Tugas Akhir AIK UNISMUH INDONESIA

TUGAS AIK

Di susun oleh:

RIJAL
10561 0352910
SEMESTER IV

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS SOSIALILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR 2012

I. IBADAH
1. Pengertian Ibadah
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan
rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih,
tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah
(lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah
qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan

dengan amalan hati lisan
2. Karakteristik Ibadah Dalam Islam
Ibadah memiliki karakteristik tertentu yang khas, yakni:
Pertama, ibadah bersifat tauqifiyah alias diterima apa adanya dari Dzat yang disembah.
Apa yang ditetapkan Allah melalui nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah dilaksanakan
sebagaimana pengertiannya tanpa disalahi. Seorang muslim (secara bahasa artinya
pasrah) melaksanakan sholat, shaum, maupun haji dengan cara tertentu. Tidak dibenarkan
seorang muslim sholat dengan meletakkan kedua tangannya di tengkuknya, sebab tidak
ada nash yang menyebut hal itu. Juga tidak dibenarkan seorang muslim melaksanakan
kewajiban haji di bulan Ramadhan, sebab haji itu telah ditetapkan waktunya menurut
sunnah Rasul yaitu di bulan Zulhijjah.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat.”
“Ambilah dariku manasik (rute perjalanan haji) kalian.”
Kedua, ibadah itu secara hukum diperintahkan oleh Allah tanpa sebab disyari’atkannya
(tanpa ilat syar’iyyah). Misalnya, disyari’atkannya wudlu bukanlah demi kebersihan.
Diwajibkannya sholat bukanlah supaya kaum muslmin berolahraga.
Ketiga, ibadah hanya dilakukan untuk Allah semata. Hukum-hukum ibadah mengatur
hubungan seorang muslim, sebagai makhluk, dengan khaliknya. Maka tidak boleh
seorang muslim dalam ibadahnya menserikatkan Allah SWT dengan seorang pun di

antara makhluk-Nya. Diibadahi merupakan hak tunggal Allah SWT. Itulah makna lailaha
illallah, yakni la ma’buuda illallah. Artinya, tidak ada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah. Allah SWT berfirman:
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. (Qs.
al-Qashash [28]: 88).
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya. (Qs. al-Kahfi [18]: 110).
Keempat, ibadah yang diterima hanyalah yang dikerjakan dengan niat ikhlas lillahi
ta’ala. Seorang muslim yang melaksanakan sholat Maghrib tanpa niat lillahi ta’ala,
sholatnya tidak diterima, tidak mendapatkan pahala, dan belum menggugurkan kewajiban
sholat itu sendiri. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal (mesti dikerjakan) dengan niat.” [HR. Bukhari].
Maksud dari amal-amal pada hadits tersebut adalah khusus amal ibadah, sebab amal
selain ibadah tak perlu disertai niat.

3.
a.

b.


4.
1.

2.

Kelima, ibadah kepada Allah secara langsung, tanpa perantara. Seorang muslim sholat
menghadap Allah SWT dan berkata-kata dalam bacaan sholatnya langsung kepada Allah
SWT. Ketika seorang muslim berlapar-lapar di dalam berpuasa, laparnya itu langsung
dihubungkan dan diniatkan untuk Allah SWT. Dan dengan kekuasaan Allah SWT setiap
muslim langsung mendapatkan hot line untuk bermunajat dan mengajukan segala keluh
kesahnya kepada Allah SWT di dalam doa-doanya. Allah SWT telah menyatakan dalam
firman-Nya:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a
apabila ia memohon kepada-Ku. (Qs. al-Baqarah [2]: 186).
Keenam, ibadah mudah dilaksanakan. Allah SWT tidak memerintahkan kepada hambaNya sesuatu yang tak mampu dilaksanakan. Bahkan dalam hukum-hukum ibadah ada
rukhshoh atau keringanan. Seorang muslim yang sakit boleh sholat sambil duduk.
Seorang musafir boleh berbuka (tidak shaum) di bulan Ramadhan. Orang yang sakit dan
buta dibebaskan dari kewajiban jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Qs. alBaqarah [2]: 286).
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya agama (Islam) ini mudah.”
Peranan dan Fungsi Ibadah
Peran dan fungsi ibadah terbagi menjadi 2 yaitu peran dan fungsi ibadah secara umum
dan secara khusus:
Peran dan fungsi ibadah secara umum
Secara umum ibadah dapat berperan sebagai alat untuk menumbuhkan kesadaran
pada diri manusia bahwa ia sebagai insan diciptakan Allah khusus untuk mengabdi
kepada diri-Nya. Ini jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat Az Zariyat ayat 56 :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”
Peran dan fungsi ibadah secara khusus
Peran dan fungsi ibadah secara khusus ini meliputi fungsi masing-masing dari
jenis ibadah. Jenis-jenis ibadah ini dapat dikelompokkan menjadi lima bagian atau biasa
disebut Rukun Islam yang terdiri dari syahadat,shalat,zakat,puasa, dan pergi haji jika
mampu.
Hikmah Ibadah
ْ ‫ َو‬..dan melainkan bersujudlah kepada
Tidak Syirik, ‫اسََ ُج ُدوْ ا ِلِ الّ ِذىْ خَ لَقَه ُّن اِ ْن ُك ْنتُ ْم اِيّاهُ تَ ْعبََُ ُدوْ ََن‬

Allah, yang telah menciptakan mereka, jika benar-benar hanya kepada Nya kamu
menyembah (beribadah) [Ha Mim As Sajdah 41:38]. Seorang hamba yang sudah
berketapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus
meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki
Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat
mengungguli Nya dan dapat dijadikan tempat bernaung.
Memiliki ketakwaan, َ‫ ياَيههَا النّاسُ ا ْعبُ ُدوْ ا َربّ ُك ُم الّ ِذىْ َخلَقَ ُك ْم َو الّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلّ ُك ْم تَتّقََُوْ ن‬Hai manusia,
sembahlah Tuhan mu yang telah menjadikan kamu dan juga orang-orang sebelummu
supaya kamu bertakwa [Al Baqarah 2:22]. Ada dua hal yang melandasi manusia menjadi
bertakwa, yaitu karena cinta atau karena takut. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul
karena ibadah yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan

3.

4.

5.

6.


7.

8.

Allah SWT. Setelah manusia melihat kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan
untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul
karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai
kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban adakalanya
muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena
tidak menjalankan kewajiban.
Terhindar dari kemaksiatan, ...‫ان الصَََلوة تنهى عن الفحشَََاء والمنكر‬.. Sesungguhnya shalat
mencegah orang dari kekejian dan kejahatan yang nyata [Al Ankabut 29:46]. Ibadah
memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh
kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan
berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia
berada.
Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan
lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang
dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar
yang biasa dirasakan orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut

lebih memperhatikan orang-orang dalam kondisi ini.
ّ ‫الس َبِ ْيلِ َو‬
ّ ‫ َواتَى ْال َمََا َل عَلى ُحبِه َذ ِوى ْالقََُرْ بى َو ْاليَتمى َو ْال َمس َ ِك ْينَ َواب ِْن‬dan
Tidak kikir, ‫الس َائِلِ ْينَ َو فِى الّ ِرقَََابِج‬
karena cinta kepada Nya memberikan harta benda kepada ahli kerabat, dan anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin, dan kaum musafir, dan mereka yang meminta sedekah
dan untuk memerdekakan sahaya. [Al Baqarah 2:178]. Harta yang dimiliki manusia pada
dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk
kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begita besar terhadap
keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang
mencintai Allah SWT, senantiasa dawam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia
menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk
keperluanya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang diwujudkan dalam bentuk
pengorbanan harta untuk keperluan umat.
Merasakan keberadaan Allah SWT, َ‫ك فِى السّا ِج ِد ْين‬
َ َ‫ اَلّ ِذى يَ َراكَ ِح ْينَ تَقُوْ ُم َوتَقَلهب‬Yang Dia melihatmu
sewaktu kamu berdiri (shalat) dan bolak balik dalam sujud Ketika seorang hamba
beribadah, Allah SWT benar-benar berada berada dihadapannya, maka harus dapat
merasakan/melihat kehadiran Nya atau setidaknya dia tahu bahwa Allah SWT sedang
memperhatikannya.

Meraih martabat liqa Illah, .....‫ق اَ ْي ِد ِه ْمج‬
َ ْ‫ يَ ُد اِ فَو‬Tangan Allah ada diatas tangan mereka [Al
Fath 48:11]. Dengan ibadah seorang hamba meleburkan diri dalam sifat-sifat Allah SWT,
menghanguskan seluruh hawa nafsunya dan lahir kembali dalam kehidupan baru yang
dipenuhi ilham Ilahi. Dalam martabat ini manusia memiliki pertautan dengan Tuhan yaitu
ketika manusia seolah-olah dapat melihat Tuhan dengan mata kepalanya sendiri.
Sehingga segala inderanya memiliki kemampuan batin yang sangat kuat memancarkan
daya tarik kehidupan suci. Dalam martabat ini Allah SWT menjadi mata manusia yang
dengan itu ia melihat, menjadi lidahnya yang dengan itu ia bertutur kata, menjadi
tangannya yang dengan itu ia memegang, menjadi telinganya yang dengan itu ia
mendengar, menjadi kakinya yang dengan itu ia melangkah.
Terkabul Doa-doanya, َ‫اع اِ َذا َدعَََانِ فَ ْليَ ْسََتَ ِج ْيبُوْ الِى َو ْالي ُْؤ ِمنََُوْ ا بِى لَ َعلّهُ ْم يَرْ ُشََ ُدوْ ن‬
ِ ‫ اُ ِجيْبُ َد ْعََ َوةَ الََ ّد‬Aku
mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia mendoa kepada Ku. Maka hendaklah
mereka menyambut seruan Ku dan beriman kepada Ku supaya mereka mengikuti jalan

yang benar [Al Baqarah 2:187]. Hamba yang didengar dan dikabulkan doa-doanya
hanyalah mereka yang dekat dengan Nya melalui ibadah untuk selalu menyeru kepada
Nya.
9. Banyak saudara, ‫ َو ْا ُمرْ اَ ْهلَكَ بِالصّلو ِة َواصْ طَبِرْ َعلَ ْيهَََاط‬..... Ibadah selayaknya dikerjakan secara

berjamaah, karena setiap individu pasti memerlukan individu yang lain dan ibadah yang
dikerjakan secara berjamaah memiliki derajat yang lebih tinggi dari berbagai seginya
terutama terciptanya jalinan tali silaturahim. Dampak dari ibadah tidak hanya untuk
individu tetapi untuk kemajuan semua manusia, jangan pernah putus asa untuk mengajak
orang lain untuk beribadah, karena ia sedang memperluas lingkungan ibadah dan
memperpanjang masanya.
10. Memiliki kejujuran, ‫ضيتُ ُم الصّلواةَ فَ ْاذ ُكرُوْ ا اَ قِيَ ًما ّوقُعُوْ دًا ّوعَلى ُجنُوْ بِ ُك ْمج‬
َْ َ‫ فَِاَذا ق‬... Dan apabila kamu
telah selesai mengerjakan shalat, maka ingat lah kepada Allah sambil berdiri, sambil
duduk dan sambil berbaring atas rusuk kamu. [An Nisa 4:104]. Ibadah berarti berdzikir
(ingat) kepada Allah SWT, hamba yang menjalankan ibadah berarti ia selalu ingat Allah
SWT dan merasa bahwa Allah SWT selalu mengawasinya sehingga tidak ada
kesempatan untuk berbohong. ‫ق يَهََْ ِدى اِلَى ْالبََِ ّر َواِ ّن ْالبََِ ّر يَهََْ ِدىْ اِلَى ْال َجنّ ِة‬
ِ ‫اِ ّن‬... Kejujuran
َ ‫الصََ ْد‬
mengantarkan orang kepada kebaikan dan kebaikan mengantarkan orang ke surga [HR
Bukhari & Muslim]
11. Berhati ikhlas, ‫ص ْينَ لَهُ الِ ّد ْينَ ُحنَفَا َء‬
ِ ِ‫ َو َما اُ ِمرُوْ ا اِلّ لِيَ ْعبُ ُدوْ ا اَ ُم ْخل‬.... Dan mereka tidak diperintahkan
melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada

Nya dengan lurus. [Al Bayyinah 98:6]. Allah SWT menilai amal ibadah hambanya dari
apa yang diniatkan, lakukanlah dengan ikhlas dan berkwalitas. Jangan berlebihan karena
Allah SWT tidak menyukainya. ‫ قَا َل ثَ َثًا‬, َ‫ك ْال ُمتَنَطِعُوْ ن‬
َ َ‫ هَل‬Binasalah orang yang keterlaluan
dalam
beribadah,
beliau
ulang
hingga
tiga
kali.
[HR
Muslim]
12. Memiliki kedisiplinan, Ibadah harus dilakukan dengan ‫ دائمََون‬dawam (rutin dan
teratur),
‫ خاشَََََََعون‬khusyu
(sempurna),
‫ يحَََََََافظون‬terjaga
dan
semangat.

13. Sehat jasmani dan rohani, hamba yang beribadah menjadikan gerakan shalat sebagai
senamnya, puasa menjadi sarana diet yang sehat, membaca Al Qur an sebagai sarana
terapi kesehatan mata dan jiwa. Insya Allah hamba yang tekun dalam ibadah
dikaruniakan kesehatan.

II.

THAHARAH

1. Wudlu, Mandi, dan Tayammum
a. Pengertian Wudhu
Wudhu (Arab: ‫ الوضوء‬al-wuḍū’) adalah salah satu cara mensucikan anggota tubuh dengan
air. Seorang muslim dwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan shalat. Berwudhu bisa
pula menggunakan debu yang disebut dengan tayammum .
Dan secara garis umum diartikan , Wudhu adalah mensucikan diri dari segala hadast kecil
sesuai dengan aturan syariat islam .
b. Pengertian mandi
Mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih
(air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan
hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.
c. Pengertian tayammum
Tayammum adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci.
Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu jika seseoarang yang akan
melaksanakan shalat tidak menemukan air untuk berwudhu.
2. Syarat, rukun dan wajib wudlu
a. Syarat wudlu
1. Islam.
Wudhu merupakan salah satu bentuk ibadah dalam Islam di mana orang yang
melakukannya dengan ikhlas serta sesuai dengan tuntunan Allah akan diberi pahala.
Adapun orang kafir, amalan-amalan mereka seperti debu yang beterbangan yang
tidak akan diterima oleh Allah ta’ala.
2. Berakal
3. Tamyiz (Dewasa)
4. Niat, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” Sesungguhnya amal
itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang
diniatkannya. ” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, orang yang dhohirnya
(secara kasat mata) berwudhu, akan tetapi niatnya hanya sekedar untuk mendinginkan
badan atau menyegarkan badan tanpa diniati untuk melaksanakan perintah Allah dan
Rasul-Nya dalam berwudhu serta menghilangkan hadats, maka wudhunya tidak sah.
Dan yang perlu untuk diperhatikan, bahwa niat di sini letaknya di dalam hati dan
tidak perlu dilafazkan.
5. Tasmiyah
Yang dimaksud dengan tasmiyah adalah membaca “bismillah”. Boleh juga apabila
ditambah dengan “Ar-Rohmanir Rohim“. Tasmiyah ketika hendak memulai shalat
merupakan syarat sah wudhu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak ada wudhu bagi orang
yang tidak menyebut nama Allah (bertasmiyah, pen). ” (HR. Ibnu Majah, hasan)
6. Menggunakan air yang suci
Air dikatakan suci atau masih suci manakala tidak tercampur oleh zat/barang yang
najis sehingga menjadi berubah salah satu dari tiga sifat, yaitu bau, rasa dan
warnanya. Apabila air telah terkena najis, misalnya air kencing atau yang lainnya,
kemudian menjadi berubah salah satu dari ketiga sifat di atas maka air tersebut telah

menjadi tidak suci lagi berdasarkan ijma’. Apabila air tersebut tercampuri oleh
sesuatu yang bukan najis, maka air tersebut masih boleh dipakai untuk berwudhu
apabila campurannya hanya sedikit. Namun apabila campurannya cukup banyak
sehingga menjadikan air tersebut tidak bisa dikatakan lagi sebagai air, maka air yang
telah berubah ini tidak dapat dipakai untuk berwudhu lagi karena sudah tidak bisa
dikatakan lagi sebagai air. Misalnya, ada air yang suci sebanyak 1 liter. Air ini
kemudian dicampur dengan 5 sendok makan susu bubuk dan diaduk. Maka campuran
air ini tidak bisa lagi dipakai untuk berwudhu karena sudah berubah namanya menjadi
“susu” dan tidak dikatakan sebagai air lagi.
7. Menggunakan air yang mubah
Apabila air diperoleh dengan cara mencuri, maka tidak sah berwudhu dengan air
tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Baik. Dia tidak menerima sesuatu kecuali yang
baik.” (HR. Muslim). Sudah dimaklumi, bahwa mencuri merupakan perbuatan yang
tidak baik dan keharamannya sudah jelas. Oleh karena itu, air hasil curian (yang
merupakan barang yang tidak baik) tidak sah digunakan untuk berwudhu.
8. Menghilangkan sesuatu yang menghalangi sampainya air ke kulit.
Tidak sah wudhu seseorang yang memakai kutek atau yang lainnya yang dapat
menghalangi sampainya air ke kulit.
b. Rukun wudlu
1. Mencuci seluruh wajah
Wajah adalah sesuatu yang tampak pada saat berhadapan. Batasan wajah adalah
mulai dari tempat tumbuhnya rambut bagian atas dahi hingga bagian paling bawah
dari jenggot atau dagu (jika memang tidak punya jenggot). Mencuci wajah
merupakan salah satu rukan wudhu, artinya tidak sah wudhu tanpa mencuci wajah.
Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu.” (QS. Al-Maidah: 6)
2. Mencuci kedua tangan hingga siku
Para ulama telah bersepakat tentang wajibnya mencuci kedua tangan ketika
berwudhu. Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan juga tanganmu
sampai dengan siku.” (QS. Al-Maidah: 6). Perlu untuk diperhatikan bahwa siku
adalah termasuk bagian tangan yang harus disertakan untuk dicuci.
3. Mengusap kepala serta kedua telinga
Adapun mengusap kedua telinga hukumnya juga wajib karena termasuk bagian dari
kepala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kedua telinga termasuk
kepala.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Mengusap kedua telinga ini dilakukan setelah
mengusap kepala dengan tanpa mengambil air yang baru.
4. Mencuci kedua kaki hingga mata kaki.
Perlu untuk diperhatikan bahwa kedua mata kaki adalah termasuk bagian kaki yang
harus disertakan untuk dicuci. Adapun menyela-nyela jari-jari kaki hukumnya juga
wajib apabila memungkinkan bagian antar jari tidak tercuci kecuali dengan menyelanyelanya.
5. Muwalaat (berturut-turut)

muwalat adalah berturut-turut dalam membasuh anggota wudhu. Maksudnya adalah
sebelum anggota tubuh yang dibasuhnya mengering, ia telah membasuh anggota
tubuh yang lainnya.
3. Sebab-sebab wajib mandi
Sebab-sebab mandi wajib ada enam :, tiga diantaranya sering terjadi pada laki-laki dan
prempuan, dan tiga lagi khusus pada perempuan saja, yaitu :
a. Bersetubuh, baik keluar mani maupun tidak
Sabda Nabi : “ Apabila dua yang dihitam bertemu, maka sesungguhnya telah
diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani (HR. MUslim)
b. Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja atau
bukan. Sabda Nabi :” Dari Ummi salamah, sesungguhnya Ummi sulaim telah
bertanya kepada Rasululah SAW, Ya Rasululah, sesungguhnya Allah tidak malu
memperkatakan yang hak, Apakah perempuan mandi apabila bermimpi? Jawab
beliau ,Ya (wajib atas mandi), apabila ia melihat air ( artinya keluarnya mani)
Sepakat Ahli Hadits.
c. Mati, Orang Islam yang mati fardhu kifayah bagi muslim yang hidup untuk
memandikannya. Hadits Nabi : Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Rasululah saw telah
berkata tentang orang yang berihram yang terlempar dari punggung untanya hingga
ia meninggal , beliau berkata ” Mandikanlah di olehmu dengan air daun bidara.
(HR. Bukhari dan Muslim)
d. Perempuan yang berhenti haid
e. Seorang wanita yang telah bernofas
f. Melahirkan.
4. Hal yang membolehkan tayammum
Tayammum diperbolehkan ketika tidak mampu menggunakan air, baik
disebabkan ketiadaannya atau karena dikhawatirkan parahnya penyakit yang di derita,
atau dingin yang menggigit.
5. Fungsi dan hikmah thaharah dalam kehidupan
a. Fungsi thaharah
Thaharah merupakan salah satu syarat untuk melakukan ibadah kepada Allah
SWT. Untuk melakukan shalat umpamanya, seseorang terlebih dahulu harus
melakukan wudlu’ dan membersihkan najis yang melekat di badan. Demikian juga
halnya dengan puasa yang tidak bolah dilakukan oleh orang yang dalam keadaan haid
dan nifas. Dengan demikian fungsi thaharah adalah sebagai syarat untuk keabsahan
suatu ibadah.
b. Hikmah Thaharah
Dalam syari’at Islam bersuci mempunyai beberapa manfa’at, diantara lainnya
sebagai berikut :
1.Kita semua tahu bahwa benda-benda najis baik didalam maupun luar tubuh manusia
adalah benda-benda kotor yang banyak mengandung bibit penyakit dan dapat
membawa mudharat bagi kesehatan tubuh manusia. Karena itu, bersuci berarti telah
melakukan usaha unutk menjaga kesehatan.

2. kebersihan dan kesehatan jasmani yang dicapai melalui bersuci akan menambah
kepercayaan diri sendiri. Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu
mengutamakan kesehatan dan kebersihan.
3. Syari’at bersuci berisi ketentuan-ketentuan dan adab, jika dilaksanakan dengan penuh
kesadaran kedisiplinan akan menumbuhkan kebiasaan yang baik. Ketentuan dan adab
dalam Islam berbentuk ajaran yang mempertinggi harkat dan martabat manusia.
4. Sebagai hamba Allah SWT. yang harus mengabdi kepada-Nya dalam bentuk ibadah
maka bersuci merupakan salah satu syarat sahnya sehingga menunjukkan pembuktian
awal ketundukannya kepada Allah SWT.

III.SHALAT FARDLU
1. Tata cara shalat fardlu
Sebelum seseorang mengerjakan shalat, ada beberapa hal yang harus dilakukan dan
diketahui terlebih dahulu. Jika hal-hal ini tidak dikerjakan atau tidak ada maka shalat
tidak sah, hal-hal itu yaitu :
a. Suci badannya dari najis dan hadas.
b. Menutup aurat dengan kain yang suci.
c. Berada di tempat yang suci.
d. Telah masuk waktunya.
e. Menghadap kiblat.
Shalat adalah menghadapkan diri secara totalitas kepada Allah, karena itu, selain suci
dari hadas, maka wajib pula suci badan, pakaian dan tempat dari najis. Apabila seseorang
telah dalam keadaan suci dari hadas dan najis, maka dia telah siap melaksanakan shalat
fardhu, namun harus mengetahui apakah waktu shalat telah sampai untuk dilaksanakan.
Jika diantara kelima hal tidak dapat terpenuhi maka tidak sah shalat yang akan
dilaksanakan seseorang. Ada pun tata cara pelaksanaan shalat sebagai berikut :
a. Berdiri menghadap ke Kiblat, lalu membaca niat shalat (cukup diucapkan dalam hati
saja)
b. Bertakbiratul ikhram, Takbiratul ihram dengan membaca “Allaahu Akbar” dengan
mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu atau telinga dan tatapan mata melihat
ke tempat sujud.
c. Membaca doa Iftitah
d. Dilanjutkan dengan membaca surat pendek atau membaca ayat-ayat yg ada di AlQur’an
e. Ruku' , Rukuk yaitu membungkukkan badan sehingga membentuk garis siku 90 0,
tangan diletakkan di atas kedua lutut sambil membaca tasbih minimal 3 kali dan
thuma'ninah. Sebelum ruku, disunnahkan untuk ber-thuma’niinah (berdiam sejenak)
terlebih dahulu. Takbir (Allaahu Akbar) dengan mengangkat tangan sejajar bahu atau
telinga (gambar 04) dan dilanjutkan dengan Ruku (gambar 05) dengan posisi telapak
tangan bertumpu pada dengkul seperti terlihat pada inset.
Setelah thuma’niina pada saat ruku, lalu kita membaca doa ruku.
f. Kemudian I’tidal
g. Dilanjutkan dengan sujud sambil bertakbir, Sujud, yaitu meletakkan kedua lutut di
lantai tempat shalat, telapak kaki didirikan di atas ujung jari kaki, dahi dan hidung
menyentuh tanah/lantai/sajadah, sedangkan kedua tangan terletak di sisi kepala. Jarijari tangan dihadapkan lurus ke kiblat melekat di lantai, tetapi siku terangkat
renggang dari rusuk, jadi yang sujud adalah tujuh anggota badan, seraya membaca
tasbih minimal 3 kali.
h. Duduk antara dua sujud
i. Duduk tasyahud awal, Setelah sujud kedua pada raka’at kedua ini kita melanjutkan
dengan gerakan Tasyahud Awal. Namun dengan sedikit perbedaan, yaitu tangan
kanan menggenggam jari tengah, manis dan kelingking, lalu jari telunjuk ditegakkan
(boleh sambil jari telunjuk digerak-gerakkan). Pada saat ini, pandangan mata harus
tertuju pada telunjuk.

j. Tasyahud Akhir , Bila kita melakukan shalat dengan 2(dua) raka’at, maka kita
teruskan dengan membaca Tasyahud Akhir. Namun bila kita melakukan shalat yang
raka’atnya lebih dari 2, maka Tasyahud Akhir tidak dibaca. Melainkan dilanjutkan
dengan berdiri (dengan mengucapkan takbir) dan teruskan raka’at ketiga dan
seterusnya. Pada rakaa’at ketiga dan keempat, setelah kita membaca surat Al Fatihah,
langsung dilanjutkan dengan ruku (tanpa membaca surat pendek). Adapun posisi
duduk Tasyahud Akhir adalah duduk tawarruk yaitu posisi telapak kaki kanan di
tegakkan, kaki kiri diletakkan dibawah kaki kanan dan pantat duduk di lantai.
k. Setelah itu kita menoleh ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan salam.
2. Bacaan dan Dzikir dalam Shalat
a. Bacaan dalam shalat
1. Berdiri menghadap kiblat, lalu membaca niat shalat (cukup diucapkan dalam hati
saja). sebagai contoh, kita berniat untuk shalat subuh : “Ushalli fardhas shubhi
rak’ataini mustaqbilal qiblati adaa-an (ma’muuman/imaaman) lillahi ta’aala”
Sesuaikan niat shalat untuk lainnya.
2. Bertakbiratul ikhram, Takbiratul ihram dengan membaca “Allaahu Akbar”
dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu atau telinga dan tatapan
mata melihat ke tempat sujud. Letakkan tangan kanan diatas tangan kiri.
3. Membaca doa Iftitah,
“Allahumma baa’id baini wa baina khotoyaaya kama baa’adta bainal masyriqi
wal maghrib. Allahumma naqqinii min khotooyaaya kamaa yunaqqos tsaubul
abyadhu minaddanaasi. Allahummaghsilnii min khotooyaaya bilmaa i was
tsalji wal barodi”.
Atau membaca bacaan iftitah lainnya.
Kemudian dilanjutkan dengan membaca surat Al fatihah dan surat-surat pendek
lainnya.
4. Ruku, bacaan pada saat ruku’ adalah: “subha-nakalla-humma rabbanawabihamdika Alla-humaghfirli”.
5. Do’a I’tidal : “sami’alla-hu liman hamidah, rabbana wa lakal-hamdu, hamdan
katsiran thayyiban mubaarakan fiihi”
6. Do’a
sujud:
“subha-nakalla-humma
rabbana-wabihamdika
Allahummaghfirli”
7. Do’a duduk di antara dua sujud : “rabbighfirli war-hamni waj-burni wah-dini
war-zuqni”
8. Bacaan Tasyahhud: “attahiya-tu lilla-h washshalawa-tu waththayyiba-t, assalamu ‘alaika ayyuhannabiyyu wa rahmatulla-hi wa barak tuh. Assala-mu alainawa ala- ‘iba-dilla-hish sha-lihi-n. asyhadu alla-ila-ha illalla-h. waasyhadu
anna muhammadan ‘abduhu-warasu-luh”. Kemudian membaca shalawat,
“alla-humma shalli ‘ala-muhammad wa’ala-ali Muhammad, kamashallaita’ala ibrahi-m wa a-li ibrahi-m, wa ba-rik ‘ala-Muhammad wa ‘ala-a-li
Ibrahim, innaka hami-dummaji-d”.
9. Bacaan sesudah Tasyahhud Awal: “Allaahumma inni zhalamtu nafsi zhulman
katsiiran wa laa yaghfirudz-dzunuuba illaa anta faghfirliy maghfiratan min
‘indika warhamniy innaka antal-ghafuururrahiim”.

10. Bacaan sesudah tasyahhud akhir: “ Alla-humma inni a’udzubika min adzaabi
jahannama wa min adzaabil qabri wa min fitnatil-mahyaa wa mamaati wa min
syarri fitnatil-masiihid-dajjaal”.
b. Dzikir dalam shalat
Di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah diterangkan tentang keutamaan berdzikir
kepada Allah, baik yang sifatnya muqayyad (tertentu dan terikat) yaitu waktu,
bilangannya dan caranya terikat sesuai dengan keterangan dalam Al-Qur`an dan AsSunnah, tidak boleh bagi kita untuk menambah atau mengurangi bilangannya, atau
menentukan waktunya tanpa dalil, atau membuat cara-cara berdzikir tersendiri tanpa
disertai dalil baik dari Al-Qur`an ataupun hadits yang shahih/hasan, seperti berdzikir
secara berjama’ah (lebih jelasnya lihat kitab Al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid,
Al-Ibdaa’ fii Kamaalisy Syar’i wa Khatharul Ibtidaa’, Bid’ahnya Dzikir Berjama’ah,
dan lain-lain).
Atau dzikir-dzikir yang sifatnya muthlaq, yaitu dzikir di setiap keadaan baik
berbaring, duduk dan berjalan sebagaimana diterangkan oleh ‘A`isyah bahwa beliau
berdzikir di setiap keadaan (HR. Muslim). Akan tetapi tidak boleh
berdzikir/menyebut nama Allah di tempat-tempat yang kotor dan najis seperti kamar
mandi atau wc.
3. Syarat, rukun dan wajib shalat
a. Syarat shalat
Yaitu syarat-syarat diwajibkannya seseorang untuk menjalankan sholat. Jadi
orang yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak diwajibkan untuk sholat.
Adapun syarat-syarat tersebuat adalah sebagai berikut :
1. Islam, Orang yang tidak beragama islam tidak diwajibkan untuk sholat.
2. Suci dari haid dan nifas, Perempuan yang sedang haid atau baru melahirkan tidak
diwajibkan untuk sholat.
3. Berakal, Orang yang tidak berakal sehat (gila, mabuk, atau pingsan) tidak
diwajibkan untuk sholat.
4. Baligh, Orang yang belum baligh tidak diwajibkan untuk sholat. Orang yang
sudah baligh adalah orang yang telah berumur 10 tahun, telah mimpi basah
(bersetubuh), dan telah haid bagi perempuan.
5. Telah sampai dakwah kepadanya, orang yang belum mendapatkan dakwah agama
tidak diwajibkan untuk sholat.
6. Terjaga, Orang yang tertidur tidak diwajibkan untuk sholat.
b. Rukun Shalat
Rukun sholat adalah bagian dari sholat tersebut dan jika ditinggalkan maka
batallah sholat tersebut atau batal rekaat dalam sholat. maka rukun-rukun sholat
berikut harus dilaksanakan semua dalam setiap sholat kita. ada 14 rukun dalam sholat
yaitu, 1. Berdiri bagi yang mampu, 2. Takbiiratul-Ihraam, 3. Membaca Al-Fatihah, 4.
Ruku', 5. I'tidal setelah ruku', 6. Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh, 7. Bangkit
darinya, 8. Duduk di antara dua sujud, 9. Thuma'ninah (Tenang) dalam semua
amalan, 10. Tertib rukun-rukunnya, 11. Tasyahhud Akhir, 12. Duduk untuk Tahiyyat
Akhir, 13. Shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 14. Salam dua kali.

c. Wajib shalat
Setelah pada edisi yang lalu dijelaskan syarat-syarat dan rukun-rukun shalat, sekarang
akan dibahas hal-hal yang wajib dalam shalat atau dengan istilah lain wajib-wajib
shalat, dan akan dibahas pula sunnah-sunnah dalam shalat.
Adapun wajib-wajib (hal-hal yang wajib dalam) shalat itu ada delapan:
1. Semua takbir, selain Takbiiratul Ihraam
2. Mengucapkan Sami'allaahu liman hamidah bagi imam dan yang shalat sendiri
3. Mengucapkan Rabbanaa walakal hamdu bagi semua
4. Mengucapkan Subhaana rabbiyal 'azhiim saat ruku'
5. Mengucapkan Subhaana rabbiyal a'laa saat sujud
6. Mengucapkan Rabbighfirlii antara dua sujud
7. Membaca Tasyahhud awal
8. Duduk untuk tasyahhud awal.
4. Shalat Jumat
Salat Jumat adalah aktivitas ibadah salat pemeluk agama Islam yang dilakukan setiap
hari Jumat secara berjama'ah pada waktu dzhuhur.
a. Hukum Salat Jumat
Salat Jumat merupakan kewajiban setiap muslim laki-laki. Hal ini tercantum
dalam Al Qur'an dan Hadits berikut ini:
 Al Qur'an Al Jumu'ah ayat 9 yang artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, apabila
kamu diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahui." (QS 62: 9)
 "Hendaklah orang-orang itu berhenti dari meninggalkan salat Jum’at atau kalau tidak,
Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang yang lalai."
(HR. Muslim)
 "Sungguh aku berniat menyuruh seseorang (menjadi imam) salat bersama-sama yang
lain, kemudian aku akan membakar rumah orang-orang yang meninggalkan salat
Jum’at.” (HR. Muslim)
 "Salat Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah
terkecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang
yang sakit." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
b. Adapun tata cara pelaksanaan salat Jum’at, yaitu :
1. (Pada beberapa masjid) mengumandangkan Adzan Dzuhur sebagai adzan pertama
2. Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian
memberi salam dan duduk.
3. Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur. Pada beberapa
masjid adzan ini adalah adzan kedua.
4. Khutbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan
hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada Rasulullah

SAW. Kemudian memberikan nasihat kepada para jama’ah, mengingatkan mereka
dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT dan
RasulNya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka
dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta
ancaman-ancaman Allah Subhannahu wa Ta'ala.
5. Khatib duduk sebentar diantara dua khutbah
6. Khutbah kedua : Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan
pujian kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang
sama dengan khutbah pertama sampai selesai
7. Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat
untuk melaksanakan salat. Kemudian memimpin salat berjama'ah dua rakaat dengan
mengeraskan bacaan
5. Shalat Jama’ dan Qashar
a. Salat Jama’
1. Pengertian Salat Jama’
Salat jamak adalah salat yang digabungkan, maksudnya menggabungkan dua salat
fardu yang dilaksanakan pada satu waktu. Misalnya menggabungkan salat Duhur dan
Asar dikerjakan pada waktu Duhur atau pada waktu Asar. Atau menggabungkan salat
magrib dan ‘Isya dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu ‘Isya. Sedangkan salat
Subuh tetap pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan salat lain.
Hukum mengerjakan salat Jamak adalah mubah (boleh) bagi orang-orang yang
memenuhi persyaratan.
Rasulullah saw bersabda:
َ ‫صلّى اُ َعلَ ْي ِه َو َسل ْم اِذا َر ِح َل قَ ْب َل اَ ْن ت َِز ْيَ َغ‬
‫ت‬
َ ِ‫ض َي اُ َع ْنهُ قَا َل كانَ َرسُو ُل ا‬
ِ ‫َر اِلى َو ْق‬
ِ ‫س َر‬
ٍ َ‫ع َْن اَن‬
ِ َ‫الش َ ْمسُ ا ِخَ َر الظُ ْه‬
ْ ‫ال َعصْ ِر ثُ ّم نَ َز َل يَجْ َم ُع بَ ْينَهُ َما فَا ِ ْن َزاغ‬
(‫ب )رواه البخارى ومسلم‬
َ ‫صلّى الظُ ْه َر ثُ ّم َر ِك‬
َ ‫َت ال َش ْمسُ قَ ْب َل اَ ْن يَرْ تَ ِح َل‬
Artinya: dari Anas, ia berkata: Rasulullah apabila ia bepergian sebelum matahari
tergelincir, maka ia mengakhirkan salat duhur sampai waktu asar, kemudian ia berhenti
lalu menjamak antara dua salat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah
masuk waktu duhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat duhur (dahulu) kemudian
beliau naik kendaraan (berangkat). (H.R. Bukhari dan Muslim)
Salat jamak dapat dilaksanakan dengan dua cara:
1. Jamak Takdim (jamak yang didahulukan), yakni menjamak dua salat yang
dilaksanakan pada waktu yang pertama. Misalnya menjamak salat duhur dengan asar,
dikerjakan pada waktu duhur ( 4 rakaat salat duhur dan 4 rakaat salat asar) atau
menjamak salat magrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu magrib (3 rakaat salat
magrib dan 4 rakaat salat ‘isya).

2. Jamak Ta’khir (jamak yang diakhirkan), yakni menjamak dua salat yang dilaksanakan
pada waktu yang kedua. Misalnya menjamak salat duhur dengan asar, dikerjakan
pada waktu asar atau menjamak salat magrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu
‘isya.
Dalam melaksanakan salat jamak takdim maka harus berniat menjamak salat kedua
pada waktu yang pertama, mendahulukan salat pertama dan dilaksanakan berurutan, tidak
diselingi perbuatan atau perkataan lain. Adapun saat melaksanakan jamak ta’khir maka
harus berniat menjamak dan berurutan. Tidak disyaratkan harus mendahulukan salat
pertama. Boleh mendahulukan salat pertama baru melakukan salat kedua atau sebaliknya.
b. Salat Qasar
1. Pengertian Salat Qasar
Salat qasar adalah salat yang dipendekkan (diringkas), yaitu melakukan salat fardu
dengan cara meringkas dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Salat fardu yang boleh
diringkas adalah salat yang jumlah rakaatnya ada empat yaitu duhur , asar dan ‘isya.
Hukum melaksanakan salat qasar adalah mubah (diperbolehkan) jika syaratnya terpenuhi.
Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa ayat 101 yang artinya: “ Dan apabila
kamu beprgian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqasar salatmu, jika kamu
takut diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata
bagimu.” Q.S.(An Nisa[4]: 101)
2. Syarat Sah Salat Qasar
Syarat-syarat salat qasar sama dengan syarat salat jamak hanya ditambah persyaratan
bahwa salat yang dapat diqasar adalah salat yang jumlah rakaatnya empat, tidak makmum
pada orang yang salat sempurna (biasa, tidak qasar)

IV.

SHALAT TATHAWWU

1. Shalat Tahiyatul Masjid
a. pengertian shalat tahiyatul mesjid
Shalat Tahiyatul Masjid adalah shalat untuk menghormati masjid. Sebagi tempat
suci, masjid patut dihormati oleh Muslim yang akan melakuakn aktivitas ibadah di
tempat itu, hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh rasulullah: Dari Abu Qatadah AlHarits bin Rab’y Al-Anshary Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda: Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka
janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat.”
Hukum melaksanakannya adalah sunah, sebagaimana hadis Rasulullah SAW :
َ ‫ْج َد فَ َ يَجْ لِسْ َحتّى ي‬
ِ‫ع َْن أَبِ ْي قَتَا َدةَ قَا َل َرسُوْ ُل ا‬e(‫ُصلِ ْي َر ْك َعتَ ْي ِن )رواه البخارى ومسلم‬
ِ ‫إِ َذا َد َخ َل أَ َح ُد ُك ُم ْال َمس‬
Artinya :“Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW bersabda : apabila salah seorang di antara
kamu masuk ke masjid maka janganlah duduk sebelum shalat (tahiyat masjid) dua
rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Tata cara pelaksanaannya
Tata cara pelaksanaan shalat tahiyatul masjid adalah sebagai berikut :
 Jumlah rakaatnya hanya 2 rakaat.
 Dilaksanakan secara munfarid (sendirian).
 Waktunya setiap saat memasuki masjid, baik untuk melaksanakan shalat fardu
maupun ketika akan beri’tikaf.
2. Shalat sunnat rawatib
a. Pengertian shalat sunnat rawatib
Shalat sunah rawatib adalah shalat yang mengiringi solat wajib lima waktu dalam
sehari yang bisa dikerjakan pada saat sebelum sholat dan setelah solat. Fungsi salat sunat
rawatib adalah menambah serta menyempurnakan kekurangan dari shalat wajib.
b. Tata Cara dan Syarat Kondisi
1. Dikerjakan sendiri-sendiri tidak berjamaah
2. Mengambil tempat salat yang berbeda dengan tempat melakukan sholat wajib.
3. Shalat sunah rawatib dilakukan dua rokaat dengan satu salam.
4. Tidak didahului azan dan qomat
c. . Jenis Salat Sunat Rawatib
1. Salat sunat qabliyah / qobliyah adalah sholat sunah yang dilaksanakan sebelum
mengerjakan solat wajib.
2. shalat sunah ba'diyah adalah sholat yang dikerjakan setelah melakukan shalat
wajib.

d. Macam-macam Sholat Sunah Rawatib
1. Salat sunat rawatib muakkad / penting
Adalah sholat sunat rawatib yang dikerjakan pada :
- Sebelum subuh dua rokaat
- Sebelum zuhur dua rokaat
- Sesudah dzuhur dua rokaat
- Sesudah maghrib dua rokaat
- Sesudah isya dua rokaat
2. Salat sunat rawatib ghoiru muakkad / tidak penting
Adalah sholat sunat rawatib yang dikerjakan pada :
- Sebelum zuhur dua rokaat
- Setelah zuhur dua rokaat
- Sebelum ashar empat rokaat
- Sebelum magrib dua rokaat
- Sebelum isya dua rokaat

3. Shalatul lail
a. Pengertian shalatul Lail
Shalat Tahajjud (Qiyaamul Lail) adalah shalat sunnah yang dilakukan seseorang
setelah ia bangun dari tidurnya di malam hari meskipun tidurnya hanya sebentar. Sangat
ditekankan apabila shalat ini dilakukan pada sepertiga malam yang terakhir karena pada
saat itulah waktu dikabulkannya do’a.
Hukum shalat Tahajjud adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan).
Shalat sunnah ini telah tetap berdasarkan dalil dari Al-Qur-an, Sunnah Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ kaum Muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman.
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon
ampun (kepada Allah)." [Adz-Dzaariyaat: 17-18]
Keistimewaan Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud memiliki sekian banyak keutamaan dan keistimewaan sehingga seorang
penuntut ilmu sangat ditekankan untuk mengerjakannya. Di antara keistimewaannya
adalah.
1. Shalat Tahajjud adalah sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda. "Sebaik-baik puasa setelah (puasa)
Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat
yang fardhu adalah shalat malam.
2. Shalat Tahajjud merupakan kemuliaan bagi seorang Mukmin.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Malaikat Jibril mendatangiku, lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, hiduplah
sekehendakmu karena kamu akan mati, cintailah seseorang sekehendakmu karena
kamu akan berpisah dengannya, dan beramallah sekehendakmu karena kamu akan diberi
balasan, dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang Mukmin itu ada pada shalat malamnya
dan tidak merasa butuh terhadap manusia.
3. Kebiasaan orang yang shalih.
4. Pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.
5. Menjauhkan dosa.
6. Penghapus kesalahan
Waktu Shalat Tahajud
Shalat tahajud boleh dikerjakan di awal, pertengahan atau akhir malam. Ini semua pernah
dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik pembantu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- mengatakan,
ّ ‫صلّى‬
ّ ‫َما ُكنّا نَ َشا ُء أَ ْن ن ََرى َرسُو َل‬
َ ‫اُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم فِي اللّي ِْل ُم‬
َ ِ‫ا‬
ُ‫صلِيًا إِ ّل َرأَ ْينَاهُ َو َل نَ َشا ُء أَ ْن ن ََراهُ نَائِ ًما إِ ّل َرأَ ْينَاه‬
“Tidaklah kami bangun agar ingin melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di
malam hari mengerjakan shalat kecuali pasti kami melihatnya. Dan tidaklah kami
bangun melihat beliau dalam keadaan tidur kecuali pasti kami melihatnya pula.”12
Ibnu Hajar menjelaskan,
‫ب َما تَيَس َّر لَهُ ْالقِيَام‬
َ ‫إِ ّن‬
ِ ‫ص َ ته َونَوْ مه َكانَ يَ ْختَلِف بِاللّ ْي ِل َو َل يُ َرتِب َو ْقتًا ُم َعيّنًا بَلْ بِ َح َس‬
“Sesungguhnya waktu shalat malam dan tidur yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam berbeda-beda setiap malamnya. Beliau tidak menetapkan waktu tertentu untuk
shalat. Namun beliau mengerjakannya sesuai keadaan yang mudah bagi beliau.”13
4.shalat dhuha
a. Pengertian shalat dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim ketika waktu
dhuha. Waktu dhuha adalah waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak
terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur. Jumlah raka’at shalat dhuha
bisa dengan 2,4,8 atau 12 raka’at. Dan dilakukan dalam satuan 2 raka’at sekali salam.
b.Hikmah, Manfaat dan Kegunaan Sholat Dhuha
Hadits Rasulullah SAW terkait shalat dhuha antara lain :

 “Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana
disurga” (H.R. Tirmiji dan Abu Majah)
 “Siapapun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni
dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.” (H.R Tirmidzi)
 “Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap
dua rakaat.” (HR Abu Daud)
 “Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata,”Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka
sedang shalat dhuha‘. Beliau bersabda,?Shalat awwabin (duha‘) berakhir hingga
panas menyengat (tengah hari).” (HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi)
 “Rasulullah bersabda di dalam Hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak
Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat shalat dhuha,
karena dengan shalat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR
Hakim & Thabrani)
 ““Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid atau tempat shalatnya setelah
shalat shubuh karena melakukan i’tikaf, berzikir, dan melakukan dua rakaat shalat
dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan
diampuni meskipun banyaknya melebihi buih di lautan.” (HR Abu Daud).
5. Shalat istrikharah
a. Pengertian shalat istrikharah
Salat Istikharah adalah salat sunnat yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah
oleh mereka yang berada di antara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih
atau saat akan memutuskan sesuatu hal. Spektrum masalah dalam hal ini tidak dibatasi.
Seseorang dapat salat istikharah untuk menentukan dimana ia kuliah, siapa yang lebih
cocok menjadi jodohnya atau perusahaan mana yang lebih baik ia pilih. Setelah salat
istikharah, maka dengan izi Allah pelaku akan diberi kemantapan hati dalam memilih.
Hukum Shalat Istikharah adalah sunnat Mu’akkad, yaitu : sunnat yang sangat
dianjurkan untuk dikerjakan, di kala kita sangat membutuhkan petunjuk atau hidayah dari
Allah SWT untuk menentukan pilihan yang paling baik dan paling besar maslahahnya,
baik dalam masalah pekerjaan maupun urusan-urusan lainnya. Sebagaimana yang
diterangkan di dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Tidak akan kecewa orang yang mau (mengerjakan shalat) Istikharah, dan tidak akan
menyesal orang yang suka bermusyawarah serta tidak akan melarat orang yang suka
berhemat (sederhana)”. (HR.Imam Thabrani)
Waktu pengerjaan sholat istikharah adalah Pada dasarnya salat istikharah dapat
dilaksanakan kapan saja namun dianjurkan pada waktu sepertiga malam terakhir.
b.

Manfaat Shalat Istikharah

Di samping untuk lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah SWT sebagai rasa taqarrub
kepada-Nya, shalat sunnat Istikharah juga bermanfaat untuk membebaskan diri rasa

keragu-raguan dan kebingungan dalam menentukan sebuah pilihan yang paling baik dan
paling bagus, baik menurut pandangan hukum maupun agama, agar tidak kecewa atau
menyesal di kemudian hari.
Bilangan Rakaat dan Tata Cara Shalat Istikharah
Shalat sunnat Istikharah dikerjakan dengan dua rakaat, Adapun waktu mengerjakannya
tidak ditentukan, sehingga dapat dikerjakan kapan saja, baik siang maupun malam.
Namun yang lebih utama dikerjakan pada malam hari sebagaimana shalat Tahajjud, yaitu
pada sepertiga malam yang terakhir.
Adapun cara mengerjakannya adalah sama sebagaimana shalat-shalat sunnat yang
lainnya, hanya saja niatnya yang berbeda. Dan lafazh niat shalat sunnat Istikharah itu
adalah sebagaimana berikut :
“Ushalli sunnatal istikhaarati rak’ataini lillaahi ta’aalaa”. Allahu Akbar.
Artinya : Saya berniat shalat sunnat Istikharah dua rakaat karena Allah Ta’ala. ALLAHU
AKABAR
Setelah selesai mengerjakan shalat sunnat Istikharah hendaknya memperbanyak dzikir
kepada Allah SWT, dengan memperbanyak membaca istighfar, shalawat atas Nabi
Muhammad SAW, tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, agar secepat mungkin mendapat
petunjuk dan hidayah dari ALLAH SWT tentang apa yang sedang kita hadapi, baru
kemudian kita tutup dengan membaca do’a sebagai berikut :
“ Bismillahir rahmaanir rahiim. Alhamdu lillahi rabbil ‘aalamiin. Wash shalaatu was
sallamu ‘alaa asrafil mur saliina sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shah bihii
ajma’iin. Allahumma innii astakhiruuka bi’ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as-aluka
min fadhlikal ‘azhiimi fa-innaka taqdiru walaa aqdiru wa ta’lamu wa-laa a’lamu wa anta
‘allaamul ghuyuubi. Allahumma in-kunta ta’lamu anna haadzal amra
( kata haadzal amra diganti dengan perkara yang sedang kita hadapi. Misalnya ketika
memilih jodoh, kata haadzal amra diganti dengan nama orang yang kita maksud,
misalnya Ahmad atau..(bagi yang perempuan) atau Fathimah atau…(bagi yang laki-laki).
Jadi bacannya menjadi..In kunta Ta’lamu Anna Ahmad atau….atau In kunta Anna
HaaDzan Nikah bila pilihan hanya satu orang untuk menentukan sikap jadi menikah
atau tidak)
Khairun lii fii diinii wa ma’aasyii wa ‘aaqibati amrii faqdirhu lii wa yassir hu lii tsumma
baarik lii fiihi wa in kunta ta’lamu anna haadzal amra syarrun lii fii diinii wa ma’aasyii
wa ‘aaqibati amri fashrifhu ‘annu fashrifnii ‘anhu waqdirliyal khaira haitsu kaana
tsumma ardhinii bihi”.
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Mudah-mudahan shalawat dan salam
tetap terlimpahkan atas semulia-mulianya utusan, (yaitu) junjungan kami Nabi
Muhammad beserta keluarga dan para sahabat beliau semuanya. Wahai Tuhanku, Aku
memohon pilihan kepada-Mu mana yang baik menurut pengetahuan-Mu, Aku mohon

kepada-Mu dari anugerah-Mu yang agung, karena sesungguhnya Engkau Maha Kuasa
dan aku tidak memiliki kekuasaan, dan Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak
mengetahui serta Engkau adalah Dzat Yang Maha Mengetahui segala perkara yang ghaib.
Wahai Tuhanku, apabila Engkau ketahui bahwa perkara ini (sebutkan perkara yang
dimaksud) baik bagiku, dalam agamaku, untuk penghidupanku, dan baik akibatnya, maka
tetapkanlah perkara itu untukku, kemudian berilah berkah kebaikan untukku. Dan apabila
Engkau ketahui bahwa sesungguhnya perkara ini jelek bagiku, dalam agamaku, untuk
penghidupanku dan jelek akibatnya, maka jauhkahnlah aku daripadanya dan tetapkanlah
yang baik untukku dimana saja berada, kemudian jadikanlah aku ridha dengannya”.
6. Shalat istisqa’
a. Pengertian shalat istisqa’
Salat Istisqa (bahasa Arab: ‫ )صَ ة الستسََقاء‬adalah salat Sunah yang dilakukan untuk
meminta diturunkannya hujan. Salat ini dilakukan bila terjadi kemarau yang panjang atau
kare