✆ ✝
dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja investasi belanja pembangunan yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu dapat diformulasikan sebagai berikut Halim, 2007:
Rasio Aktivitas = Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun
pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang
diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah dinegara berkembang peranan pemerintah daerah untuk memacu
pelaksanaan pembangunan masih relatif besar. Oleh karena itu, rasio aktivitas daerah yang relative masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan
pembangunan didaerah.
3.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif , dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan deskriptif atau variabel-variabel
penelitian. Statistik deskriptif akan memberikan gambaran atau deskrepsi umum dari variabel penelitian mengenai nilai rata-rata mean, standar deviasi,
maksimum, minimum, sum. Pengujian ini dilakukan untuk mempermudah dalam memahami variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan, maka penulis menarik beberapa simpulan bahwa:
1. Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata rasio kemandirian keuangan masing- masing Kabupaten Kota Se-Provinsi Lampung selama tahun penelitian 2008-
2013 bila dibandingkan dengan tabel kriteria kemandirian jatuh pada kriteria sangat kurang karena terletak pada 0-10, dimana peranan pemerintah pusat
lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah. Hal ini menunjukan bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pihak pemerintah
pusat dan provinsi masih sangat tinggi. 2. Hasil perhitungan efektifitas daerah dengan rata-rata hasil perhitungan
rasio efektivitas di Kabupaten dan Kota yang berada Provinsi Lampung mempunyai kriteria sangat efektif.
3. Hasil perhitungan Rasio aktivitas Keuangan Daerah se-Provinsi Lampung menunjukkan bahwa rata-rata rasio aktivitas Keuangan Daerah se-Provinsi
Lampung tergolong mempunyai nilai yang tinggi yaitu sebesar 99,98. 4. Berdasarkan peringkat kinerja keuangan menunjukan bahwa terlihat bahwa
kabupaten Pesawaran berada di peringkat pertama dalam hal kinerja keuangan daerah, diikuti dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung
Tengah, sedangkan ibukota provinsi Lampung yaitu Kota Bandar Lampung
berada di peringkat 5, yang menjadi juru kunci dalam hal kinerja keuangan daerah yaitu kabupaten Tulang Bawang.
5.2 Saran
1. Pengukuran kinerja keuangan daerah dengan menggunakan rasio keuangan
hendaknya dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dan dijadikan rekomendasi atas pelaksanaan Laporan Keuangan pada 12 Kabupaten dan 2
Kota di Provinsi Lampung, sebagai bahan koreksi dan masukan untuk peningkatan peran pemerintah dalam meningkatkan akuntabilitas publik.
2. Untuk meningkatkan kinerja keuangan daerah maka pemerintah daerah perlu
meningkatkan usaha pemungutan pendapatan asli daerah secara lebih intensif dan aktif. Dalam hal ini pemerintah daerah perlu menetapkan target
penerimaan secara lebih baik dengan tidak hanya perkiraan semata, melakukan penyesuaian dengan peraturan yang terkait dengan usaha
peningkatan PAD dan mencari sumber-sumber PAD yang baru tanpa harus menunggu ketetapan dari pemerintah pusat.
3. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan kinerja
keuangan daerah adalah perlu dilakukannya perbaikan-perbaikan antara lain berupa peningkatan sumber daya manusia baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya dan adanya pembinaan yang lebih intensif dari Departemen Dalam Negeri selaku koordinator pembinaan keuangan daerah di daerah-
daerah, apalagi seringnya terjadi perubahan peraturan dibidang pengelolaan keuangan daerah yang otomatis juga merubah sistem pengelolaan keuangan
daerah.
✞ ✟
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni. A.D., 2010, Profil Kemiskinan dan Faktor Determinan Kemiskinan di Kabupaten Bogor Studi Kasus Desa Jogjogan, Cisarua Bogor. Tesis.
Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia
Bastian, Indra. 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2, Jakarta : Salemba Empat.
BPS. Lampung Dalam Angka Tahun 2008 sampai dengan 2011. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung.
Budiarto, Bambang. 2007. Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Daerah. Seminar Ekonomi Daerah. Surabaya.
Ghozali, Imam.2011. Aplikasi Analsis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hamid, Edy, Suandi. 2000. Perekonomian Indonesia Masalah dan Kebijakan Kontemporer, UII Press, Yogyakarta,
Halim, Abdul. 2007. Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah. Edisi 3. UPP AMP YKPN. Yogyakarta:
Hamzah, Ardi, 2007. analisa kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan: pendekatan analisis jalur studi pada 29
kabupaten dan 9 kota di provinsi Jawa Timur. Simposium Nasional Akuntansi X.
Himpunan Peraturan Tentang APBN-APBD, 2012. Penerbit CV Tamita Utama.Jakarta.2012
Kuncoro, Haryo. 2007. ”Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia”. Simposium Nasional
Akuntansi X. Makassar.
Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Erlangga. Jakarta. Munir, Dasril, Tangkilisan. 2004. Kebijakan dan Manjemen Keuangan Daerah.
Yogyakarta, YPAPI. Mahsun, Mohamad. 2006, dalam Suyana, Utama M. 2007. Pengaruh Kinerja
Keuangan Daerah
Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat Pada
KabupatenKota di Provinsi Bali Tahun 2001 – 2006. Studi Kasus Pada 9 KabupatenKota di Provinsi Bali. tidak dipublikasikan.