Karl Marx Perjuangan Kelas dan Revolusi

Karl Marx: Perjuangan Kelas dan Revolusi
Oleh: Johannes Sutanto (Gendhotwukir)
Alur dan jalan pikiran teori-teori Karl Marx sulit dimengerti kalau kita tidak
memahami latar belakang gagasan-gagasan dasar dari dua pemikir
sebelumnya yang tentunya sangat berpengaruh bagi Karl Marx yaitu George
Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) dan Ludwig Feuerbach (1804-1871).
Prinsip terpenting yang diadopsi Karl Marx dari Hegel yaitu pendekatan
dialektis terhadap segala gejala yang ada. Dialektika dimengerti sebagai,
“kesatuan dari apa yang berlawanan“ atau sebagai “perkembangan yang
berjalan dalam langkah-langkah yang saling berlawanan“. Oleh sebab itu
dalam prinsip dialektika muncul beberapa istilah yang lantas menjadi
kerangka kerja ilmiahnya yaitu tesis, antitesis dan sintesis. Karl Marx lantas
menempatkan prinsip-prinsip dialektika Hegal dalam menelaah sejarah.
Bagi Karl Marx sejarah adalah gerakan ke kebebasan.
dalam loncatan-loncatan dialektis. Seperti Hegel, Karl Marx
sejarah mempunyai tujuan dan ia yakin pula bahwa
tercapai yaitu dalam masyarakat yang tanpa kelas. Dari
menerima paham bahwa manusia merealisasikan dirinya
pekerjaannya dan bahwa sejarah adalah karyanya.

Sejarah berjalan

pun yakin bahwa
kebebasan akan
Hegel Karl Marx
sendiri di dalam

Filsafat Feuerbach yang sangat berpengaruh sampai saat ini yaitu kritiknya
terhadap agama. Bagi Feuerbach, agama hanyalah suatu proyeksi manusia.
Agama adalah tanda keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Oleh sebab
itu, manusia harus meniadakan agama agar bisa keluar dari keterasingan
itu. Karl Marx pada prisipnya tidak menolak kritik agama Feuerbach. Kritik
Karl Marx yang dialamatkan pada Feuerbach yaitu bahwa Feuerbach tidak
mempersoalkan mengapa manusia sampai mengasingkan diri dalam agama.
Karl Marx memberikan analisa tajamnya yaitu bahwa manusia terpaksa dan
puas dengan perealisasian diri dalam agama saja karena keadaan
masyarakat tidak mengijinkannya merealisasikan hakekatnya secara
sungguh-sungguh. Tata-susunan masyarakat tidak memberi peluang bagi
manusia untuk merealisasikan dirinya dengan sungguh-sungguh. Yang
mendesak perlu diubah bagi Karl Marx yaitu keadaan masyarakat sekeliling
yang menghalangi perealisasian hakekat manusia. Dengan demikian Karl
Marx meninggalkan kritik agama dan mengarahkan elaborasinya pada

masyarakat. Masyarakatlah yang harus diubah.
Berdasarkan kerangka ilmiah pemikir-pemikir sebelumnya, entah dengan
alur pikiran yang searah maupun yang bertentangan dalam koridor kritik,

Karl Marx menawarkan beberapa gagasan penting dan baru dalam ranah
filsafat yang dalam tulisan ini hanya dibatasi pada beberapa gagasannya
yaitu konsepsi tentang manusia, nilai guna dan nilai tukar, alienasi manusia,
dan perjuangan kelas dan revolusi.
Riwayat Hidup Karl Marx
Karl Marx lahir pada tahun 1818 di kota Trier di Jerman sebagai anak
seorang pengacara Yahudi yang telah menjadi Kristen Protestan. Setamat
SMA pada tahun 1836, ia selama satu semester belajar ilmu hukum di kota
Bonn dan selanjutnya pindah ke kota Berlin untuk belajar ilmu filsafat.
Selama di Berlin ia menjadi anggota kelompok orang intelektual muda yang
menamakan diri Klub Doktor. Kelompok ini sangat terpengaruh dan
mengagung-agungkan seorang pemikir aliran idealisme yaitu G.W.F. Hegel
yang meninggal di Berlin pada tahun 1931.
Pada tahun 1841 Karl Marx mendapat promosi menjadi doktor filsafat di
Universitas Jena dengan tesisnya yaitu filsafat Demokrit dan Epikur. Tahun
berikutnya Karl Marx menduduki jabatan pemimpin redaksi di sebuah harian

progresif di Köln. Jabatan ini tidak bertahan lama karena adanya sensor dari
Prussia. Ia terpakasa meninggalkan Jerman dan tinggal di Paris. Pada
pertengahan tahun 1843 ia menikahi seorang puteri bangsawan yang
bernama Jenny von Westphalen. Di Paris Karl Marx suka bergaul dan
berkenalan dengan beberapa tokoh sosialis, di antaranya dengan Friedrich
Engels (1820-1895) yang selama hidupnya menjadi sahabat karibnya. Di
Paris inilah ia untuk pertama kalinya bertemu dengan kaum buruh yang
sungguh-sungguh.
Selama di Paris Karl Marx menulis beberapa karangan penting yaitu
“Tentang Masalah Yahudi”, “Pengantar Kepada Kritik Filsafat Hukum Hegel”,
“Naskah-Naskah Paris tentang Filsafat dan Ekonomi Nasional” dan “Keluarga
Suci”.
Pada tahun 1945 Karl Marx dan isterinya diusir oleh pemerintah Perancis.
Mereka terpaksa pindah ke Brussel. Di Brussel mereka tinggal selama 2
tahun lebih dan selanjutnya pindah ke London. Pada tahun 1846 Karl Marx
bersama Engels merumuskan pandangan materialis mereka tentang sejarah
dalam sebuah karangan yang berjudul “Ideologi Jerman”. Pada permulaan
tahun 1948 Karl Marx dan Engels menulis “Manifesto Komunis“ yang
terkenal itu. Dua bulan setelah “Manifesto Komunis” pecahlah di seluruh
Eropa dengan apa yang dinamakan Revolusi ’48. Karl Marx memutuskan

kembali ke Jerman dan mendirikan sebuah harian. Sayang, Revolusi ’48 itu
gagal sehingga pada tahun 1849 Karl Marx terpaksa kembali lagi ke London
dan menetap di sana untuk selamanya.

Di London pasca kegagalan Revolusi ’48, Karl Marx tidak memusatkan diri
pada aksi-aksi praktis dan revolusioner. Ia kini memusatkan perhatiaannya
pada hal-hal yang bersifat teoritis, khususnya pada ilmu ekonomi. Pada
tahun 1857 Karl Mark mulai menulis sebuah buku yang ternyata baru bisa
diterbitkan pada tahun 1938 dengan judul “Foundation of the Critique of
Political Economy”. Buku setebal 1100 halaman ini berisi tentang masalah
ekonomi dan perkembangan masyarakat. Pada tahun 1967 buku yang
sangat terkenal dari Karl Marx yaitu “Das Kapital” jilid pertama terbit. “Das
Kapital” jilid kedua dan ketiga baru diterbitkan oleh Engels setelah Karl Marx
meninggal dunia.
Pada tahun 1864 partai-partai buruh nasional mendirikan Asosiasi Buruh
Internasional. Karl Marx masuk dalam anggota dewan. Di dalam asosiasi ini
Karl Marx mengalami konflik dengan Mikail Bakunin dan akhirnya
perselisihan itu menghacurkan eksistensi Asosiasi Buruh Internasional.
Hidup pribadi Karl Marx sebenarnya sangat memprihatinkan. Mereka
menderita kekurangan dan kemlaratan. Dalam beberapa sumber disebutkan

bahwa salah seorang anaknya mati karena kurang makan. Karl Marx tidak
memiliki pendapatan yang tetap dan tidak tahu mengurus uang. Hidup
keluarganya banyak disokong oleh sahabat karibnya yaitu Engel yang
memiliki pabrik di Menchester.
Karl Marx besar adalah seorang yang keras kepala dan otoriter. Rekanrekannya yang tidak suka dengan teorinya diserang dengan kata-kata yang
bahkan menjelekkan nama dan kepribadian mereka. Ia bermusuhan dengan
banyak teman sekerjanya. Hanya Engels yang sepertinya memahami dan
mau menerima kepribadian Karl Marx. Di banyak buku Engels disebut
sebagai sahabat karib Karl Marx. Tahun-tahun terakhir kehidupan Karl Marx
sangat memprihatinkan. Ia banyak mengalami kesendirian dan kesepian.
Karl Marx meninggal dunia pada tahun 1883 hanya diiringi oleh delapan
orang yang berdiri di pinggir makamnya.
Konsepsi Tentang Manusia
Keprihatinan Karl Marx ialah manusia. Dalam beberapa naskah yang
ditulisnya sekitar tahun 1932 ada indikasi bahwa Karl Marx muncul sebagai
seorang pemikir humanis sejati. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya Karl
Marx lebih condong pada hukum-hukum ekonomi dan sejarah, sejak tahuntahun ini ia berkutat dengan konsepsi tentang manusia. Pada dasarnya
manusia itu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Pandangan Karl
Mark yang secara teori bagus ini pada kenyataan hidupnya berbeda.
Keluarganya miskin dan sepertinya ia tidak mampu mengaplikasikan

teorinya sendiri.

Manusia harus bekerja karena manusia harus memenuhi kebutuhannya. Hal
demikian berbeda dengan binatang yang langsung dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya dari alam. Manusia harus merubah alam dan
dengannya manusia baru bisa hidup. Pekerjaanlah yang membedakan
manusia dari binatang. Menurut Karl Marx, manusia itu makhluk ganda yang
aneh. Di satu pihak ia makhluk alam seperti binatang dan dipihak lain ia
harus berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing baginya.
Manusia tidak tergantung dari lingkungan alam, tetapi bisa mengolah
seluruh alam demi tujuannya yang macan-macam. Pekerjaan itu tanda khas
yang melekat pada manusia. Pekerjaan itu tanda bahwa manusia adalah
makhluk yang bebas dan universal.
Sebagai makhluk yang bebas manusia tidak hanya melakukan apa yang
langsung menjadi kecondongannya. Manusia menghadapi kebutuhankebutuhannya dengan bebas. Manusia itu universal karena ia tidak terikat
pada lingkungan yang terbatas. Manusia dapat mempergunakan seluruh
alam demi tujuan-tujuannya. Seluruh alam dapat menjadi bahan
pekerjaannya. Ia berhadapan dengan alam secara universal. Bagi Karl Marx,
hanya manusia yang dapat berproduksi menurut hukum-hukum keindahan.
Pekerjaan adalah tanda martabat manusia.

Pekerjaan itu bagi manusia lebih dari sekadar alat untuk memenuhi
kebutuhan. Di dalam pekerjaan manusia merealisasikan dirinya sendiri. Hasil
ukiran dari seorang pengukir mencerminkan kecakapan, kemampuan dan
hakekat pengukirnya. Di dalam pekerjaan manusia mengambil dari
bentuknya yang alamiah dan memberikan bentuknya sendiri kepadanya.
Manusia mengobyektivasikan diri ke dalam alam melalui pekerjaannya.
Produk pekerjaannya mencerminkan hakekatnya sendiri. Manusia kerasan di
dalam alam karena dibenarkan hakekatnya. Dalam pelbagai pekerjaan
manusia melahirkan bakat-bakatnya pada alam dan dengan demikian
manusia merealisasikan dirinya sendiri.
Pada aspek lain, Karl Marx memandang bahwa pekerjaan merupakan tanda
bahwa manusia itu mahkluk sosial. Manusia memerlukan orang lain.
Pengakuan manusia lain dapat membuat seorang manusia bahagia.
Pengakuan atas hasil kerja dari orang lain membuat seseorang menjadi
bahagia dan merasa diakui. Pekerjaan adalah jembatan antara manusia
yang selalu berinteraksi.
Karena pada dasarnya manusia itu mahkluk sosial, Karl Marx menolak baik
individualisme maupun kolektivisme. Individualisme keliru karena manusia
melalui bahasa dan pekerjaannya sudah sejak semula dibentuk dan dicetak
masyarakat dan tidak dapat hidup tanpa adanya masyarakat. Kolektivisme


juga keliru karena kolektivisme pada dasarnya memiliki implikasi menolak
manusia dalam seluruh kekayaan hakekatnya yang konkret.
Nilai Tukar dan Nilai Guna
Karl Marx berpandangan bahwa nilai tukar sebuah barang sangat ditentukan
oleh jumlah atau waktu yang diperlukan di dalam mengerjakan barang
tersebut. Yang dimaksudkan dengan nilai tukar yaitu nilai sebuah barang
kalau diperjual-belikan di pasar dan yang biasanya dinilai dalam ukuran
jumlah uang. Sementara itu, nilai guna diukur dari gunanya suatu barang
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia. Nilai guna tergantung dari
macam barang dan kebutuhan di dalam masyarakat. Nilai guna tidak
ditentukan oleh waktu yang diperlukan untuk membuatnya. Nilai tukar
sebuah barang sangat ditentukan oleh intensitas pekerjaan di dalam
mengerjakan sebuah barang. Sebuah barang yang pembuatannya
membutuhkan waktu dua jam bernilai dua kali lebih tinggi dari barang lain
yang hanya dikerjakan dalam waktu satu jam. Meski demikian, nilai sebuah
barang tidak ditentukan oleh kerja individu, melainkan oleh apa yang
dinamakan oleh Karl Marx dengan “waktu kerja sosial yang diperlukan“.
Artinya, waktu yang rata-rata diperlukan dan dengan kepandaian tertentu
untuk membuat barang tersebut di dalam masyarakat.

Berkaitan dengan nilai tenaga kerja, Karl Marx melihat bahwa tenaga kerja
dalam sistem kapitalis dipandang sebagai barang dagangan. Karena si
pemilik pabrik membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan mesinmesinnya, ia membeli tenaga kerja itu di pasaran dan membayarnya
menurut nilainya. Sayang, banyak pemilik pabrik yang membeli tenaga kerja
dengan seenaknya. Menurut Karl Marx, nilai tenaga kerja perlu ditentukan
oleh nilai semua barang yang dibutuhkan tenaga kerja supaya ia dapat
hidup. Nilai tenaga kerja adalah nilai makanan, tempat tinggal dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya dari si tenaga kerja dan keluarganya. Semua
ini juga ditentukan oleh tingkat sosial dan kultural dalam masyarakat
tertentu.
Dalam korelasi antara buruh (tenaga kerja) dan kapitalis, Karl Marx melihat
adanya ketimpangan. Hal demikian digagas dalam ajarannya tentang nilai
lebih. Nilai lebih adalah diferensi antara nilai yang diproduksi selama dalam
jangka waktu tertentu oleh seorang tenaga kerja dan biaya kehidupannya
sendiri. Seorang buruh supaya ia dan keluarganya bisa hidup dan memenuhi
kebutuhannya selama sehari membutuhkan uang sebesar Rp. 8.000,-. Jadi,
nilai tenaga kerjanya yaitu Rp. 8.000,-. Untuk nilai itu ia menawarkan
tenaganya di pasaran. Si kapitalis yang membutuhkan tenaga kerja tersebut
membelinya dengan harga yang diinginkan si tenaga kerja tersebut. Si
kapitalis kini bisa mempergunakan tenaga kerja itu semaunya karena ia


telah membelinya. Secara teori si kapitalis bisa mempekerjakannya selama
24 jam penuh. Tentu saja ia tidak akan melakukannya karena kualiatas
tenaga orang tersebut akan menurun. Si kapitalis juga tahu bahwa tenaga
kerjanya membutuhkan waktu untuk istirahat, rekreasi dan sebagainya. Si
kapitalis lantas menyuruh orang tersebut untuk bekerja 8 jam sehari.
Kita andaikan bahwa orang tersebut dalam waktu 4 jam bisa menghasilkan
barang yang berharga Rp. 8.000,-. Ini artinya bahwa sebetulnya sesudah 4
jam orang tersebut bisa berhenti bekerja karena ia sudah menciptakan nilai
yang dibutuhkan supaya ia dan keluarganya dapat hidup. Tetapi karena ia
sudah menjual tenaga kerjanya maka ia harus bekerja 4 jam lagi. Waktu
kedua dirampas oleh si kapitalis. Waktu kedua adalah nilai lebih. Waktu
kedua oleh Karl Marx disebut nilai lebih karena waktu tersebut melebihi
waktu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup si pekerja selama
sehari. Kini pekerja tersebut dalam waktu 8 jam menghasilkan barang
senilai Rp. 16.000,- dan ia hanya mendapatkan Rp. 8.000,-.
Nilai lebih adalah keuntungan yang dikantongi si kapitalis. Dari contoh di
atas, si kapitalis memperoleh keuntungan Rp. 8.000,- dalam sehari.
Keuntungan itu dicurinya dari si tenaga kerja. Karl Marx menyebut
keuntungan kaum kapitalis sebagai “nilai lebih yang dicuri”. Nilai lebih

adalah satu-satunya sumber keuntungan bagi si kapitalis.
Alienasi Manusia
Di dalam agama manusia mengalami alienasi (keterasingan). Karl Mark tidak
menolak kritik agama yang dilontarkan pendahulunya yaitu Feuerbach.
Namun, Karl Marx kini telah meninggalkan kritik agama dan menawarkan
gagasan yang baru dalam kaitan keterasingan manusia dalam koridor
masyarakat. Karl Marx melihat bahwa manusia memang mengalami
keterasingan yaitu dalam uang, pekerjaaan dan dari orang lain.
Uang adalah tanda keterasingan manusia. Seseorang bisa membeli segala
barang dengan uang. Nilai yang terutama hanya nilai uang dan bukannya
kekhususan barang yang telah dibeli tersebut. Barang tersebut lantas
kehilangan nilai hakekatnya dan digantikan dengan nilai uang. Barangbarang alam kehilangan nilainya dan dengannya telah terasing dari manusia.
Manusia membeli segala sesuatu demi uang. Relasi dengan sesama manusia
pun banyak diukur dengan nilai uang. Uang mengasingkan manusia yang
satu dengan yang lainnya. Manusia tidak lagi saling menghargai tetapi
hanya saling mempergunakan. Hal demikian mengarahkan pada sikap egois,
dimana orang lain dipandang sebagai saingan atau hanya sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhan kita.

Manusia juga terasing di dalam pekerjaannya. Meski manusia merealisasikan
dirinya dalam pekerjaan dan pekerjaan itu bisa menggembirakan dan
membuatnya bangga karena manusia dengannya menemukan kepuasan
atas hasilnya, tetapi pada kenyataanya pekerjaan buat manusia telah
menjadi pekerjaan paksa. Manusia bekerja karena itu satu-satunya jalan
untuk menjamin nafkah hidupnya.
Keterasingan manusia dalam pekerjaaan dapat dilihat pada keterasingan
manusia akan produknya. Hasil kerja manusia yang seharusnya menjadi
kebanggaannya tidak dimilikinya. Produk itu milik orang lain yaitu si pemilik
pabrik. Baru saja manusia membuatnya, produknya itu dirampas dari
miliknya dan bahkan si pemilik pabrik menjualnya.
Di samping itu, manusia juga terasing dari tindakan pekerjaannya itu
sendiri. Manusia (si buruh) tidak mempunyai kesempatan untuk memilih
pekerjaan yang akan mampu merealisasikan dirinya sendiri dalam
pekerjaaan. Kesempatan untuk itu tidak dimungkinkan karena ia hanya bisa
bekerja dimana ada tempat kerja dan dia sendiri tidak menguasai tempattempat kerja. Tempat itu dikuasai pemodal dan si buruh hanya menerima
pekerjaan apa saja yang ditawarkan oleh pemodal itu. Dengan demikian
pekerjaan kehilangan artinya. Kekhususan masing-masing pekerjaan sudah
kehilangan arti baginya. Ia hanya bekerja sebagai alat untuk mencapai
tujuan lain yaitu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Manusia yang menurut Karl Marx pada dasarnya bebas dan universal itu kini
semakin terasing karena manusia terjebak dalam pekerjaan. Manusia
bekerja seperti binatang yaitu demi satu tujuan supaya ia bisa hidup.
Manusia melihat alam hanya dalam perspektif manfaatnya untuk mendapat
uang. Dengan demikian, manusia tersebut mengasingkan hakekatnya yang
bebas dan universal. Pekerjaan yang menyebabkan keterasingan ini pada
umumnya yaitu pekerjaan upahan. Pekerjaan upahan adalah pekerjaan yang
dijalankan hanya demi upah saja.
Pekerjaan upahan telah mengasingkan manusia darí orang lain karena di
dalam sistem yang demikian lantas muncul kelas-kelas yang saling
berhadapan dan bertentangan dan lalu saling membenci satu dengan
lainnya. Di samping itu, pekerjaan upahan mengasingkan buruh di antara
mereka sendiri. Hal ini terjadi karena mereka harus bersaing berebut tempat
kerja. Karena keterbatasan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan,
sesama lantas menjadi saingan. Hal demikian menimbulkan jarak antar
manusia dan dengannya manusia semakin terasing dari sesamanya.
Karl Marx mengajukan dua syarat agar masyarakat berkelas dapat dihapus
yaitu: Pertama, cara produksi harus telah berkembang sedemikian rupa

sehingga pembagian pekerjaan tidak perlu lagi. Kedua, harus telah
berkembang suatu kelas yang berkepentingan untuk tidak hanya
menggulingkan kelas yang berkuasa melainkan untuk menghancurkan
sistem masyarakat berkelas itu sendiri dan mendirikan suatu masyarakat
yang tidak ada kelasnya lagi.
Perjuangan Kelas dan Revolusi
Karl Marx melihat bahwa ketegangan antara tenaga-tenaga produksi dan
hubungan-hubungan produktif terungkap dalam ketegangan antar kelas
dalam masyarakat. Satu kenyataan sosial yang tak terbantahkan yaitu
bahwa di dalam masyarakat terdapat dua kelompok yang saling berhadapan
secara tak terdamaikan yaitu antara kelas atas dan kelas yang tertindas.
Pertentangan kelas atas dan kelas yang tertindas tak dapat didamaikan
karena bersifat obyektif. Pertentangan ini ada karena secara nyata dan tak
terhindarkan masing-masing kelas ambil bagian dalam proses produksi. Di
dalam proses produksi masing-masing kelas menempati kedudukannya
masing-masing. Kelas atas berkepentingan secara langsung untuk
menghisap dan mengeksploitasi kelas yang tertindas karena ia telah
membelinya. Kelas atas menindas dan menghisap kelas bawah karena
kedudukan dan eksistensi mereka tergantung dari cara kerja yang demikian.
Sementara itu kelas yang tertindas berkepentingan untuk membebaskan diri
dari penindasan dan bahkan berkepentingan menghancurkan kelas atas.
Perbaikan kelas-kelas tertindas tidak dapat dicapai melalui kompromi.
Perbaikan tidak dapat diharapkan pula dari perubahan sikap kelas-kelas
atas. Bagi Karl Marx, hanya ada satu jalan saja yang paling terbuka yaitu
perjuangan kelas. “Sejarah semua masyarakat yang ada hingga sekarang ini
adalah sejarah perjuangan kelas,” demikian Karl Marx menegaskan dalam
bukunya “Manifesto Komunis”. Sejarah umat manusia ditentukan oleh
perjuangan antara kelas-kelas. Karl Marx menolak pendapat bahwa individu
dengan kehendak individualnya dapat menentukan arah sejarah. Individu
hanya melakukan apa yang merupakan kepentingan kelas mereka masingmasing. Perjuangan akan sungguh-sungguh apabila bersifat subyektif, yaitu
apabila
kelas-kelas
yang
tertindas
menyadari
keadaan
mereka,
menentangnya dan berusaha untuk mematahkan dominasi kelas-kelas yang
berkuasa.
Pertentangan antar kelas terjadi karena adanya pertentangan kepentingankepentingan kelas-kelas yang ada. Satu jalan perjuangan kelas yaitu
menghancurkan sistem yang menghasilkan kepentingan-kepentingan kelas
atas. Tetapi, perubahan sistem itu dengan sendirinya pasti akan ditentang
oleh kelas-kelas atas. Biasanya kelas atas mempertahankan sistem dengan

cara memperalat kekuasaan negara. Kelas atas membenarkan kekuasaan
negara secara moral dengan menyebarkan ideologi yang menunjukkan
kesan bahwa negara dan tata-susunan masyarakat itu suci, tak terjamah
dan perlu didukung demi kepentingan masyarakat.
Perubahan sejarah umat manusia dalam masyarakat hanya tercapai dengan
jalan kekerasan yaitu melalui suatu revolusi. Karl Marx pada dasarnya
menentang semua bentuk usaha untuk memperdamaikan kelas-kelas yang
bertentangan. Reformasi pada kelas atas dan usaha pendamaian antar kelas
hanya akan menguntungkan kelas penindas. Karl Marx menekankan bahwa
perjuangan kelas yaitu penghancuran penindasan yang terjadi dalam
masyarakat. Tidak mengherankan, dalam masyarakat kapitalis Karl Marx
menekankan pentingnya revolusi proletariat. Revolusi proletariat yaitu usaha
mencopot hak milik kaum kapitalis atas alat-alat produksi dan
menyerahkannya kepada seluruh rakyat.
Kesimpulan dan Kritik
Karl Marx memahami manusia sebagai person yang tidak boleh diperalat
atau memperalat diri karena manusia adalah tujuan pada dirinya sendiri.
Manusia adalah bebas dan universal. Manusia harus merealisasikan dirinya
dalam
pekerjaan
dan
tidak
boleh
diperbudak
oleh
pekerjaan.
Karl Marx berhasil menyuarakan suatu masalah yang dirasakan manusiamanusia modern yaitu keterasingannya dalam masyarakat tehnologi.
Kelemahan Karl Marx bukannya karena ia memandang pekerjaan sebagai
tindakan dasar manusia, melainkan karena ia menganggap sebagai satusatunya. Karl Marx tidak melihat bahwa interaksi yaitu komunikasi antar
manusia adalah tindakan yang penting juga (Jürgen Habermas). Habermas
yakin bahwa keterasingan tidak akan hilang hanya karena perubahan
sistem. Faktor komunikasi memainkan peranan penting untuk mengurangi
keterasingan dengan jalam reformasi di dalam sistem.
Karl Marx berpandangan bahwa suatu pengurangan penindasan di dalam
sistem yang ada (reformasi) tidaklah mungkin. Baginya, penindasan hanya
dapat dipatahkan dengan sebuah revolusi. Kelemahan Karl Marx di sini yaitu
bahwa buruh-buruh di beberapa negara kapitalis dapat memperjuangkan
kemajuan mereka tanpa melalui suatu revolusi. Karl Marx tidak bisa melihat
kemungkinan ini karena ia berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan
kelas atas dan kelas yang tertindas tidak akan pernah dapat diperdamaikan.
Kekeliruan mendasar Karl Marx yaitu bahwa borjuasi sebagai kelas atas
tidak mau mencari damai. Pada kenyataannya kelas atas menyadari
kerugian kalau ada revolusi. Oleh sebab itu mereka bersedia untuk
mengurangi penghisapan, memperbaiki syarat-syarat kerja, membagi

kekuasaan politik dengan kaum buruh dan bahkan memberi hak kepada
kaum buruh untuk ikut menentukan kebijakan perusahaan.***
Bibbliography
Baskara T. Wardaya, F.X, 2003. Mark Muda: Marxisme Berwajah Manusiawi:
Menyimak Sisi Humanis Karl Marx Bersama Adam Scahft. Yogyakarta: Buku
Baik.
Berlin, Isaiah, 2000

Biografi Karl Marx. Surabaya: Pustaka Prometheus.

Brouwer, Drs. M.A.W., 1980. Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sejaman.
Bandung: Penerbit Alumni.
Chambre, Henri, SJ, 1963. From Karl Marx to Mao Tse-Tung. A systematic
survey of Marxisme-Leninisme. New York: Kenedy.
Cohen, G.A., 1978. Karl Marx`s theory of history. Oxford: Clarendon Press.
Duden, 2001. Philosophie. Mannheim: Duden Verlag.
Hardiman, F. Budi, 2004. Filsafat Modern, Dari Machiavelli sampai Nietzsche.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hirschberger, Johannes, 1980. Geschichte der Philosophie Band II (Neuzeit
und Gegenwart). Köln: Komet.
Magnis Suseno, Von, SJ, 1977. Ringkasan Sejarah Marxisme dan
Komunisme. Jakarta: S.T.F. Driyarkara.
—–, 1992. “Karl Marx”, dalam F.X. Mudji Sutrisno (Ed.) Para Filsuf Penentu
Gerak Zaman. Yogyakarta: Kanisius.
—–, 1992. “Marxisme dan Teori Kritis Mazhab Frankfurt” dalam F.X. Mudji
Sutrisno (Ed.) Para Filsuf Penentu Gerak Zaman. Yogyakarta: Kanisius.
—–, 1999. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan
Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Scruton, Roger, 1986. Sejarah Singkat Filsafat Modern, Dari Descartes
sampai Wittgenstein. Jakarta: P.T. Oantja Simpati.
Ziegenfuß, W., 1949. Philosphen-Lexikon; Handwörterbuch der Philosophie
nach Personen. Berlin: de Gruyter.