KETEROBSERVASIAN SISTEM LINIER DISKRIT

  Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 108 – 114

  ISSN : 2303–2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND

KETEROBSERVASIAN SISTEM LINIER DISKRIT

MIDIAN MANURUNG

  

Program Studi Matematika,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas,

Kampus UNAND Limau Manis Padang, Indonesia.

demikara@ymail.com

Abstract.

  Given the following discrete time-invariant linear control systems: x

(t + 1) = Ax(t) + Bu(t),

y n m r (t) = Cx(t), is defined as an where x ∈ R is the state vector, u ∈ R is an input vector, y ∈ R n×n n×m + is defined as time. Linear system is said to be output, A ∈ R , B ∈ R , and t ∈ Z , t

observable on the finite time interval [t f ] if any initial state x is uniquely determined

by the output y(t) over the same time interval. In order to examine the observability

of the system, we will use a criteria, that is by determining the observability Gramian

matrix of the system is nonsingular and rank of the observability matrix for the system

is n. Kata Kunci : Discrete linear control system, Gramian matrix, observability matrix

  1. Pendahuluan Diberikan suatu sistem kontrol linier diskrit yang tidak bergantung waktu sebagai berikut: x

  (t + 1) = Ax(t) + Bu(t), (1.1) y n (t) = Cx(t), m merupakan dimana x ∈ R yang menyatakan vektor keadaan (state), u ∈ R r n×n n×m

  , dan vektor input (kontrol), y ∈ R menyatakan output, A ∈ R dan B ∈ R

  • + t

  (himpunan bilangan bulat nonnegatif). Sistem (1.1) dikatakan terobservasi ∈ Z

  , t pada [t f ] jika keadaan awal x(t ) = x dapat ditentukan secara tunggal dengan , t mengetahui output y(t) pada [t f ] [2]. Hal yang menarik untuk dikaji dalam sistem kontrol linier adalah isu tentang bagaimana menentukan keterobservasian dari suatu sistem.

  Untuk menentukan suatu sistem terobservasi atau tidak, dapat ditentukan den- gan menggunakan beberapa kriteria. Kriteria yang dapat digunakan diantaranya dengan menunjukkan matriks Gramian keterobservasian dari sistem 1.1 adalah non singular, dan rank dari matriks keterobservasian dari sistem 1.1 adalah n seperti

  Keterobservasian Sistem Linier Diskrit

  2. Keterobservasian Sistem Linier Diskrit Definisi 2.1.

  , t [3] Sistem (1.1) dikatakan terobservasi pada interval [t f ] jika

  

keadaan awal x(t ) = x dapat ditentukan secara tunggal dengan mengetahui output

  y , t (t) pada [t f ]. Teorema 2.2. [3] Sistem (1.1) adalah terobservasi jika dan hanya jika matriks n × n: t − X f 1 T T W O (t f ) = φ (t)C Cφ (t), t=0 adalah non singular.

  Bukti.

  (⇐) Misalkan W O (t f ) adalah non singular. Akan ditunjukkan bahwa sis- tem (1.1) adalah terobservasi. Solusi dari persamaan output (1.1) adalah y .

  (t) = Cφ(t)x (2.1) T T Dengan mengalikan kedua ruas (2.1) dengan φ (t)C , diperoleh T T T T

  φ (t)C y (t) = φ (t)C Cφ (t)x . (2.2) Dengan menjabarkan persamaan (2.2) secara rekursif, diperoleh T T T T

  φ y Cφ T T T T (0)C (0) = φ (0)C (0)x φ y Cφ T T T T (1)C (1) = φ (1)C (1)x φ y Cφ

  (2)C (2) = φ (2)C (2)x .. T T T T . φ Cφ .

  (t f − 1)C y (t f − 1) = φ (t f − 1)C (t f − 1)x Dengan menjumlahkan semua persamaan diatas, diperoleh t X f f − − 1 t T T T T X 1

  φ y φ Cφ t=0 t=0 (t)C (t) = (t)C (t)x .

  = W O (t f )x (2.3) Karena W O (t f ) adalah non singular, maka x dapat ditentukan secara tunggal, sehingga (1.1) adalah terobservasi.

  (⇒) Misalkan W O (t f ) adalah singular, maka terdapat vektor x a 6= 0 sedemikian sehingga W O (t f )x a = 0, (2.4) dan oleh karena itu

  Midian Manurung

  Tetapi T T T T t X f 1 x W φ Cφ a a O (t f )x a = x (t)C (t)x a t − X f 1 t=0 T T T x φ Cφ = (t)C (t)x a t X t=0 f 1 T a

  = z (t)z(t) t X t=0 f 1 2 = kz(t)k = 0, (2.6) t=0 dimana z .

  (t) = Cφ(t)x a Dari (2.5) disimpulkan bahwa z (t) = Cφ(t)x a = 0, t = 0, 1, 2, · · · , t f − 1. (2.7) Perhatikan bahwa (2.7) merupakan output dari sistem (1.1) pada x(t ) = x a , dan karena z(t) = 0 untuk t = 0, 1, 2, · · · , t f − 1, maka x(t ) tidak dapat ditentukan secara tunggal dari y(t). Dengan demikian sistem (1.1) tidak terobservasi.

  Teorema 2.3. [3] Sistem LTI (1.1) adalah terobservasi jika dan hanya jika rank

  dari matriks keterobservasian, yaitu     C   CA

  M O = (2.8)     ..

  . n−1

  CA adalah n (f ull rank). Bukti. (⇐) Jika W (t ) adalah singular maka (2.7) berlaku. Dalam pembuktian O f ke arah kanan dari Teorema 2.2 telah diperoleh bahwa t z x

  (t) = CA a = 0, t = 0, 1, 2, · · · , t f − 1 (2.9) jika t f = n, maka z x

  (0) = CA a = Cx a = 0 1 z x (1) = CA a = CAx a = 0 2 z x

  (2) = CA a = 0 ..

  . n−1 z (n − 1) = CA x a = 0. (2.10) Dalam notasi lain (2.9) dapat ditulis

  Keterobservasian Sistem Linier Diskrit

  dimana x a adalah vektor n × 1 yang unsur-unsurnya bergantung waktu, yaitu      x  x 2 (t) 1 (t) , x a = dan (2.12)     ..

  . x n (t) rn×1 M = c c , (2.13) O 1 2 · · · c n dimana c i , i = 1, 2, · · · , n merupakan kolom dari matriks M O . Dari (2.12)

  ∈ R diperoleh X n i=1 x i (t)c i = 0. (2.14) Ekspresi (2.14) menunjukkan bahwa n kolom dari matriks keterobservasian tidak bebas linier, yang berarti bahwa rank dari matriks keterobservasian kurang dari n.

  (⇒) Jika rank(M O ) 6= n, maka dengan memandang persamaan (2.8), yaitu t X f 1 T t T t W C CA

  (t f ) = (A ) t=0 T T T T 2 T 2 T n−1 T n−1 = C C + A C CA + (A ) C CA + · · · + (A ) C CA     C T T T n−1 T   CA

  A C C = C · · · (A )     ..

  . n−1 T CA ,

  = M M O O T (2.15) Persamaan (ref216) menunjukkan bahwa rank(M M O ) tidak mungkin lebih be- O sar dari rank(M O ). Dengan kata lain, jika rank(M O ) < n maka Gramian adalah singular.

  3. Contoh Diberikan suatu sistem sebagai berikut:        x     x        x x 2 (t + 1) 0 −3 0 0 1 (t + 1) 1 0 0 0 2 (t) 1 (t)       = , x x 3 (t + 1) 0 0 2 0 3 (t) x x 4 (t + 1) 0 0 0 1   4 (t)  x  x 1 (t) 1 0 3 2   2 (t) y (t) = .   x

  0 1 0 3 3 (t) Midian Manurung

  Akan diperiksa apakah sistem ini terobservasi atau tidak dalam [0, 2]. Jika ya, ten- tukan keadaan awal x(0). Karena      CA  C

  

rank (M O ) = rank = 4,

  2 CA 3 CA maka sistem adalah terobservasi. Berikutnya akan ditentukan x(0).

  Matriks transisi dari sistem di atas adalah t − − 1 1 φ (t) = A = Z {z(zI − A) } − 0 1 0 0 0 −3 0 0 1        1 0 0 0 1 0 0 0                      1 z z

  = Z −               0 0 1 0 0 0 2 0  −        0 0 0 1 0 0 0 1 1 − 0 z 0 0 0 −3 0 0 1        0 0 0 1 0 0 0              z z = Z −  0 0 z 0 0 0 2 0                     z − 1      0 0 0 z 0 0 0 1 1 − z + 3 1     z

  = Z           z − 2 1  z+3      z−1 z z z − 1 = Z  z      z−2 z−1 z   1 0 0 t t   0 (−3) 0 0 φ (t) = A = .   t

  (2) 0 1 Sehingga matriks Gramiannya adalah P t f 1 T T

  W φ Cφ O (t f ) = (t)C (t) t=0

        Keterobservasian Sistem Linier Diskrit P t −       1 1 0 0 1 0 t t 1 0 0 f       0 (−3) 0 0 0 1 1 0 3 2 0 (−3) 0 0

  = t=0       t t (2) 3 0 0 1 0 3 (2)     0 1 2 3 0 1 P t f 1 0 3 2 −     1 (−3) 0 (−3) 0 0    

  1 t t 1 0 0 = t=0 t t    

  3(2) 0 1 0 3 (2)    

  2 3 0 1 P t f −     1 (−3) 3(3) 0 (−3) 0 0    

  1 t t t

  3

  2 1 0 0 = t=0 t t t t    

  3(2) 9(2) 6(2) (2)  

  2

  3

  6 t 13 0 1 P t −   f 1 (−3) 3(−3)   1 3(2) 2 t t

  2 = . t=0   t 2 t t 3(2) 9(2) 6(2) t t 2 3(−3) 6(2)

  13 Untuk t f = 2, diperoleh   t X 2−1   1 3(2) 2 t t

  2   (−3) 3(−3) W O (2) =   t 2 t t t=0 3(2) 9(2) 6(2) t t     2 3(−3) 6(2)

  13     1 0 3 2 1 0 6 2 0 1 0 3 0 9 0 −9 =         + 3 0 9 6 6 0 36 −9

  2 3 6 13 2 −9 12 13     2 0 9 4   0 10 0 −6 .

  =   9 0 45 −3 4 −6 18 26 Karena det (W O (t f )) = 1296 6= 0, maka matriks Gramiannya adalah nonsingular.   Dengan memandang persamaan (2.4), diperoleh  x    x 2 (0) − P 1 (0) 1 T T 1   = W φ (t)C y (t) O t=0 x 3 (0) Midian Manurung

  = 8, 19 −0, 96 −1 −1, 59

  1 dan y 1 (1) y 2 (1)

  Daftar Pustaka [1] Anton, H. 1991. Aljabar Linier Elementer. Edisi Kedelapan Jilid I. Erlangga : Jakarta.

  4. Ucapan Terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhafzan, Bapak Bukti Gint- ing, M.Si, Bapak Dr. Ahmad Iqbal Baqi, Bapak Dr. Mahdhivan Syafwan, dan Bapak Zulakmal, M. Si yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan penulisan artikel ini.

  1, 52 0, 09

  0, 14 −0, 24

   x 1 (0) x 2 (0) x 3 (0) x 4 (0) =

  1 , maka

  =

  =

  −0, 08 0, 12 0, 04 −0, 17 0, 19 0, 22 0, 32 −0, 14 0, 04 0, 07 P 1 t=0 1 0 0

  0, 25y 2 (0) + 0, 09y 2 (1) . Sehingga jika y 1 (0) y 2 (0)

  0, 24y 2 (0) − 0, 24y 2 (1) 1, 13y 1 (0) + 1, 79y 1 (1) + 1, 15y 2 (0) + 0, 39y 2 (1)

  = 2, 01y 1 (0) − 0, 99y 1 (1) − 5, 73y 2 (0) − 1, 87y 2 (1)

  3y 1 (0) + 6y 1 (1) 2y 1 (0) + 3y 2 (0) + 2y 1 (1) + 3y 2 (1)

  8, 19 −0, 96 −1 −1, 59 −0, 08 0, 12 0, 04 −0, 17 0, 19 0, 22 0, 32 −0, 14 0, 04 0, 07 y 1 (0) + y 1 (1) y 2 (0) − 3y 2 (1)

  (t) =

  0 1 3 0 2 3 y

  0 (−3) t 0 0 (2) t 0 1 1 0

  [2] Duan, G. 2010. Analysis and Design Descriptor Linear Systems. Springer : New York. [3] Hendricks, E., Jannerup, O., dan Sorensen, P.H. 2008: Linear Systems Control, Springer. Verlag Berlin Heidelberg. [4] Kailath, T. 1980. Linear Systems. Prentice-Hall, Inc., Engelwood Cliffs, NJ. [5] Ogata, K. 1995. Discrete-Time Control Systems. Prentice-Hall, New Jersey. [6] Rugh, W. J. 1996. Linear System Theory, 2nd ed. Prentice-Hall, New Jersey.