MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA.pdf (1)

MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
ASAS-ASAS PEMERINTAHAN UMUM YANG BAIK

Oleh :
Adzkia Dzikro R.
8111415217

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

PENDAHULUAN
Pergesaran konsepsi Nachwachtersstaat (Negara penjaga malam) ke
konsep welfare state membawa pergeseran pada peranan dan aktivitas
pemrintah.Pada
konsepsi
Nachwachtersstaat
berlaku
prinsip
staatsonthounding, yaitu pembatasan negara dan pemerintah dari kehidupan
sosial dan ekonomi masyarakat.Pemerintah bersifat pasif,hanya sebagai

penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.Sementara pada konsepsi welfare
state,pemerintah
diberikan
kewajiban
untuk
mewujudkan
bestuurzong(Kesejahteraan umum) yang untuk pemerintah diberikan
kewenangan untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan
masyarakat.Artinya pemerintah dituntut untuk bertindak aktif di tengah
dinamika kehidupan masyarakat.
Pada dasarnya setiap bentuk campur tangan pemerintah ini harus
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai
perwujudasn dari asas legalitas,yang menjadi sendi utama negara hukum.Akan
tetapi, karena adanya keterbatasan pada asas ini atau karena adanya kelemahan
dan kekurangan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
sebagaimana telah dijelaskan di atas,maka kepada pemrintah diberikan
kebebasan freies ermessen, yaitu kemerdekaan pemrintah untuk dapat bertindak
atas inisiatif sendiri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial.
Freies Ermessen merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang
bergerak bagi pejabat atau badan-badan administarsi negara untuk untuk

melakukan tindakan tanpa harus sepenuhnya pada undang-undang.Dalam
praktik,Freies Emerssen ini membuka peluang terjadinya benturan kepentingan
antara pemerintah dengan warga negara.Menurut Sjachran basah ,pemerintah
dalam menjalankan aktivitasnya terutama dalam mewujudkan tujuan-tujuan
negara (atau mengupayakan bestuurzong) melalui pembangunan, tidak berarti
pemerintah bertindak semena-mena melainkan sikap tindak itu harus
dipertanggungjawabkan.1

1

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta : Raja Grafindo Persada,2014,Hlm.229

A.Pengertian AAUPB (Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik)
AAUPB merupakan konsep terbuka yang disesuaikan dengan ruang dan waktu dimana
konsep itu berada. Berdasarkan penelitiannya, Jazim Hamidi menemukana pengertian
AUPB sebagai berikut :
• AAUPB merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan
Hukum Administrasi Negara.
• AAUPB berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi negara dalam
menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai

tindakan administrasi negara (yang berwujud penetapan /beschikking), dan
sebagai dasar penggugatan sebagai pihak penggugat.
• Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, masih
abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan dimasyarakat.
• Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaedah hukum tertulis dan terpencar dalam
berbagai peraturan hukum positif.
Sedangkan menurut Para Ahli :
VAN DER BURG dan GJM. CARTIGNY memberikan definisi mengenai algemene
beginselen van behoorlijk bestuur (abbb), adalah asas-asas hukum yang tidak tertulis
yang harus diperhatikan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara dalam melakukan
tindakan hukum yang akan dinilai kemudian oleh Hakim Tata Usaha Negara.
HD. Van WIJK /WILLEM KONIJNENBELT menulis sebagai berikut: organ-organ
pemerintahan – yang menerima wewenang untuk melakukan tindakan tertenu
menjalankan tindakannya tidak hanya terkait pada peraturan perundang-undangan;
hukum tertulis, disamping itu organ-oragan pemerintahan harus memperhatikan
hukum tidak tertulis, yaitu asas-asas umum pemerintahan yang baik.
JBJM. Ten BERGE menyatakan bahwa, istilah asas-asas pemeritnhan yang patut
sebenarnya dimaksudkan sebagai peraturan hukum tidak tertulis pada pemerintahan
yang berdasarkan hukum. Dan menyebutkan bahwa, kita menemukan abbb dalam dua
varian, yaitu sebagai dasar penelian bagi hakim dan sebagai norma pengarah bagi organ

pemerintahan.

B.Fungsi dan Kedudukan AAUPB
Berdasarkan pendapat Van Wijk/Williem Konjnenbelt dan Ten Berge tersebut tampak
bahwa kedudukan AAUPB dalam sistem hukum adalah sebagai hukum tidak tertulis.
Sebenarnya menyamakan AAUPB dengan norma hukum tidak tertulis dapat
menimbulkan salah faham, sebab dalam konteks ilmu hukum telah dikenal bahwa
antara “asas” dan “norma” itu terdapat perbedaan. Pada kenyataannya, AAUPB ini
meskipun merupakan asas, namuntidak semuanya merupakan pemikiran yang umum
dan abstrak, dan dalam beberapa hal muncul sebagai aturan hukum yang konkrit atau
tertuang secara tersurat dalam pasal undang-undang serta mempunyai sanksi hukum.
Oleh karena itu Jazim Hamidi menyatakan bahwa sebagian AAUPB masih merupakan
asas hukum, dan sebagian lainnya telah menjadi norma hukum atau kaidah hukum
1. Bagi Administrasi Negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan
penafsiaran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Kecuali itu sekaligus membatasi dan menghindari
kemungkinan administrasi Negara mempergunakan freies ermessen/melakukan
kebijakan yang jauh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan
demikian, administrasi negara diharapakan terhindar dari perbuatan onrechmatige
daad, deteurnement de pouvoir, abus de droit, ultravires.

2. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan
sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU No.5 Tahun 1986
3.Bagi Hakim TUN dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan
keputusan yang dikeluarkan Badan atau Pejabat TUN.
4.Kecuali itu, AAUPB juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu
undang-undang.2

2

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta : Raja Grafindo Persada,2014,Hlm.239

C. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) di Indonesia
Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di Indonesia diakui secara yuridis
formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika pembahasan RUU
No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas itu dimasukan
sebagai salah satu gugatan terhadap keputusan badan/pejabat tata usaha Negara. Akan
tetapiputusan ini ditolak oleh pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh
Ismail selaku selaku Menteri Kehakiman saat itu. Alasan tersebut adalah sbb:
“Menurut hemat kami, dalam praktik ketatanegaraan kita maupun dalam Hukum Tata
Usaha Neagara yang berlaku di Indonesia, kita belum mempunyai criteria tentang

algemene beginselen van behoorlijk bestuur tersebut yang berasal dari negeri
Belanda. Pada waktu ini kita belum memiliki tradisi administrasi yang kuat mengakar
seperti halnya di negara-negara continental tersebut. Tradisi demikian bisa
dikembangkan melalui yurisprudensi yang kemudian akan menimbulkan normanorma. Secara umum prinsip dari Hukum Tata Usaha Negara kita selalu dikaitkan
dengan aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang konkretisasi
normanya maupun pengertiannya masih sangat luas sekali dan perlu dijabarkan
melalui kasus-kasus yang konkret” 3
Selain itu tidak dicantumkannya AAUPB dalam UU PTUN bukan berarti
eksistensinya tidak diakui sama sekali, karena seperti yang terjadi di belanda AAUPB
ini diterapkan dalam praktik peradilan terutama dalam PTUN. Kepustakaan
berbahasa Indonesia belum banyak membahas asas ini dan kalaupun ada pembahasan
itupun hampir sama karena sumbernya terbatas. Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam
bukunya yang berjudul ‘Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan
Administrasi Negara’ mengetengahkan 13 asas yaitu:
1. Asas kepastian hukum
Asas kepastian hukum, memiliki dua aspek yaitu aspek hukum material dan aspek
hukum formal. Dalam aspek hukum material terkait dengan asas kepercayaan. asas
kepastian hukum menghalangi penarikan kembali/perubahan ketetapan. Asas ini
menghormati hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan
pemerintah, meskipun keputusan itu salah sedangkan aspek hukum formal,

memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dng tepat apa yang
dikehendaki suatu ketetapan
2. asas keseimbangan

3

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta : Raja Grafindo Persada,2014,Hlm.253

Asas Keseimbangan, asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman
jabatan dan kelalaian atau kealpaan pegawai dan adanya kriteria yang jelas mengenai
jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan.
3. Asas kesamaan
Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan, asas ini menghendaki badan
pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas
kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan
kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada pelaksanaan wewenang
bebas.
4. Asas bertindak cermat
Asas Bertindak Cermat, asas ini menghendaki pemerintah bertindak cermat dalam
melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas pemerintahan sehingga tidak

menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dalam menerbitkan ketetapan, pemerintah
harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua faktor yang terkait dengan
materi ketetapan, mendengar dan mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan
oleh pihak yang berkepentingan, mempertimbangkan akibat hukum yang timbul dari
ketetapan.
5. Asas motivasi untuk setiap putusan
Asas Motiasi untuk Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus
mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan ketetapan.
Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil. Alasan sedapat mungkin
tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas dapat mengajukan banding
dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan digunakan hakim administrasi untuk
menilai ketetapan yang disengketakan.
6. Asas jangan mencampurkan adukan wewenang
Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan, di mana pejabat Tata Usaha Negara
memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam perat perundang-undangan (baik
dari segi materi, wilayah, waktu) untuk melakukan tindakan hukum dalam rangka
melayani/mengatur warga negara. Asas ini menghendaki agar pejabat Tata Usaha
Negara tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah
ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang yang
melampaui batas.

7. Asas permainan yang layak
Asas Permainan yang Layak (Fair Play), asas ini menghendaki agar warga negara
diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta
diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi

sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini menekankan pentingnya
kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara.
8. Asas keadilan atau kewajaran
Asas Keadilan dan Kewajaran, asas keadilan menuntut tindakan secara proposional,
sesuai, seimbang, selaras dengan hak setiap orang. Asas kewajaran menekankan agar
setiap aktivitas pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di tengah
masyarakat, baik itu berkaitan dengan moral, adat istiadat
9. Asas menanggapi penghargaan yang wajar
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki
agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan
bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara
tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.
10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki
agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan

bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara
tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.4

4

Philipus M.Hadjon,Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,Hlm279