Studi Uji Kompatibilitas Polen Pepaya IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 pada Stigma IPB 9.

STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA
IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9

FARMITA ARISTA WULANDARI
A24080058

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

RINGKASAN

FARMITA ARISTA WULANDARI. Studi Uji Kompatibilitas Polen Pepaya
IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 pada Stigma IPB 9. (Dibimbing oleh WINARSO
DRAJAD WIDODO dan KETTY SUKETI).
Uji perkecambahan polen pepaya dilakukan untuk mengetahui viabilitas
polen yang akan mendukung uji kompatibilitas polen pepaya IPB1, IPB3, dan
IPB 6 pada stigma IPB 9. Variabel - variabel yang diamati pada uji
perkecambahan polen pepaya meliputi diameter polen, panjang tabung polen, dan
daya berkecambah polen. Uji kompatibilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat

kecocokan antara polen bunga hermaprodit tiga genotipe pepaya yaitu IPB 1,
IPB 3, dan IPB 6 terhadap stigma pepaya genotipe IPB 9. Percobaan dilakukan
dengan cara mengecambahkan polen empat genotipe pepaya pada media
Brewbaker dan Kwack yang sudah diberi ekstrak stigma IPB 9 selama dua jam.
Kompatibilitas polen terhadap stigma diamati dengan menghitung jumlah tabung
polen yang mengarah ke stigma IPB 9.
Percobaan

perkecambahan

polen

pepaya

dilakukan

pada

bulan


Maret - Juni 2012, sedangkan percobaan uji kompatibilitas polen dilakukan pada
bulan Juli - September 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium
Mikroteknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bahan

diperoleh dari Kebun Percobaan Pusat Kajian

Hortikultura Tropika (PKHT) IPB Tajur dan Pasir Kuda.
Hasil analisis menunjukkan bahwa diameter polen, panjang tabung polen,
dan daya berkecambah polen terbesar dimiliki oleh polen pepaya genotipe IPB 9
yaitu 0.035 mm, 0.458 mm, dan 57.7%. Uji kompatibilitas polen pada empat
genotipe pepaya menunjukkan bahwa empat polen genotipe pepaya kompatibel
terhadap stigma pepaya genotipe IPB 9. Persentase kompatibilitas terbesar
diperoleh pepaya genotipe IPB 6 (42.95%), sedangkan yang terkecil pada pepaya
genotipe IPB 1 (14.36%). Hasil uji kompatibilitas ini dapat digunakan sebagai
acuan untuk memperbaiki kualitas buah pepaya melalui efek metaxenia dengan
cara penyerbukan silang.

ii


STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA
IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

FARMITA ARISTA WULANDARI
A24080058

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

iii

Judul : STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA
IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9

Nama : FARMITA ARISTA WULANDARI
NIM

: A24080058

Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS
NIP. 1962 0831 198703 1 001

Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi
NIP. 1961 0913 198601 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor


Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP. 1961 1101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Ambender, Kecamatan Pegantenan, Kabupaten
Pamekasan, Madura, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 8 Mei 1989. Penulis
merupakan anak pertama bapak Jakfar dan ibu Sundari.
Penulis lulus dari SDN Pegantenan 1 pada tahun 2002, kemudian
melanjutkan studi ke SLTPN 2 Pamekasan dan lulus pada tahun 2005. Setelah
lulus dari SLTPN penulis melanjutkan ke SMAN 1 Pamekasan dan lulus pada
tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor,
Program Studi Agronomi dan Hortikultura melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI). Penulis aktif di beberapa organisasi mahasiswa, diantaranya sebagai
pengurus Koperasi Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) IPB divisi

Marketing (2008 - 2009) dan sebagai anggota Forum Komunikasi Rohis
Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian divisi Syiar (2011 - 2012).

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Uji
Kompatibilitas Polen Pepaya IPB 1, IPB 3, dan IPB 6 pada Stigma IPB 9”. Skripsi
ini disusun sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih juga tidak
lupa disampaikan penulis kepada:
1. Dosen pembimbing skripsi Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS dan
Dr. Ir Ketty Suketi, MSi yang telah memberikan

bimbingan serta


pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
2. Dosen pembimbing akademik Dr. Ir. Faiza Chairani Suwarno, MS yang

telah membimbing dan memberikan arahan selama penulis menjadi
mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura.
3. Dr. Dewi Sukma, SP, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan
saran yang membangun.
4. Ayah Jakfar, ibu Sundari atas semua doa, dukungan, dan biaya pendidikan
selama penulis menuntut ilmu.
5. Adikku Fardila Desinta Diandari dan Aldi Fardiansyah Pradana yang
memberikan motivasi kepada penulis.
6. Sahabat terbaikku Ratih Larasati, Dinda Rizki Amalia, Fitria Puspa Juwita
dan Hesti Yulianingrum serta semua pihak yang selalu membantu penulis
dalam menyelesaikan kesulitan selama menempuh pendidikan dan
penelitian.

Bogor, Maret 2013
Penulis


1

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................

x

PENDAHULUAN........................................................................................
Latar Belakang..................................................................................
Tujuan...............................................................................................


1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
Botani Pepaya...................................................................................
Bunga Pepaya...................................................................................
Polen Pepaya.....................................................................................
Perkecambahan Polen Pepaya..........................................................
Biologi Pembuahan Pepaya..............................................................
Kompatibilitas...................................................................................
Efek Metaxenia.................................................................................
Media Perkecambahan Polen............................................................

3
3
4
5
5
7

8
9
11

BAHAN DAN METODE............................................................................
Waktu dan Tempat............................................................................
Bahan dan Alat.................................................................................
Metode Penelitian.............................................................................
Analisis Data.....................................................................................
Pelaksanaan Penelitian......................................................................
Pengamatan dan Pengumpulan Data................................................

13
13
13
13
14
14
15


HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................
Deskripsi Kuantitatif.........................................................................
Diameter Polen Pepaya.....................................................................
Panjang Tabung Polen Pepaya..........................................................
Daya Berkecambah Polen Pepaya....................................................
Kompatibilitas Polen dan Stigma Pepaya.........................................
Korelasi antar Peubah.......................................................................

17
17
18
19
21
22
24

KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................
Kesimpulan.......................................................................................
Saran.................................................................................................

26
26
26

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

27

LAMPIRAN.................................................................................................

30

2
DAFTAR TABEL

Nomor
1.

Halaman

Diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah
polen pepaya......................................................................................

17

2.

Uji kompatibilitas polen empat genotipe pepaya terhadap stigma
pepaya IPB 9.....................................................................................

24

3.

Uji korelasi antar peubah pada uji perkecambahan polen pepaya.....

25

3
DAFTAR GAMBAR

Nomor
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Halaman

Diameter polen empat genotipe pepaya selama empat jam pada uji
perkecambahan polen........................................................................

18

Pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe pepaya selama
empat jam pada uji perkecambahan polen........................................

20

Perbandingan pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe
pepaya pada 0.5 jam uji perkecambahan polen (perbesaran 400x)...

20

Perbandingan pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe
pepaya pada 1.5 jam uji perkecambahan polen (perbesaran 400x)...

21

Daya berkecambah polen empat genotipe pepaya selama empat
jam pada uji perkecambahan polen...................................................

22

Perkecambahan polen pada uji kompatibilitas polen pepaya IPB 1,
IPB 3, dan IPB 6 pada stigma IPB 9.................................................

23

4
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1.

Sidik ragam diameter polen pepaya..................................................

31

2.

Sidik ragam panjang tabung polen pepaya........................................

31

3.

Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya..................................

31

4.

Sidik ragam uji kontras ortogonal diameter polen pepaya................

32

5.

Sidik ragam uji kontras ortogonal panjang tabung polen pepaya.....

32

6.

Sidik ragam uji kontras ortogonal daya berkecambah polen
pepaya................................................................................................

33

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pepaya merupakan tanaman yang tumbuh cepat seperti tanaman herba dari
keluarga Caricaceae. Di Australia, kultivar daging buah merah dan merah muda
dikenal sebagai “pepaya” untuk membedakan dari kultivar daging buah kuning
yang dikenal sebagai “paw paw”, meskipun kedua nama tersebut mengacu pada
jenis tanaman yang sama. Terlepas dari warna dagingnya, di negara lain Carica
papaya umumnya dikenal sebagai “pepaya” (Villegas, 1997).
Dari sisi pengobatan, akar pepaya biasa digunakan untuk menyembuhkan
sakit ginjal dan kandung kemih. Daunnya bermanfaat untuk menyembuhkan
penyakit malaria, kejang perut, dan sakit panas. Selain itu daun pepaya
bermanfaat untuk menambah nafsu makan dan menyembuhkan penyakit
beri - beri. Daun pepaya juga dapat digunakan untuk ransum ayam (Sobir, 2009).
Tanaman pepaya dapat digolongkan dalam kelompok tanaman menyerbuk
silang (cross pollinated crop), contohnya pepaya Boyolali, Dampit, Jingga,
Wulung Bogor, dan beberapa tipe pepaya besar lainnya. Selain itu terdapat
beberapa pepaya yang bersifat menyerbuk sendiri (self pollination crop), seperti
pepaya Hawai (tipe buah kecil). Oleh karena itu dalam merakit varietas pepaya
diperlukan metode yang disesuaikan dengan tujuan dan tipe penyerbukan
(Sujiprihati dan Suketi, 2009).
Pepaya

mempunyai

beberapa

keistimewaan

dibandingkan

tanaman

buah - buahan lainnya, yaitu mudah dibudidayakan, cepat berproduksi, buahnya
tersedia sepanjang tahun, dan tidak memerlukan lahan luas sehingga dapat
ditanam di pekarangan rumah. Namun demikian sifat pohon pepaya yang
heterogen (pohon jantan, betina dan hermaprodit) membuat buah pepaya menjadi
beragam dan sifat penyerbukannya yang terbuka sangat memungkinkan terjadinya
fenomena metaxenia (Widodo et al., 2010). Perbaikan kualitas buah pada pepaya
dapat dilakukan dengan memanfaatkan efek metaxenia pada jaringan tetua betina
khususnya pada endosperm buah (Sulistyo et al., 2006).

2
Biologi

polen

mencakup

pemahaman

yang

komprehensif

tentang

aspek - aspek struktural dan fungsional dari polen. Fungsi utama dari polen adalah
untuk melepaskan gamet jantan pada kantung embrio dalam proses pembuahan,
pembentukan biji, dan perkembangan buah. Fungsi ini tergantung pada
keberhasilan sejumlah proses secara berurutan yaitu perkembangan polen, fase
bebas terdispersi, penyerbukan, interaksi polen - stigma, dan pembuahan
(Shivanna dan Sawhney, 1997).
Kompatibilitas adalah kesesuaian antara organ jantan dan betina sehingga
penyerbukan yang terjadi dapat diikuti dengan proses pembuahan. Tanaman
dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi pembuahan setelah penyerbukan.
Ketidaksesuaian antara organ jantan dan betina disebut inkompatibilitas.
Ketidaksesuaian dikendalikan oleh faktor lingkungan, genetik, dan fisiologis
(Poespodarsono, 1998).
Keberhasilan pembentukan buah pepaya dapat diperkirakan dengan
menggunakan

viabilitas

polen

sebagai

indikator,

yang

tercermin

oleh

perkecambahan polen dan kecepatan pertumbuhan tabung polen. Ukuran buah
tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan viabilitas polen (Suketi et
al., 2011). Untuk itu perlu dilakukan percobaan perkecambahan pada beberapa
kategori ukuran buah untuk viabilitas polen dengan mengamati beberapa variabel
seperti diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah polen.
Viabilitas polen tersebut nantinya akan mendukung uji kompatibilitas yang
dilakukan pada empat genotipe pepaya dengan sumber polen IPB 1, IPB 3, dan
IPB 6 terhadap stigma IPB 9.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kompatibilitas polen IPB 1,
IPB 3, dan IPB 6 terhadap stigma IPB 9.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Pepaya
Pepaya dalam taksonomi tumbuhan termasuk dalam genus Carica. Genus
Carica merupakan salah satu dari empat genus yang ada dalam famili Caricaceae.
Sampai saat ini Caricaceae diperkirakan terdiri dari 31 spesies dalam tiga genera
(yaitu Carica, Jacaratia dan Jarilla) dari Amerika tropis dan satu genus
Cylicomorpha dari Afrika ekuatorial. Genus Carica memiliki 21 spesies, namun
hanya tiga spesies yang memiliki nilai penting secara hortikultura yaitu Carica
papaya L., C. candarmensis hook dan C. monoica (Nakasone dan Paull, 1998).
Secara umum tanaman pepaya (Carica papaya) dibedakan menjadi dua
jenis yaitu dioecious dan gynodioecious. Pepaya dioecious memiliki bunga jantan
dan betina pada pohon yang terpisah. Pepaya gynodioecious memiliki bunga
betina pada beberapa pohon dan bunga biseksual (hermaprodit) pada pohon yang
lain. Produksi buah tanaman pepaya dapat terjadi setelah penyerbukan silang
(outcrossing), penyerbukan sendiri (selfing) atau parthenocarpy (bentuk
reproduksi aseksual di mana buah dapat dihasilkan tanpa proses pembuahan),
tergantung pada jenis tanaman pepaya (dioecious atau gynodioecious) dan jenis
kultivar pepaya tersebut (Villegas, 1997).
Pepaya IPB 1 (Arum Bogor) memiliki keunggulan pada bentuknya yang
kecil, umur berbunga 121 HST, warna kulit buah hijau terang, warna daging buah
jingga kemerahan, bentuk tengah buah tidak beraturan, bentuk pangkal buah agak
masuk kedalam, tekstur kulit buah licin, bobot per buah 0.63 kg, padatan terlarut
total (PTT) 12°Brix, dan kekerasan 0.832 mm/s. Pepaya IPB 3 (Carisya) yang
juga merupakan pepaya kecil mempunyai ciri - ciri umur berbunga 130 HST,
warna kulit buah hijau, warna daging buah jingga kemerahan, bentuk tengah buah
angular, bentuk pangkal buah tegak, tekstur kulit buah intermediate, bobot
per buah 0.53 kg, PTT 14°Brix, dan kekerasan 0.852 mm/s. Pepaya IPB 6
(Sukma) mempunyai buah yang berukuran besar dan daya simpan yang lama
(lebih dari satu minggu). Ciri - ciri lainnya adalah warna kulit buah hijau, warna
daging buah kuning orange dan lembut, bentuk tengah buah angular, bentuk
pangkal buah tegak, tekstur kulit buah licin, bobot per buah ± 2.8 kg, dan

4
PTT 8 - 9°Brix. Pepaya IPB 9 (Calina) memiliki daging buah yang lebih tebal,
manis, dan produktivitasnya tinggi. Umur berbunga 114 HST, warna kulit buah
hijau terang, warna daging buah jingga kemerahan, bentuk tengah buah angular,
bentuk pangkal buah agak kedalam, tekstur kulit buah intermediate, bobot per
buah 1.24 kg, PTT 11°Brix, dan kekerasan 0.823 mm/s (PKBT IPB, 2010).

Bunga Pepaya
Bunga pepaya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk dasar yang
mencerminkan jenis kelamin seluruh tanaman yaitu betina, jantan, dan biseksual
(hermaprodit). Pada bunga pepaya, bunga jantan lebih kecil dan lebih banyak dan
muncul pada tangkai yang terjumbai sepanjang 60 - 90 cm. Bunga hermaprodit
berada diantara dua bentuk kelamin tunggal. Jenis kelamin bunga secara
fungsional dapat berubah atau terbalik, bergantung pada kondisi lingkungan
terutama temperatur (Villegas, 1997).
Pembiakan pepaya umumnya dilakukan secara generatif karena benihnya
yang mudah didapat dan murah. Pembiakan secara generatif pada pepaya
menghasilkan segregasi keturunan terutama dalam hal ekspresi seks tanaman.
Ekspresi seks tanaman pepaya ditentukan oleh faktor genetik : M1 adalah dominan
untuk sifat jantan, M2 adalah dominan untuk sifat hermafrodit, m adalah gen
resesif betina. Gen dominan (M1 dan M2) merupakan gen letal, sehingga embrio
hasil rekombinasi genetik yang mengandung M1M1, M1M2, dan M2M2 tidak
terbentuk. Dengan demikian, genotipe tanaman betina adalah homosigot ‘mm’,
tanaman jantan ‘M1m’ dan tanaman hermafrodit ‘M2m’ yang keduanya
heterosigot (Samson, 1992).
Menurut Suketi (2011) hasil pengamatan bunga pepaya betina dan
hermaprodit genotipe IPB 1 menggunakan scanning electron microscope (SEM)
menunjukkan bahwa bentuk stigma bunga pepaya hermaprodit agak mengerucut
tidak seperti bentuk stigma bunga pepaya betina yang lebih membuka dan
mendatar. Bentuk jaringan papila stigma bunga hermaprodit dan betina
memperlihatkan kesamaan. Perbedaan keragaan bentuk tangkai kepala putik ialah
jumlah lekukan yang lebih dari lima. Sementara diduga jumlah lekukan ini
menentukan bentuk rongga buah dan banyaknya lekukan pada buah. Bentuk

5
rongga dan lekukan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 1 bervariasi, dari
berjumlah lima sampai lebih dari lima.

Polen Pepaya
Polen (pollen) adalah sel yang hidup dan mempunyai inti (nucleus) serta
protoplasma, yang terbungkus oleh dinding sel. Dinding sel itu terdiri atas dua
lapis, yaitu lapisan dinding dalam (intine) yang tipis serta lunak seperti selaput
dan lapisan dinding luar (exine) yang tebal dan keras untuk melindungi seluruh isi
butir

polen.

Pada

permukaan

dinding

luar

yang

keras

itu

terdapat

lubang - lubang kecil yang dapat dipergunakan oleh polen apabila akan
berkecambah. Setiap butir polen yang masak berisi dua buah inti yaitu inti
vegetatif dan inti generatif (Darjanto dan Satifah, 1990).
Penyerbukan silang mengakibatkan pepaya tidak dapat menghasilkan
keturunan yang sama dengan induknya, sehingga banyak terjadi variasi. Kultivar
pepaya dapat dikembangkan dan dipertahankan dengan melakukan penyerbukan
sendiri secara terus - menerus pada tanaman berbunga hermaprodit. Kultivar
pepaya terdiri dari tanaman hermaprodit yang relatif murni dan banyak
dikembangkan di Asia Tenggara yaitu kelompok pepaya Solo diantaranya Kapoho
Solo, Sunrise, Sunset, dan Eksotika (Villegas, 1997).
Hoekstra (1983) menyatakan bahwa persaingan antar polen tergantung dari
kualitas polen yang ditentukan secara genetik. Polen yang secara genetik bersifat
superior akan lebih cepat membentuk tabung polen dan bergerak menuju sel telur
daripada polen inferior. Sel telur yang dibuahi lebih awal akan lebih dahulu
berkembang menjadi embrio daripada yang dibuahi kemudian.

Perkecambahan Polen Pepaya
Polen yang menempel di atas stigma dalam keadaan normal akan
berkecambah, yaitu menyerap air dan zat - zat lain yang terdapat pada permukaan
stigma, sehingga dapat mengembung. Dengan melalui salah satu pori dari lapisan
dinding luar yang telah pecah, maka lapisan dinding dalam bersama protoplasma
tumbuh memanjang keluar dan menjadi tabung polen (pollen tube) yang
mengandung satu inti vegetatif dan satu inti generatif. Pada saat itu inti generatif

6
membelah diri menjadi dua. Dengan demikian tabung polen berisi satu inti
vegetatif (tube nucleus) dan dua inti generatif (sperm nuclei) (Darjanto dan
Satifah, 1990).
Perkecambahan polen pada umumnya memerlukan suhu yang berkisar
antara 15ºC - 35ºC. Pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi banyak penguapan air
dan banyak polen yang akan mengering. Pada suhu antara 40ºC - 50ºC banyak
polen yang mati. Sebaliknya pada suhu yang terlalu rendah, misalnya dibawah
10ºC tidak ada polen yang dapat berkecambah. Pada umumnya suhu optimum
yang diperlukan untuk pertumbuhan tabung polen berkisar pada 25ºC (Darjanto
dan Satifah, 1990).
Perkecambahan polen pada media Brewbaker yang dimodifikasi pada
22 - 26°C erat kaitannya dengan perkecambahan secara in vitro. Perkecambahan
polen secara in vitro yang teramati pada suhu 5°C tidak mengalami
perkecambahan dan pada suhu 40°C pertumbuhan tabung polen semakin
menurun. Kelembaban relatif tinggi (70 - 80%) mempercepat proses dibandingkan
dengan kelembaban relatif rendah (30 - 40%) (Cohen et al., 1989).
Perkecambahan polen Carica papaya L., dari keluarga Caricaceae yang disimpan
pada suhu rendah menunjukkan persentase perkecambahan yang lebih baik
dibandingkan dengan polen yang disimpan pada +4°C dan segar. Pembekuan
kering polen (-60°C) menunjukkan persentase perkecambahan tertinggi.
Penurunan suhu penyimpanan dan kelembaban isi cenderung meningkatkan
kelangsungan hidup (Perveen et al., 2007).
Polen yang disimpan selama 300 hari dapat mempengaruhi pembuahan
normal, yaitu menunjukkan tidak ada penurunan serta menghasilkan buah dan biji
setara dengan kontrol. Sampel polen menunjukkan toleransi yang tinggi untuk
pembekuan langsung pada suhu ultra low, viabilitas yang tidak terkontrol adalah
ketika pencairan ke suhu lingkungan dan pembekuan kembali ke suhu cryogenic.
Kelangsungan hidup dinilai setelah setiap durasi penyimpanan. Metode preservasi
akan menguntungkan untuk pemuliaan pepaya dan sumber gen yang terlibat
dalam melestarikan sumber daya genetik spesies Carica (Ganeshan, 1986).
Menurut Tuharea (2009) berdasarkan hasil pengamatan tipe perkecambahan
polen pepaya dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu polen

7
berkecambah normal, polen tidak berkecambah dan polen abnormal. Polen tidak
berkecambah karena tidak mampu membentuk tabung polen. Polen kategori
normal mempunyai panjang tabung lebih besar dibandingkan diameternya. Polen
yang termasuk dalam kategori abnormal diantaranya tabung polen pecah karena
terjadi absorbsi yang terlalu cepat dan tabung polen menggulung dan pecah di
ujung (coiling).

Biologi Pembuahan Pepaya
Polen yang menempel pada stigma akan berkecambah dan membentuk
tabung polen. Dalam tabung polen terdapat dua inti sperma (inti generatif) dan
satu inti vegetatif. Tabung polen akan terus memanjang masuk ke dalam saluran
tangkai putik (canalis stylinus) menuju ke ovarium dan kantung embrio. Kedua
inti sperma akan melakukan peleburan terhadap satu inti sel telur dan dua inti
polar dalam kantung embrio menghasilkan zigote dan endosperm. Peleburan dua
inti sperma dengan satu inti sel telur dan dua inti polar disebut pembuahan.
Selanjutnya zigote yang terbentuk akan tumbuh menjadi embrio, sedangkan
endosperm akan menjadi jaringan yang berisi zat makanan untuk pertumbuhan
embrio. Sebelum tumbuh menjadi embrio, umumnya zigote akan beristirahat
selama beberapa waktu sehingga dalam satu sampai dua minggu pertama setelah
penyerbukan belum dapat diketahui apakah penyerbukan tersebut gagal atau akan
berlangsung dengan pembuahan. Kegagalan penyerbukan dapat disebabkan oleh
polen dan sel telur yang steril serta inkompatibilitas antara polen dan stigma
(Darjanto dan Satifah, 1990).
Pengumpulan benang sari dari bunga jantan dilakukan beberapa jam
sebelum bunga jantan tersebut mekar karena pada saat itu kepala sari (anther)
masih penuh berisi polen dengan viabilitas yang tinggi. Enam variabel yang
dipertimbangkan dalam model (kompetisi tabung polen) yaitu waktu terjadinya
penyerbukan, banyaknya jumlah polen yang menempel dalam satu kali
penyerbukan, panjang style, laju pertumbuhan tabung polen, variasi dalam tingkat
pertumbuhan, dan jumlah bakal biji yang tersedia (Darjanto dan Satifah, 1990).
Beberapa tabung polen yang diamati membutuhkan waktu 30 menit untuk
mencapai ovarium dari proses perkecambahannya. Tingkat pertumbuhan polen

8
melewati 4 mm dari jaringan stylus karena itu setidaknya 0.133 mm/menit
kecepatan yang dibutuhkan untuk polen trinukleate (Hoekstra, 1983).
Pada Carica papaya, sel sporogenous pertama yang muncul dalam bakal
biji muda sebagai integumen mulai dibedakan. Terdapat satu atau dua lapisan
jaringan

parietalis.

Sel

induk

megaspora

terbentuk

simultan

dengan

pengembangan dua integumen. Melalui dua divisi meiosis sel induk megaspora
menghasilkan baris aksial dari empat megaspora, yaitu chalazal yang berkembang
menjadi 7 - 8 sel nukleas yang normal (megagametophyte), tiga megaspora
lainnya hancur. Dalam kondisi steril tabung polen memasuki ovule sekitar 10 hari
setelah penyerbukan. Pembuahan terjadi sekitar 13 - 15 hari setelah penyerbukan.
Zigote bertahan sekitar 5 - 8 hari setelah membelah diri. Pembentukan terjadi
tidak teratur dalam embrio muda. Terdapat fase lag yang pasti dalam
perkembangan embrio dari spesies Carica papaya, sedangkan perkembangan
endosperm sangat pesat bersamaan dengan diferensiasi dari kulit biji. Tabung
polen tetap berada di dalam kantung embrio sampai setidaknya 64 hari setelah
penyerbukan (Foster, 1943).

Kompatibilitas
Kompatibilitas adalah kesesuaian antara organ jantan dan betina sehingga
penyerbukan yang terjadi dapat diikuti dengan proses pembuahan. Tanaman
dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi pembuahan setelah penyerbukan.
Ketidaksesuaian antara organ jantan dan betina disebut inkompatibilitas.
Ketidaksesuaian dikendalikan oleh faktor lingkungan, genetik, dan fisiologis
(Poespodarsono, 1998).
Tanaman dikatakan bersifat kompatibel apabila polen yang viabel yang
mewakili organ reproduktif jantan dapat membuahi pistil yang merupakan organ
reproduksi betina dari bunga yang sama atau bunga dari tanaman yang sama, atau
disebut juga tanaman tersebut mampu membentuk biji yang viabel dari hasil
penyerbukan sendiri dan dari penyerbukan silang (Cronn, 2007).
Menurut Zapata dan Arroyo (1987) informasi tentang kompatibilitas organ
reproduktif antar tanaman juga diperlukan untuk menentukan sistem perkawinan
tanaman tersebut. Untuk menentukan tingkat kompatibilitas tersebut, dapat

9
dilakukan

dengan

menghitung

indeks

inkompatibilitas

(index

of

self-incompatibility) yaitu perbandingan persentase antara buah yang dihasilkan
dari penyerbukan sendiri (selfing) dengan buah yang dihasilkan dari penyerbukan
silang (crossing).
Pada uji perkecambahan Nicotiana alata pada stigmanya (eksudat),
peningkatan hidrasi dan perkecambahan polen pada eksudat diamati saat 50 menit,
3 jam, dan 4.5 jam setelah diinjeksi media cair. Polen yang paling dekat dengan
permukaan media cair terhidrasi dan berkecambah terlebih dahulu. Tabung polen
muncul dari celah yang paling dekat dengan permukaan media cair tumbuh ke
arah media cair. Pertumbuhan tabung di eksudat pada lima jam setelah injeksi
media cair menunjukkan arah pertumbuhan tabung polen ditentukan oleh kedua
posisi dari aperture germinal dan sumbu polaritas ujung. Polen didalam eksudat
antara dua permukaan dengan media cair dan eksudat menunjukkan pertumbuhan
tabung menuju permukaan terdekat (Lush et al., 1998).

Efek Metaxenia
Xenia adalah efek dari gen gamet jantan (polen) pada perkembangan buah
atau biji. Metaxenia adalah efek dari polen pada bentuk buah dan karakteristik
buah lainnya. Metaxenia dan xenia mungkin dapat digunakan untuk mempercepat
proses produksi dan meningkatkan hasil buah dalam penanaman kultivar
campuran tanaman mentimun (Olfati et al., 2010).
Menurut Swingle (1928) metaxenia merupakan pengaruh langsung dari
polen pada bagian buah yaitu lapisan luar embrio dan endosperma buah. Pengaruh
langsung dari bunga jantan terhadap perkembangan buah terjadi dengan sangat
tepat, nyata terlihat, dan sangat bervariasi tergantung pada kesuburan dari polen
yang digunakan untuk menyerbuki bunga betina. Setiap genotipe bunga jantan
yang digunakan akan menunjukkan pengaruh yang berbeda satu sama lain pada
varietas tanaman yang sama dan pengaruh yang ditimbulkan akan tetap sama
walaupun penyerbukan dilakukan pada tahun yang berbeda. Pada tanaman kurma
dimana serbuk sari dapat mempengaruhi ukuran, bentuk biji, warna biji, ukuran
buah, kecepatan pertumbuhan buah, dan saat kematangan buah kurma.

10
Menurut Widodo et al. (2010) buah pepaya dari tiap perlakuan mempunyai
warna yang berbeda yaitu buah pepaya selfing IPB 9 mempunyai warna daging
buah orange kemerahan, sedangkan buah IPB 9 yang diserbuki dengan polen
IPB I, IPB 3, dan IPB 4 mempunyai warna daging buah orange. Penampilan
warna daging buah setiap perlakuan meskipun tidak dilakukan analisis statistik
merupakan fenomena metaxenia yang paling kelihatan. Warna daging buah dapat
mempengaruhi selera konsumen, dimana konsumen akan lebih manyukai dan
memilih buah pepaya dengan warna yang merah. Dengan demikian, warna daging
buah IPB 9 hasil selfing menunjukkan warna yang paling baik. Dapat disimpulkan
juga bahwa semua sumber polen selain IPB 9 membawa warna yang cenderung
kekuningan. Berdasarkan masa panen, buah pepaya IPB 9 yang diserbuki dengan
polen IPB 3 mempunyai masa panen relatif lebih cepat yaitu berkisar 16 - 18
MSP. Buah pepaya selfing IPB 9 dan IPB 9 yang diserbuki dengan polen IPB 1
dan IPB 4 mempunyai masa panen rata - rata 20 MSP. Hal ini diduga merupakan
salah satu pengaruh dari sumber polen berbeda yang digunakan untuk
penyerbukan. Pada penelitian ini juga diketahui tidak ada pengaruh sumber polen
yang berbeda pada ukuran buah pepaya IPB 9 yang terbentuk.
Menurut Sulistyo et al. (2006) hasil penyerbukan silang pepaya dengan
tetua betina IPB 1, IPB 5, dan PB 201 dengan sumber polen (tetua jantan) IPB 1,
IPB 5, IPB 6, IPB 10, PB 174, PB 201, Str 6-4 diketahui bahwa hanya pada IPB 1
terdapat efek metaxenia. Efek tersebut ditemukan pada karakter padatan terlarut
total (PTT) dan tebal daging buah. Polen yang berasal dari genotipe IPB 10, PB
201, IPB 5, dan IPB 6 dapat meningkatkan rasa manis (PTT) pada IPB 1 jika
dibandingkan dengan buah hasil menyerbuk sendiri. Polen yang berasal dari
genotipe IPB 5, IPB 10, Str 6-4, dan IPB 6 mengakibatkan tebal daging buah pada
IPB 1 bertambah, walaupun sumber polen tidak mengakibatkan perubahan warna
pada daging buah.
Hasil penelitian Suketi (2011) pada panjang dan diameter buah pepaya
hermaprodit IPB 3 yang bunganya diserbuki genotipe lain (IPB 2, IPB 4, IPB 7,
IPB 8, IPB 9, dan IPB 10) menghasilkan pertumbuhan yang beragam. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada efek metaxenia pada karakter fisik dan
kimia buah.

11
Menurut Mizrahi et al. (2004) yang melakukan uji metaxenia pada
penyerbukan Hylocereus polyrhizus oleh Selenicereus spp membuktikan
keberadaan metaxenia, yaitu pengaruh polen pada jaringan buah kaktus. Efek
polen dapat mempengaruhi kandungan padatan terlarut total sari buah dan saat
kematangan buah sehingga dalam pelaksanaannya dapat memperpanjang vaselife
buah H. polyrhizus.

Media Perkecambahan Polen
Perkecambahan polen dipengaruhi sepenuhnya oleh faktor pertumbuhan
yang diperoleh pada ekstrak air dari jaringan tanaman salah satunya adalah ion
kalsium. Ion lainnya seperti K+, Mg++, dan Na+ terbukti dapat mendukung peran
dan penyerapan atau pengikatan kalsium. Komposisi media kultur yang terbukti
manfaatnya dalam berbagai studi pertumbuhan polen adalah media dengan
komposisi aquades, sukrosa 10%, 100 ppm H3BO4, 300 ppm Ca(NO3)4H2O, 200
ppm MgSO47H2O dan 100 ppm KNO3 (Brewbaker and Kwack, 1963).
Uji perkecambahan Nicotiana alata terhadap stigmanya diinkubasi pada
25°C - 30°C menggunakan media Aqueous yang dicampur dengan minyak zaitun
menjadi dasar media pertumbuhan tabung polen dikembangkan untuk Nicotiana
alata (12.5% PEG 6000, 0.15 M sukrosa, 1.0 mM CaCl2, 1.0 mM KCl, 0.8 mM
MgSO4, 1.6 mM H3BO3, 0.03% kasein hidrolisat asam, dan 25 mM Mes (Mesitil
C6H2(CH3)3), dan pH 5.9). Media minyak zaitun : emulsi media (1:1) dibuat
dengan

sonikasi

(penerapan

energi

ultra

suara

untuk

memisahkan

partikel - partikel yang menempel dalam sampel) selama 20 menit. Untuk
memastikan bahwa Ca2+ tidak hadir sebagai kontaminan dalam larutan buffer PEG
(polyethylene glycol), EGTA (ethylene glycol tetraacetic acid) ditambahkan ke
media pada konsentrasi (1 mM). Penambahan Ca2+ ke PEG buffer yang
mengandung 1 mM EGTA mengurangi hambatan pertumbuhan tabung polen
(Lush et al., 1998).
Sebuah media sederhana yang dapat diandalkan untuk perkecambahan polen
Cajanus cajan dikembangkan dengan memodifikasi media Brewbaker dan
Kwack. Percobaan terahir dari perkecambahan polen Cajanus cajan di media
buatan tidak berhasil. Sebuah media yang mengandung PEG 4000 menunjukkan

12
perkecambahan lebih dari 90% untuk Cajanus cajan. Hasil pengamatan diketahui
bahwa ada perbedaan genotipik di tingkat EACA (Epsilon-aminocaproic acid)
diperlukan dalam perkecambahan polen in vitro. Dengan demikian media lengkap
untuk genotipe Cajanus cajan terdiri dari sukrosa 37.5% + 15% PEG 4000 +
250 mg/l asam borat + 300 mg/l kalsium nitrat + 100 mg/l kalium nitrat +
200 mg/l magnesium sulfat + 1% agar + EACA (0, 100, 250, 500, 750 atau 1000
mg/l) (Jayaprakash dan Sarla, 2001).

13
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Percobaan perkecambahan polen dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2012
dan percobaan kompatibilitas polen dilaksanakan pada bulan Juli - September
2012 di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Mikroteknik,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Polen diperoleh dari Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika
(PKHT) IPB Tajur dan Kebun Percobaan Pasir Kuda. Stigma diperoleh dari
Kebun Percobaan PKHT IPB.

Bahan dan Alat
Bahan untuk percobaan perkecambahan polen adalah bunga hermaprodit
dari genotipe pepaya IPB 1, IPB 3, IPB 6, dan IPB 9, sedangkan untuk percobaan
kompatibilitas polen adalah stigma bunga betina pepaya genotipe IPB 9. Media
yang digunakan untuk perkecambahan polen adalah Brewbaker dan Kwack.
Alat - alat yang digunakan diantaranya microtube, kaca preparat, gelas obyek,
pinset, dan mikroskop “Olympus BX51 Spesial” yang telah dilengkapi software
foto, pengukuran langsung diameter dan panjang tabung polen.

Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam percobaan perkecambahan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan dalam percobaan ini terdiri dari
empat genotipe dengan 10 kali ulangan sehingga terdapat 40 satuan percobaan.
Percobaan kompatibilitas polen empat genotipe pepaya dilakukan sebanyak lima
kali ulangan sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Satu kaca preparat
merupakan satu unit ulangan, kemudian dihitung persentase kompatibilitasnya
yang mengacu pada percobaan sebelumnya yang dilakukan Lush et al. (1998) dan
Rahayu (2013) dengan rumus yaitu:
Σ tabung polen yang mendekati stigma
Σ tabung polen yang menjauhi stigma +
Σ tabung polen yang mendekati stigma

x 100%

14
Analisis Data

Data percobaan perkecambahan polen dianalisis dengan uji F dan DMRT
(Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%, kemudian dilanjutkan dengan uji
kontras ortogonal untuk mengetahui hubungan kategori ukuran buah dengan
variabel yang diamati. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan
antar variabel yang diamati. Analisis nilai korelasi dilakukan dengan
menggunakan software SAS pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian yang meliputi persiapan bahan perkecambahan
polen, persiapan media perkecambahan polen, dan perkecambahan polen mengacu
pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suketi et al. (2011) yaitu
perkecambahan polen pepaya pada genotipe pepaya IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4,
IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9, dan IPB 10. Sedangkan percobaan kompatibilitas
polen mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Lush et al. (1998) pada
Nicotiana alata dan Rahayu (2013) pada pepaya IPB 3, IPB 4, IPB 6, dan IPB 9.
Persiapan Bahan Perkecambahan Polen Pepaya
Bunga pepaya yang digunakan pada percobaan ini adalah bunga pepaya
hermaprodit. Bunga hermaprodit yang digunakan adalah bunga pada fase satu hari
sebelum antesis yang diambil pada saat pagi hari dengan ciri - ciri bunga telah
mulai menguning tetapi belum mekar. Bunga yang telah diambil dibuang
mahkotanya dan diambil polennya dengan pinset atau kawat kemudian diletakkan
pada media perkecambahan.

Persiapan Media Perkecambahan Polen Pepaya
Media perkecambahan yang digunakan adalah Brewbaker dan Kwack
dengan komposisi 5 ml H3BO4, 6.25 ml Ca(NO3)24H2O, 10 ml MgSO47H2O,
5 ml KNO3, 5% sukrosa dan aquades. Bahan kimia yang telah diukur dan ditakar
kemudian dicampur dan diukur pHnya. Campuran dari media tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam botol kultur jaringan dan ditutup rapat. Media disimpan
dalam lemari es untuk menjaga kualitas dan kesterilannya.

15
Perkecambahan Polen Pepaya
Polen pepaya yang telah dikecambahkan dalam microtube kemudian
dipindah ke dalam kaca preparat yang kemudian diamati dengan mikroskop
“Olympus BX51 Spesial” setiap 30 menit selama empat jam. Satu kaca preparat
merupakan satu unit percobaan.

Percobaan Kompatibilitas Polen Pepaya
Percobaan kompatibilitas polen dilakukan dengan meletakkan stigma
pepaya (bunga betina) genotipe IPB 9 pada kaca preparat dengan cara menggerus
stigma pepaya IPB 9 kemudian ditetesi aquades komposisi 1:1 dan diambil
ekstraknya. Polen dari masing-masing pepaya genotipe IPB 1, IPB 3, IPB 6 dan
IPB 9 (bunga hermaprodit) yang telah dicampur dengan media perkecambahan
diteteskan ke sekeliling stigma pada preparat. Kaca preparat akan diamati dengan
mikroskop setelah dua jam untuk mengetahui apakah arah perkecambahan tabung
polen mengarah atau menjauhi stigma.

Pengamatan dan Pengumpulan Data
Uji Perkecambahan Polen Pepaya
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Suketi et al. (2011), dan Rahayu
(2013) variabel - variabel yang diamati pada uji perkecambahan polen pada media
Brewbaker dan Kwack adalah diameter polen, panjang tabung polen, dan daya
berkecambah polen. Variabel - variabel tersebut diamati selama empat jam setiap
30 menit dengan menggunakan mikroskop “Olympus BX51 Spesial”.
Diameter Polen Pepaya
Pengamatan diameter polen menggunakan perbesaran 400x kemudian difoto
dan diukur dengan menggunakan software perlengkapan foto dan pengukuran
diameter polen pada mikroskop “Olympus BX51 Spesial.
Pertumbuhan Panjang Tabung Polen Pepaya
Pertumbuhan panjang tabung polen menggunakan perbesaran yang sama
dengan pengukuran diameter polen yaitu sebesar 400x.

16
Daya Berkecambah Polen Pepaya
Perhitungan daya berkecambah mengacu pada perhitungan yang dilakukan
oleh Ruchjaningsih (1995) pada polen tanaman kentang kultivar Granola dan Red
Pontiac, Suketi et al. (2011), dan Rahayu (2013) pada perkecambahan Carica
papaya L. yaitu:
DB =

t
t+m

x 100%

Keterangan:
t = polen berkecambah normal
m = polen yang tidak berkecambah (tidak
mampu membentuk tabung polen) dan
polen abnormal.

Daya berkecambah diamati dengan menggunakan metode seperti yang
dilakukan oleh Wahyudin (1999), Suketi et al. (2011), dan Rahayu (2013) yaitu
dengan menggunakan metode bidang pandang. Semua area gelas obyek diamati
dengan menggeser meja preparat ke samping selebar diameter bidang pandang
mikroskop dengan bantuan mistar pada meja preparat di mikroskop. Perhitungan
dilakukan pada seluruh area gelas obyek.

Uji Kompatibilitas Polen Pepaya
Percobaan kali ini analisis kompatibilitas polen bunga hermaprodit IPB 1,
IPB 3, dan IPB 6 pada stigma bunga betina IPB 9 dilakukan dengan melihat arah
perkecambahan tabung polen terhadap stigma setelah dua jam, kemudian
dilanjutkan dengan menghitung persentase kompatibilitas. Hal tersebut mengacu
pada penelitian sebelumnya oleh Lush et al. (1998) dan Rahayu (2013).

17
HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kuantitatif
Proses pembuahan terjadi jika pertumbuhan tabung polen dapat mencapai
sel telur, untuk itu perlu diketahui viabilitas polen yang diamati dari beberapa
variabel seperti diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah
polen. Hasil percobaan perkecambahan polen dianalisis menggunakan RAL
dengan uji lanjut DMRT (Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3) dan uji
kontras ortogonal (Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran 6) untuk mengetahui
pengaruh kategori ukuran buah terhadap variabel yang diamati.
Hasil analisis percobaan perkecambahan polen pepaya dari empat genotipe
yaitu IPB 1, IPB 3, IPB 6, dan IPB 9 selama empat jam dapat dilihat pada Tabel 1
diperoleh hasil bahwa diameter polen, panjang tabung polen dan daya
berkecambah polen terbesar dimiliki oleh polen pepaya IPB 9 (kategori buah
sedang) yaitu 0.035 mm, 0.458 mm dan 57.7%. Diameter polen terkecil dihasilkan
oleh genotipe IPB 3 (kategori buah kecil) yaitu 0.030 mm, sedangkan panjang
tabung polen dan daya berkecambah polen terkecil dihasilkan oleh genotipe IPB 6
(kategori buah besar) yaitu 0.180 mm dan 5.5%.
Tabel 1. Diameter polen, panjang tabung polen, dan daya berkecambah
polen pepaya
Genotipe

IPB 1 (kecil)
IPB 3 (kecil)
IPB 6 (besar)
IPB 9 (sedang)
Uji Kontras
Kecil vs sedang
Kecil vs besar
Sedang vs besar

Diameter Polen
(mm)

Panjang Tabung
Polen (mm)

0.031a
0.030a
0.034a
0.035a

0.402a
0.324ab
0.180b
0.458a

Daya
Berkecambah
Polen(%)
33.2b
35.3b
5.5c
57.7a

tn
tn
tn

tn
tn
*

*
*
*

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata, sedangkan angka dengan huruf yang berbeda berbeda nyata
* = berpengaruh nyata pada uji F (α=5%)
tn = tidak berpengaruh nyata pada uji F (α=5%)

18
Hasil penelitian Suketi et al. (2011) menunjukkan tidak ada hubungan
antara kategori pepaya berdasarkan ukuran buah dengan viabilitas polen yang
diukur dari daya berkecambah polen dan panjang tabung polen pada pepaya
genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 9, dan IPB 10. Setiap
genotipe yang diuji menunjukkan karakteristik viabilitas polen yang berbeda
dengan genotipe lainnya.

Diameter Polen Pepaya
Diameter polen pada genotipe IPB 1, IPB 3, IPB 6, dan IPB 9 tidak berbeda.
Diameter polen juga tidak dipengaruhi oleh kategori ukuran buah, sehingga
kategori ukuran buah dan genotipe pepaya tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk
menentukan besarnya diameter polen (Tabel 1). Hasil tersebut berbeda dengan
penelitian Suketi et al. (2011) yaitu genotipe berpengaruh nyata terhadap diameter
polen. Diameter polen kategori sedang (IPB 5, IPB 9, dan IPB 10) berbeda nyata
dengan diameter polen kategori besar ( IPB 2, IPB 7, dan IPB 8). Diameter polen
kategori kecil (IPB 1, IPB 3, dan IPB 4) tidak berbeda nyata dengan kategori
pepaya besar.
Diameter polen pada empat genotipe bervariasi pada beberapa jam
pengamatan. Peningkatan diameter polen cukup tinggi dihasilkan oleh genotipe
pepaya IPB 3 pada tiga jam pengamatan dan menurun kembali setelah 3.5 jam
pengamatan (Gambar 1). Variasi yang terjadi pada diameter polen disebabkan
perbedaan viabilitas polen tiap satuan percobaan dan terjadinya peningkatan

Diameter Polen (mm)

pertumbuhan tabung polen sehingga diameter polen semakin menurun.
0,06
0.06
0.05
0,05
0,04
0.04
0,03
0.03
0,02
0.02
0,01
0.01
0

IPB 1
IPB 3
IPB 6
0,5
0.5

1

1,5
2
2,5
1.5
2.5
Waktu (jam)

3

3,5
3.5

4

Gambar 1. Diameter polen empat genotipe pepaya selama empat jam pada uji
perkecambahan polen

19
Panjang Tabung Polen Pepaya
Hasil analisis yang diperoleh pada percobaan ini adalah pertumbuhan
panjang tabung polen terbesar dihasilkan pada perkecambahan polen genotipe
pepaya IPB 9 (kategori buah sedang) yaitu 0.458 mm dan pertumbuhan panjang
tabung polen terkecil dihasilkan oleh genotipe IPB 6 (kategori buah besar) yaitu
0.180 mm dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil penelitian Suketi et al. (2011) tentang
viabilitas dan pertumbuhan tabung polen menunjukkan bahwa panjang tabung
polen untuk pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3, dan IPB 4) lebih panjang
dari kategori buah lainnya yaitu sebesar 1,030.67±19.14 µm, sementara jarak
antara stigma dan bakal buah pendek (14.85±19.14 mm) sehingga diduga proses
pembuahan akan terjadi lebih cepat dibandingkan pada kategori buah pepaya
lainnya.
Perbedaan hasil dari percobaan sebelumnya disebabkan oleh viabilitas polen
yang rendah karena kondisi tanaman yang tidak optimum dan bunga yang tidak
tepat pada fase satu hari sebelum antesis sehingga menyebabkan pertumbuhan
panjang tabung polen pada pepaya genotipe IPB 1 dan IPB 3 (kategori buah kecil)
lebih rendah dibanding pepaya genotipe IPB 9 (kategori buah sedang) yang
viabilitas polennya masih tinggi (Tabel 1).
Hasil sidik ragam yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa panjang
tabung polen pada genotipe IPB 1 tidak berbeda dengan IPB 3 dan IPB 9 tetapi
panjang tabung polen IPB 1 berbeda dengan IPB 6. Panjang tabung polen
dipengaruhi oleh kategori ukuran buah perbandingan kategori pepaya sedang
(IPB 9) dengan pepaya besar (IPB 6). Menurut Suketi et al. (2011) panjang tabung
polen untuk pepaya kategori kecil (IPB 1, IPB 3, dan IPB 4) tidak berbeda dengan
pepaya ketegori buah besar (IPB 2, IPB 7, dan IPB 8) dan kategori buah sedang
(IPB 5, IPB 9, dan IPB 10).
Pertumbuhan tabung polen cenderung meningkat sampai empat jam
pengamatan pada empat genotipe, tetapi pada pepaya genotipe IPB 1 menurun
pada tiga jam pengamatan ditunjukkan oleh Gambar 2. Penurunan pertumbuhan
panjang tabung polen disebabkan viabilitas polen yang rendah pada satuan
percobaan tersebut, karena pada setiap satuan percobaan tidak selalu berasal dari
satu bunga yang sama sehingga viabilitasnya berbeda. Perbandingan pertumbuhan

20
panjang tabung polen pada empat genotipe pepaya bervariasi pada saat 0.5 dan 1.5

Panjang tabung polen
(mm)

jam ditunjukkan oleh Gambar 3 dan Gambar 4.
0,5
0.5
0,4
0.4

IPB 1
IPB 3
IPB 6
IPB 9

0,3
0.3
0.2
0,2
0,1
0.1
0
0.5
0,5

1

1.5
1,5

2.5
2
2,5
Waktu (jam)

3

3.5
3,5

4

Gambar 2. Pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe pepaya selama
empat jam pada uji perkecambahan polen

IPB 1

IPB 3

IPB 6

IPB 1

Gambar 3. Perbandingan pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe
pepaya pada 0.5 jam uji perkecambahan polen (perbesaran 400x)

21
IPB 1

IPB 6

IPB 3

IPB 9

Gambar 4. Perbandingan pertumbuhan panjang tabung polen empat genotipe
pepaya pada 1.5 jam uji perkecambahan polen (perbesaran 400x)

Daya Berkecambah Polen Pepaya
Hasil analisis ragam yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan hasil bahwa
pada empat genotipe polen yaitu daya berkecambah polen genotipe IPB 1 tidak
berbeda dengan IPB 3, tetapi daya berkecambah polen IPB 1 berbeda dengan
IPB 6 dan IPB 9. Daya berkecambah polen dipengaruhi oleh kategori buah,
sehingga kategori buah kecil, sedang dan besar dapat dijadikan tolok ukur untuk
menentukan besarnya daya berkecambah polen.
Menurut Suketi et al. (2011) daya berkecambah polen merupakan salah satu
tolok ukur untuk mengetahui viabilitas polen. Daya berkecambah polen pepaya
setiap kategori buah pada 0.5, 1.5, 2.5, dan 4 jam pengamatan mengalami
peningkatan yang beragam. Pada pepaya kategori buah kecil, daya berkecambah
polen genotipe IPB 3, IPB 1 dan IPB 4 selama empat jam berturut-turut sebesar
62.66%, 50.68%, dan 55.46%. Daya berkecambah polen pepaya kategori buah
sedang (genotipe IPB 9) adalah 58.95%.
Peningkatan daya berkecambah polen terbesar diperoleh pada genotipe
IPB 9. Hal tersebut disebabkan oleh viabilitas polen yang tinggi karena pada saat

22
pengambilan bunga hermaprodit mendekati atau tepat pada fase satu hari sebelum
antesis dan kondisi tanaman yang masih optimum. Pepaya genotipe IPB 1 dan
IPB 3 cenderung mempunyai peningkatan daya berkecambah yang sama, hal
tersebut disebabkan keduanya merupakan genotipe kategori buah berukuran kecil
dengan kondisi tanaman yang sudah tidak optimum. Pepaya genotipe IPB 6
mempunyai peningkatan daya berkecambah yang rendah disebabkan bunga yang

Daya Berkecambah (%)

tidak tepat satu hari sebelum antesis sehingga viabilitasnya rendah (Gambar 5).
70
60
50
40
30
20
10
0

IPB 1
IPB 3
IPB 6
IPB 9

0,5
0.5

1

1,5
2
2,5
1.5
2.5
Waktu (jam)

3

3,5
3.5

4

Gambar 5. Daya berkecambah polen empat genotipe pepaya selama empat jam
pada uji perkecambahan polen

Kompatibilitas Polen dan Stigma Pepaya
Menurut Lush et al. (1998) yaitu hidrasi polen dan pertumbuhan tabung
polen dalam sistem kultur dengan melihat arah pertumbuhannya pada stigma
Nicotiana alata. Perkecambahan tabung polen pada stigma dipantau dengan
memeriksa butiran yang dilepaskan dengan cara meletakkan stigma dalam minyak
mineral dan pewarnaan untuk mengetahui keberadaan tabung polen dalam stigma.
Perkecambahan pertama kali terdeteksi pada butiran yang dilepas pada stigma 30
menit setelah polinasi. Tabung pertama pada stigma itu juga terdeteksi setelah 30
menit, tetapi periode utama penetrasi ke stigma terjadi antara dua dan empat jam
setelah polinasi. Mayoritas (90%) dari tabung polen tumbuh menuju langsung ke
stigma.

23
Percobaan kompatibilitas polen dilakukan dengan menggunakan polen dari
bunga hermaprodit pada masing - masing genotipe meliputi IPB 1, IPB 3, IPB 6,
dan IPB 9 dan stigma dari bunga betina IPB 9. Uji kompatibilitas yang dilakukan
p