Tugas Makalah Politik Hukum dan Politik

TUGAS MAKALAH POLITIK HUKUM DAN POLITIK
HUKUM KENOTARIATAN

POLITIK HUKUM DALAM
PROFESI JABATAN NOTARIS

Disusun Oleh
Satria Khairul Umam ,S.H

ABSTRAK Notaris adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan
oleh Undang – undang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan
akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.
Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, bukan saja
karena keharusan oleh peraturan perundang – undangan, tetapi juga
karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan
hak dan kewajiban para pihak demi kepastian , ketertiban, dan
perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, sekaligus bagi
masyarakat secara keseluruhan .
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan UndangUndang Dasar 1945. Dengan demikian maka segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan
negara dan pemerintahan harus berlandaskan dan berdasarkan atas hukum, sebagai barometer untuk
mengukur suatu perbuatan atau tindakan telah sesuai atau tidak dengan ketentuan yang telah disepakati.
Negara hukum merupakan suatu negara yang dalam wilayahnya terdapat alat-alat perlengkapan
negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya terhadap para warga negara
dan dalam hubungannya tidak boleh bertindak sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan
peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus
tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku. (Wirjono Prodjodikoro, 1991: 47).
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka hukum merupakan himpunan peraturan yang
mengatur tatanan kehidupan, baik berbangsa maupun bernegara, yang dihasilkan melalui kesepakatan dari
wakil-wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis
melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada
di dalamnya. Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan
secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang
dihasilkan itu sesuai dengan kengininan hati nurani rakyat. Tetapi apabila sebaliknya maka terlihat bahwa
produk hukum yang dikeluarkan tersebut dapat membuat masyarakat menjadi resah dan cenderung tidak

mematuhi ketentuan hukum itu.
Pelaksanaan roda kenegaraan tidak dapat dilepaskan dari bingkai kekuasaan, karena dalam
negara terdapat pusat-pusat kekuasaan yang senantiasa memainkan peranannya sesuai dengan tugas dan
wewenang yang telah ditentukan. namun dalam pelaksanaannya sering mengalami benturan satu sama
lain, karena kekuasaan yang dijalankan tersebut berhubungan erat dengan kekuasaan politik yang sedang
bermain. Maka dalam hal ini negara, kekuasaan, hukum, dan politik merupakan satu kesatuan yang sulit
untuk dipisahkan, karena semua komponen tersebut senantiasa bermain dalam pelaksanaan roda
kenegaraan dan pemerintahan. Komponen-komponen tersebut hanya akan berjalan dengan semestinya
apabila ada pelaksana yang mengerti tentang bagaimana cara kerja dari komponen tersebut.
Diantara banyak pelaksana negara, kekuasaan, hukum dan politik ini terdapat mereka yang disebut
sebagai pejabat negara, baik secara umum maupun secara khusus. Diantara para pejabat umum yang
memangku tugas dari negara, terdapat pejabat yang disebut dengan notaris. Notaris merupakan salah satu
profesi yang mempunyai karateristik tersendiri dibandingkan profesi lain seperti : Advokat, jaksa, arbirter
dan hakim. Dimana tugas notaris adalah membantu orang-orang yang mempunyai masalah hukum. Untuk
itu, agar dapat menjalankan profesi tersebut atau membantu orang-orang yang mempunyai permasalahan
hukum, maka seseorang yang menjalankan profesi tersebut membutuhkan keahlian khusus sebagai salah
satu prasyarat untuk menjadi profesional dalam profesi tersebut.

2


Dalam pasal 1 Peraturan jabatan Notaris dikemukakan bahwa Notaris adalah pejabat umum satusatunya yang berwenang untuk membuat akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk
dinyatakan dalam suatu akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan
memberikan grosse, salinan, dan kutipanya, semuanya sepanjang akte itu oleh suatu peraturan tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
Dalam menjalankan profesinya Notaris mendapat ijin praktek dari Menteri Kehakiman, dan
dalam hal ini pekerjaan adalah membuat akta otentik. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka tidak
beralasan jika Notaris dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kode etik profesi. Karena Notaris
merupakan profesi yang terhormat (officium nobile) yang memerlukan integritas serta kualifikasi
tersendiri, oleh karenanya seorang notaris dalam bertingkah laku menjalankan profesinya, tidak sekedar
dibatasi oleh norma-norma hukum atau norma-norma kesusilaan yang berlaku secara umum, tetapi juga
harus patuh terhadap ketentuan-ketentuan etika profesi, yang diatur dalam kode etik profesi.
Kegiatan notaris di Indonesia banyak dipengaruhi oleh politik dan hukum itu sendiri. Pengaruh
politik dapat terlihat dari dibuatnya suatu produk politik yang berupa undang-undang khusus yang
mengatur mengenai jabatan notaris yaitu Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Dan status Indonesia yang merupakan negara hukum tentunya juga akan mempengaruhi setiap tindakan
dan perbuatan para notaris karena mereka harus berpedoman pada hukum-hukum yang berlaku.
Berdasarkan latar belakang hal tersebut maka, pada makalah ini penulis memilih judul mengenai
apa saja tugas dan wewenang notaris sebagai pejabat umum , apa itu politik hukum , dan bagaimana
kaitannya politik hukum dalam profesi jabatan notaris .


B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka, saya akan mencoba membahas permasalahan
mengenai
1. Apa tugas dan wewenang Notaris sebagai pejabat umum dalam kehidupan masyarakat .
2. Apa itu politik hukum
3. Bagaimanakah kaitannya politik hukum dalam profesi jabatan notaris

3

BAB II

PEMBAHASAN

1. Tugas Dan Wewenang Notaris

Tugas dan wewenang Notaris penting untuk diuraikan, dengan mengacu pada wewenang
yang diberikan secara atributifoleh Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.


4

Walaupun secara administrasi negara (recht administrative) Notaris dan PPAT tidak mungkin dijadikan
sebagai pejabat publik yang apabila melakukan tugas dan kewenangan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau asas umum pemerintahan yang baik (Algemene Beginsel
Behorlijk Van Bestuur). Pemaparan tugas dan kewenangan Notaris (Habib Adjie, 2009: hal. 40) sebagai
pejabat umum (openbare amtbbenaren) dan mandiri (lih: Pasal 1 angka 1 UUJN) adalah untuk melihat,
apakah cover note yang sering diterbitkan oleh Notaris sebagaimana dalam praktik dan kebiasaan pejabat
Notaris ? merupakan tugas dan kewenangannya. Ataukah cover note benar adanya untuk diadikan bukti
jaminan karena ia dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang .
Pasal 15 ayat 1 UUHT menegaskan bahwa pembuatan SKMHT adalah kewenangan Notaris,
disamping itu juga PPAT berwenang membuat SKMHT. Apalagi dalam kebiasaan di lapangan setelah
seorang menjadi PPAT, jabatan Notaris juga sudah dijabatnya. Dengan demikian atas dasar keyakinan
PPAT sebagai pejabat yang akan mengirim APHT dan warkah serta surat lainnya (seperti Sertifikat hak
milik, warka, persil dll) sudah lengkap, maka tidak ada keraguan lagi bagi Notaris sekaligus sebagai PPAT
untuk mengeluarkan cover note, agar dengan kepercayaan dari Notaris dan debitor pemberi hak
tanggungan

Bank


sudah

dapat

mencairkan

kredit.

Dalam

praktiknya

juga

sering

terjadi

konflik (chaos) tugas dan kewenangan antara PPAT dan Notaris apalagi kewenangan Notaris dikuatkan
dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2003 sedangkan PPAT hanya dikuatkan dengan Peraturan

Pemerintah (disingkat PP) Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah
(disingkat PJPPAT). Dalam pasal 15 ayat 2 huruf f UUJN ditegaskan Notaris berwenang membuat akta
yang berkaitan dengan Akta pertanahan.

Ada tiga penafsiran pasal tersebut yaitu:
1) Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi wewenang Notaris atau telah menambah
wewenang Notaris.
2) Bidang pertanahan menjadi wewenang Notaris.
3) Tetap tidak ada pengambilalihan dari PPAT atau pengembalian wewenang kepada Notaris, baik PPAT
maupun Notaris telah mempunyai wewenang sendiri-sendiri. (Habib Adjie, 2008: 84).
Dalam beberapa literatur dan artikel yang ditulis oleh Habib Adjie (2008: 86 & 2009: 83)
mengemukakan : “Wewenang bidang pertanahan tidak berwenang menjadi wewenang Notaris di
Indonesia sejak kelahirannya. Ketentuan pasal 15 ayat 2 huruf f UUJN tidak menambah wewenang
Notaris di bidang pertanahan, dan bukan pula pengambilalihan wewenang dari PPAT. Bahwa Notaris
mempunyai wewenang dalam bidang pertanahan, sepanjang bukan wewenang yang sudah ada pada PPAT,
oleh karena itu tidak ada sengketa kewenangan antara Notaris dan PPAT (lih juga: putusan MK Nomor
009 – 014/ PUU-III/ 2005, tambahan pen.).Masing-masing mempunyai kewenangan sendiri sesuai aturan
hukum yang berlaku.”
Dari uraian di atas tidak berarti bahwa tugas dan kewenangan untuk pembuatan SKMHT juga
menjadi sengketa antara Notaris dan PPAT, karena dalam pelaksanaan adalah Notaris yang diprioritaskan

untuk menerbitkan SKMHT bagi pihak yang ingin mengajukan kuasa membebankan hak tanggungan
(habib Adjie mengomentari (2009: 31), bahwa kata yang lebih tepat adalah bukan “surat” tetapi Akta

5

Kuasa Membebankan Hak Tanggungan). Namun untuk wilayah terpencil (seperti pedesaan yang tidak ada
Notaris) maka PPAT dapat saja membuat SKMHT untuk kepentingan para pihak.
Pejabat Notaris sebagai pejabat yang akan mengeluarkan akta, agar dapat dipercaya. Seperti apa
yang diuraikan oleh Tan Thong Kie (2007: 445) untuk pembuatan akta yang otentik maka jabatan Notaris
adalah jabatan yang mulia yang membuktikan bahwa kekuasaan (power) merajai kewajiban (obligatory).
Oleh karena fungsi Notaris banyak terlibat dalam beberapa lingkungan dan situasi dalam kehidupan
seorang masyarakat. sebagaimana yang dikemukakan oleh Tan Tong Kie (2007: 451 s/d 455) dengan
mengutip pendapat A. W. Voors “Dalam hubungan keluarga seorang Notaris harus membedakan antara
hubungan keluarga dan tugas jabatan dengan objektif/ tidak memihak dan mampu menyimpan rahasia
bagi keluarga yang pemboros, dalam hal membuat surat wasiat, dan perjanjian nikah. Dalam soal warisan,
dengan akta warisan yang dibuatnya maka seorang dapat mencairkan rekening yang tersimpan dalam
suatu Bank. Dalam bidang usaha seperti pembuatan kontrak anatara para pihak yang dimulai dengan akta
dan juga diakhiri dengan akta, kejadian terutama dapat dilihat dalam akta jual beli.
” Terlepas dari fungsi Notaris yang dikemukakan panjang lebar oleh Tan Tong Kie, jelasnya
tugas dan kewenangan dari pada Notaris telah ditegaskan dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 30

Tahun 2004 sebagai berikut
I.

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/

atau yang dikehendaki oleh yeng berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
II.

Notaris berwenang pula:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar
dalam buku khusus.
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana
ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
4. Melakukan pengesahan kecocokan foto kopi dengan surat aslinya.Memberikan penyuluhan hukum

sehubungan dengan pembuatan akta.
5. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
6. Membuat akta risalah lelang .

Berdasarkan tugas dan kewenangan Notaris yang ditegaskan dalam UUJN, selanjutnya Habib
Adjie (2008: 78) membagi dalam tiga ranah kewenangan yakni kewenangan umum (Pasal 15 ayat 1

6

UUJN), kewenangan khusus (Pasal 15 ayat 2 UUJN), kewenangan yang akan ditentukan kemudian (Pasal
15 ayat 3 UUJN).
Maksud dari pada kewenangan umum adalah kewenangan untuk membuat akta secara umum
dengan batasan sepanjang:
1) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
2) Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
3) Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau
dikehendaki oleh yang berkepentingan (Habib Adjie: ibid).
Namun ada juga wewenang dari pada Notaris untuk membuat akta otentik menjadi wewenang
atau pejabat instansi lain seperti:

1) Akta pengakuan anak diluar kawin (Pasal 281 BW).
2) Akta berita acara tentang kelalaian penyimpan jabatan hipotik (Pasal 1127 BW).
3) Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405 dan Pasal 1406 BW).
4) Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 Wvk).
5) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (Pasal 15 ayat 1 UUHT)
6) Membuat akta risalah lelang (Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 338/
KMK.01/ 2000).
Selanjutnya kewenangan khusus ditegaskan dalam Pasal 15 ayat 2 UUJN, yang ditambah lagi
melalui kewajiban Notaris (Pasal 16 ayat 3 UUJN) untuk membuat akta dalam bentuk in originali:
1) Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.
2) Penawaran pembayaran tunai.
3) Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga.
4) Akta kuasa.
5) Keteranga kepemilikan.
6) Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan kewenangan yang ditentukan kemudian, adalah kewenangan yang akan ditentukan
berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius constitendum). Kewenangan yang
dimaksud di sini adalah kewenangan yang kemudian lahir setelah terbentuk peraturan perundangundangan dalam bentuk Undang-undang. Namun juga dapat diketemukan wewenang Notaris bukan

7

dengan pengaturan Undang-undang dikemudian hari, dapat saja melalui tindakan hukum tertentu yang
harus di buat dengan akta Notaris seperti pendirian partai politik yang wajib dibuat dengan akta Notaris.

2. POLITIK HUKUM
Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu usaha politik
atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan
tujuannya. Sedangkan hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang yang
berisi perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah laku manusia guna mencapai keadilan,
keseimbangan dan keselarasan dalam hidup. Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang melatar
belakangi proses pembentukan hukum dan kebijakan suatu bidang tertentu, sekaligus juga akan sangat
mempengaruhi kinerja lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dalam bidang tersebut dalam
mengaplikasikan ketentuan-ketentuan produk hukum dan kebijakan, dan juga menentukan kebijakankebijakan lembaga-lembaga tersebut dalam tatanan praktis dan operasional.
Definisi atau pengertian politik hukum juga bervariasi. Namun dengan meyakini adanya
persamaan substantif antarberbagai pengertian yang ada, maka dapat diambil pengertian bahwa politik
hukum adalahlegal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia.
Dari pengertian tersebut terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang
dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. (Moh. Mahfud MD,
2009: 17).
Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan
dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti
yang tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, politik hukum itu ada
yang bersifat permanen atau jangka panjang dan ada yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen
misalnya pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan antara kepastian
hukum, keadilan, dan kemanfaatan, penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukumhukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan
sebagainya. Di sini terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam Undang-Undang Dasar
sekaligus berlaku sebagai politik hukum. Adapun yang bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat
sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik yang akan
memberlakukan maupun yang akan mencabut, misalnya kodifikasi dan unifikasi pada bidang-bidang
hukum tertentu.

3. POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS

A. Politik Hukum (Kenotariatan) materiel:
Tujuan :

8

Guna menjamin kepastian hukum tentang kedudukan, tugas, wewenang, hak dan kewajiban, formasi, serta
produk dari Notaris.
Ide/Cita-cita Hukum Kenotariatan:
Ide/Cita-cita Hukum kenotariatan harus sejalan dengan cita-cita hukum, yaitu:
1)

Mewujudkan integritas bangsa,

2)

Mewujudkan keadilan sosial,

3)

Mewujudkan kedaulatan rakyat,

4)

Mewujudkan toleransi,

5)

Terciptanya alat bukti (dlm hal ini akta otentik) yang kuat dalam lalu lintas hukum,

6)

Terciptanya kepastian hukum, ketertiban masyarakat, dan terpenuhi perlindungan hukum,

7)

Terciptanya kepastian hak dan kewajiban para pihak.

Arah kebijakan yang ditempuh dalam politik hukum kenotariatan, yaitu :
1)

mewujudkan unifikasi hukum di bidang kenotariatan, yaitu mengadakan pembaharuan dan pengaturan
kembali tentang jabatan notaris,

2)

menggantikan peraturan perundangan produk kolonial dengan produk hukum nasional berupa UndangUndang Jabatan Notaris

3)

mengatur secara rinci tentang kedudukan notaris sebagai pejabat umum

4)

mengatur secara rinci tentang bentuk, sifat, dan macam akta notaris.
B. Politik Hukum (Kenotariatan) Formil :
Cara atau proses pemerintah menentukan kebijakan yg dipilih dalam menetapkan hukum
yg berlaku. Sejalan dengan pengertian politik hukum dari Bellefroid, dalam hal ini, proses
perubahan ius constitutum (hukum yg berlaku) menjadi ius constituendum (hukum yang akan
ditetapkan) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
C. Jabatan Notaris Sebagai Sebuah Profesi
Artinya, bahwa pekerjaan atau tugas-tugas jabatan notaris hanya dapat dilaksanakan atas dasar
keahlian yang telah dimiliki. Dengan demikian keahlian dalam bidang ilmu kenotariatan menjadi syarat
mutlak untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan sebagai pejabat umum yang menghasilkan akta
sebagai alat bukti otentik. Undang-Undang Jabatan Notaris telah mensyaratkan pendidikan magister
kenotariatan adalah syarat mutlak untuk dapat diangkat menjadi notaris yang tugas dan fungsinya adalah
sebagai pejabat umum di bidang keperdataan. Perbuatan-perbuatan hukum perdata yang menghendaki
atau memerlukan alat bukti otentik berupa akta otentik memerlukan jasa dari seorang notaris. Sekali pun
notaris melaksanakan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan klien, namun demikian seorang notaris itu

9

harus memenuhi sifat hakiki dari keberadaan (eksistensi) profesi/jabatannya atas dasar pengangkatan oleh
negara/pemerintah. Hasil pekerjaannya adalah berupa alat bukti. Alat bukti tersebut agar memiliki
keabsahan haruslah sesuai dengan (memenuhi) ketentuan peraturan perundangan-undangan. Selain itu
dalam pelaksanaannya profesi jabatan notaris juga memerlukan kaedah-kaedah etika profesi sesuai
dengan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris sebagai manusia yang bebas dan menjadi elemen penting dalam pembangunan bangsa kiranya
harus lekat dengan sifat-sifat humanisme mengingat peranannya yang signifikan dalam lalu lintas
kemasyarakatan. Posisi notaris yang urgen dalam kehidupan kemanusiaan menjadikan proses seseorang
menuju notaris yang ahli menjadi penting. (Abdul Ghofur Anshori, 2009: 5). Disamping itu, dalam
pelaksanaan profesi jabatan notaris memerlukan kaedah-kaedah etika profesi, dimana dapat dikatakan
dalam hal ini pengertian etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang buruk. Asal kata etika adalah dari bahasa
Yunani, yaitu ethos (bentuk tunggal) yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan,
adat, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Bentuk jamaknya adalah ta ethayang berarti adat istiadat. Arti
kata

yang

terakhir

inilah

yang

menjadi

latar

belakangi

terbentuknya

istilah

etika.

Oleh Aristoteles digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai
dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan, dan suara hati. Etika tidak sama dengan ilmu-ilmu lain.
Ilmu lain pada umumnya terkait dengan hal-hal konkrit, tetapi etika melampaui hal-hal konkrit. Etika
berkaitan dengan boleh, harus, tidak boleh, baik, buruk, dan segi normatif, segi evaluatif. Telah jelas
disebutkan unsur-unsur etika dari seorang notaris terdapat di dalam pasal 17 Undang-Undang No. 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

D. Kaitan Politik Hukum Dalam Profesi Jabatan Notaris
Notaris sebagai pejabat umum memiliki peranan sentral dalam menegakkan hukum di Indonesia, karena
selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal masuk kelompok elit di Indonesia. Notaris
sebagai kelompok elit berarti notaris merupakan suatu komunitas ilmiah yang secara sosiologis,
ekonomis, poolitis serta psikologis berada dalam stratifikasi yang relatif lebih tinggi diantara masyarakat
pada umumnya. Kebutuhan akan jasa notaris dalam masyarakat modern tidak mungkin dihindarkan.
Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah dan pemerintah sebagai organ Negara
mengangkat notaris bukan semata untuk kepentingan notaris itu sendiri, melainkan juga untuk
kepentingan masyarakat luas. Jasa yang diberikan oleh notaris terkait dengan persoalan trust kepercayaan
antara para pihak, artinya negara memberikan kepercayaan besar terhadap notaris dan dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pemberian kepercayaan kepada notaris berarti notaris tersebut maua tidak mau
telah dapat dikatakan memikul pula tanggung jawab atasnya.
Nilai lebih dari suatu profesi adalah sejauh apakah seorang profesional mampu menahan godaan atas
kepercayaan yang diemban kepada mereka padahal godaan untuk menyelewengkan kepercayaan begitu
besar. Landasan yang berbentuk moralitas menjadi mutlak untuk dibangun dan notaris sebagai kelompok
papan atas, memiliki andil yang besar bagi masyarakat luas dalam membangun moralitas. (Abdul Ghofur
Anshori, 2009: 1) Keberadaan suatu negara hukum mengharuskan adanya pejabat yang dapat membantu
mengatur perhubungan hukum antar warga negara. Di sinilah peran seorang notaris dibutuhkan. Dalam
hal ini bukan hanya membutuhkan polisi, jaksa, atau hakim yang berfungsi sebagai penegak hukum,

10

namun dalam suatu negara hukum, setiap perbuatan warga negaranya berkonsekuensi hukum. Sehingga
untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam melakukan perhubungan-perhubungan
hukum itu,, maka notaris telah ditunjuk dan diangkat oleh negara untuk menangani masalah-masalah
perhubungan hukum antar warga masyarakat itu, dalam hal ini negara memberikan sebagian
kewenangannya kepada notaris. Seperti telah diketahui bahwa salah satu tujuan politik hukum Indonesia
adalah penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya. Dan salah
satu pelaksana hukum itu sendiri adalah notaris. Dengan adanya penegasan pada keberadaan notaris
sebagai salah satu pelaksana hukum, berarti notaris telah mendapat hak yang legal untuk menangani
perhubungan hukum antar masyarakat. Selain itu, akta yang dibuat oleh notaris merupakan suatu produk
hukum yang diakui kebenarannya, yaitu suatu produk yang lahir oleh kebijakan politik hukum

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan diatas, maka kesimpulan yang dapat penulis
berikan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu sistem
politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana
melaksanakan tujuannya. Pentingnya peranan politik hukum dapat menentukan keberpihakan suatu
produk hukum dan kebijakan.Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga
yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di
dalamnya. Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus
dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas
sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan kengininan hati nurani rakyat.
Politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat
menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Disamping itu, politik
hukum dalam suatu negara hukum tidak luput dari peranan berbagai penegak hukum dimana salah
satu penegak hukum dalam hal ini adalah notaris. Yang mana keberadaan notaris tersebut dibutuhkan
di dalam suatu negara hukum agar dapat mengatur perhubungan hukum antar masyarakat di
dalamnya. Selain itu, notaris merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum
yang netral dan berimbang sehingga melindungi kepentingan hukum masyarakat. Notaris juga
diharapkan dapat memberikan penyuluhan hukum, khususnya dalam pembuatan akta, sehingga
masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum, sehubungan dengan
semakin meningkatnya proses pembangunan sehingga meningkat pula kebutuhan hukum dalam
masyarakat.

Kebutuhan hukum dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin banyaknya

bentuk perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta notaris, dimana notaris merupakan salah satu
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Dengan demikian, kaitannya dalam hal ini

11

notaris yang merupakan pejabat berwenang dalam suatu produk yang dihasilkan dari notaris itu
sendiri merupakan suatu produk hukum yang lahir dari kebijakan politik hukum .

DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta:
UII Press.
Adjie, Habib, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
MD, Moh. Mahfud, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
(Wirjono Prodjodikoro, 1991: 47).

12