning Surabaya overcomes the licensing service issue. The methods of this study
used qualitative methods with descriptive type. The results of this study indicate that the decision making process has been better
than ever, it is characterized by the effort of the Department of Human Settlements and Spatial P lanning Surabaya in correcting a
previous decision by finding the root of the problems in licensing service so it gets the best alternative solution.


Keywords: decision making process, service quality, licensing service problem.

Pendahuluan
Organisasi memiliki kecenderungan historis
untuk bergerak ke arah diterapkannya birokrasi. Suatu
organisasi yang besar menstimulus berkembangnya
birokrasi karena menjadi mekanisme bagi pelaksanaan
tugas-tugas administrasi. Dalam perkembangannya,
muncul masalah administratif yang memerlukan
pengambilan
keputusan
yang
tepat
untuk
meminimalisir adanya patologi birokrasi dalam
penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahannya,
Indonesia menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi
dan tugas pembantuan. Asas desentralisasi memberi
kewenangan bagi daerah untuk mengatur dan

mengurus semua urusan pemerintahannya sendiri di
luar yang menjadi urusan pemerintah pusat seperti
membuat
kebijakan
daerah,
meningkatkan
pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam
rangka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Perwujudan dari pergeseran sistem pemerintahan yaitu
sistem sentralisasi menuju sistem desentralisasi
melahirkan otonomi daerah. Kebijakan yang mengatur
tentang otonomi daerah tercantum pada Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah. Dalam hal ini, pemerintah daerah dituntut
untuk mengoptimalkan pembangunan daerah yang
berorientasi pada masyarakat untuk mempercepat laju
pembangunan daerah.
Otonomi daerah diselenggarakan dengan
prinsip - prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan,
partisipasi masyarakat dan memperhatikan potensi
daerah. Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan

mengakomodasi kepentingan masyarakat mulai dari

perencanaan hingga evaluasi sehingga senantiasa dapat
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat secara
berkesinambungan. Kualitas pelayanan yang baik
sangat didambakan oleh segenap lapisan masyarakat
tanpa diskriminasi status dan gender. Menurut
Mardiasmo (2002: 185), lahirnya otonomi daerah yaitu
pergeseran dari sistem sentralisasi menuju sistem
desentralisasi mencakup beberapa misi yang
terkandung dalam otonomi daerah antara lain:
1. Meningkatkan
kualitas
dan
kuantitas
pelayanan
publik
dan
kesejahteraan
masyarakat.

2. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan.
3. Menciptakan
efisiensi
dan
efektifitas
pengelolaan sumber daya daerah.
Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk
mensejahterakan rakyar agar memiliki kehidupan yang
adil dan demokratis. Secara teoritis, otonomi daerah
akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik
karena dengan adanya otonomi daerah dapat diciptakan
adanya kesetaraan posisi tawar antara pemerintah
daerah sebagai penyelenggara jasa pelayanan dengan
masyarakat sebagai pengguna jasa. Akan tetapi temuan
empiris di beberapa daerah Kabupaten dan Kota
menunjukkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah
belum dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Seiring dengan berjalannya otonomi daerah, good

governance (pemerintahan yang baik) menjadi isu yang
mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik.
Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan harus

1

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

diganti dengan pola-pola baru dengan prinsip good
governance tersebut. Hal ini sebagai langkah
pemerintah untuk merespon tuntutan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik
demi terlaksananya pembangunan secara berdaya guna,
berhasil guna, bertanggungjawab, bersih dan bebas dari
KKN. Namun pengaruh dari globalisasi menyebabkan
good governance tidak lagi memadai untuk memenuhi

tuntutan publik. Pelayanan publik masih sarat dengan
tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Meskipun
secara teoritis otonomi daerah dan good governance
merupakan konsep besar yang mendukung peningkatan
pelayanan publik. Namun, hal ini tidak menjamin
bahwa realisasinya sesuai dengan harapan. Buruknya
kinerja aparatur pemerintah adalah salah satu faktor
yang berpengaruh pada pencapaian keberhasilan dari
diberlakukannya otonomi daerah, terutama dalam
pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan yang tepat merupakan
faktor keberhasilan pelayanan publik. Permasalahan
yang seringkali terjadi terkait lemahnya strategi dalam
mengambil keputusan adalah terbenturnya kepentingan
pemangku kepentingan yang satu dengan yang lainnya
sehingga mengakibatkan buramnya misi dari suatu
pelayanan, gagalnya mengantisipasi resiko, dan
ketidaktepatan sasaran pada tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Pengambilan keputusan merupakan proses

pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif
sebagai cara untuk menyelesaikan masalah.
Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi
maju mundurnya suatu organisasi, terutama karena
masa depan suatu organisasi banyak ditentukan oleh
pengambilan keputusan sekarang. Unsur utama dalam
proses pengambilan keputusan adalah problema atau
masalah. Masalah harus segera dituntaskan melalui
pengambilan keputusan. Pada umumnya, kesulitan
bangsa
Indonesia
adalah
ketidakmampuan
mengidentifikasikan masalah yang sebenarnya.
Masalah hanya sekadar diartikan sebagai penderitaan
atau kesulitan belaka. Namun suatu penderitaan belum
tentu masalah. Masalah lebih berarti sebagai bentuk
penyimpangan atau ketidaksesuaian dengan apa yang
telah kita rencanakan dan kita prediksikan. Masalah
itulah yang menjadi langkah dalam pengambilan

keputusan.
Di dalam kerangka pengambilan keputusan,
seseorang harus sadar akan posisinya, apakah sebagai
decision maker (pembuat keputusan), decision taker
(pengambil/ penentu keputusan) ataukah staffer
(pelaksana keputusan). Dan selain itu harus sadar akan
tingkatan posisinya: strategi, policy, peraturan,
organisasional, operasional dan teknis. (Atmosudirdjo,
1987: 61). Bagi seorang pimpinan, masalah
pengambilan keputusan adalah faktor penting yang
menentukan kedudukan dan nasib organisasi. Tidak
jarang ada pimpinan yang ingin selalu berada pada
zona nyaman dan enggan mengambil resiko ketika
dihadapkan pada pengambilan keputusan yang besar
dan berat resikonya.

Salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yaitu Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota
Surabaya memiliki permasalahan dalam pelayanan
perizinan yang harus segera diselesaikan dengan

pengambilan keputusan yang tepat. Isu strategis yang
harus ditangani oleh DCKTR Surabaya adalah terkait
implementasi program Surabaya Single Window
(SSW) yang belum memuaskan.
Tujuan dari diluncurkannya SSW adalah
untuk memudahkan masyarakat sebagai pengguna jasa
untuk mengurus perizinan dimana saja karena aksesnya
mudah yaitu hanya dengan mengakses internet. Citra
pelayanan perizinan yang notabene berbelit - belit dan
memakan proses yang lama dan panjang secara
perlahan diperbaiki sehingga sistem birokrasi yang
cenderung hierarkis menjadi pelayanan yang
berorientasi pada masyarakat. Perbedaan mendasar
antara SSW dengan sistem sebelumnya terletak pada
mekanisme pemrosesan izin SSW paralel yang berarti
bahwa beberapa izin yang diajukan pemohon dapat
diproses secara simultan dan tidak saling tunggu antara
izin yang satu dengan izin lainnya. Sedangkan sistem
sebelumnya masih menggunakan metode seri.
Dengan mekanisme ini diharapkan siapapun

dapat mengaksesnya
dari
mana saja,
dengan
kepastian mengenai persyaratan, waktu, serta biaya
pengurusan. Seluruh
proses
menggunakan data
elektronik. (Reformasi Birokrasi, 2013).
Namun, masih banyaknya keluhan masyarakat
terhadap program SSW. Sebab walaupun sistemnya
online, pemohon perizinan masih diharuskan untuk
datang ke UPTSA untuk melengkapi persyaratan yang
sudah ditentukan. Selain itu, masih tumbuh suburnya
praktek percaloan dan diberlakukannya biaya
“settingan” dari oknum – oknum tertentu. UPTSA
hanya berlokasi di Surabaya Timur, untuk masyarakat
yang berada di luar Surabaya Timur sulit
mengaksesnya berakibat pada keengganan masyarakat
mengurus perizinan.

Kedua permasalahan tersebut berpengaruh
terhadap citra kinerja aparatur pelayanan publik
tersebut. Keputusan yang telah diambil belum
tertangani dengan strategi yang tepat. DCKTR
memiliki misi yaitu menyediakan pelayanan publik
yang prima berbasis teknologi informasi dan
komunikasi. Dalam hal ini, DCKTR dituntut untuk
bekerja secara optimal dalam pelayanan publik.
Optimalisasi kinerja tersebut dapat dicapai dengan
adanya ketepatan dan kesesuaian pengambilan
keputusan dalam mengatasi tantangan organisasi.
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada
Peraturan Walikota Surabaya Nomor 28 Tahun 2013
tentang Tata Cara Pelayanan Perizinan dan Non
Perizinan secara Elektronik di Kota Surabaya. Studi
terdahulu yang memberikan gambaran terhadap
penelitian ini dilakukan oleh Alvin Havianto dan Citra
Pandu Ardaneswari. Pertama, skripsi yang ditulis oleh
Alvin Havianto dengan judul Studi Deskriptif tentang
Strategi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota
Surabaya dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan

2

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

Publik. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh data
bahwa masih banyaknya keluhan yang diterima oleh
DCKTR selaku pemberi layanan. Strategi yang
dominan digunakan oleh DCKTR guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik adalah strategi kualitas jasa,
strategi penambahan nilai organisasi dan strategi
kepuasan pelanggan. Hal yang membedakan penelitian
sebelumnya dengan penelitian ini terletak pada fokus.
Pada penelitian sebelumnya, peneliti memfokuskan
pada penerapan strategi untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik di DCKTR berangkat dari masalah
keluhan masyarakat terhadap pelayanan perizinan yang
diberikan sedangkan penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan proses pengambilan keputusan oleh
DCKTR yang diketahui memiliki masalah terkait
pengurusan perizinan. Penelitian ini menjadi
pengembangan dari studi terdahulu.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Citra Pandu
Ardaneswari berjudul Studi Deskriptif tentang Relapse
Prevention Strategy yang diterapkan oleh Badan
Pendidikan dan Pelatihan Jawa Timur. Dalam
penelitian ini, strategi yang digunakan oleh Badan
Pendidikan dan Pelatihan Jawa Timur adalah dengan
menggunakan action plan dan evaluasi dampak. Hal
yang membedakan dengan penelitian kali ini terletak
pada fokus dan lokusnya. Pada penelitian sebelumnya
dilaksanakan di Badan Pendidikan dan Pelatihan Jawa
Timur. Sedangkan pada penelitian ini, lokus yang
dipilih yaitu di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kota Surabaya. Selain itu, pada penelitian sebelumnya
peneliti memfokuskan pada penerapan Relapse
Prevention Strategy dalam memantau kinerja PNS,
sedangkan pada penelitian ini peneliti memfokuskan
pada proses pengambilan keputusan untuk mengatasi
masalah pelayanan perizinan.
Ada beberapa alasan penting mengapa proses
pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah
pelayanan perizinan di DCKTR perlu diteliti lebih
lanjut. Mengingat perlu adanya reformasi secara
menyeluruh di segala bidang untuk mewujudkan clean
government, untuk mewujudkan 3 misi yang
terkandung dalam otonomi daerah, pentingnya
keterlibatan
masyarakat
dalam
mengontrol
keberhasilan maupun kegagalan strategi pemerintah
dalam pelayanan publik dan untuk mewujudkan
peningkatan pelayanan dengan aparatur pemerintah
daerah yang bebas dari KKN. Jika penelitian ini tidak
diteliti, maka kita tidak akan mengetahui apakah
keputusan – keputusan yang telah diambil sejalan atau
tidak dengan peningkatan kualitas pelayanan perizinan.
Berbagai tuntutan dari masyarakat berkaitan dengan
pelayanan yang baik dan berkualitas mendorong
peneliti untuk melihat lebih jauh mengenai proses
pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah
pelayanan perizinan di DCKTR Kota Surabaya.
Permasalahan yang ingin dijawab dalam
penelitian
ini
yaitu
“Bagaimanakah
proses
pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah
pelayanan perizinan di Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang Kota Surabaya.” Tujuan penelitian ini adalah

untuk mendeskripsikan proses pengambilan keputusan
untuk mengatasi masalah pelayanan perizinan di Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian kualitatif. Teknik penentuan
informan dilakukan secara purposive, dimana informan
yang dipilih merupakan pihak yang dianggap paling
mengetahui dan memahami tentang permasalahan
dalam penelitian ini. Pihak yang paling mengetahui
dalam hal ini adalah Kepala Dinas atau Sekretaris,
Kepala Bidang Tata Ruang, Kepala Sub Bagian Umum
dan Kepegawaian, Kepala Sub Bagian Keuangan,
Kepala Seksi Program dan Perencanaan Teknis, dan
Kepala Seksi Pelaksanaan dan Pengawasan. Lalu
memilih informan lanjutan dalam rangka penggalian
data untuk mendapatkan kedalaman informasi atas
rujukan atau rekomendasi dari key person melalui
teknik purposive. Dalam hal ini, informan lanjutan
yang dimaksud yaitu Kepala Bidang Permukiman dan
Kepala Seksi Perizinan Bangunan.
Teknik pengumpulan data melalui dokumen,
wawancara, dan observasi. Teknik analisis data
menggunakan reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan
data dengan triangulasi data.
Proses Pengambilan Keputusan
Menurut James A.F Stoner, pengambilan
keputusan adalah proses yang digunakan untuk
memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan
masalah. Sedangkan menurut Sondang P. Siagian
bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu
pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif
yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut
perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
(Hasan, 2002:
10). Dari definisi pengambilan
keputusan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengambilan keputusan adalah proses memilih
salah satu alternatif terbaik yang dijadikan sebagai cara
bertindak untuk menemukan dan menyelesaikan
masalah organisasi. Hakikat dari pengambilan
keputusan merupakan aspek yang paling penting dari
manajemen sebagai suatu karakteristik yang
fundamental bagi tindakan administratif.
Adapun fungsi pengambilan keputusan antara
lain sebagai pangkal permulaan dari semua aktifitas
manusia yang sadar dan terarah, baik secara individual
maupun kelompok, baik secara institusional maupun
organisasional. Fungsi lainnya yaitu sebagai sesuatu
yang bersifat futuristik dimana berkaitan dengan masa
depan dan efek atau pengaruhnya berlangsung cukup
lama. Sedangkan tujuan pengambilan keputusan dibagi
menjadi dua bagian yaitu tujuan yang bersifat tunggal
dan bersifat ganda. Tujuan yang bersifat tunggal terjadi
apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut
satu masalah. Tujuan lainnya yaitu yang bersifat ganda
terjadi apabila keputusan yang dihasilkan menyangkut

3

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

lebih dari satu masalah yang bersifat kontradiktif atau
tidak kontradiktif.
Sedangkan proses pengambilan keputusan
merupakan tahap – tahap yang harus dilalui atau
digunakan untuk membuat keputusan. Tahap – tahap
ini merupakan kerangka dasar sehingga setiap tahap
dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa sub tahap
yang lebih spesifik dan lebih operasional. Ada tiga
tahap proses pengambilan keputusan diantaranya
sebagai berikut.
A. Penemuan Masalah
Tahap ini merupakan tahap dimana masalah harus
didefinisikan dengan jelas sehingga perbedaan antara
masalah dan bukan masalah menjadi jelas.
B. Pemecahan Masalah
Tahap ini merupakan tahap dimana masalah yang
sudah ada atau sudah jelas kemudian diselesaikan.
Langkah – langkah diambil adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi alternatif – alternatif keputusan untuk
memecahkan masalah
2. Perhitungan mengenai faktor – faktor yang tidak
dapat diketahui sebelumnya atau di luar
jangkauan manusia, identifikasi peristiwa –
peristiwa di masa mendatang (state of nature)
3. Pembuatan alat untuk mengevaluasi atau
mengukur hasil biasanya berbentuk tabel (pay off
table)
4. Pemilihan dan penggunaan model pengambilan
keputusan
C. Pengambilan Keputusan
Keputusan yang diambil adalah berdasarkan
pada keadaan lingkungan atau kondisi yang ada,
seperti kondisi pasti, kondisi tidak pasti, kondisi
beresiko dan kondisi konflik. (Hasan, 2002: 22).
Hingga saat ini berbagai model tentang
pendekatan terhadap pengambilan keputusan telah
diperkenalkan oleh para ahli teori pengambilan
keputusan. Salah satunya adalah Model Brinckloe
(1977) yang dikemukakan oleh Brinckloe. Seseorang
eksekutif dapat membuat keputusan dengan
menggunakan satu atau beberapa pendekatan sebagai
berikut. (Salusu, 2002: 64-66).
a. Fakta
Seorang eksekutif yang selalu bekerja secara
sistematis akan mengumpulkan semua fakta mengenai
satu masalah dan hasilnya ialah kemungkinan
keputusan akan lahir dengan sendirinya. Artinya fakta
itulah yang akan memberi petunjuk keputusan apa yang
akan diambil.
b. Pengalaman
Seorang eksekutif dapat memutuskan boleh
tidaknya
sesuatu
dilaksanakan
berdasarkan
pengalamannya. Seseorang yang sudah menimba
banyak pengalaman tentu lebih matang dalam
membuat keputusan daripada eksekutif yang sama
sekali belum mempunyai pengalaman apa – apa.
c. Intuisi
Tidak
jarang
eksekutif
menggunakan
intuisinya dalam mengambil keputusan dan tidak
jarang keputusan – keputusan itu dikritik sebagai

immoral karena kurang mengadakan analisis yang
terkendali maka perhatian hanya ditujukan pada
beberapa fakta, lalu melupakan banyak elemen penting.
d. Logika
Pengambilan keputusan yang berdasar logika
ialah suatu studi yang rasional terhadap semua unsur
pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan.
Unsur – unsur itu diperhitungkan secara matang, semua
informasi yang masuk dipertimbangkan tingkat
reliabilitasnya. Kemudian, untung rugi dari setiap
tindakan yang direncanakan dianalisis secara
komprehensif.
e. Analisis Sistem
Ada banyak pekerjaan yang melibatkan yang
melibatkan data yang semakin bertumpuk dan rumit
serta memiliki interelasi yang sangat kompleks.
Analisis sistem merupakan instrumen tambahan yang
tidak boleh dilupakan oleh setiap pejabat.
Faktor – Faktor dalam Proses Pengambilan
Keputusan
Faktor – faktor dalam proses pengambilan
keputusan merupakan faktor – faktor yang
mempengaruhi jalannya proses yang ditempuh untuk
mengambil suatu keputusan. Proses itu bisa terjadi
singkat atau melalui analisis yang panjang, memakan
waktu berhari – hari, bahkan berbulan – bulan. Sering
pula terjadi suatu proses yang telah berjalan lama tiba –
tiba dihentikan untuk suatu waktu yang tidak
ditentukan, kemudian diteruskan lagi. (Hasan, 2002:
263). Dengan demikian, faktor – faktor dalam proses
pengambilan keputusan ini dapat mengidentifikasi hal
– hal yang mendukung dan menghambat pelaksanaan
dari proses pengambilan keputusan.
Adapun faktor – faktor dalam pengambilan
keputusan, antara lain adalah keadaan intern organisasi,
keadaan ekstern organisasi, akurasi pengambilan
keputusan dan intelegensi, keterampilan serta kapasitas
pembuat keputusan.
Peningkatan Pelayanan Perizinan
Untuk mengetahui makna peningkatan
pelayanan perizinan, maka akan didefinisikan secara
terpisah definisi pelayanan, perizinan dan pelayanan
perizinan. Definisi pelayanan menurut Gronroos yaitu:
“Pelayanan adalah suatu aktivitas atau
serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat
mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai
akibat adanya interaksi antara konsumen
dengan karyawan atau hal-hal lain yang
disediakan
oleh
perusahaan
pemberi
pelayanan
yang
dimaksudkan
untuk
memecahkan
permasalahan
konsumen/pelanggan” (Ratminto & Winarsih,
2005: 2).
Sedangkan pengertian perizinan menurut
N.M. Spelt dan J.B.J.M Ten Berge adalah pengikatan –
pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya
didasarkan pada keinginan pembuat undang – undang
untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk

4

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

menghalangi keadaan – keadaan yang buruk dengan
tujuan untuk mengatur tindakan – tindakan agar dapat
melakukan pengawasan sekadarnya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pengertian pelayanan
perizinan adalah upaya mengatur kegiatan – kegiatan
yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada
kepentingan umum. (Sutedi, 2011: 171).
Banyak pelaku usaha yang mengeluh karena
kekecewaan mereka terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan oleh birokrasi perizinan, seperti tidak adanya
transparansi biaya dan prosedur, prosedur yang
berbelit, tingginya biaya yang dikeluarkan, dan
diskriminasi terhadap golongan tertentu. Untuk itulah
diperlukan sosialisasi – sosialisasi yang akan lebih
menebalkan budaya dengan landasan – landasan etik
moral yang kuat. Upaya – upaya ini memerlukan waktu
lama dan mengharuskan adanya komitmen terhadap
pendidikan yang paling mendasar. (Sutedi, 2011: 49).

c. Koneksi Internet yang bermasalah
Aktifitas kerja yang dilaksanakan oleh
aparatur DCKTR menggunakan komputer dengan
fasilitas internet untuk memproses pelayanan perizinan
dan berkoordinasi dengan Dinas – Dinas terkait. Maka
dari itu, sarana dan prasarana menjadi faktor utama
penunjang kelancaran pengurusan perizinan. Koneksi
internet harus cepat, lancar dan stabil sebab
mempengaruhi kinerja masing – masing pegawai.
d. Kurangnya Minat Warga terhadap Pelayanan
Perizinan melalui SSW
Hal ini disebabkan beberapa masyarakat
belum mengerti alur proses perizinan SSW, tidak
memahami penggunaan teknologi dan kurangnya
sosialisasi yang menyeluruh pada warga Surabaya.
Namun, perkembangan SSW sudah cukup baik dilihat
dari semakin bertambahnya jumlah berkas yang masuk
di DCKTR.

Proses Pengambilan Keputusan
Pengamatan Situasi
Dengan diluncurkannya SSW, nyatanya masih
ada keluhan masyarakat terhadap pelayanan perizinan
yang lama, mahal dan rumit. Masalah ini merupakan
implikasi dari ketidakpercayaan diri diantara pegawai
membuat mereka begitu takut untuk membuat
keputusan di luar peraturan yang ditetapkan. Sikap
sangat patuh terhadap keadaan rutin merupakan
mekanisme pertahanan terhadap perasaan tidak aman.
Perubahan prosedur merupakan ancaman terhadap cara
seseorang mengatasi kekhawatirannya sehingga harus
sedapat mungkin ditolak. Itulah sebabnya meskipun
para pegawai tahu bahwa prosedur yang ada bertele –
tele dan sama sekali tidak efisien, mereka tetap tidak
punya keberanian untuk menciptakan prosedur yang
mudah. (Kumorotomo, 2013: 282-283). Dalam konteks
penelitian ini, penyebab masalah pelayanan perizinan
disebabkan oleh beberapa hal antara lain
a. Pelayanan Perizinan yang Melibatkan Banyak
SKPD Terkait
Banyaknya dinas – dinas terkait yang
memiliki andil dalam melaksanakan pengurusan
perizinan. Satu dinas dengan dinas lainnya terkadang
memiliki kebijakan yang berbeda, sehingga koordinasi
menjadi faktor penting untuk menyelenggarakan
pelayanan perizinan secara efektif. Sebagai contoh,
SKPD lainnya tidak mengimbangi rekomendasi secara
tepat waktu, hal ini yang menyebabkan pengurusan
perizinan menjadi agak lama sebab harus menunggu
rekomendasi dari dinas – dinas terkait.
b. Pemohon Perizinan Diharuskan untuk Datang ke
UPTSA
Walaupun pendaftaran pengurusan perizinan
berbasis online, namun untuk memprosesnya pemohon
perizinan masih harus datang ke UPTSA untuk
memberikan berkas – berkas persyaratan proses
pengurusan perizinan (memverifikasi dan memvalidasi
kebenaran data), hal ini yang menjadi keluhan
masyarakat yang menginginkan pelayanan yang mudah
dan cepat dengan proses online secara keseluruhan.

Pengembangan Alternatif
Setelah
mengamati
situasi
dengan
mendefinisikan masalah, mendiagnosis penyebabnya
dan menentukan tujuan keputusan maka tahap
selanjutnya dalam proses pengambilan keputusan
adalah pengembangan alternatif.
Pengembangan alternatif di DCKTR untuk
mengatasi masalah pelayanan perizinan adalah dengan
menyediakan fasilitas meeting point dan call center
untuk menanyakan posisi berkasnya dan informasi
tentang status tanah.
Dengan adanya pelayanan perizinan berbasis
online ini, jaringan internet dan server merupakan hal
yang paling vital. Prosesnya lebih mudah daripada
sebelum SSW terbentuk yaitu dengan men-scan dan
mengirim file tersebut dari rumah, selanjutnya datang
ke UPTSA untuk memverifikasi kebenaran dokumen
lalu diproses dengan mengukur di bidang pemetaan,
dibuatkan SKRK di bidang tata ruang, lalu mengurus
IMB di bidang perizinan bangunan.
Evaluasi Alternatif dan Pemilihan Solusi Terbaik
Tahap selanjutnya dalam proses pengambilan
keputusan yaitu evaluasi alternatif dan pemilihan solusi
terbaik. Untuk mendapatkan solusi terbaik, salah satu
langkahnya yaitu dengan mengevaluasi pengambilan
keputusan sebelumnya dan keputusan saat ini sehingga
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk
mengefektifkan keputusan dengan hasil yang sesuai
harapan. Berikut pengambilan keputusan sebelumnya
dan pengambilan keputusan saat ini terkait
implementasi SSW.
Tabel III.1 Pengambilan Keputusan
(Implementasi Surabaya Single Window SSW)
Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan
Sebelumnya
Saat Ini
- Sosialisasi melalui - Mensosialisasikan
radio, media massa,
lebih jelas lagi kepada
dan website.
warga Surabaya
- Menyediakan meeting
point, sms gateway dan

5

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

alamat email untuk
berinteraksi
- Meluncurkan
mobil
pelayanan keliling
Diolah dari: Hasil Wawancara
Dilihat dari perkembangannya, SSW bisa
dikatakan berhasil menarik minat warga Surabaya
ditandai dengan adanya penambahan jumlah berkas
perizinan yang masuk. Namun implementasi SSW
masih dirasa kurang memuaskan, SSW sudah
mensosialisasikan pelayanan perizinan berbasis online
ini melalui radio, media massa dan website. Namun,
nyatanya pemohon perizinan masih mengalami
kesulitan dalam mengurus perizinan secara online.
Evaluasi alternatif dan solusi terbaik yang
dipilih oleh DCKTR yaitu pertama dengan
mensosialisasikan lebih jelas lagi kepada masyarakat
terkait pelayanan perizinan melalui SSW sebab inovasi
pelayanan perizinan memang harus disosialisasikan
secara terus menerus agar diketahui oleh seluruh
lapisan masyarakat sehingga layanan yang makin
mempermudah pengurusan perizinan ini dapat
diketahui dan digunakan oleh masyarakat pemohon
perizinan. Kedua, dengan memperkuat koordinasi
dengan Dinas – Dinas terkait. DCKTR bekerjasama
dengan Dinas Pelayanan, Dinas Lingkungan Hidup,
Dinas Bina Marga, Dinas Perhubungan, Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan, rumah sakit, dan
puskesmas. Ketiga yaitu dengan menggunakan
keahlian dari tenaga kontrak untuk memperbaiki
jaringan internet sebab internet menjadi salah satu
sarana penunjang kegiatan kerja yang mempengaruhi
kecepatan dan keefektifan pelayanan perizinan.
Keempat, agar memudahkan masyarakat
Surabaya dalam mengurus izin yaitu dengan berinovasi
menghadirkan mobil pelayanan keliling untuk
memudahkan akses masyarakat dalam pengurusan
perizinan dan melayani pemohon perizinan yang
mengalami kesulitan mendaftar dan mengurus
perizinan secara online melalui SSW.
Jika dilihat dari model pengambilan keputusan
Brinckloe, maka pengambilan keputusan DCKTR
dalam mengatasi masalah implementasi SSW
cenderung menggunakan pendekatan pengalaman dan
analisis sistem dalam pengambilan keputusan untuk
mengatasi masalah pelayanan perizinan. Dalam hal ini
Kepala Seksi Perizinan Bangunan menjelaskan bahwa
pelayanan perizinan sebelumnya masih kurang efektif
karena seringkali dikeluhkan masyarakat terkait
prosesnya yang lama dan berbelit – belit. Dengan
demikian DCKTR bersama dengan Pemkot Surabaya
meluncurkan suatu sistem perizinan online yang
dinamakan Surabaya Single Window (SSW) sebagai
upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Implementasi SSW ini bergerak dalam suatu sistem
yang menghubungkan Dinas yang satu dengan Dinas
terkait lainnya. Selain itu juga semua pegawai
difasilitasi dengan komputer dan jaringan internet
untuk mempermudah dan mempercepat proses
pelayanan perizinan.

Proyeksi Implementasi Keputusan dan Monitor
Hasil
Proyeksi implementasi keputusan dan monitor
hasil adalah pelaksanaan yang diharapkan dari suatu
keputusan tertentu dan hasil yang diinginkan melalui
tahap - tahap pengawasan.
Proyeksi implementasi keputusan dan monitor
hasil terdiri dari perencanaan implementasi,
implementasi rencana dan monitor hasil. Perencanaan
implementasi untuk mengatasi masalah pelayanan
perizinan yaitu dengan sosialisasi terkait pengurusan
perizinan SSW melalui media massa, membangun
hubungan baik dengan Dinas – Dinas terkait,
memperbaiki jaringan di setiap komputer, dan
diluncurkannya
mobil
pelayanan
keliling.
Implementasi rencana yang diinginkan yaitu dengan
sosialisasi dengan masyarakat, koordinasi dengan
pihak – pihak terkait, perbaikan sarana dan prasarana
penunjang kegiatan kerja, dan menghadirkan mobil
pelayanan keliling bagi masyarakat yang kesulitan
mengakses internet. Dengan demikian hasil yang ingin
dicapai dari keputusan yang diambil yaitu agar
masyarakat mendapatkan kemudahan mengurus
perizinan di DCKTR.
Faktor – Faktor dalam Proses Pengambilan
Keputusan
Faktor - faktor dalam proses pengambilan
keputusan adalah faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dan kegagalan dalam mengambil sebuah
keputusan. Faktor – faktor yang dimaksud mencakup
faktor pendukung dan penghambat dalam proses
pengambilan
keputusan.
Faktor
pendukung
diselaraskan dengan hasrat untuk mencapai tujuan dan
sasaran organisasi. Sedangkan faktor penghambat
merupakan segala hambatan yang mempengaruhi
keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasaran,
dengan demikian diperlukan pengambilan keputusan
yang tepat agar faktor penghambat ini bisa menjadi
langkah untuk mengevaluasi dan memperbaiki
organisasi. Jika dikaitkan dengan teori pengambilan
keputusan, faktor – faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan adalah keadaan intern
organisasi, keadaan ekstern organisasi, ketersediaan
informasi dan kecakapan pengambil keputusan.
Untuk mengetahui keadaan intern organisasi
di DCKTR, peneliti mengidentifikasi anggaran yang
tersedia bahwa anggaran yang dialokasikan mengalami
peningkatan, namun penyerapan anggaran masih belum
memuaskan karena masih belum mencapai target yang
diinginkan.
Keadaan ekstern organisasi mencakup
keadaan ekonomi, sosial, politik, hukum dan budaya
yang berada di luar organisasi. Pemerintah kota
Surabaya berencana untuk membangun sarana
infrastruktur transportasi pada tahun 2014. Kebijakan
ini diharapkan dapat menjadi akselerasi pertumbuhan
ekonomi di kota Surabaya, seiring dengan adanya
harapan akan pemulihan kondisi perekonomian global.
(Pemerintah Kota Surabaya, 2012). Keadaan sosial di

6

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

Surabaya dicerminkan oleh sikap pergaulan yang
sangat egaliter, terbuka, berterus terang, kritik dan
mengkritik merupakan sikap hidup yang dapat ditemui
sehari-hari. Keadaan politik di Surabaya merupakan
resonansi dari konsolidasi demokrasi di Indonesia.
Sejak Indonesia menempuh jalur transisi demokrasi,
kegiatan masyarakat sipil semakin meningkat. Iklim
baru reformasi politik, telah mendorong bertumbuhnya
organisasi kemasyarakatan baru, yayasan-yayasan, dan
perkumpulan - perkumpulan warga. Keadaan hukum di
Surabaya terkait peraturan daerah yang ada belum
disusun secara komprehensif dan partisipatif sehingga
mengakibatkan tumpang tindihnya kebijakan yang ada
di Kota Surabaya dan menimbulkan interpretasi
berbeda yang mengakibatkan terjadinya inkonsistensi.
Akurasi Pengambilan Keputusan
Dalam hal ini, peneliti mewawancarai enam
informan yang diketahui memahami permasalahan
penelitian dan dua lainnya merupakan rekomendasi
dari informan kunci. Data primer yang digunakan
adalah rencana kerja tahun anggaran 2012, laporan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tahun
anggaran 2012 dan 2013, peraturan walikota dan surat
keputusan pembuat komitmen.
Mengenal Intelegensi, Keterampilan dan Kapasitas
Pembuat Keputusan
Berdasarkan penelitian di lapangan bahwa
integensi, keterampilan dan kapasitas pembuat
keputusan berbeda – beda. Ada kepala bidang yang
memahami seluk – beluk organisasi keseluruhan, ia
menjawab berdasarkan pengalamannya dan informasi –
informasi yang didapat dari anggota organisasi yang
membuat informan tersebut memahami dengan jelas
kondisi DCKTR. Selain itu, ada pula kepala bidang
yang tidak mengerti apapun di luar pembahasan
tentang bidangnya, hanya memahami sebatas cakupan
pekerjaannya. Hal lain yang ditemukan yaitu ada
kepala bidang yang baru menjabat tidak mengerti
secara jelas dan spesifik kondisi organisasi secara
keseluruhan bahkan di bidang yang ia tangani.
Faktor – faktor dalam proses pengambilan
keputusan ini menjadi aspek yang berpengaruh dalam
menentukan keputusan di DCKTR. Dengan demikian,
DCKTR berupaya untuk memanfaatkan faktor – faktor
pendukung yang ada dan menjadikan faktor
penghambat sebagai bahan koreksi dan perbaikan agar
dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Peningkatan Pelayanan Perizinan
Transparansi Biaya dan Prosedur
Transparansi terkait biaya dan prosedur
ditandai dengan adanya meeting point. Meeting point
merupakan ruang khusus yang ditujukan oleh pemohon
perizinan yang ingin berinteraksi perihal pelayanan
perizinan (pengecekan berkas, pemberian saran dan
kritik
terhadap
pelayanan
yang
diberikan,
ketidakpahaman informasi pelayanan perizinan).
Fasilitas ini memudahkan masyarakat karena

masyarakat dapat bertanya secara langsung dengan
petugas – petugas DCKTR yang siap membantu
masyarakat pemohon perizinan.
Adapun kesalahpahaman antara DCKTR dan
pemohon perizinan terjadi karena kurangnya interaksi
masyarakat terhadap DCKTR. Dinas ini sendiri sudah
memberikan kemudahan dengan memberikan nomor,
alamat email dan website yang bisa diakses. Kontak
pemohon perizinan harus dipastikan lagi apakah benar
– benar bisa dihubungi untuk menghubungkan antara
pihak pemberi layanan dan penerima layanan.
Perbaikan pelayanan masih perlu dilakukan
seiring perkembangan jaman dan keterbukaan pola
pikir masyarakat. Keluhan – keluhan masyarakat
nantinya ditampung dan kemudian DCKTR
mengevaluasi perbaikan dan perubahan pengambilan
keputusan untuk mengefektifkan pelayanan perizinan
yang diberikan.
DCKTR secara terus menerus mengupayakan
untuk memudahkan masyarakat terhadap pelayanan
perizinan. Masing – masing aparatur sudah bekerja
optimal. Prosedur – prosedur pelayanan perizinan
sudah terbuka. Peraturan – peraturan dapat dibaca di
website Pemkot Surabaya. Masyarakat dapat
mengunduh sendiri dengan mudah.
Kemudahan Prosedur
Berdasarkan jurnal Doing Business (2012) di
Indonesia, beberapa pemerintah daerah telah
mempergunakan
himbauan
nasional
untuk
menyederhanakan persyaratan perizinan di daerah
sebagai landasan untuk melakukan penggabungkan
prosedur - prosedur, memberlakukan batasan waktu
yang wajib dipatuhi dan meniadakan atau mengurangi
biaya yang berlaku untuk perizinan di tingkat daerah.
Surabaya Single Window (SSW) adalah
inovasi baru pelayanan perizinan yang hadir sebagai
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan perizinan yang
cepat, mudah dan terjangkau oleh masyarakat.
Pengambilan keputusan sebelumnya masih kurang
efektif dalam meningkatkan pelayanan publik yang
berkualitas sebab walaupun sudah diluncurkannya
SSW, nyatanya masih terdapat keluhan masyarakat
terkait proses pengurusan perizinan yang lama dan
berbelit – belit.
Sebelum memulai pendaftaran perizinan
online, pemohon perizinan harus melengkapi berkas –
berkas antara lain:
1. Soft copy ktp,
2. Soft copy tanda lunas PBB dan SPPT tahun
terakhir,
3. Soft copy tanda bukti status kepemilikan hak
atas tanah yang telah disahkan,
4. Soft copy surat pernyataan keabsahan dan
kebenaran dokumen
5. Soft copy akta pendirian badan dan/ atau
perubahannya yang telah disahkan oleh
pejabat yang berwenang
6. Soft copy surat kuasa penunjuk batas dan KTP
penerima kuasa

7

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

7.
8.

Soft copy surat keterangan Lurah dan Camat
Gambar rancang bangun yang terdiri dari
gambar situasi, denah, dan tampak dengan
format Auto CAD
9. Gambar rancang bangun yang ditandatangani
oleh pemilik format Auto CAD, penanggung
jawab format Auto CAD, tanpa gambar dan
perhitungan konstruksi
10. Gambar rancang bangun terdiri dari gambar
situasi, gambar lay out, denah, tampak,
potongan (skala 1:100/ 1:200), gambar
rencana pondasi, sanitasi, dan rencana atap
(skala 1:100/ 1:200), gambar konstruksi (skala
1:100) dan detail (skala 1:50, 1:20, 1:10).
11. Foto bangunan yang sudah berdiri
12. Analisis mengenai dampak lingkungan bagi
bangunan yang menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan
13. Rekomendasi
Andalalin
dari
Dinas
Perhubungan
14. Rekomendasi Drainage dari DPUBMP
15. Fotocopy berita acara serah terima
administrasi prasarana lingkungan, utilitas
umum dan fasilitas sosial
16. Rekomendasi cagar budaya dari Dinas
Pariwisata
17. Rekomendasi FKUB dan Depag untuk
bangunan tempat ibadah
Banyaknya persyaratan tersebut seringkali
menjadi salah satu keluhan masyarakat terhadap
pelayanan perizinan melalui SSW. Pemohon perizinan
masih diharuskan untuk datang ke Kelurahan dan
Kecamatan untuk mengurus surat keterangan dan juga
harus menyertakan gambar rancang bangun dengan
Auto CAD. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya
minat warga terhadap pelayanan perizinan online ini.
Selain itu, berdasarkan data LAKIP 2013 menunjukkan
bahwa surat berkas perizinan yang masuk lebih banyak
dibandingkan dengan yang diterbitkan oleh DCKTR.
Di sisi lain, permasalahan koneksi internet yang
terputus atau tidak lancar pun seringkali masih
dikeluhkan oleh DCKTR yang berakibat pada
keterlambatan proses perizinan.
Beberapa penyebab masalah pelayanan
perizinan disebabkan oleh beberapa hal antara lain
1. Pelayanan Perizinan yang Melibatkan Banyak
SKPD Terkait
Banyaknya dinas – dinas terkait yang
memiliki andil dalam melaksanakan pengurusan
perizinan. Satu dinas dengan dinas lainnya terkadang
memiliki kebijakan yang berbeda, sehingga koordinasi
menjadi faktor penting untuk menyelenggarakan
pelayanan perizinan secara efektif. Sebagai contoh,
SKPD lainnya tidak mengimbangi rekomendasi secara
tepat waktu, hal ini yang menyebabkan pengurusan
perizinan menjadi agak lama sebab harus menunggu
rekomendasi dari dinas – dinas terkait.
2. Pemohon Perizinan Diharuskan untuk Datang
ke UPTSA

Walaupun pendaftaran pengurusan perizinan
berbasis online, namun untuk memprosesnya pemohon
perizinan masih harus datang ke UPTSA untuk
memberikan berkas – berkas persyaratan proses
pengurusan perizinan (memverifikasi dan memvalidasi
kebenaran data), hal ini yang menjadi keluhan
masyarakat yang menginginkan pelayanan yang mudah
dan cepat dengan proses online secara keseluruhan.
Pelayanan
perizinan
melalui
SSW
memungkinkan adanya modifikasi dan perbaikan
secara terus menerus agar dapat memenuhi perubahan
lingkungan internal maupun eksternal organisasi. Hal
ini dapat menjadi tantangan bagi DCKTR untuk dapat
meningkatkan kualitas pelayanan perizinan lebih baik
lagi yaitu dengan memangkas proses sehingga
memudahkan persyaratan dan mampu mempercepat
pelayanan perizinan.
SSW masih memerlukan perbaikan secara
terus menerus agar memiliki daya saing dan bisa
menyetarakan kualitasnya dengan salah satu Best
Practice pelayanan perizinan yaitu Singapura.
Perlakuan Adil terhadap Pemohon Perizinan
Tidak ada perlakuan khusus antara masyarakat
pemohon perizinan, mereka diperlakukan adil. DCKTR
berupaya agar pelayanan dapat memudahkan setiap
masyarakat. Hambatan dari pelaksanaan pelayanan
yang adil Sebagai contoh kasus untuk pelayanan
perizinan, ketika dicek di lapangan yang semestinya
tidak diperbolehkan namun nyatanya bisa. Setelah
diusut ternyata ada biaya settingan oleh pihak – pihak
yang tidak bertanggung jawab. DCKTR sangat rawan
terhadap kecurangan perilaku aparat. Maka dari itu,
masing – masing pegawai harus saling mengingatkan
agar semua masyarakat dapat mendapatkan pelayanan
yang mudah, murah dan berkualitas tanpa memberikan
imbalan.
Kendala lainnya terkait pengurusan IMB yang
seringkali tertunda dikarenakan oleh keterlambatan
rekomendasi dari Dinas – Dinas terkait. Harus ada
koordinasi yang kuat antara pihak – pihak terkait agar
tidak merugikan masyarakat. Hubungan yang baik
antara pemberi layanan dan penerima layanan juga
harus dijaga sebab mempengaruhi kepercayaan publik
terhadap birokrasi pelayanan.
Kesimpulan
Pada pengambilan keputusan sebelumnya,
DCKTR sudah mensosialisasikan SSW melalui radio,
media
massa,
dan
website.
Dilihat
dari
perkembangannya, SSW bisa dikatakan berhasil
menarik minat warga ditandai dengan adanya
penambahan jumlah berkas perizinan yang masuk.
Namun implementasi SSW masih dirasa kurang
memuaskan, SSW masih memerlukan perbaikan secara
terus menerus agar memiliki daya saing dan bisa
menyetarakan kualitasnya dengan salah satu Best
Practice pelayanan perizinan yaitu Singapura.
Model
pengambilan
keputusan
yang
digunakan oleh para pengambil keputusan di DCKTR

8

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

dalam mengatasi masalah pelayanan perizinan
cenderung menggunakan pendekatan pengalaman dan
analisis sistem dalam pengambilan keputusan untuk
mengatasi masalah pelayanan perizinan. Dalam hal ini
Kepala Seksi Perizinan Bangunan menjelaskan bahwa
pelayanan perizinan sebelumnya masih kurang efektif
karena seringkali dikeluhkan masyarakat terkait
prosesnya yang lama dan berbelit – belit. Dengan
demikian DCKTR bersama dengan Pemkot Surabaya
meluncurkan suatu sistem perizinan online yang
dinamakan Surabaya Single Window (SSW) sebagai
upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Implementasi SSW ini bergerak dalam suatu sistem
yang menghubungkan Dinas yang satu dengan Dinas
terkait lainnya. Selain itu juga semua pegawai
difasilitasi dengan komputer dan jaringan internet
untuk mempermudah dan mempercepat proses
pelayanan perizinan.
Masalah pelayanan perizinan muncul karena
masih adanya keluhan masyarakat akan pelayanan
perizinan yang diberikan. Adapun beberapa keluhan
yang muncul selama implementasi SSW antara lain
melibatkan banyak SKPD terkait (proses pelayanan
perizinan yang membutuhkan rekomendasi –
rekomendasi dari Dinas – Dinas terkait seringkali
molor), pemohon perizinan yang masih harus datang ke
UPTSA sebagai persyaratan proses pengurusan
perizinan (keseluruhan proses perizinan tidak secara
online), koneksi internet yang merupakan fasilitas
utama aktifitas kerja seringkali tidak lancar atau
bahkan mati, dan kurangnya minat warga terhadap
pelayanan perizinan melalui SSW. DCKTR sudah
dapat mengamati situasi terhadap masalah pelayanan
perizinan dengan mendiagnosis penyebabnya yaitu
prosedur perizinan yang masih berbelit – belit, maka
tujuan keputusan yang diambil adalah memberikan
pelayanan perizinan yang dapat memudahkan
masyarakat.
Alternatif yang dikembangkan oleh DCKTR
yaitu dengan mensosialisasikan lebih jelas lagi kepada
masyarakat, memperkuat koordinasi dengan Dinas –
Dinas terkait, menggunakan keahlian dari tenaga
kontrak untuk memperbaiki jaringan internet dan
menghadirkan mobil pelayanan keliling. Dengan
keputusan – keputusan demikian diharapkan dapat
memudahkan pengurusan perizinan di DCKTR.
Secara garis besar, DCKTR sudah dapat
memperhitungkan secara matang, semua informasi
yang masuk yang kemudian mengidentifikasi untung
rugi dari setiap tindakan yang direncanakan dan
dianalisis secara komprehensif sehingga dapat
menghasilkan suatu keputusan yang tepat.
Saran
Keputusan
dalam
mengatasi
masalah
pelayanan publik di DCKTR Kota Surabaya ini telah
berkembang dengan baik daripada tahun - tahun
sebelumnya, namun masih terdapat kekurangan yang
perlu
mendapatkan
perbaikan
untuk
lebih
meningkatkan kemampuan dalam pengambilan

keputusan agar rencana kerja organisasi tercapai
dengan baik. Hal - hal yang perlu diperbaiki adalah:
 Sosialisasi dengan masyarakat tentang SSW
masih
perlu
dilakukan
dan
juga
mensosialisasikan
perihal
pentingnya
berkonsultasi dengan DCKTR sebelum
membangun gedung atau permukiman.
 Pengawasan terhadap kinerja masing – masing
individu harus tetap diutamakan, jika ada
pegawai yang kurang kompeten maka harus
segera diberikan pelatihan atau melakukan
rolling pegawai. Selain itu komitmen,
komunikasi, koordinasi dan konsistensi dari
anggota organisasi DCKTR sudah cukup baik
dan perlu dijaga dengan baik.
 Menyatukan pemikiran dengan Dinas – Dinas
terkait sehingga koordinasi dapat diperkuat
dalam rangka menyukseskan penyelenggaraan
pelayanan publik yg prima.
 Merekrut pegawai masih perlu dilakukan agar
komposisi pegawai seimbang dengan beban
kerja yang ada. Agar pelaksanaan pelayanan
perizinan melalui mobil pelayanan keliling
dapat dijadwalkan dengan tersebar di semua
wilayah Surabaya.
 Proses perizinan melalui SSW perlu lebih
disederhanakan
kembali
sehingga
memudahkan persyaratan dan mampu
mempercepat pelayanan perizinan.
Daftar Pustaka
BUKU
Atmosudirdjo, Prajudi. 1987. Beberapa Pandangan
Ilmu
tentang
Pengambilan
Keputusan
(Decision Making). Jakarta: Ghalia Indonesia.
Denhardt, Robert dan Janet. 2003. The New Public
Service: Serving Not Steering . New York:
M.E Sharpe. Inc.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok – Pokok Materi Metodologi
Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Hasan, Iqbal. 2002. Teori Pengambilan Keputusan.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ibrahim, Amin. 2008. Teori dan Konsep Pelayanan
Publik serta Implementasinya . Bandung: CV.
Mandar Maju.
Ivancevich, Donnelly, and Gibson. 2004. Fourth
Edition
Management
(Principles
and
Function). Delhi: A.I.T.B.S Publishers &
Distributors (Regd.).
Koch, Richard. 2005. Pedoman dari The Financial
Times, Strategi Cara Menciptakan dan
Menyajikan Strategi yang Bermanfaat . Batam:
Interaksara.
Kumorotomo, Wahyudi. 2013. Etika Administrasi
Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan
Daerah. Yogyakarta : Andi Offset.

9

Kebijakan dan Manajemen Publik

ISSN 2303 - 341X

Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

Moleong, J. Lexy. 2012. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Noorjaya, Tika., ed. 1993. Pendayagunaan Sumber
Daya Manusia secara Manusiawi. Jakarta:
Erlangga.
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. Jakarta: PT. Elex
Media Computindo.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen
Pelayanan: Pengembangan
Model Konseptual, Penerapan Citizen’s
Charter, dan Standar Pelayanan Minimal .
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Salusu, J. 2002. Pengambilan Keputusan Stratejik
untuk Organisasi Publik dan Organisasi
Nonprofit. Jakarta: Grasindo.
Sudarso. 2010. Metode Penelitian Sosial. Suyanto dan
Sutinah (Eds). Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sutarto. 2006. Dasar-Dasar Organisasi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Perizinan dalam Sektor
Pelayanan Publik. Jakarta: Sinar Grafika.
Wahjono, Sentot Imam. 2010. Perilaku Organisasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
INTERNET
Doing Business. Urus Izin Usaha di Singapura Cukup
1
Hari.
(http://bahasa.doingbusiness.org/~/media/FPD
KM/Doing%20Business/Documents/Subnatio
nal-Reports/DB12-Indonesia-bahasa.pdf,
diakses pada 12/4/14)
Eko Prasojo. Yuk, Intip Bedanya PNS di Indonesia
dengan
Australia .
(http://ekoprasojo.com/?p=671,
diakses
pada12/4/14)
Herubudiana. 2010. ISO 9001:2008 Sistem Manajemen
Mutu.
(http://herubudiana.staff.umm.ac.id/2010/03/1
1/iso-9001-2008-sistem-manajemen-mutu/,
diakses pada 19/4/14)
Media Harian Tebengan. 2014.
Membangun Aparatur sebagai Penyelenggara
Pelayanan
Publik.
(http://media.hariantabengan.com/index/detail
/id/37414, diakses pada 27/3/14)
Pemerintah Kota Surabaya. 2011a. Bab II. Keadaan
Umum.
(http://lh.surabaya.go.id/profile%20kehati/201
1/3.%20BAB%20II%20Keadaan%20Umum.p
df, diakses pada 19/4/14).
Pemerintah Kota Surabaya. 2011a. Bab III. Kondisi
Umum.
(http://www.surabaya.go.id/pdf/rpjp/BAB%20
III%20Kondisi%20Umum.pdf, diakses pada
19/4/14)
Pemerintah Kota Surabaya. 2012b. Penetapan
Indikator
Kinerja
Daerah.

(www.surabaya.go.id/files.php?id=772,
diakses pada 19/4/14).
Suara Publik News. 2013. Pemkot Surabaya Terus
Perbaiki
Layanan
Pengurusan
Ijin.
(http://suarapubliknews.net/index.php/pemerin
tahan/item/1172-pemkot-surabaya-terusperbaiki-layanan-pengurusan-ijin,
diakses
pada 30/3/14)

NASKAH PRODUK KEBIJAKAN
Republik Indonesia. 2013. Peraturan
Surabaya Nomor 28. Sekretariat
Surabaya.
Republik Indonesia. 2013. Peraturan
Keuangan Republik Indonesia
32/PMK/.02/2013.
Sekretariat
Jakarta.

Walikota
Negara.
Menteri
Nomor
Negara.

LAPORAN PENELITIAN
Ardaneswari, Citra Pandu. 2012. “Studi Deskriptif
tentang Relapse Prevention Strategy yang
diterapkan oleh Badan Pendidikan dan
Pelatihan Jawa Timur.” Jurnal Administrasi
Negara. Lembaga Penelitian Universitas
Airlangga.
Havianto, Alvin. 2013. “Studi Deskriptif tentang
Strategi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kota Surabaya dalam Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik.” Jurnal Administrasi
Negara. Lembaga Penelitian Universitas
Airlangga.
Steiss, Alan Walter. 2003. “Strategic Mana