LANDASAN TEORI E LEARNING INDONESIA

2. E-learning (Electronic Learning)
2.1

Pengertian e-learning
Pembelajaran elektronik atau e-learning telah dimulai pada tahun 1970-an (Waller and
Wilson, 2001 dalam Siahaan, 2002). Berbagai istilah digunakan untuk mengemukakan
pendapat/gagasan tentang pembelajaran elektronik, antara lain adalah: on-line learning,
internet-enabled learning, virtual learning, atau web-based learning.
Banyak pakar pendidikan memberikan definisi mengenai e-learning, seperti yang
dipaparkan oleh Thompson, Ganxglass dan Simon dalam Yaniawati (2003) berikut ini,
“E-learning is instructional content or learning experiences delivered or enabled by
electronic technology”. Kemudian Thompson juga menyebutkan kelebihan e-learning
yang dapat memberikan fleksibilitas, interaktifitas, kecepatan, visualisasi melalui
berbagai kelebihan dari masing-masing teknologi. Menurut Azwan bin Abidin & Rozita
bt Nawi (2002a) dalam Yaniawati (2003), e-learning merupakan pembelajaran yang
menggunakan system online sebagai medium perantara di antara guru dan pelajar. Belajar
melalui online ini akan memudahkan kedua belah pihak, karena penyampaian materi ajar
lebih cepat, mudah dan efisien dibandingkan dengan cara-cara yang lain. Guru dapat
memberikan materi pelajaran lewat internet yang dapat diakses setiap saat dan di mana
saja. Peserta didik juga tidak perlu harus selalu belajar di kelas untuk mendapatkan
informasi mengenai materi yang ingin diperolehnya. Bahkan peserta didik dapat

mengembangkan proses belajarnya dengan mencari referensi dan informasi dari sumber
lain.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, e-learning menggunakan system jaringan elektronik
(LAN, WAN atau Internet) untuk penyampaian materi ajar, interaksi ataupun evaluasi
pembelajaran. Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM
adalah media elektronik yang dimaksudkan dalam system jaringan ini. Dengan system
jaringan ini pula, e-learning dapat menghubungkan peserta didik dengan sumber
belajarnya (database, pakar/guru, perpustakaan) yang secara fisik terpisah atau bahkan
berjauhan. Interaktifitas dalam hubungan tersebut, sebagaimana diutarakan di atas, dapat
dilakukan secara langsung (synchronous) maupun tidak langsung (asynchronous).

3.2 Fungsi Pembelajaran Elektronik

Setidaknya ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik didalam kegiatan pembelajaran di
kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional,
pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi). (Siahaan, 2002).
a. Suplemen (Tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan), apabila peserta didik mempunyai
kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau
tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban atau keharusan bagi peserta didik untuk

mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya pilihan, peserta didik
yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
b. Komplemen (Pelengkap)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi pembelajaran
elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima
peserta didik di kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik
diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi
peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai pengayaan, apabila peserta didik
yang dapat menguasai/memahami materi pelajaran pada saat tatap muka dengan cepat
diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang
memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin
memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang
disajikan guru di dalam kelas.
Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami
kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di kelas
(slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran
elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar
peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru
di kelas.

c. Substitusi (Pengganti)

Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif
model kegiatan pembelajaran/pembelajaran kepada para Peserta didiknya. Tujuannya
agar para Peserta didik dapat secara fleksibel mengelola kegiatan pembelajarannya
sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari Peserta didik. Ada 3 alternatif
model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik, yaitu: (1) sepenuhnya
secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi
melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.
Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih Peserta didik tidak
menjadi masalah dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi
pembelajaran mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika Peserta didik
dapat menyelesaikan program pembelajarannya dan lulus melalui cara konvensional
atau sepenuhnya melalui internet, atau bahkan melalui perpaduan kedua model ini,
maka institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama.
Keadaan yang sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu Peserta didik untuk
mempercepat penyelesaian pembelajarannya.
3.3 Manfaat E-Learning
E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan atau materi
pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan guru atau instruktur

maupun antara sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi atau
pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan
pengembangan diri peserta didik. Guru atau instruktur dapat menempatkan bahan-bahan
belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di
dalam web untuk diakses oleh para peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan, guru atau
instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses
bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik
sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula (Siahaan, 2002).
Secara lebih rinci, manfaat e-learning dapat dilihat dari 2 sudut, yaitu dari sudut peserta
didik dan guru:
a. Dari Sudut Peserta Didik

Adanya kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang
tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan
berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan guru setiap saat.
Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat lebih memantapkan
penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
b. Dari Sudut Guru
Adanya kegiatan e-learning dari sudut pandang guru atau instruktur dapat
memberikan manfaat sebagai berikut.

1) lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi
tanggung-jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi,
2) mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya
karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak,
3) mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan guru/Guru/instruktur juga
dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari,
berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari
ulang,
4) mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah
mempelajari topik tertentu, dan
5) memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta
didik. (Soekartawi, 2003),
Sedangkan manfaat pembelajaran elektronik menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf
(Wulf, 1996) dalam Siahaan (2002) terdiri atas 4 hal, yaitu:
1)

Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru
atau instruktur (enhance interactivity)
Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar
interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru atau instruktur, antara

sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance
interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional.
Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani

atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan
pendapatnya di dalam proses pembelajaran.
Pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang
disediakan guru atau instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas.
Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa
peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan
terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu
atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan
maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat
tekanan dari teman sekelas.
2)

Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan
kapan saja (time and place flexibility)

Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk

diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan
interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja. Demikian juga
dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada guru atau
instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk
bertemu dengan guru atau instruktur.
Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional. Dalam kaitan ini,
Universitas Terbuka Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode/media
penyajian materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan
internet untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal,
penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut
sebagai “tutorial elektronik”.
3)

Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to teach a global
audience)

E-learning yang mempunyai fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik
yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak


atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di
mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar
dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa
saja yang membutuhkan.
4)

Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy
updating of content as well as archivable capabilities)

Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang
terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar
elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar
sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara
periodik dan mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi
pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta
didik maupun atas hasil penilaian guru atau instruktur selaku penanggung jawab atau
pembina materi pembelajaran itu sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu
dikuasai terlebih dahulu oleh guru atau instruktur yang akan mengembangkan bahan
belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya

sendiri, harus ada komitmen dari guru atau instruktur yang akan memantau
perkembangan kegiatan belajar dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didik.
Beberapa manfaat e-learning yang dapat diperoleh dalam penerapannya bagi organsiasi
belajar, adalah sebagai berikut.
1) Peningkatan produktifitas; melalui e-learning waktu untuk perjalanan dapat
direduksi sehingga produktifitas peserta didik maupun guru tidak akan hilang
karena kegiatan perjalanan yang harus dilakukan untuk memperoleh proses
pembelajaran.
2) Mempercepat proses inovasi; kompetensi sumber daya manusia juga dapat
mengalami depresiasi. Pembaharuan kompetensi tersebut dapat dilakukan melalui
e-learning sehingga kompetensi selalu memberi nilai melalui kreatifitas dan
inovasi sumber daya manusia.

3) Efisiensi; proses pembangunan kompetensi dapat dilakukan dalam waktu yang
relatif lebih singkat dan mencakup jumlah yang lebih besar.
4) Fleksibel dan interaktif; kegiatan e-learning dapat dilakukan dari lokasi mana saja
selama pengguna memiliki koneksi dengan sumber pengetahuan tersebut dan
interaktifitas dimungkinkan secara langsung atau tidak langsung dan secara
visualisasi lengkap (multimedia) ataupun tidak.


Daftar Pustaka
Andi Hakim Nasution. 1982. Landasan Matematika ; Bharata Karya Aksara Jakarta.
Ali , Muhamad. 1992. Peranan Guru dalam Proses Belajar Mengajar. : Sinar Baru. Bandung
Al. Krismanto.(2001) Belajar Secara Kooperatif Sebagai salah satu Pembelajaran Aktif. Bahan
Ajar Diklat di PPPG Matematika., Yogyakarta PPPG Matematika
............. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama.
Jakarta: Depdiknas.
Artikel Digital Learning. Sabtu, 22 Mei 2004. http://www.impalaunibraw.org didownload pada
tanggal 20 Mei 2007.
Ella Yulaelawati. 2004, Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi : Pakar Raya
Jakarta.
Hardjito. 2002. Internet Untuk Pembelajaran. http://www.pustekkom.go.id. Di download pada
tanggal 21 Mei 2007.
Hidayah, Isti, dkk. 2006. Workshop Pendidikan Matematika 2. Semarang : Jurusan Matematika
UNNES.
Horng, Jeou-Shyan; Hong, Jon-Chao; ChanLin, Lih-Juan; Chang, Shih-Hui; and Chu, HuiChuan. 2005. Creative Teachers and Creative Teaching Strategies. International Journal
of Consumer Studies, 29, 4, July 2005, 352-358.
Hudojo, H. 1979. Pengembangan Kurikulum matematika & Pelaksanaannya di Depan Kelas : Usaha
Nasional Surabaya.
Indrianto, Lis. 1998. Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa Dalam Pengajaran Matematika Sebagai

Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika. Semarang: IKIP Semarang.

Ismail. (2003) . Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta : Proyek
Peningkatan Mutu SLTP.
Isjoni. (2007) Cooperatif Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok, Bandung. Alpabeta.
Kusumah, Yaya S. 2006. Studi Tentang Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis
Komputer Tipe Interaksi Tutorial Dalam Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan
Kreatif Siswa (Makalah) dalam Prosiding Konferensi Matematika XIII. Semarang: Jurusan
Matematika FMIPA Unnes bekerjasama dengan Badan penerbit Universitas Diponegoro.

Milan, Rianto. 2002. Pendekatan metode Pembelajaran : Departemen Pendidikan Nasional Malang
Oemar Hamalik, (2004) Proses Belajar Mengajar. Jakarta, Bumi aksara.
Ngalim Purwanto. 1984, Prinsip-Prinsip Dan teknik Evaluasi Pengajaran : PT Remaja Rosdakarya
Bandung.
Rahmawati, Laili. 2006. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP
Salafiyah Pekalongan Kelas VII Semester II Tahun 2005/2006 dalam Pembelajaran Garis
dan Sudut Melalui Implementasi metode Inkuiri dengan Memanfaatkan Lembar Kerja
Siswa (LKS) (Skripsi). Tidak diterbitkan.
Rochiati Wiriaatmadja. 2005, Motode Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru
dan Dosen : PT Remaja Rosdakarya Jakarta.
Sadia, I W. (1996). Pengembangan Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran IPA di
Sekolah Menengah Pertama (SMP): Suatu Studi Pembelajaran IPA dalam Pandangan
Paradigma Konstruktivisme di SMP Negeri di Singaraja. Disertasi (Tidak
dipublikasikan). Bandung: Program Pascasarjana IKIP Bandung.
Santiyasa, I W. (1999). Pembelajaran Modul dengan Metode Demonstrasi dan Analogi sebagai
Strategi Pengubah Konsepsi Mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Singaraja.
Laporan Penelitian. Singaraja: STKIP Singaraja.
Slavin, Robert E. (1995) Cooperatif Learning. Theory, Research and Practice, Second Edition,
Boston : Allyn and Bacon.
Siahaan,
Sudirman.
E-Learning
(Pembelajaran
Elektronik)
Sebagai Salah Satu Alternatif Kegiatan Pembelajaran di http://www.balitbang.org.
didownload pada tanggal 15 Mei 2007.
Soekartawi. 2003. Beberapa Kesulitan Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Web Pada
Sistem Pendidikan Jarak Jauh (Obstacles in Applying Web-based Learning for Distance
Education System. http://www.seamolec.or.id. didownload pada tanggal 15 Mei 2007.

Sugilar. 1996. Hubungan literasi komputer dengan sikap terhadap pembelajaran berbantuan
komputer (tesis). PPS - IKIP Jakarta. http://www1.bpkpenabur.or.id/jelajah/02/sosial.htm.
didownload pada tanggal 15 Mei 2007.
Sugeng Mardiyono.2002. Pola Induk Sistem Pengujian Hasil Kegiatan Pembelajaran Berbasis
Kemampuan dasar Skolah Menengah Umum Pedoman Khusus Model 3 Matematika,
Jakarta. Depdiknas
Sukadi. (2005) Pembelajaran Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran Menggunakan Modeling
Dosen Berbasis Konstruktivisme Pada Mahasiswa Semester III Jurusan PPKN IKIP
Negeri Singaraja Tahun 2005/2006. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP Negeri
Singaraja.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Suriasumantri, J. S. (1985). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Penerbit Sinar
Harapan.
Suyitno, Amin, dkk. 1997. Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA
Unnes.
Syaiful Bahari Djamarah. 1994, Prestasi Belajar dan Kompetnsi Guru : Usaha Nasional Surabaya.
Tim PPPG Matematika, (2003) Beberapa Teknik, Model dan Strategi dalam Pembelajaran
Matematika. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika, Yogyakarta : PPPG matematika.
Wina Sanjaya. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi:
Kencana Prenada Media Group Jakarta.
Yaniawati, R. Poppy. 2000. Penerapan E-Learning Dalam Pembelajaran Matematika Yang
Berbasis Kompetensi. http://www.jurnalkopertis4.org. didownload pada tanggal 15 Mei
2007.