Telematika XII Recent site activity teeffendi

Yurisdiksi dalam Tindak Pidana
Mayantara

Permasalahan Yurisdiksi
Mengingat sifat tindak pidana
mayantara sebagai salah satu tindak
pidana transnasional, dimana salah satu
ciri dari tindak pidana transnasional
adalah borderless atau tanpa batas,
maka terdapat permasalahan terkait
dengan yurisdiksi.

Permasalahan Yurisdiksi
Di dalam tindak pidana yang tidak bersifat
lintas batas negara dikenal tiga macam
yurisdiksi:
1.
Yurisdiksi legislatif (jurisdiction to
prescribe);
2.
Yurisdiksi yudikatif (jurisdiction to

adjudicate);
3.
Yurisdiksi eksekutif (jurisdiction to
enforce).

Permasalahan Yurisdiksi
Di dalam tindak pidana mayantara terdapat
dua permasalahan terkait yurisdiksi. Yaitu
permasalahan tentang:
1.
Yurisdiksi yudikatif (jurisdiction to
adjudicate), siapakah yang berwenang
untuk mengadili;
2.
Yurisdiksi eksekutif (jurisdiction to
enforce), siapakah yang berwenang
untuk menjatuhkan sanksi.

Permasalahan Yurisdiksi
Berbicara tentang permasalahan yurisdiksi

tersebut, Indonesia memberlakukan prinsip
universalitas, tidak hanya prinsip
teritorialitas maupun prinsip personalitas.
Prinsip universalitas tercermin dalam Pasal 2
UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

Pasal 2 UU ITE
Pasal 2 UU ITE menyebutkan, Undang-undang
ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini, baik yang berada di wilayah
hukum Indonesia maupun di luar wilayah
hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum
di wilayah hukum Indonesia dan/ atau di luar
wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia

Pasal 2 UU ITE
Pasal 2 tersebut menjelaskan, bahwa yurisdiksi

dalam tindak pidana mayantara tidak sematamata untuk perbuatan yang dilakukan di
Indonesia dan/ atau dilakukan oleh WNI
(teritorialitas dan personalitas), namun juga
berlaku untuk perbuatan yang dilakukan di luar
wilayah hukum Indonesia, baik oleh WNI
maupun WNA yang memiliki akibat hukum di
Indonesia.

Permasalahan Yurisdiksi
Ketentuan dalam Pasal 2 UU ITE tersebut
menjadi masalah, ketika perbuatan tersebut
dilakuan di wilayah hukum negara lain yang juga
mengatur hal tersebut sebagai tindak pidana,
dengan demikian masing-masing negara
berwenang untuk mengadili, maka diperlukan
perangkat yang bersifat universal untuk
menyelesaikan permasalahan yurisdiksi
tersebut.

Permasalahan Yurisdiksi

Ketentuan dalam Pasal 2 UU ITE tersebut
menjadi masalah, ketika perbuatan tersebut
dilakuan di wilayah hukum negara lain yang juga
mengatur hal tersebut sebagai tindak pidana,
dengan demikian masing-masing negara
berwenang untuk mengadili, maka diperlukan
perangkat yang bersifat universal untuk
menyelesaikan permasalahan yurisdiksi
tersebut.

Permasalahan Yurisdiksi dalam Konvensi
Tindak Pidana Mayantara
Draft Konvensi Tindak Pidana Mayantara
(Convention Cyber Crime) Dewan Eropa justru lebih
cenderung untuk memberlakukan prinsip
teritorialitas.
Dan apabila terdapat dua negara yang berwenang
untuk mengadili maka diperlukan konsultasi antar
kedua negara.
Ketentuan ini jelas tidak membawa hasil

sebagaimana diharapkan untuk menyelesaikan
permasalahan tindak pidana mayantara yang
bersifat lintas batas negara.

Kerjasama Internasional dalam
menyelesaikan tindak pidana mayantara
Berdasarkan uraian di atas, masih terdapat
permasalahan terkait yurisdiksi dalam konteks
internasional, permasalahan tersebut antara lain:
1. Sifat transnasional tindak pidana mayantara;
2. Ketidaksinkronan sistem hukum acara di beberapa
negara;
3. Mekanisme penegakan hukum dan kerjasama
internasional yang kurang optimal;
4. Kerjasama internasional kurang optimal karena
tidak adanya konsensus global mengenai jenis-jenis
tindak pidana mayantara.

Omnium Rerum Principia Parva Sunt


File bisa diunduh di http://te-effendi.blogspot.com