Tinjauan Teoritis Beberapa Kebijakan Pen

Tinjauan Teoritis : Beberapa Kebijakan
Pengampunan Pajak Dari Masa Orde Lama
Sampai Orde Reformasi Di Indonesia

Disusun Oleh:
Didi – NIM: 55.15.22.0009

Magister Akuntansi
Program Pasca Sarjana Akuntansi
Universitas Pancasila
Jakarta
2016

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

1. PENDAHULUAN
Perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal pertama di tahun
2016 hanya mencapai angka 4,92%, lebih baik 0,23% pada kuartal yang sama di
tahun 2015 sebesar 4,73%. Pencapaian ini di bawah target Bank Indonesia (BI) dan
sejumlah ekonom yang semula memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
kuartal pertama di tahun 2016 dapat menembus angka di atas 5%. Tren perlambatan

pertumbuhan ekonomi nasional dalam tiga tahun terakhir berdampak pada beberapa
aspek kehidupan masyarakat dan stabilitas pembangunan. Tidak hanya itu,
perlambatan pertumbuhan ekonomi juga berdampak pada tidak tercapainya target
penerimaan negara dari sektor pajak dalam beberapa tahun terakhir. Pajak
mempunyai peranan penting dalam pembangunan, hampir ¾ pendapatan negara
bersumber dari pajak. Misalnya dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja
Negara) tahun 2015, seperti data yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan
RI, 78% atau dari Rp1.758.864,2 milyar pendapatan dalam negeri Rp1.370.827,2
milyar disumbang dari sektor pajak (RAPN, 2015). Tidak tercapainya target
pendapatan dari sektor pajak pada tahun 2015, yaitu yang hanya mencapai Rp1.055
triliun dari target Rp1.294,25 triliun atau sekitar 81,50% lebih rendah dari realisasi
tahun 2014 sebesar 91,70%, tahun 2013 sebesar 93,80%, tahun 2012 sebesar
96,45%, tahun 2011 sebesar 99,45%, tahun 2010 sebesar 97,31%, tahun 2009
sebesar 95,13%, tahun 2007 sebesar 99,79%, dan tahun 2006 sebesar 84,53%.
Tidak tercapainya target penerimaan pemerintah dari sektor pajak, dapat
mengancam pelaksanaan pembangunan dengan tertundanya program-program
pembangunan yang telah direncanakan baik dalam RPJP (Rencana Pembangunan
Jangka Pendek), RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), dan RPJP
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
setidak-tidaknya pemerintah telah melakukan tiga upaya dalam rangka menggali

potensi pendapatan dari sektor pajak, yang antara lain : melakukan kebijakan sunset
policy, melakukan kebijakan Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 atau TPWP

2015, dan melakukan kebijakan tax amnesty. Dengan demikian tulisan ini akan
membahas kebijakan-kebijakan populer yang diambil pemerintah dalam rangka
memperbaiki sistem perpajakan dan sekaligus mendongkark pendapatan dari sektor
pajak di Indonesia.
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...
E-Mail : didi.juniardy@yahoo.co.id

1

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

2. TINJUAN TEORITIS
Sebelum membahas lebih jauh tentang berbagai kebijakan yang dilakukan
pemerintah dalam upaya peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak, terlebih
dahulu akan dibahas latar belakang, sejarah berbagai kebijakan perpajakan
beberapa negara di dunia dan Indonesia.


2.1. Latar Belakang Kebijakan Perpajakan di Indonesia
Upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak di
Indonesia, didasarkan atas pertimbangan masih besarnya potensi perpajakan yang
belum digali di Indonesia baik dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri
potensi perpajakan berada pada sembilan sektor usaha, seperti: sektor pertanian,
perkebunan dan kehutanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri,
sektor listrik, gas dan air minum, sektor kontruksi, sektor perdagangan hotel dan
restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa
perbankan, serta sektor jasa. Menurut data Pusat Kebijakan APBN Badan
Kebijakan Fiskal Dirjen Pajak, potensi PPh Badan di Indonesia sampai pada tahun
2012 sebesar Rp538,71 triliun dan baru terealisasi sebesar Rp381,61 triliun atau
baru mencapai 70,8%. Sebenarnya, upaya ini telah ditempuh oleh pemerintahan
sebelumnya dengan menerbitkan PP No. 24 tahun 1998 tentang Kewajiban
Penyampaian

Laporan

Keuangan

Tahunan


Perusahaan.

Untuk

mengimplementasikan PP tersebut, Kementerian Perindustrian dan Perdagangkan
menerbitkan Surat Keputusan No. 121/MPP/Kep/2/2002 tahun 2002 tentang
Ketentuan Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan. Dalam surat
tersebut mengatur bahwa setiap perusahaan memiliki aktiva paling sedikit Rp25
miliar wajib menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan
publik. Peraturan ini merupakan sarana kontrol pemerintah bagi WP Badan dalam
hal ketaatan membayar pajak. Di samping menggali potensi pajak pada perusahaanperusahaan besar, pemerintah juga menggali potensi pajak pada sektor UMKM atau
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui PP No. 46 tahun 2013 tentang
peraturan pajak 1% bagi UMKM. Dalam PP tersebut UMKM yang memiliki
peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar per tahun akan dikenakan pajak 1% dari total
peredaran bruto tersebut.
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...

2


Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

2.2. Sejarah Kebijakan Perpajakan pada Beberapa Negara di Dunia dan di
Indonesia
Kebijakan perpajakan yang bertujuan untuk meringkan WP hampir
dilakukan di semua negara di dunia. Kebijakan yang meringankan ini, didasarkan
atas pertimbangan jangka panjang dengan mengorbankan manfaat jangka pendek,
yang artinya pemerintah sebagai fiskus mengorbankan penerimaan yang
seharusnya diterima dengan memberikan pembebasan tetapi mengharapkan akan
menerima lebih pada masa-masa yang akan datang. Adapun beberapa negara di
dunia yang pernah melakukan kebijakan ini antara lain: Afrika Selatan, Italia,
Belgia, Rusia, Yunani, Jerman, Amerika Serikat, Spanyol, dan Irlandia.
1. Afrika Selatan

Pengampunan perpajakan kepada wajib pajak di Afrika Selatan dilakukan pada
tahun 1995, 1996, dan 2003. Pengampunan perjakan di Afrika Selatan
dilakukan dalam bentuk penghapusan sanksi perpajakan menjadi special
amnesty di mana pelanggaran pajak dan lalu lintas devisa dibebaskan dari

sanksi pidana. Pemberlakuan special amnesty di Afrika Selatan tidak berlaku

bagi WP yang terllibat tindak pidana korupsi, kriminal, transaksi narkoba, dan
money laundring.
2. Italia

Pengampunan perpajakan kepada WP di Italia dilakukan pada tahun 2001 dan
2009. Pengampunan perpajakan di Italia dialakukan dengan memperkenalkan
amnesti pajak yang dikenal dengan istilah “scudo fiscale” atau “pajak perisai”.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengembalikan aset-aset warga Italia yang
terparkir di luar negeri. Kebijakan ini ditempuh dengan memberlakukan tarif
pajak flat 5% bagi setiap warga negara yang mengembalikan asetnnya ke dalam
negeri. Hasil dari kebijakan yang ditempuh Italia cukup memuaskan dengan
uang masuk sebesar €80 milyar dan pendapatan negara meningkat €4 miliar
dari total aset yang terpakir di luar negeri yang berjumlah €500 miliar.
3. Belgia

Pengampunan perpajakan kepada wajib pajak di Belgia dilakukan pada tahun
2004. Pada saat itu, parlemen Belgia mengesahkan undang-undang yang

Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...
E-Mail : didi.juniardy@yahoo.co.id


3

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

memungkinkan wajib pajak terbebas dari sanksi atas tunggakan pajak sebelum
1 Juni 2003.
4. Rusia

Pengampunan perpajakan kepada wajib pajak di Rusia dilakukan pada tahun
2007. Pada saat itu, pemerintah berhasil menghimpun pendapatan negara
sebesar $130 US sebagai pembayaran pajak dari wajib pajak tanpa dikenakan
sanksi. Hal ini menunjukan begitu besarnya potensi pendapatan dari sumber
pajak yang ada di Rusia.
5. Yunani

Pengampunan perpajakan kepada WP di Yunani dilakukan pada tahun 2010.
Kebijakan yang diambil pemerintahan Yunani dilatarbelakangi kondisi
perekononomian Yunani yang mengalami krisis. Untuk menutup defisit
anggaran parlemen Yunani mengesahkan undang-undang amnesti pajak untuk

jutaan warga negara Yunani dengan mewajibkan setiap para penunggak pajak
hanya membayar 55% dari tunggakan pajaknya tanpa dikenakan sanksi
perpajakan.
6. Jerman

Pengampunan perpajakan kepada WP di Jerman dilakukan pada tahun 2004.
Kebijakan yang diambil pemerintah Jerman dilatarbelakangi dengan
banyaknya terjadi kasus penggelapan pajak di Jerman.
7. Amerika Serikat

Pengampunan perpajakan kepada WP di Amerika Serikat dilakukan pada tahun
2009. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat disebabkan
banyaknya pelanggaran perpajakan yang terjadi di Amerika Serikat. Kebijakan
pengampunan pajak di Amerika Serikat itu, berhasil memberikan amnesti
kepada 14.700 WP.
8. Spanyol

Pengampunan perpajakan kepada WP di Spanyol dilakukan pada tahun 2012.
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Spanyol dilatarbelakangi dengan
rendahnya penerimaan negara dari sektor pajak yang dikarenakan banyaknya

WP yang menyimpan asetnya diluar negeri. Tax amnesty yang diberikan
berupa penghapusan sanksi pidana kepada pengemplang pajak yang
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...

4

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

menyembunyikan asetnya di luar negeri. Kebijakan pengampunan perpajakan
yang diambil pemerintah Spanyol dengan menerapkan tarif flat 10% bagi WP
yang membawa asetnya ke dalam negeri.
9. Irlandia

Irlandia telah melaksanakan enam kali pengampunan pajak dalam kurun waktu
enam tahun. Pengampunan pajak pertama dimulai tahun 1998 dan berlangsung
selama sepuluh tahun. Pengampunan pajak yang diberlakukan pemerintah
Irlandia berupa: pengampunan sanksi denda, sanksi bunga, dan sanksi pidana.
Dari pengampunan pajak ini Irlandia berhasil menghimpun dana sebesar $700
US dari target $50 US.


Kebijakan pengampunan pajak yang dilakukan pemerintah saat ini,
sebenarnya bukan hal baru. Dalam perpajakan di Indonesia, sejarah mencatat
bahwa pemerintahan pernah dua kali menerbitkan kebijakan pengampunan pajak,
yaitu pada tahun 1964 pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dan pada tahun
1984 pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pengampunan pajak pertama
yang dilakukan pemerintahan Orde Lama, diluncurkan melalui penerbitan PP No.
5 tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak. Kebijakan pengampunan pada
saat itu berupa pengampunan yang menyangkut akumulasi modal dan penghasilan
yang diperoleh sebelum tanggal 10 Nopember 1964 yang belum dimasukan dalam
SPT dan belum dikenakan Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan maupun Pajak
Kekayaan. Pengampunan pajak pada saat itu tidak mempersoalkan sumber
penghasilan yang didapat, apakah dari hasil korupsi, suap menyuap maupun
penyeludupan pajak yang tidak diungkapkan. Dampak dari hal itu, pemerintah
dipandang tidak serius untuk menjalankannya sehingga mendapat tanggapan yang
pesimis dari pada wajib pajak karena dirasa tidak memenuhi asas keadilan. Di
samping itu munculnya pemberontakan PKI menyebabkan kebijakan ini tidak
berjalan efektif.
Sedangkan, pengampunan pajak yang kedua dilakukan pada masa
pemerintahan Orde Baru dengan diterbitkannya Kepres No. 26 tahun 1984. Dasar
diterbitkannya kebijakan ini adalah adanya perubahan sistem perpajakan yang

dianut Indonesia dari official assesment (pajak dihitung dan ditagih oleh fiskus)
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...
E-Mail : didi.juniardy@yahoo.co.id

5

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

menjadi self assesment (pajak dihitung dan dilaporkan sendiri oleh wajib pajak).
Kebijakan yang kedua ini pun tidak mendapatkan hasil yang diharapkan, hal ini
dikarenakan sistem administrasi perpajakan yang belum diselenggarakan dengan
baik, serta kebijakan pemerintah yang lebih cenderung berpihak dan memfasillitasi
kepentingan bisnis penguasa pada saat itu.

2.3. Kebijakan Pengampunan Pajak di Indonesia
Pada masa Orde Reformasi dimana sumber pendapatan negara yang
berupa kekayaan alam tidak lagi dapat dijadikan sumber utama, sementara itu
kebutuhan pembiayaan pembangunan telah menjadi suatu keharusan, maka sumber
pendapatan dari sektor pajak merupakan satu-satunya alternatif untuk mendongkrak
penerimaan negara. Untuk mewujudkan hal itu, salah satu cara yang ditempuh
pemerintah dengan memberikan pengampunan bagi WP yang telah melakukan
pelanggaran. Penghapusan pelanggaran bukan berarti pemerintah mentolerir segala
bentuk pelanggaran perpajakan. Tetapi hal ini harus dipandang sebagai langkah
awal untuk sistem perpajakan menuju ke arah yang lebih baik. Dengan kata lain,
setelah pemerintah memberikan pengampunan ini, diharapkan pada masa yang
akan datang setiap warga negara memiliki kesadaran untuk menunaikan kewajiban
perpajakannya. Adapun beberapa kebijakan pengampunan pajak yang dilakukan
oleh pemerintah, yaitu: kebijakan sunset policy (2008), kebijakan Tahun Pembinaan
Wajib Pajak/TPWP 2015, dan kebijakan tax amnesty (2016).
1. Kebijakan Sunset Policy

Kebijakan pengampunan pajak pertama di masa Orde Reformasi dilakukan
pada tahun 2008 di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono.
Kebijakan sunset policy dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2008 sampai 28
Februari 2009. Kebijakan sunset policy dilaksanakan berdasarkan:
a. Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.03/2008 stdd PMK No.
12/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penyampaian atau Pembetulan Surat
Pemberitahuan, dan Persyaratan Wajib Pajak yang Dapat Diberikan
Penghapusan Sanksi Administrasi dalam Rangka Penerapan Pasal 37A
UU No. 6 Tahun 1983.

Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...

6

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 27/PJ/2008 stdd Perdirjen
13/PJ/2009 tentang Tata Cara Penyampaian, Pengadministrasian, serta
Penghapusan Sanksi Administrasi Sehubungan dengan Penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi Untuk Tahun Pajak 2007 dan Sebelumnya.
c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-33/PJ/2008 tentang Tata
Cara Pemberian NPWP, Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan PPh,
Penghapusan Sanksi Administrasi, Penghentian Pemeriksaan, dan
Pengadministrasian Laporan Terkait dengan Pelaksanaan Pasal 37A
Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan,
d. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-34/PJ/2008 tentang
Penegasan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan Beserta Ketentuan Pelaksanaannya, kebijakan
perpajakan

ini

berupa

pemberian

fasilitas

penghapusan

sanksi

administratif pelanggaran pajak berupa bunga seperti yang diatur dalam
pasal 37A Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
tatacara Perpajakan (KUP).

Sedangkan, hal-hal yang melatarbelakangi penerbitan kebijakan sunset policy
tahun 2008, yaitu:
a. Masih rendahnya penerimaan pendapatan negara dari sektor pajak.
b. Masih rendahnya tax ratio Indonesia yang baru mencapai 13% dari GDP
(Gross Domestic Bruto) jika dibandingkan beberapa negara ASEAN seperti
Malaysia dan Singapura yang telah mencapai 20%. Sedangkan negra-negara
maju di dunia seperti: Amerika Serikat 26,9% dan Inggris 39%.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak,
kebijakan sunset policy yang dilaksanakan pada tahun 2008, memperoleh
beberapa hasil sebaga berikut:
a. Jumlah penambahan NPWP baru sebanyak 5.635.128 WP baru atau
potensi WP baru.
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...
E-Mail : didi.juniardy@yahoo.co.id

7

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

b. Jumlah SPT Tahunan PPh yang disampaikan sebanyak 804.814 SPT.
c. Jumlah penerimaan PPh di tahun 2009 itu mencapai Rp7,46 triliun.

2. Kebijakan Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 atau TPWP 2015

Kebijakan pengampunan pajak kedua di masa Orde Reformasi dilakukan pada
tahun 2015 di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kebijakan ini tidak
sepopuler seperti sunset policy 2008, walaupun kebijakan ini dicanangkan oleh
Presiden Joko Widodo pada tanggal 29 April 2015 di Istana Negara dengan
membawa motto “reach the unreachable, touch the untouchable”. Dasar
hukum yang mengatur dan memuat ketentuan kebijakan TPWP 2015 sendiri
adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 91/PMK.03/2015 serta Peraturan
Menteri Keuangan No. 29/PMK.03/2015. Secara umum, TPWP 2015 dan
sunset policy 2008, ini memiliki tujuan akhir yang sama, yakni menghapuskan

sanksi administrasi bagi Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT
Tahunan atau pembetulan SPT Tahunan. Walaupun memiliki tujuan yang sama
tetapi kedua kebijakan ini mempunyai perbedaan spirit yang masing-masing
dapat dilihat pasal mendasarinya.

Baik kebijakan perpajakan sunset policy maupun TPWP 2015 mengacu
undang-undang yang sama tetapi berbeda dari pasal yang melandasinya.
Seperti yang diuraikan di atas, sunset policy mengacu pada pasal 37A UndangUndang KUP, yang pada dasarnya keringanan diberikan kepada WP yang
menyampaikan pembetulan karena kesalahan yang disengaja. Sedangkan
TPWP 2015 mengacu pada pasal 36 ayat (1), yang pada dasarnya keringanan
diberikan kepada WP yang menyampaikan pembetulan karena kelalaian atau
kesalahan yang tidak disengaja.

Menurut data yang dipublikasikan Kementerian Keuangan Republik Indonesia,
kebijakan TPWP 2015 mampu mendongkrak pendapatan negara dari Pajak
Penghasilan yaitu: PPh Pasal 26, PPh Final dan PPh pasal 25/29. Untuk PPh
pasal 26 mengalami pertumbuhan sebesar 23,14% atau sekitar Rp15,058
triliun, PPh Final mengalami pertumbuhan 21,48% atau sekitar Rp38,252
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...

8

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

triliun, dan untuk PPh pasal 25/29 mengalami pertumbuhan sebesar 15,68%
atau sekitar Rp3,074 triliun.

3. Kebijakan Tax Amnesty

Kebijakan pengampunan pajak ketiga di masa Orde Reformasi dilakukan padaa
tahun 2016 masih di bawah pemerintahan yang sama. Kebijakan tax amnesty
berlaku efektif tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017 dengan dasar
hukum UU No.11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Walaupun
keberadaan undang-undang ini masih di-yudicial review di Mahkamah
Konstitusi (MK) oleh pemohon Yayasan Satu Keadilan (YSK), Serikat
Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) dan empat warga negara. Berbeda dengan
dua kebijakan sebelumnya (sunset policy dan TPWP 2015), kebijakan ini tidak
mengacu pada undang-undang perpajakan yang telah ada, melainkan dengan
undang-undang khusus yang sengaja dibuat. Hal ini didasari dari tingkat
kompleksitas masalah pengampunan pajak yang berbeda dengan dua kebijakan
sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan beberapa hal mengenai tax amnesty
seperti: latar belakang dan urgenitas tax amnesty, asas dan tujuan tax amnesty,
defenisi tax amnesty, jenis-jenis tax amnesty, subyek tax amnesty, masa
berlaku tax amnesty, tempat pengajuan tax amnesty, dan tata cara tax amnesty.
a. Latar belakang dan urgenitas tax amnesty

Dalam penjelasan undang-undang tax amnesty dikemukakan salah satu
yang dijadikan pertimbangan dilakukannya tax amnesty karena
perlambatan pertumbuhan ekonomi dan rendahnya penerimaan negara
sebagai sumber pembiayaan pembangunan dari pajak. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kebijakan tax amnesty memiliki sasaran ganda, yaitu
sasaran berkembangnya perekonomian sektor riil masyarakat dari
pemanfaatan arus dana yang masuk, dan sekaligus pemerintah akan
menerima pendapatan berupa pajak walau jumlahnya tidak penuh.
b. Asas dan tujuan tax amnesty
Menurut UU No.11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak, tax amnesty
memiliki empat asas dan tiga tujuan. Adapun asas tax amnesty terdiri atas:
kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepentingan nasional.
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...
E-Mail : didi.juniardy@yahoo.co.id

9

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

Sedangkan tujuan dari tax amnesty terdiri atas: mempercepat pertumbuhan
dan restrukturisasi perekonomian, mendoronng reformasi perpajakan, dan
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
c. Defenisi tax amnesty

Menurut pasal 1 ayat (1) UU No.11 tahun 2016 tentang pengampunan
pajak, tax amnesty didefenisikan sebagai penghapusan pajak yang
seharusnya terhutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan
sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harga dan
membayar uang tebusan sebagaimana diatur oleh undang-undang. Dari
defenisi ini jelas, kebijakan tax amnesty yang dilaksanakan pemerintah
memiliki dua ciri khas, yaitu: soft tax amnesty dan hard tax amnesty.
Dikatakan soft tax amnesty dikarenakan pengampunan diberikan atas
sanksi administrasi, sedangkan hard tax amnesty pengampunan pajak juga
diberikan atas sanksi pidana perpajakannya.
d. Jenis-jenis tax amnesty

Menurut Mari’e Muhamad mantan menteri keuangan pada era Orde Baru,
sekurang-kurangnya terdapat empat jenis tax amnesty, yaitu: tax amnesty
yang hanya mengampuni sanksi pidana tetapi hutang, bunga dan denda
masih tetap harus dibayar, tax amnesty yang mengampuni sanksi denda
dan pidana tetapi bunga dan hutang masih tetap harus di bayar, tax amnesty
yang mengampuni sanksi bunga, denda dan pidana tetapi hutang pajak
masih tetap harus dibayar, dan tax amnesty yang mengampuni kesemuanya
baik hutang pajak, denda, bunga serta sanksi pidana.
Berbeda dengan Mari’e, Sawyer mengelompokan tax amnesty ke dalam
lima jenis yaitu: filling amnesty (pengampunan bagi WP terdaftar namun
tidak pernah mengisi SPT), record keeping amnesty (pengampunan karena
kegagalan pemelliharaan dokumen oleh fiskus), revision amnesty (
kesempatan

untuk

memperbaiki

SPT),

investigation

amnesty

(pengampunan yang tidak meyelidiki sumber penghasilan tetapi harus
membayar

dalam

(pengampunan

jumlah

penghapusan

tertentu),

dan

prosecution

sanksi

pidana

dengan

amnesty

membayar

kompensasi).
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...

10

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

e. Subyek tax amnesty

Yang dapat memanfaatkan kebijakan amnesti pajak adalah:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi.
2. Wajib Pajak Badan.
3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM).
4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak.
f.

Masa berlaku tax amnesty

Amnesti Pajak berlaku sejak disahkan hingga 31 Maret 2017, dan terbagi
kedalam tiga periode, yaitu:
1. Periode I: Dari tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
2. Periode II: Dari tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
3. Periode III: Dari tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017
g. Tempat pengajuan tax amnesty
Tax amnesty dapat diajukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib

Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri dengan
membawa Surat Pernyataan.Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri juga tempat awal
yang harus dituju untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan
pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat
Pernyataan.
h. Tata Cara Tax Amnesty

Tata cara pengajuan Amnesti Pajak adalah sebagai berikut:
1) Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh menteri untuk meminta
penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan
dokumen yang harus dilampirkan dalam surat pernyataan, yaitu: a).
bukti pembayaran Uang Tebusan; b). bukti pelunasan tunggakan pajak
bagi wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak; c). daftar rincian
harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan; d). daftar
utang serta dokumen pendukung; e). bukti pelunasan pajak yang tidak
atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...
E-Mail : didi.juniardy@yahoo.co.id

11

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

bagi wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
atau penyidikan; f). fotokopi SPT PPh terakhir; dan g). surat
pernyataan mencabut segala permohonan yang telah diajukan ke
Direktorat Jenderal Pajak; h). surat pernyataan mengalihkan dan
menginvestasikan harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia paling singkat selama jangka waktu tiga tahun terhitung
sejak dialihkan dalam hal wajib pajak akan melaksanakan repatriasi;
i). melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan harta ke luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama
jangka waktu tiga tahun terhitung sejak diterbitkannya surat
keterangan dalam hal wajib pajak akan melaksanakan deklarasi; dan
j). surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha bagi wajib
pajak yang bergerak di bidang UMKM.
2) Wajib pajak melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan
untuk mengajukan amnesti pajak melalui surat pernyataan, termasuk
membayar uang tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi
pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak
dikembalikan bagi wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan
bukti permulaan atau penyidikan.
3) Wajib pajak menyampaikan surat pernyataan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan
menteri keuangan.
4) Wajib pajak akan mendapatkan tanda terima surat pernyataan.
5) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri menerbitkan
surat keterangan dalam jangka waktu paling lama sepuluh hari kerja
terhitung sejak tanggal diterima surat pernyataan beserta lampirannya
dan mengirimkan surat keterangan pengampunan pajak kepada wajib
pajak.
6) Dalam hal jangka waktu sepuluh hari kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri
belum menerbitkan surat keterangan, surat pernyataan dianggap
diterima.
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...

12

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

7) Wajib pajak dapat menyampaikan surat pernyataan paling banyak tiga
kali dalam jangka waktu terhitung sejak undang-undang ini mulai
berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 di mana surat
pernyataan kedua dan ketiga dapat disampaikan sebelum atau setelah
surat keterangan atas surat pernyataan sebelumnya dikeluarkan.

2.4. Efektifitas Implementasi Tax Amnesty di Indonesia
Berdasarkan uraian pada bagian terdahulu, dapat diketahui bahwa
implementasi kebijakan pajak pada masa reformasi relatif lebih berhasil jika
dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Begitu juga, kebijakan tax
amnesty yang mulai berlaku 1 Juli 2016 sampai 31 Maret 2017 diharapkan dapat

seperti dua kebijakan sebelumnya, yaitu sunset policy dan TPWP 2015. Berikut ini
beberapa prasyarat agar implementasi tax amnesty dapat berhasil, yang antara lain:
1. Tepat waktu dan tepat sasaran

Tepat waktu yang berarti pemberlakuan tax amnesty benar-benar saat ini
kondisi perekonomian yang sedang membutuhkan arus dana. Karena tax
amnesty bertujuan untuk repatriatisasi aset-aset warga negara yang ada di luar

negeri, maka pertimbangan jumlah aset yang dapat direpatriatisasi. Sedangkan
tepat sasaran berarti tax amnesty menyasar warga negara yang jumlah aset
signifikan dan bersedia me-repatriasi asetnya.
2. Perangkat hukum
Kebijakan tax amnesty harus diberlakukan dengan dasar hukum yang jelas
(legal base) serta memuat aturan dan petunjuk yang harus dijalankan. Saat ini
tax amnesty yang berlaku di Indonesia memilki dasar hukum UU No.11 tahun

2016 tentang Pengampunan Pajak.
3. Sosialisasi tax amnesty
Keberhasilan suatu program tidak terlepas dari bagaimana program itu
disosialisasikan. Dengan sosialisasi program dalam menjaring lebih banyak
subyek program itu sendiri.
4. Pengecualian subyek pajak
Pengecualian subyek pajak yang tidak diberlakukan tax amnesty sangat penting
untuk menimbulkan efek jera bagi WP yang akan mengajukan tax amnesty.
Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...
E-Mail : didi.juniardy@yahoo.co.id

13

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

Subyek pajak yang dikecualikan dari tax amnesty adalah WP yang sedang atau
telah diproses hukum karena pelanggaran pajak.
5. Penentuan jangka waktu berlakunya kebijakan
Jangka waktu atau date lines sangat penting untuk mengukur apakah suatu
program berhasil atau tidak. Jika program itu berhasil makan dapat dilanjutkan
dengan program-program pendukung, tetapi apabila program itu gagal maka
perlu dicari program lain.
6. Jaminan kerahasiaan atas data yang diungkapkan
Tax amnesty adalah bentuk suatu pengampunan yang sudah pasti diikuti

dengan pengakuan kesalahan-kesalahan. Dalam pengungkapan kesalahan, WP
akan mengungkapkan data yang harus dilindungi dan disalahgunakan oleh
kepentingan pihak-pihak lain. Hal ini ditujukan pada pegawai pajak yang kerap
terlibat kasus kolusi dan pemerasan dengan WP.
7. Reformasi struktural pasca tax amnesty
Tax amnesty merupakan suatu bentuk kebijakan yang bersifat temporal untuk

memulai sesuatu yang baru. Oleh karena itu, pasca pemberlakuan tax amnesty
diharapkan terjadi pembaharuan struktural di dalam fiskus itu sendiri dan
perbaikan dari WP itu sendiri.
8. Law enforcement
Law enforcement atau penegakan hukum sangat penting bagi semua pihak yang

terlibat dalam tax amnesty. Penegakan hukum harus dikenakan pada pegawai
pajak yang memanfaatkan kebijakan tax amnesty. Selain itu, penegakan hukum
juga harus dikenakan kepada WP yang telah mendapatkan tax amnesty untuk
masa-masa berikutnya.
9. Basis data yang handal
Infrastuktur TI harus disediakan untuk mendukung kebijakan tax amnesty yang
melibatkan potensi pendapatan yang besar dan data-data WP yang bersifat
rahasia. Basis data yang tidak handal cenderung akan dimanfaatkan oleh pihakpihak yang tidak bertanggung jawab.
10. Human resources dan infrastruktur
Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan suatu

Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...

14

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

program. Mengingat perpajakan berhubungan dengan dana yang sudah barang
tentu rentan dengan penyimpangan oleh pegawai pajak itu sendiri.

3. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan seperti yang telah diuraikan pada bagianbagaian terdahulu dapat diberikan beberapa kesimpulan, yang antara lain:
1. Kebijakan tax amnesty yang diberlakukan di Indonesia dapat digolongkan
sebagai kebijakan soft dan sekaligus hard amnesty, hal ini dikarenakan
pemerintah mengampuni sanksi administrasi dan pidana. Doubel amnesty
seperti ini merupakan suatu keharusan untuk reformasi total perpajakan baik
dari segi fiskus maupun WP.
2. Kebijakan tax amnesty yang diberlakukan di Indonesia bertujuan untuk
repatriatisasi aset-aset warga negara yang ada diluar negeri. Dengan demikian
tax amnesty memiliki nilai yang signifikan untuk dari segi pendapatan negara

dalam bentuk pajak maupun arus dana masuk yang dapat mengerakan
perekonomian Indonesia.
***

Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...
E-Mail : didi.juniardy@yahoo.co.id

15

Prepared By Didi (NPM: 5515220009) Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta

DAFTAR PUSTAKA
Brojonegoro, P.S. Bambang. (2016). Wawancara Eklusif Menteri Keuangan
tentang Tax Amnesty. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Elviana, Noerdianingsih. (2016). Sejarah Tax Amnesty di Indonesia . Badan
Kebijkan Fiskal Kementerian Keuangan RI.
Kemenkeu RI. (2015). Ini Bedanya Sunset Policy dengan TPWP 2015 . Direktorat
Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI, http://www.pajak.go.id/
content/article/ini-bedanya-sunset-policy-2008-vs-tpwp-2015
Sari, Damayanti. (2013). Tinjauan atas Pemberlakuan Tax Amnesty di Indonesia .
STAN Jakarta.
Suharsono, Agus. (2013). Memahami Sunset Policy dalam UU KUP . Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan-Departemen Keuangan RI,
http://www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12589memahami-sunset-policy-dalam-undang-undang-kup

Tinjauan Teoritis: Beberapa Kebijakan Pengampunan Pajak dari Masa Orde Lama Sampai Orde Reformasi di Indo ...

16