PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS XII SMAN 1 AMBARAWA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS XII IPA2 SMAN 1 AMBARAWA

TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Oleh

Kasiyah

Kemampuan menulis siswa kelas XII IPA2 SMAN 1 Ambarawa tergolong rendah. Oleh karena itu perlu dicari solusinya, agar kemampuan siswa meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) Desain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) melalui model pembelajaran berbasis masalah, (2) pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah, (3) evaluasi pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah, dan (4) peningkatan kemampuan menulis kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa melalui model pembelajaran berbasis masalah.

Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Objek penelitian adalah siswa kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa. Penelitian dilakukan dalam tiga siklus. Siklus satu menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan penekanan pada kontruktivis, inkuiri, hipotesis, pemecahan masalah, siklus dua menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan penekanan pada kolaborasi, penilaian autentik, penjelasan masalah. Siklus tiga dengan penekanan pada kolaborasi, memamerkan hasil, refleksi, dan penilaian autentik.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) melalui model pembelajaran berbasis masalah yaitu dari siklus 1 cukup, siklus dua meningkat menjadi baik, dan siklus tiga meningkat menjadi sangat baik. Untuk pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah juga mengalami peningkatan, yaitu siklus I cukup, siklus II meningkat menjadi baik, dan siklus III meningkat menjadi sangat baik. Begitu pula untuk sistem penilaian juga mengalami peningkatan yaitu siklus I rata-rata nilai siswa 72,14, siklus II meningkat menjadi 80,17, dan pada siklus III meningkat menjadi 86,85. Peningkatan kemampuan menulis karangan dengan pola deduksi/induksi melalui model pembelajaran berbasis masalah yaitu prasiklus 64,71 siklus I meningkat 72,14 ada peningkatan sebesar 7,43, siklus II 80,17 ada peningkatan sebesar 8,03, dan siklus III 86,85 ada peningkatan sebesar 6,68.

Kata Kunci: kemampuan menulis, Pembelajaran Berbasis Masalah, dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


(2)

The Improvement of Writing Ability Through Problem Based Learning Model Toward The Twelve Grade Student of SMA N 1 Ambarawa 2014/2015

By Kasiyah

The competence of grade XII students of IPA 2 at SMAN 1 Ambarawa is low category. Therefore, it should be found the way out so that the students competence is in creasing. The objective of this research are to describe (1) The compilation of lesson for Indonesian Language in writing using PBL model, (2) The Implementation of Indonesian Language Lesson in writing using PBL model, (3) The evaluation of Indonesian Language Lesson in writing using PBL model, and The Improving of writing ability, XII Grade SMAN 1 Ambarawa through PBL model.

This research methodology use was class action research. The object of the research is the student of class XII IPA 2. This action research which lasted in three cycles. First cycle is implementation of learning using PBL component contructivism, inquiry, hypothesis, and problemsolving. Second cycle, using PBL component learning collaboration, authentic assessment, and problem explanation. Third cycle, using component collaboration, presenting result, reflection, and authentic assessment.

The result of this research showed an improvement of lesson plans through problem based learning approach. The result of cycle I indicated a fair increase. Cycle II resulted a slight climb from fair to good. However, the result of cycle III showed an excellent point. It also occurred in the implementation of learning throught problem based learningapproach, which showed fair for cycle I, good for cycle II, and excellent fpr cycle III. There was assessment system which also experienced an improvement in all cycle. Cycle I showed an increase which students’ average skors was 72,14. In cycle II, khere was a slight rise for about 81,28. However, a leap result was gotten in which it showed 90,92 for the students’average score. On the other hand, the improvement of writing ability for writing throught problem based learning approach was about 7,43 which was from 64,71 in precycle to 72,14 in cycle I, mean while the slight rise in cycle II was about 9,14. However, a leap which occurred in cycle III was about 9,64.

Keywords: writing ability, problem based learning, and Class Action Reseach (PTK)


(3)

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS XII SMA N 1 AMBARAWA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh KASIYAH

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis dilahirkan di Sumberdadi, pada tanggal 6 Februari 1968. Penulis adalah anak ke tujuh dari tujuh bersaudara pasangan Iman (alm) dan Satun (alm) Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 3 Margodadi kecamatan Ambarawa, Pringsewu pada tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Xaverius Pringsewu tahun 1985, SPG Xaverius Pringsewu 1988. Pada tahun 1988 melanjutkan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) jurusan Bahasa, Program studi D3 Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Lampung dan selesai tahun 1991. Pada tahun 1998 melanjutkan studi di Universitas Terbuka, dan selesai pada tahun 2000. Pada tahun 2013 penulis menjadi mahasiswa Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Tahun 1992 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai tenaga pendidik di SMAN 1 Ambarawa, kecamatan Ambarawa, Kabupaten Pringsewu.


(8)

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, kupersembahkan karya ini untuk orang-orang terkasih yang sangat berarti dalam hidupku.

1. Bapak dan Ibu terkasih yang dengan penuh keikhlasan telah mendoakan mendidik, dan membimbing untuk keberhasilanku.

2. Suami dan buah hatiku tersayang yang selalu mendoakan, membantu, dan memotivasi untuk keberhasilanku

3. Kakak-kakak tersayang dan semua keluarga yang selalu mendokan dan memotivasi untuk keberhasilanku.


(9)

Barang siapa bertaqwa pada Allah,maka Allah memberikan jalan keluar padanya dan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa

yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah jadikan urusannya menjadi mudah. Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah akan dihapuskan dosa-dosanya dan

mendapatkan pahala yang agung (Q.S. Ath-Thalaq: 2-4)

Majulah tanpa menyingkirkan orang lain dan naiklah tinggi tanpa menjatuhkan orang lain.


(10)

Bismillahirrohmanirrohim

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wataala,atas segala nikmat dan kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas XII SMAN I Ambarawa Tahun Pelajaran 2014/2015”.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pasca Sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis telah berusaha untuk kesempurnaan laporan ini dengan menyusunnya sebaik mungkin. Untuk itu, jika terdapat kesalahan atau kekurangan dalam laporan ini, penulis memohon maaf dan bersedia menerima kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, sebagai acuan perbaikan penulis di masa mendatang. Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung 2. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung. 3. Prof. Dr. H. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pasca Sarjana Unila.


(11)

5. Dr. H. Mulyanto Widodo, M.Pd. selaku ketua jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Dr. Nurlaksono Eko Rusminto, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan sekaligus Dosen penguji yang

selalu memberi arahan dan motivasi kepada penulis.

7. Dr. H. Edi Suyanto, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi Magister Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus sebagai Pembimbing II, yang selalu membimbing, membantu, mengarahkan, dan memotivasi penulis dengan penuh kesabaran untuk menyelesaikan tesis ini.

8. Dr. Hj. Siti Samhati, M.Pd. selaku Pembimbing I, yang selalu memberi bantuan, bimbingan, dan arahan dengan cermat dan sabar untuk mendapatkan kesempurnaan sebuah tesis.

9. Bapak dan Ibu dosen Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai ilmu kepada kami.

10. Drs. Suyadi, M.Pd.I, selaku Kepala SMAN 1 Ambarawa yang selalu memberi motivasi, dukungan, dan kemudahan untuk menyelesaikan pendidikan ini. 11. Bapak dan Ibu tersayang (Bapak Iman dan Ibu Satun (alm) yang selama

hidupnya selalu mendoakan, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kasih sayang.


(12)

13. Kakak-kakak dan keluarga penulis yang selalu mendukung dan memberikan motivasi.

14. Rekan-rekan guru dan keluarga besar SMAN I Ambarawa.

15. Sahabat-sahabatku, Juwairiyah, Nelly, Merry, Rini, Sri Herlina, Nurudin, yang selalu dengan setia membantu dan memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.

16.Teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2013, yang sudah banyak membantu dan berbagi saling memberikan motivasi selama bersama-sama berjuang menempuh pendidikan.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan, bantuan, dan perhatian yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari tesis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan karya di masa yang akan datang. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandarlampung, 29 Mei 2015 Penulis


(13)

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 13

1.3. Rumusan Masalah ... 14

1.4. Tujuan Penelitian ... 14

1.5. Manfaat Penelitian ... 15

II. LANDASAN TEORI... 17

2.1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 17

2.1.1.Teori Belajar Konstruktivisme ... 20

2.1.2 John Dewey ... 21

2.1.3. Teori Belajar ……… 23

2.2 Kemampuan Menulis Karangan Deduksi/Induksi ... 24

2.2.1 Pengertian Kemampuan ... 24

2.2.2. Hakikat Menulis ... 24

2.2.3 Pola Pengembangan Karangan ………. 31

2.2.3.1 Pengertian Penalaran ... 31

2.2.3.2 Penalaran Deduktif ... 31

2.2.3.3 Penalaran Induktif ... ... 32

2.2.4 Menulis Karangan ... 33

2.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah.... 35

2.3.2 Hakikat Pembelajaran Berbasis Masalah ... 37

2.3.3 Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah 41 2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran PBM 45 ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv


(14)

3.4 Lama Tindakan dan Indikator Keberhasilan... 58

3.4.1 Lama Tindakan... 58

3.4.2 Indikator Keberhasilan ... 59

3.5 Prosedur Tindakan ... 61

3.5.1 Perencanaan Tindakan ... 61

3.5.2 Pelaksanaan Tindakan ... 63

3.5.3 Observasi ... 67

3.5.4 Refleksi ... 67

3.6 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ... 69

3.6.1 Definisi Konseptual... 69

3.6.2 Definisi Operasional... 70

3.7 Instrumen Penelitian ... 73

3.8 Teknik Pengumpulan data ... 74

3.9 Teknik Analisis Data ... 76

3.10 Sumber dan Jenis Data ... 79

3.11 Validasi Data ... 80

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 81

4.1 Lokasi Penelitian ... 81

4.2 Siklus I ... 83

4.2.1 Pertemuan I ... 84

4.2.1.1 Perencanaan... 84

4.2.1.2 Tindakan... 87

4.2.1.3 Observasi...………. 91

4.2.1.4 Refleksi ... 93

4.2.1.5 Rencana Terevisi ……….. 95

4.2.2 Pertemuan 2... 96

4.2.2.1 Perencanaan... 96

4.2.2.2 Tindakan... 99

4.2.2.3 Observasi ... 101

4.2.2.4 Refleksi ... 103

4.2.2.5Rencana Terevisi Berdasarkan Refleksi Siklus I 105 4.2.3 Pembahasan Hasil Siklus I ……… 106

4.2.3.1 Perencanaan... 106

4.2.3.2 Pelaksanaan ... 112


(15)

4.3 Siklus II... 144

4.3.1 Pertemuan 1... 145

4.3.1.1 Perencanaan... 145

4.3.1.2 Tindakan... 147

4.3.1.3 Observasi ... 149

4.3.1.4 Refleksi ... 150

4.3.1.5 Rencana Terevisi ………. 152

4.3.2 Pertemuan 2 ... 152

4.3.2.1 Perencanaan... 152

4.3.2.2Tindakan... 155

4.3.2.3 Observasi ... 157

4.3.2.4 Refleksi ... 158

4.3.2.5 Rencana Terevisi……….. 160

4.3.3 Pembahasan Hasil Siklus II... 161

4.3.3.1 Perencanaan ... 161

4.3.3.2 Pelaksanaan ... 165

4.3.3.3 Sistem Penilaian ... 179

4.3.3.4 Peningkatan ... 183

4.4 Siklus III ... 195

4.4.1 Pertemuan 1... 195

4.4.1.1 Perencanaan ... 195

4.4.1.2 Tindakan ... 198

4.4.1.3 Observasi... 200

4.4.1.4 Refleksi ... 201

4.4.1.5 Rencana Terevisi ………. 203

4.4.2 Pertemuan 2 4.4.2.1 Perencanaan ... 203

4.4.2.2 Tindakan ... 205


(16)

4.4.3.1 Analisis terhadap Perencanaan ... 210

4.4.3.2 Analisis terhadap Tindakan ... 214

4.4.3.3 Sistem Penilaian ……….. 230

4.4.3.4 Peningkatan Kemampuan Menulis ... 235

4.4.3.5 Penilaian Keseluruhan Indikator ………. 237

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 251

5.1 Kesimpulan ... 251

5.2 Saran ... 253

5.2.1 Saran untuk Siswa ... 253

5.2.2 Saran untuk Guru ... 254


(17)

Tabel Halaman

2.2 Tabel Sintak Pengajaran Berdasarkan Masalah ... 40

3.1 Tabel Jumlah Siswa Kelas XII IPA ... 257

3.2 Tabel Indikator Keberhasilan Penelitian ... 61

3.4 Tabel Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan ... 68

3.9 Tabel Format Lembar Analisis Aktivitas Siswa ... 77

3.10 Tabel Klasifikasi Hasil Belajatr Siswa ... 79

4.1 Tabel Rekapitulasi Penilaian RPP Guru Siklus 1 ... 108

4.2 Tabel Rekapitulasi Data Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Siklus Satu Kelas XII IPA 2 ... 113

4.3 Tabel Penilaian Pelaksanaan proses pembelajaran Siklus 1 ... 115

4.4 Tabel Penilaian Kemampuan menulis Siklus 1 ... 128

4.5 Tabel Kemampuan Menulis dari Prasiklus ke Siklus 1 ... 130

4.6 Tabel Data Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deduksi/induksi Siswa Kelas XII IPA 2 ... 132

4.8 Tabel Penilaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 162

4.9 Tabel Rekapitulasi Data Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Siuklus dua Siswa Kelas XII IPA 2 ... 166

4.10 Tabel Rekapitulasi Pengamatan Aktivitas Guru Siklus 2 ... 168

4.11 Tabel Hasil Menulis Karangan Siklus 2 Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 180


(18)

(19)

Grafik Halaman

3. 1 Gambar Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin ... 51

3.2 Gambar Siklus kegiatan PTK Model Kemnis dan Mc Taggart ... 56

4.1 BaganData Ketuntasan Belajar ... 160


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dititikberatkan pada keempat keterampilan tersebut. Siswa dikatakan berhasil belajar bahasa Indonesia jika sudah menguasai keempat keterampilan tersebut. Oleh karena itu, siswa harus menguasai kompetensi dasar dalam berkomunikasi secara lisan yaitu keterampilan menyimak dan berbicara sedangkan keterampilan menulis dituangkan dalam kegiatan membaca dan menulis.

Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, baik selama seseorang menempuh pendidikan maupun dalam kehidupannya nanti di masyarakat. Pembelajaran menulis mempunyai kedudukan yang strategis dalam pendidikan dan pengajaran oleh karena itu, keterampilan menulis harus dikuasai oleh anak sedini mungkin dalam kehidupannya di sekolah (Slamet, 2014: 150).


(21)

Keterampilan menulis memiliki manfaat yang sangat besar karena dapat mengembangkan mental, intelektual, dan sosial seseorang. Melalui menulis, siswa dapat mengungkapkan ide, menyampaikan maksud dan tujuan, membantu memecahkan masalah yang dihadapi, dan melatih siswa berpikir kritis. Selain itu, menulis dapat meningkatkan kecerdasan, mengembangkan daya inisiatif dan kreativitas, menumbuhkan keberanian, serta merangsang kemampuan dan kemauan mengumpulkan informasi.

Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling sulit dan kompleks dibandingkan keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Oleh karena itu, keterampilan menulis dikuasai siswa setelah ia menguasai ketiga keterampilan tersebut. Keterampilan menulis menuntut penguasaan siswa terhadap berbagai unsur kebahasaan dan unsur-unsur di luar kebahasaan yang akan menjadi isi karangan yang ditulis. Selain itu, keterampilan menulis juga memerlukan metode tertentu dan latihan yang terus menerus supaya siswa semakin terampil menulis.

Aktivitas menulis merupakan kegiatan untuk penyampaian ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang kepada pembaca supaya pembaca dapat dengan mudah memahaminya. Menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas (Slamet, 2014: 151).


(22)

Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah banyak ditentukan oleh kemampuan menulis siswa, salah satunya adalah kemampuan menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi. Di dalam menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi, diawali dengan penyajian fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus dan diakhiri simpulan khusus yang berupa prinsip, sikap, atau fakta yang berlaku khusus. Pada paragraf ini ide pokok berada di awal paragraf, kemudian diikuti ide penjelas. Semua kalimat mendukung kalimat pertama yang berfungsi sebagai ide pokok. Sedangkan karangan dengan pola induksi, diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan, pembuktian, dan diakhiri kesimpulan yang bersifat umum. Ide pokok terletak di akhir paragraf. Paragraf yang baik setidaknya harus memenuhi persyaratan pembentukan paragraf, yaitu kesatuan dan keutuhan, pengembangan, kepaduan, dan kekompakan (Suparno dan Yunus, 2008: 3.28). Kesatuan atau keutuhan dalam paragraf ditandai oleh satu gagasan dasar dan sejumlah gagasan pengembang. Pengembangan ditandai adanya kalimat topik dan kalimat pengembang. Kepaduan adanya hubungan yang harmonis antara isi kalimat dan paragraf. Kekompakan ditandai oleh keserasian hubungan bentuk struktur dan leksikal. Penulisan karangan deduktif/induktif, juga harus memperhatikan penggunaan kalimat efektif, pilihan kata, dan ejaan seperti tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan pemenggalan kata. Dengan paaragraf yang padu dan runtut, penggunaan kalimat efektif, pilihan kata yang tepat, dan ejaan yang benar, sebuah karangan akan tersusun dengan baik sehingga pembaca akan lebih mudah memahami maksud dan tujuan penulis.


(23)

Guru harus memiliki keterampilan menulis yang baik dan harus mampu mengajarkannya. Guru harus benar-benar memahami hakikat pembelajaran menulis, kemudian mampu merencanakan proses pembelajaran yang efektif sesuai dengan keterampilan dasar (KD). Model pembelajaran, metode, dan media pembelajaran yang dipilih harus mampu mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa kabupaten Pringsewu diperoleh hasil bahwa keterampilan menulis dengan pola pengembangan deduksi/induksi masih rendah. Hal ini diperkuat dengan data yang diperoleh peneliti dari para siswa yang menyatakan bahwa mereka masih mengalami kesulitan untuk menyusun kesesuaian isi dengan tema yang dipilih, menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan, menyusun paragraf yang runtut dan padu, memilih dan menggunakan kata yang tepat, menyusun kalimat efektif dan menggunakan ejaan yang tepat. Mereka belum memiliki kemampuan menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi secara baik. Berikut adalah contoh fakta yang membuktikan hal tersebut, yang penulis kutip dari catatan pembelajaran menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi pada tanggal 27 Januari 2015 tahap prapenelitian.

Pelajaran bahasa Indonesia di kelas XII IPA 2, dilaksanakan pada hari Selasa, pukul 07.15 s.d 08.45 WIB. Guru bahasa Indonesia (peneliti) masuk ke kelas dan langsung memulai pembelajaran setelah siswa selesai berdoa dan mengucapkan salam. Guru memulai pembelajaran dengan mengecek kehadiran siswa dan


(24)

mneginformasikan kompetensi dasar dan tujuan yang akan dicapai pada pembelajaran tersebut. Kemudian guru menjelaskan tentang materi menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi. Setelah menjelaskan, guru melaksanakan tanya jawab kemudian memberikan tugas kepada siswa untuk menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi dengan memilih tema karangan yang sudah disdiakan guru. Siswa masih terlihat bingung tetapi tidak ada yang bertanya kepada guru. Beberapa siswa ada yang tidak peduli dengan tugas tersebut. Ada yang bertanya kepada teman. Terlihat beberapa siswa tetap mengobrol dan tidak peduli. Guru hanya memperhatikan beberapa siswa yang aktif. Setelah pukul 08.45, bel tanda pergantian pelajaran berbunyi. Kurang dari separuh siswa yang dapat menyelesaikan karangan tersebut dan belum semuanya memenuhi standar penulisan karangan yang tepat.

Setelah dilakukan penilaian, ternyata hasil karangan siswa masih banyak yang menunjukkan kelemahan dalam kesesuain isi karangan dengan tema, siswa belum mampu menyusun karangan yang padu dan runtut, penggunaan kalimat efektif masih kurang, pemilihan kosa kata yang tepat, dan penggunaan ejaan yang benar. Dari 28 siswa yang dijadikan objek penelitian, hanya 11 siswa (39,28%) yang mampu memperoleh nilai ≥ 76 ≤ 85 dengan kategori baik, 2 siswa (7,14%) yang memperoleh nilai ≥ 66 ≤ 75, dengan kategori cukup, 7 siswa ( 25%) memperoleh nilai ≥ 56 ≤ 65, dengan kategori kurang, dan 8 siswa ( 32,14%) memperoleh nilai ≤ 55, dengan kategori gagal. Dapat disimpulkan nilai rata-rata kompetensi menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi siswa kelas XII IPA 2 masih di bawah KKM yaitu 80.


(25)

Rendahnya kemampuan menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi ini didukung dengan hasil diskusi antara penulis dengan guru bahasa Indonesia yang lain pada tanggal 29 Januari 2015. Menurut Ibu Nelly Yustinawati, nilai rata-rata kelas yang diajarnya untuk kompetensi menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi masih di atas KKM. Kelas XII lain yang penulis ajar nilai rata-ratanya juga masih di atas KKM. Sementara kelas XII IPA 2 untuk kompetensi tersebut, nilai rata-ratanya di bawah KKM. Selain faktor-faktor tersebut masalah juga disebabkan oleh faktor guru, antara lain guru bahasa Indonesia belum menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa, guru belum menyajikan materi menulis yang menarik, inspiratif, dan kreatif. Guru masih menerapkan model pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan sehingga kelas masih didominasi oleh guru. Siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru dan melaksanakan tugas jika guru memberikan tugas/latihan setelah penjelasan dari guru selesai. Siswa bersikap pasif karena hanya menerima informasi dari guru. Guru yang menjadi pusat pembelajaran. Siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri. Siswa hanya menghafal konsep, bukan menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, model dan metode yang dipilih guru dalam pembelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.

Guru harus dapat menciptakan pembelajaran yang dapat membantu siswa mencapai tujuan. Pembelajaran tersebut harus mampu mengubah paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Guru


(26)

bukan satu-satunya sumber belajar. Siswa dapat belajar dari siswa yang lain dan sumber belajar yang berada di lingkungan siswa, di mana pun dan kapan pun siswa tersebut beraktivitas. Selain itu, suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori dan fakta tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, materi pelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi, dan sintesis. Solusi yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi kekurangberhasilan pembelajaran menulis menurut peneliti adalah dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Reseach). Dengan melakukan penelitian tindakan kelas, guru dapat mendeteksi kelemahan dalam mengajar dan menemukan berbagai permasalahan yang dapat mengganggu kualitas pembelajaran serta mencari alternatif pemecahannya. Guru akan terus menerus berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerja guru dan hasil belajar siswa. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam situasi nyata di kelas untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Penelitian tindakan kelas harus direncanakan dengan baik dan dilakukan dalam bentuk siklus berdasarkan kelemahan yang ada pada siklus sebelumnya. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan secara kolaborasi, observasi, dan refleksi atas tindakan yang dilakukan dengan memperhatikan hasil observasi dari situasi pembelajaran nyata yang dilakukan guru.


(27)

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka sangat urgen bagi para guru memahami karakteristik materi, peserta didik, dan metodologi pembelajaran dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan, aktivitas, dan kreativitas siswa.

Model pembelajaran inovatif yang dikembangkan pada KTSP dan diterapkan pada kurikulum 13 adalah pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, dan pembelajaran penemuan. Dari model-model pembelajaran tersebut, penulis memilih model pembelajaran berbasis masalah yaitu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran baik secara individu maupun kelompok. Melalui model pembelajaran ini materi pembelajaran menulis dikaitkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari yang bersifat faktual. Permasalahan diambil yang bersifat luas dan penting serta berkaitan dengan disiplin ilmu lain. Berdasarkan permasalahan tersebut, siswa diminta untuk merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah. Dengan cara ini akan melatih siswa berpikir kritis, memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran, dan semakin mudah menuangkan ide-idenya berdasarkan hal-hal yang konkret. Hal ini sangat relevan dengan pembelajaran menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi yang dimulai dengan mengungkapkan fakta-fakta yang bersifat umum kemudian diikuti penjelasan yang bersifat khusus maupun sebaliknya. Selain itu, pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk memamerkan dan menghasilkan karya. Hasil karya


(28)

tersebut antara lain dapat berupa laporan, video, film, atau artefak. Produk yang berupa laporan menuntut kemampuan menulis siswa, sehingga pembelajaran berbasis masalah sangat tepat untuk materi menulis.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu guru mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah pada siswa selama mereka mempelajari materi pembelajaran (Abidin, 2014: 159). Model ini memfasilitasi siswa untuk berperan aktif di dalam kelas melalui aktivitas memikirkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, menemukan prosedur yang diperlukan untuk menemukan informasi yang diperlukan, memikirkan situasi kontekstual, memecahkan masalah, dan menyajikan solusi masalah tersebut dengan cara berkelompok, baik dalam kelompok besar maupun kecil.

Pembelajaran berbasis masalah diawali dengan guru menyajikan masalah yang autentik, kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk bekerjasama mengadakan penyelidikan autentik guna memecahkan masalah. Guru memandu siswa untuk menemukan dan menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan. Siswa berkolaborasi untuk memecahkan masalah tersebut, kemudian menghasilkan produk dan memamerkannya.

Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut. (1) Pengajuan masalah atau pertanyaan..

(2) Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu. (3) Penyelidikan yang autentik.


(29)

(4) Menghasilkan dan memamerkan hasil karya. (5) Kolaborasi.

Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan melalui beberapa langkah yaitu (1) mengorientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah. Tahapan-tahapan PBM yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dan sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu.

Model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan dalam kurikulum apa pun, semua mata pelajaran, dan berbagai jenjang sekolah dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Model pembelajaran berbasis masalah cukup mudah dilaksanakan. Oleh karena itu, model pembelajaran ini dapat diterapkan pada mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya kompetensi menulis karangan deduksi/induksi. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perlu dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan judul “ Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa Tahun Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memilih model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) pada pembelajaran menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi. Dalam penelitian ini, peneliti memilih kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa sebagai lokasi


(30)

penelitian karena berdasarkan hasil tes peneliti selama pembelajaran dan hasil wawancara yang diperoleh, kemampuan menulis kelas XII IPA 2 rendah, dan motivasi belajar siswa juga rendah.

Penelitian mengenai penerapan “Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning) dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan dengan

Pola Pengembangan Deduksi/Induksi ”, yang akan peneliti lakukan, ada beberapa penelitian yang serupa diantaranya pernah dilakukan oleh Nurhasanah Widyasari dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 16 Bandung” .

Kesimpulan dari penelitian Nurhasanah Widyasari adalah sebagai berikut: hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based

Learning yang dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dalam menulis

puisi siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Bandung yang berupa perhatian dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran yang telah dirancang guru.

Penelitian lain yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah (PBM) juga pernah dilakukan oleh Rodiah dengan judul penelitian “Peningkatan Keterampilan Menulis Paragraf Argumentasi Dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Siswa Kelas X SMA Widya Kutoarjo Tahun pembelajaran 2011/2012”.

Dari hasil analisis data yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa (1) penerapan pembelajaran menulis paragraf argumentasi dengan model PBM yang


(31)

meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi mampu membuat pembelajaran menjadi lebih baik, (2) pembelajaran dengan model PBM mampu meningkatkan sikap dan minat siswa dalam pembelajaran. Penilaian berdasarkan lembar observasi menunjukkan bahwa sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran pada prasiklus rendah, pada siklus I menjadi cukup, dan pada siklus II meningkat menjadi baik. Tanggapan siswa terhadap model yang digunakan pada prasiklus cukup, pada siklus I dan siklus II meningkat menjadi baik. Keaktifan siswa dalam pembelajaran pada prasiklus masih kurang, pada siklus I menjadi cukup, dan menjadi baik pada siklus II, (3) pembelajaran menulis paragraf argumentasi dengan model PBM dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis paragraf argumentasi.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut ada persamaan dan perbedaan dari penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaan dari penelitian itu adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah dalam meningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia. Perbedaan penelitian terdapat pada jenis materi yang akan diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah Widyasari mengenai kemampuan siswa dalam menulis puisi. Penelitian yang dilakukan oleh Rodiah mengenai kemampuan siswa dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan argumentasi.

Peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas XII IPA 2


(32)

SMAN 1 Ambarawa Tahun Pelajaran 2014/2015” jelas berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Permasalahan yang dibahas peneliti tidak akan terjawab oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya. Selain itu, perbedaan juga terletak pada waktu, lokasi, serta populasi dan sampel yang akan diteliti.

1.2 Identifikasi Masalah

Kemampuan menulis siswa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan baik dalam dunia pendidikan maupun di luar dunia pendidikan. Hal ini berarti pembelajaran menulis bagi siswa juga memegang peranan yang penting. Berdasarkan permasalahan yang terdapat pada latar belakang, kemampuan menulis siswa masih memiliki problem yang harus segera diselesaikan diSMAN 1 Ambarawa. Masalah-masalah menulis karangan berpola deduksi/induksi yang belum terpecahkan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Siswa merasa bingung untuk menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan. 2. Siswa belum menunjukkan kompetensi menulis karangan secara padu

dan runtut.

3. Siswa belum mampu menyusun karangan dengan sistematika dan kalimat efektif.

4. Siswa belum mampu menulis karangan dengan pilihan kata dan ejaan yang tepat.

5. Guru bahasa Indonesia belum menerapkan pembelajaran berbasis masalah

6. Guru belum menggunakan metode yang dapat meningkatkan aktivitas


(33)

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menulis karangan melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah pada siswa kelas XII IPA2 SMAN 1 Ambarawa?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah pada kompetensi menulis karangan dengan pola pengembangan deduktif dan induktif kelas XII SMA N 1 Ambarawa? 3. Bagaimanakah sistem penilaian pembelajaran melalui model pembelajaran

berbasis masalah pada kompetensi menulis karangan dengan pola pengembangan deduktif dan induktif?

4. Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis karangan dengan pola

deduktif dan induktif pada pelajaran bahasa Indonesia kelas XII SMAN 1 Ambarawa melalui model pembelajaran berbasis masalah?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mendeskripsikan

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran bahasa Indonesia kompetensi menulis karangan berpola deduktif dan induktif di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa.

2. pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran bahasa Indonesia kompetensi menulis


(34)

karangan dengan pola pengembangan deduktif dan induktif di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa.

3. sistem penilaian pembelajaran menggunakan model pembelajaran masalah pada mata pelajaran bahasa Indonesia kompetensi menulis dengan pola pengembangan deduksi /induksi di kelas XII IPA 2 SMAN Ambarawa.

4. peningkatan kemampuan menulis karangan pada mata pelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran di kelas memiliki manfaat

1) Bagi Siswa

Penelitian ini bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam menulis karangan dengan topik tertentu dengan pola pengembangan deduktif dan induktif.

1) Bagi Guru

a. Hasil penelitian ini dapat mewujudkan proses pembelajaran yang sistematis, efisien dan efektif, untuk peningkatan hasil belajar siswa. b. Meningkatkan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan bukan berpusat


(35)

c. Memberikan sumbangan bagi pengembangan dan penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran bahasa Indonesia.

2) Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide untuk memecahkan masalah pembelajaran menulis di kelas sehingga membantu terciptanya pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.


(36)

II. LANDASAN TEORI

Bagian ini menyajikan konsep-konsep yang berhubungan dengan penelitian antara lain teori belajar dan pembelajaran, kemampuan menulis, dan model Pembelajaran Berbasis Masalah.

2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada individu yang terjadi melalui pengalaman baik disengaja maupun tidak disengaja yang berlangsung sepanjang waktu untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru. Belajar bukan hanya semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada di luar diri pembelajar, tetapi lebih pada bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru.

Belajar adalah proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri (Trianto, 2009: 17). Belajar merupakan proses yang terjadi karena dorongan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai dan merupakan proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik ( Thobroni, 2015: 20).


(37)

1. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental, yaitu perubahan yang disadari.

2. Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya. 3. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.

4. Positif atau berakumulasi.

5. Aktif sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan. 6. Permanen atau tetap.

7. Bertujuan dan terarah.

8. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan (Suprijono dalam Thobroni, 2015: 19)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu yang sedang belajar. Perubahan tersebut bersifat permanen dan dilakukan secara sengaja dan terarah untuk memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan pengertian yang bermanfaat sebagai bekal hidup.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2009: 17). Jadi, pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana di antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju target yang sudah ditetapkan sebelumnya.


(38)

kepentingan, karakteristik, dan kondisi orang lain agar peserta didik dapat belajar dengan efektif dan efisien (Thobroni, 2015: 35). Pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Maulana, 2014: 1). Proses pembelajaran di sekolah mencakup interaksi antara guru dan siswa yang saling bertukar informasi pengetahuan.

Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan interaksi antara guru dengan peserta didik dalam lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi untuk menyampaikan pesan antara sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran/media tertentu. Pesan, sumber pesan, saluran/media, dan penerima pesan merupakan komponen-komponen proses komunikasi. Proses yang akan dikomunikasikan adalah isi kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, buku, narasumber lain, maupun media.

Kunci pembelajaran terdapat pada guru dan siswa. Keduanya sebagai subjek dalam pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator yang harus mengelola pembelajaran secara baik dan terarah. Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun secara sosial. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktivan siswa menalar. Siswa harus aktif terus-menerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.


(39)

Teori belajar konstruktivis menyatakan bahwa seseorang yang belajar berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus menerus. Pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa harus mengontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Teori ini juga menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya bila aturan-aturan itu sudah tidak sesuai. Bagi siswa agar dapat benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus memcahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. (Slavin dalam Trianto, 2009: 28) Prinsip yang paling penting menurut teori konstruktivis adalah guru tidak boleh hanya memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Seoarng guru dapat membantu proses ini dengan cara membuat pembelajaran menjadi sangat bermakna dan relevan bagi siswa. Selain itu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide dan mengajak siswa menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar (Thobroni, 2015: 93).

Pembelajaran konstruktivis memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Memberi peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.

2. Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan. 3. Mendukung pembelajaran secara kooperatif.


(40)

5. Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru.

6. Menganggap proses pembelajaran sebagai al yang sama penting dengan hasil pembelajaran.

7. Mendorong proses inkuiri pada pembelajar melalui kajian dan eksperimen. Strategi-strategi belajar pada teori konstruktivis adalah

1. top-down processing yaitu siswa belajar mulai dari masalah yang

kompleks untuk dipecahkan;

2. cooperative learning adalah strategi yang digunakan untuk proses belajar

agar siswa lebih mudah dalam menghadapi problem;

3. generative learning yaitu strategi yang menekankan pada integrasi yang

aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata. 2.1.2 Teori Belajar John Dewey

Pendidikan harus mempunyai perubahan orientasi, yaitu pendidikan gaya baru yang menekankan pada kebebasan siswa. Hal ini disebabkan pendidikan gaya lama lebih memaksakan pengetahuan dan jauh dari nilai penunjukan bagi pengalaman pribadi. Pemecahan masalah yang diterapkan dalam metode reflektif merupakan proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah.

1. Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa.

2. Selanjutnya, siswa akan menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan menentukan masalah yang dihadapi.


(41)

mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut. Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.

4. Menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-masing.

5. Mencoba mempraktikan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul tidaknya pemecahan masalah itu. Bila pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan dicoba kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang benar yang akan berguna untuk hidup.

Namun langkah-langkah tersebut tidak dipandang secara kaku dan mekanistis, artinya tidak mutlak harus mengikuti urutan seperti itu. Siswa dapat bergerak bolak-balik antara masalah dan hipotesis ke arah pembuktian dan kesimpulan dalam batas-batas aturan yang bervariasi.

Dengan demikian jelas betapa pentingnya makna bekerja karena bekerja memberikan pengalaman dan pengalaman memimpin orang berpikir sehingga dapat bertindak bijaksana dan benar. Pengalaman akan mempengaruhi budi pekerti. Pengalaman dibedakan menjadi dua yaitu pengalaman positif dan pengalaman negatif. Pengalaman positif adalah pengalaman yang benar, sebab faedahnya dapat diterapkan di dalam kehidupan. Sebaliknya pengalaman negatif adalah pengalaman yang salah dan tidak perlu digunakan lagi.


(42)

2.1.3 Teori Belajar David Ausubel

Belajar dikatakan bermakna jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur pengertian yang dimilikinya ( Dahar dalam Trianto, 2009: 37).

Jenis-jenis belajar yaitu

1. Belajar bermakna (meaningful learning) 2. Belajar menghafal (rote learning)

Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Oleh karena itu, agar terjadi pembelajaran bermakna maka konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Selanjutnya, jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya maka terjadilah belajar dengan hafalan.

Berdasarkan teori Ausubel dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Jika dikaitkan dengan pembelajaran berbasis masalah, supaya siswa mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.


(43)

Induksi

2.2.1 Pengertian Kemampuan

Kemampuan yaitu keterampilan utnuk mengeluarkan semua sumber daya internal, keunggulan dan bakat agar bisa mendatangkan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

(Ubaydillah,AN,2003.http:www.epsikologi.com/pengembangan /050603.htm). Kemampuan adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan sesuatu atau menjalankan tugas kewajiban secara fisik maupun intelektual. Pada dasarnya manusia ditakdirkan berbeda baik dalam kemampuan fisik maupun psikis (Robin, 1992: 85-86).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pada hakikatnya adalah suatu kecakapan atau kesanggupan yang diperlukan siswa untuk menunjukkan suatu tindakan atau aktivitas. Bila ini dikaitkan dengan kemampuan menulis berarti tindakan atau aktivitas yang ditunjukkan adalah kecakapan/kesanggupan siswa dalam melakukan suatu kegiatan secara maksimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

2.2.2 Hakikat Menulis

Menulis merupakan kegiatan yang aktif - produktif, untuk menyampaikan ide, gagasan, pikiran, perasaan penulis kepada orang lain melalui media tulisan. Menulis merupakan keterampilan yang kompleks dan berupa kegiatan komunikasi penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain.


(44)

keterampilan berbahasa yang lain (Nurjamal dkk, 2011: 4). Selain itu, menulis adalah menurunkan atau melukiskan gambar-gambar grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca dan dapat memahami lambang-lambang grafik itu. Hal ini berarti bahwa menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kompleks yang selalu berkaitan dengan keterampilan berbahasa yang lain.

Menulis berarti menuangkan isi hati si penulis ke dalam bentuk tulisan, sehingga maksud hati penulis dapat diketahui banyak orang melalui hasil tulisannya. Seorang penulis harus mampu menyampaikan ide, pikiran, dan perasaannya kepada orang lain melalui media tulisan supaya orang lain yang membacanya mampu memahami ide, gagasan, dan perasaan penulis secara tepat.

Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang sulit dibandingkan keterampilan berbahasa yang lain karena menyampaikan gagasan melalui tulisan memiliki keterbatasan dibandingkan menyampaikan gagasan secara lisan. Jika kita menyampaikan ide secara lisan dapat dibantu melalui dialog atau interaksi positif dengan pendengar yang dapat memperjelas ide kita, sedangkan menyampaikan ide atau gagasan secara tertulis tidak dibantu oleh dialog eksternal, melainkan oleh dirinya sendiri. Teks yang dibuatnya harus dapat ia pahami karena bagaimana mungkin orang lain dapat memahami teks yang dibuatnya kalau dirinya sendiri belum mampu memahaminya.

Keterampilan menulis tidak dapat dimiliki seseorang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik secara kontinu. Keterampilan menulis adalah


(45)

kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil (Byrne dalam Slamet, 2014: 163). Keterampilan menulis adalah salah satu keterampilan bahasa secara produktif dan ekspresif yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak tatap muka dengan pihak lain (Tarigan, 2008:3). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa keterampilan menulis adalah keterampilan menuangkan ide, gagasan, perasaan dalam bentuk bahasa tulis sehingga pembaca dapat memahami isi tulisan tersebut dengan baik. Menulis Sebagai Proses

Menulis adalah menyampaikan pesan dengan menggunakan tulisan sebagai medianya. Pesan adalah isi yang terkandung dalam sebuah tulisan. Tulisan adalah lambang atau simbol untuk menyampaikan pesan yang disepakati oleh pemakainya. Oleh karena itu, dalam komunikasi tulis terdapat empat unsur yang terlibat, yaitu penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau media, dan pembaca sebagai penerima pesan.

Menulis akan mendorong seseorang untuk berpikir kreatif, logis, dan sistematis, sehingga tulisan yang dihasilkan akan menarik dan mencapai sasaran. Seseorang yang mempunyai ide yang baik belum tentu dapat menuangkan gagasannya ke dalam tulisan dengan baik dan menarik. Menulis memerlukan kepiawaian penulis dalam menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan. Umtuk mendapatkan hasil tulisan yang baik seorang penulis harus memiliki kemampuan


(46)

utuh;

c. menulis dengan jelas dan tidak samar-samar memanfaatkan struktur kalimat, bahasa, dan contoh-contoh sehingga maknanya sesuai dengan yang diinginkan penulis;

d. menulis secara meyakinkan, menarik minat para pembaca terhadap pokok pembicaraan serta mendemonstrasikan suatu pengertian yang masuk akal dan cermat mengenai hal itu;

e. mengritik naskah tulisannya yang pertama serta memperbaikinya. Mau dan mampu, merevisi naskah pertama merupakan kunci bagi tulisan yang tepat guna atau efektif;

f. kebanggaan penulis dalam naskah atau manuskrip, kesudian menggunakan ejaan dan tanda baca secara saksama, memeriksa makna kata dan hubungan ketatabahasaan dalam kalimat-kalimat sebelum menyajikan kepada para pembaca. Penulis yang baik menyadari benar bahwa hal-hal seperti itu dapat memberi akibat yang kurang baik terhadap karyanya. Menulis sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang asing bagi kita. Artikel, esai, laporan, resensi, karya sastra, buku adalah contoh produk tulisan yang sering kita temukan dan kita baca dalam kehidupan sehari-hari. Tulisan-tulisan tersebut menyajikan ide, gagasan, dan perasaan secara runtut dan menarik untuk dibaca. Namun, diantara kita banyak yang tidak menyukai aktivitas menulis. Seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat menulis, dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis (Suparno, 2008: 1.4). Pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak terlepas dari


(47)

menulis dan mengajarkannya. Karena itu muncul mitos yang keliru tentang menulis dan pembelajarannya.

a. Menulis itu mudah

Teori menulis memang mudah untuk dihafal, tetapi menulis tidak cukup hanya menghafal teori. Selain menguasai teori, menulis memerlukan latihan. Tanpa latihan, seseorang tidak akan pernah mampu menulis dengan baik. Dia harus mencoba dan berlatih berulang kali, memilih topik, menentukan tujuan, mengenali pembaca, mencari informasi pendukung, menyusun kerangka karangan, serta menata dan menuangkan idenya secara runtut dan tuntas dalam susunan bahasa yang mudah dipahami. Kemampuan menggunakan unsur mekanik tulisan merupakan inti dari menulis. Seorang penulis perlu memiliki keterampilan mekanik seperti penggunaan ejaan, pemilihan kata, kalimat efektif, dan paragraf untuk dapat menghasilkan sebuah karangan. Namun, kemampuan mekanik saja belum cukup, karena sebuah karangan harus mengandung isi yang berupa ide, gagasan, perasaan, atau informasi yang akan disampaikan penulis. Unsur mekanik hanya merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengemas karangan agar mudah dipahami pembaca.

b. Menulis itu harus sekali jadi

Ketika kita membuat tulisan, tentu tidak dapat sekali jadi. Kita harus mengulanginya beberapa kali. Kita menulis, memperbaiki, mencoba menulis lagi, hingga kita anggap selesai. Tidak banyak orang yang dapat menulis sekali jadi, bahkan penulis professional sekalipun. Menulis


(48)

prapenulisan, penulisan, penyuntingan, perbaikan, dan penyempurnaan. c. Orang yang tidak menyukai dan tidak pernah menulis dapat mengajarkan

menulis

Seseorang yang mengajar menulis harus menyukai dan memiliki pengalaman dan keterampilan menulis. Dia harus dapat menunjukan kepada muridnya manfaat dan nikmatnya menulis. Dia pun harus mampu mendemonstrasikan apa dan bagaimana menulis. Minat dan kemauan siswa menulis tidak terlepas dari apa yang terjadi pada diri guru dan bagaimana dia mengajarkannya. Sebagai proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase (tahap) yaitu fase pramenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan). Masing-masing fase tidak dipandang kaku dan selalu berurutan dan terpisah-pisah. Urutan dan batas fase itu sangat luwes, kita dapat melakukan setiap fase secara bersamaan.

Kegiatan menulis berkaitan erat dengan penalaran. Penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk, eviden, ataupun sesuatu yang dianggap bahan bukti menuju pada kesimpulan (Moeliono dalam Saddhono, 2014: 152). Dapat dikatakan penalaran adalah proses berpikir yang sistematis dan logis untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Penalaran dapat dilakukan secara induktif dan deduktif. Penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari hal-hal yang khusus menuju sesuatu yang


(49)

dari sesuatu yang bersifat umum pada peristiwa yang khusus untuk mencapai sebuah kesimpulan.

Menulis itu Kompleks

Menulis, di samping merupakan proses juga merupakan kegiatan yang kompleks. Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks karena melibatkan cara berpikir yang teratur dan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan teknik penulisan, antara lain (1) adanya kesatuan gagasan, (2) penggunaan kalimat yang jelas dan efektif, (3) paragraf disusun dengan baik, (4) penerapan kaidah ejaan yang benar, dan (5) penguasaan kosakata yang memadai (Saddhono, 2014: 153). Persyaratan kecakapan lain yang harus dimiliki seorang penulis adalah menemukan ide, mengorganisasi isi tulisan secara sistematis, dan menerapkan kaidah-kaidah kebahasaan yang benar.

Kompleksitas kegiatan menulis untuk menyusun sebuah karangan meliputi (1) keterampilan gramatikal, (2) penuangan isi, (3) keterampilan stilistika, (4) keterampilan mekanis, (5) keterampilan memutuskan (Heaton dalam Saddhono, 2014: 153). Menulis harus diperoleh melalui proses belajar dan berlatih secara sungguh-sungguh. Kemampuan menulis dapat diikuti oleh setiap orang asalkan mau belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh, sebab menulis merupakan kemampuan yang dapat dipelajari.

Menulis pada hakikatnya adalah melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang untuk dibaca orang lain yang dapat memahami bahasa dan lambang-lambang grafis tersebut (Saddhono, 2014: 154). Menulis pada dasarnya bukan sekadar melukiskan lambang-lambang


(50)

yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga ide tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca. Oleh karena itu, di samping menguasai topik dan permasalahan yang akan ditulis, penulis dituntut menguasai komponen lainnya, seperti grafologi, struktur, kosakata, kelancaran dan sebagainya.

2.2.3 Pola Pengembangan / Penalaran Karangan 2.2.3.1 Pengertian Penalaran

Penalaran mempunyai beberapa pengertian antara lain (1) proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi, dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan. (2) proses menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru ( Wijono, 2012: 272).

Berdasarkan pola penalaran/pengembangannya, karangan dibedakan menjadi pola pengembangan sebab akibat, deduktif, dan induktif. Pada penelitian ini, penulis membatasi hanya pada penalaran deduktif dan induktif.

2.2.3.2 Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan penyajian fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus dan diakhiri simpulan khusus yang berupa prinsip, sikap atau fakta yang berlaku khusus (Wijono, 2012: 276). Penalaran deduktif adalah proses berpikir yang dimulai dari pernyataan umum dan diikuti pernyataan-pernyataan khusus (Purwandari, 2012: 77). Oleh karena itu, penalaran deduktif menempatkan kalimat utamanya di awal paragraf dan kalimat-kalimat berikutnya merupakan kalimat pendukung/penjelas. Dengan mengetahui kalimat utamanya tentu akan lebih mudah menentukan ide


(51)

khusus dengan menempatkan gagasana utama di awal karangan (Jauhari, 2007: 123 ). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan penalaran deduktif adalah penalaran yang diawali dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat umum diikuti dengan hal-hal yang bersifat khusus.

2.2.3.3 Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan, pembuktian, dan diakhiri kesimpulan umum. Kesimpulan ini dapat berupa prinsip atau sikap yang bersifat umum atas fakta yang bersifat khusus. Penalaran induktif merupakan proses berpikir yang dimulai dengan pernyataan – pernyataan khusus untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum (Purwandari, 2012: 77). Pernyataan khusus yang dimaksud adalah hal-hal sejenis yang digunakan sebagai data untuk memperkuat gagasan dalam menarik kesimpulan. Paragraf induktif adalah paragraf yang pengembangannya dimulai dari pemaparan bagian-bagian kecil atau hal-hal konkret hingga sampai pada kesimpulan yang bersifat umum. Induksi berarti cara berpikir dari yang khusus ke yang umum (Jauhari, 2007: 124). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif adalah penalaran dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Gagasan utama pada penalaran ini terletak di akhir karangan. Secara logis, berdasarkan beberapa atau semua data pembaca digiring ke suatu kesimpulan umum atas peristiwa atau hal-hal tersebut. Penalaran induktif menempatkan kalimat utamanya pada bagian kesimpulan, yakni di akhir karangan.


(52)

akibat. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala yang bersifat khusus, serupa atau sejenis yang disusun secara logis dan diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umum. Analogi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan terhadap gejala khusus dengan membandingkan atau mengumpamakan suatu objek yang sudah teridentifikasi secara jelas terhadap objek yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan yang berlaku umum. Sebab akibat adalah proses penalaran berdasarkan hubungan ketergantungan antargejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat-sebab.

2.2.4 Menulis Karangan

Mengarang adalah membuat atau menulis karangan ( Palupi 2010: 46). Mengarang sedikit lebih sulit daripada menyusun karangan.

Langkah-Langkah Menulis Karangan 1. Menentukan topik

Topik adalah pokok karangan yang akan dijadikan landasan penyusunan karangan yang dinyatakan dalam kelompok kata, bukan kalimat. Syarat

penyusunan topik adalah menarik, diketahui dan dikuasai penulis, tidak kontroversial, cukup sempit dan terbatas.

2. Menentukan tema

Tema adalah inti cerita yang ingin disampaikan oleh penulis. Tema dirumuskan dalam bentuk kalimat yang lengkap, yang dikembangkan berdasarkan topik.


(53)

2) Mengembangkan tema yang terarah.

3) Tema yang dirumuskan mengandung unsur keaslian. (kebaruan). 3. Menentukan judul karangan

Setelah menentukan tema, kita dapat menentukan judul. Fungsi judul dalam sebuah karangan adalah sebagai berikut.

1) Sebagai nama karangan.

2) Untuk menarik minat pembaca. 3) Sebagai gambaran isi karangan.

Judul yang baik harus memenuhi syarat antara lain menarik, menimbulkan keingintahuan pembaca, dan mudah diingat.

4. Menyusun kerangka karangan

Manfaat kerangka karangan adalah sebagai berikut. 1) Memudahkan penyusunan karangan.

2) Memudahkan penempatan antara bagian karangan yang penting dengan bagian yang kurang penting.

3) Mengurangi timbulnya pengulangan pembahasan.

Sebuah kerangka karangan dapat disusun berdasarkan pola-pola tertentu. 1) Urutan waktu, yaitu urutan yang didasarkan runtutan pristiwa.

2) Urutan ruang, yaitu urutan penyajian suatu keadaan atau benda, misalnya di samping, di depan.

3) Urutan klimaks dan antiklimaks, yaitu bila bagian penting di tempatkan di bagian akhir maka urutan tersebut disebut klimaks, sebaliknya, bila


(54)

antiklimaks.

4) Urutan kausalitas, yaitu urutan sebab akibat dan akibat sebab, masalah yang dikemukakan pertama disebut sebab, kemudian dilanjutkan akibat

Urutan akibat-sebab, masalah yang dikemukakan pertama disebut akibat, kemudian dilanjutkan dengan sebab-sebabnya.

5) Urutan pemecahan masalah, penyusunan kerangka karangan mulai dengan permasalahan, menuju kesimpulan umum atau pemecahan masalah.

2.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah / Problem Based Learning

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, dan kurikulum (Joyce dalam Trianto, 2009: 22). Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan proses belajar- mengajar (Soekamto dalam Trianto, 2009: 22). Hal ini berarti bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar (Enggen dan Kauchak dalam Trianto, 2009: 22). Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah perencanaan yang tersusun secara sistematis yang berfungsi sebagai


(55)

pembelajaran dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

Istilah model pembelajaran digunakan berdasarkan dua alasan penting. Alasan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Istilah model mempunyai makna lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur pembelajaran.

1) rasional teoretik yang logis yang disusun oleh para penciptanya.

2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai).

3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.

1)lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai

2. Model pembelajaran dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting. Model pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaksnya (pola urutan), dan sifat lingkungan belajarnya. Penggunaan model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran yang lain.

Sintaks suatu model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan langkah yang diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru


(56)

dilakukan oleh siswa.

Sintaks dari bermacam-macam model pembelajaran memiliki komponen yang sama, misalnya semua pembelajaran diawali dengan memotivasi siswa terlibat dalam proses pembelajaran dan diakhiri dengan menutup pembelajaran dengan merangkum pokok-pokok pembelajaran yang dilakukan siswa dalam bimbingan guru. Namun sintaks yang satu dengan yang lain juga memiliki perbedaan. Misalnya urutan tahap-tahap kegiatan pada pengajaran langsung berbeda dengan yang terdapat pada pembelajaran kooperatif. Perbedaan-perbedaan ini terutama berlangsung di antara pembukaan dan penutupan pembelajaran yang harus dipahami oleh para guru jika pelaksanaan model-model tersebut ingin berhasil.

2.3.2 Hakikat Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning adalah pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran (Maulana, 2014: 64). Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi (Ratumanan dalam Trianto, 2011: 92). Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan


(57)

menghadapi sesuatu yang kompleksitas ( Trianto, 2009: 91)

Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Trianto, 2009: 92). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model yang dimaksudkan untuk mengembangkan siswa berpikir kritis, analitis, dan untuk menemukan serta menggunakan sumber daya yang sesuai untuk belajar (Riyanto, 2012: 285).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk berpikir tingkat tinggi demi mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.

Ciri-Ciri Pembelajaran Berbasis Masalah

Berbagai penelitian mengenai penerapan model berbasis masalah telah menunjukan hal yang positif. Model pebelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan intelektual, dan keterampilan memecahkan masalah.


(58)

pengalaman nyata atau simulasi sehingga ia dapat mandiri. Pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1. Pengajuan masalah atau pertanyaan

Pengajuan pertanyaan pada pembelajaran berbasis masalah harus memenuhi kriteria sebagai berikut.

1) Autentik yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan nyata daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

2) Jelas yaitu masalah dirumuskan dengan jelas dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa.

3) Mudah dipahami yaitu masalah yang diberikan adalah masalah yang mudah dipahami oleh siswa. Masalah dibuat sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. 4) Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yaitu masalah yang disusun dan

dirumuskan hendaknya bersifat luas artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pembelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia.

5) Bermanfaat yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan harus bermanfaat baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun bagi guru sebagai pembuat masalah.

2. Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu

Masalah yang diajukan hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu. Masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari berbagai mata pelajaran 3. Penyelidikan autentik


(59)

nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis data, melaksanakan

eksperimen, menarik kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir. 4. Menghasilkan produk dan memamerkannya

Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa dibimbing untuk menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian siswa ditampilkan.

5. Kolaborasi

Tugas-tugas belajar berupa masalah yang harus diselesaikan bersama-sama antara siswa dengan siswa dalam kelompok atau siswa dengan guru.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah memiliki langkah-langkah atau sintaks yang perlu diketahui guru. Adapun sintaks tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah

Tahap Aktivitas Guru dan Siswa

Tahap 1

Mengorientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demostrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,

memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Tahap 2:

Mengorganisasi siswa untuk

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang


(60)

Tahap 3:

Membimbing penyelidikan individual maupun

kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan

temannya. Tahap 5: Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Sumber Ibrahim, dkk (dalam Trianto, 2009: 98).

2.3.3 Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah 1. Tugas Perencanaan

Model pembelajaran berbasis masalah memerlukan perencanaan sebagai berikut. 1) Penetapan tujuan

Model pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri.

2) Merancang situasi masalah

Pembelajaran berbasis masalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung teka


(61)

bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum. 3) Organisasi sumber daya dan rencana logistik

Pembelajaran berdasarkan masalah memungkinkan siswa untuk bekerja dengan beragam material dan peralatan, dan dalam pelaksanaannya dapat dilakukan di kelas, di perpustakaan, atau di laboratorium, bahkan di luar sekolah. Oleh karena itu, tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa harus menjadi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah.

2. Tugas Interaktif

1) Orientasi siswa pada masalah

Siswa perlu memahami bahwa tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Cara yang baik untuk menyajikan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang dapat membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Model pembelajaran berbasis masalah membutuhkan pengembangan keterampilan kerja sama diantara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal tersebut siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan.


(62)

Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan yang benar. Guru mendorong pertukaran ide dan gagasan secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam rangka pembelajaran berdasarkan masalah. Selama dalam tahap penyelidikan guru memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa tanpa mengganggu aktivitas siswa.

Puncak proyek-proyek pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah penciptaan dan peragaan artefak seperti laporan, poster, model-model fisik, dan video.

4) Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah

Tugas guru pada tahap akhir pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

3. Lingkungan Belajar dan Tugas Manajemen

Guru perlu memiliki aturan yang jelas supaya pembelajaran dapat berlangsung tertib tanpa gangguan, dapat menangani prilaku siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, dan memiliki panduan mengenai bagaimana mengelola kerja


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian yang dilakukan di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa, Kabupaten Pringsewu maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Tahap Perencanaan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru terdiri atas beberapa komponen yang mengacu pada Permendiknas No 41 tahun 2007. Komponen tersebut meliputi 1) Identitas mata pelajaran yang terdiri atas satuan pendidikan, kelas, semester, program keahlian, mata pelajaran, alokasi waktu, dan jumlah pertemuan. 2) Standar kompetensi 3) Kompetensi dasar 4) Indikator kompetensi 5) Tujuan pembelajaran 6) Materi ajar 7) Alokasi waktu 8) Metode pembelajaran 9) Kegiatan pembelajaran yang meliputi pendahuluan, isi, dan penutup 10) Penilaian hasil belajar 11) Sumber belajar. RPP yang disusun guru memuat semua komponen tersebut dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah.

Pada tahap ini terjadi peningkatan desain RPP dalam pembelajaran menulis di kelas XII IPA2 SMAN 1 Ambarawa mlalui model pembelajaran berbasis masalah dari siklus I sampai dengan siklus III.


(2)

252

Hasil siklus I menunjukkan RPP yang disusun guru dalam kategori cukup baik dan meningkat menjadi kategori sangat baik pada siklus III.

2. Tahap pelaksanaan pembelajaran menulis di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa Pringsewu melalui model pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan mengikuti sintaks pembelajaran berbasis masalah. Sintaks pembelajaran yang dilaksanakan guru meliputi: 1) mengorientasi siswa pada masalah, 2) mengorganisasi siswa untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Tahap pelaksanaan pembelajaran terjadi peningkatan dari siklus I sampai dengan siklus III. Pada siklus I, proses pelaksanaan pembelajaran mencapai nilai 73,33 dalam kategori cukup baik, meningkat pada siklus III mencapai skor 89,69 dengan kategori amat baik.

3. Pelaksanaan sistem evaluasi melalui model pembelajaran berbasis masalah mengalami peningkatan dari siklus I sampai dengan siklus III. Komponen rubrik penilaian meliputi isi, organisasi gagasan, kalimat efektif, kosa kata, dan ejaan. Pada siklus satu, pelaksanaan sistem evaluasi memperoleh nilai dengan kategori cukup baik dan meningkat dengan kategori sangat baik pada siklus tiga.

4. Kemampuan menulis pada siswa kelas XII IPA2 SMAN 1 Ambarawa mengalami peningkatan dari prasiklus, siklus I sampai dengan siklus III.


(3)

Pada prasiklus siswa memperoleh nilai rata-rata 64,71 dan siswa yang mencapai KKM 39,28%, siklus satu nilai rata-rata 72,14 dan siswa yang mencapai KKM 57,14%, siklus dua nilai rata-rata 81,28 dan siswa yang mencapai KKM 71,42 %, dan siklus tiga nilai rata-rata 90,92, siswa yang mencapai KKM 92,85%.

Berdasarkan kesimpulan di atas, pembelajaran menulis melalui model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan pembelajaran menulis kelas XII SMAN 1 Ambarawa kabupaten Pringsewu tahun pelajaran 2014/2015. Oleh karena itu pembelajaran berbasis masalah sangat tepat diterapkan untuk pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya kompetensi menulis.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini penulis berharap dalam pembelajaran menulis dapat menggunakan model pembelajaran berbasis masalah karena dapat dijadikan model pembelajaran yang inovatif dan kreatif bagi siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Beberapa hal yang menjadi harapan penulis sebagai berikut.

1. Saran utuk Siswa

1) Siswa hendaknya lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah karena dapat meningkatkan kemampuan menulis.

2) Siswa hendaknya lebih kreatif dan dapat mengorelasikan dengan disiplin ilmu lain karena masalah yang disajikan dapat berhubungan dengan mata


(4)

254

3) Siswa hendaknya lebih meningkatkan wawasan dalam segala bidang, supaya dapat memecahkan permasalahan dengan cepat dan tepat.

4) Siswa lebih mudah mengontruksi karangan karena permasalahan yang disajikan adalah permasalahan yang bersifat faktual, sehingga membantu siswa menentukan topik, ide pokok setiap paragraf dan menyusun kalimat penjelas.

2. Saran untuk Guru

1) Guru dapat menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran berbasis masalah.

2) Guru dapat menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran menulis agar siswa dapat menyelesaikan masalah dan berpikir kritis sekaligus membentuk pengetahuan baru.

3. Saran untuk Sekolah

Sekolah dapat menambah pengetahuan bagi guru-guru tentang model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kualitas dan hasil mata pelajaran yang diampunya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran. Bandung: Rafika Aditama Ali, Adelan. 2009. Panduan Lengkap Korespondensi. Jakarta: Eska Media Arifin, Syamsir. 1987.Pedoman Menulis Surat Menyurat Indonesi. Padang:

Angkasa Raya

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi.2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Sinar Grafika --- . 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Darsono, M. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Depdiknas. 1999.Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.Jakarta: Depdikbud

…………. . 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Depdikbud

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Depdiknas. 2007. Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: BSNP Pustaka Utama

Isdriani, Pudji. 2006. Seribu Pena Bahasa Indonesia untuk SMA. Jakarta:Erlangga Jauhari, Heri. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia Keraf, Gorys. 2003. Komposisi. Flores: Nusa Indah


(6)

Kusumah, Wijaya dan Dedi Dwitagama. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks

Maulana, Dani. 2014. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Lampung : LPMP Maulana, Dani. 2014. Pendekatan Saintifik. Lampung; LPMP

Priyatni, Endah Tri. 2014. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia Dalam Kurikulum 2013. Malang: Bumi Aksara

Purwandari, Retno. 2012. Buku Pintar Bahasa Indonesia. Jakarta:Familia Rahardi, Kunjana.2014. Teknik-Teknik Pengembangan Paragraf. Yogyakarta:

Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Rusman. 2014. Model-Model Pembelajaran. Bandung: Raja Grafindo Persada Rusminto, N.E.2009. Analisis Wacana Bahasa Indonesia. Bandar

Lampung:Universitas Lampung

Sadhono, Kundaru dan St.Y.Slamet. 2014. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia.Yogyakarta: Graha Ilmu

Setiyadi, Bambang Ag. 2006. Metode Penelitian untuk Pengajaran Bahasa Asing. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suparno, Muhamad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tarigan, Jago.2009. Menulis Paragraf. Bandung : Angkasa

Thobroni.2015. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif

Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Malang: Bumi Aksara