Rancang Bangun Diklat by AM.Mirfani

(1)

Materi Diklat AKD

Bagi Aparatur di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Karawang

yang diselenggarakan

tanggal 7 s.d. 16 Mei 2002

Oleh:

ACENG MUHTARAM MIRFANI (Lektor Kepala pada FIP UPI)

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT

BADAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN DAERAH


(2)

Oleh: Aceng Muhtaram Mirfani**

A. PENDAHULUAN

Pendidikan (education) dan latihan (training) berfungsi amat strategis dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Organisasi apapun sangatlah membutuhkan SDM berkualitas dalam memperjuangkan eksistensinya agar tetap bertahan (survive). Betapapun lengkap, canggih, dan tertata dengan rapi berbagai aspek keorganisasian non SDM, tidaklah bermakna positif bagi bertahannya organisasi jika SDM-nya sendiri kurang atau tidak tahu, tidak mau, dan tidak mampu untuk memanfaatkan kesemuanya itu sebagaimana mestinya sesuai dengan bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam perspektif ilmu pendidikan, ketiga upaya menjadikan tahu, mau, dan mampu adalah merupakan ranah (domain) perubahan yang hendaknya terjadi dalam suatu proses ajar (learning process). Ketiga ranah tersebut dikenal sebagai ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Jika ketiganya telah dapat ditumbuhkembangkan dan

merupakan suatu hal yang berlangsung sebagai upaya

memperbaharui lingkungan internal organisasi, maka berarti telah terjadi apa yang dikenal sebagai organisasi belajar (learning organization). Hanya organisasi yang belajarlah yang lebih memungkinkan memiliki daya kompetitif dan daya komparatif di tengah pergulatan kehidupan organisasi-organisasi yang kian cepat maju sampai dalam bentukvirtual organization.

RANCANG BANGUN PROGRAM

PENDIDIKAN DAN LATIHAN (DIKLAT)*

* Disajikan pada Diklat AKD bagi Aparatur Pemkab Karawang, 8 Mei 2002 ** Lektor Kepala pada FIP UPI


(3)

Bila mencermati UUSPN (1989), ketiga ranah perubahan dalam suatu proses ajar tercermin dalam tiga kegiatan pendidikan, yaitu pengajaran, bimbingan, dan latihan (pasal 1, ayat 1). Jadi dalam artian yang luas sebetulnya latihan merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan. Karena itu terminologi “pendidikan” (education) pada judul tersebut di atas lebih sebagai maksud pengembangan (development) sebagaimana banyak dikemukakan dalam berbagai literatur yang membahas PSDM. Pelatihan diarahkan untuk membantu pegawai menunaikan pekerjaan mereka saat ini, sedangkan pengembangan mewakili suatu investasi yang berorientasi ke masa depan dalam diri pegawai (Simamora, 1997). Atau dikatakan pula bahwa “melatih” mengacu kepada meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan sekarang ini atau yang segera muncul, dan perkembangan mengacu pada peningkatan keterampilan dalam jangka panjang.

Di antara persoalan yang sangat urgen bagi para pimpinan organisasi, terutama yang mengurusi ketenagaan atau kepegawaian, adalah bagaimana agar program Diklat (baca: pelatihan dan pengembangan) menjadi sebagai sumbu dari organisasi belajar. Untuk itu ada banyak model rancangan. Model begaimanapun rancangan program Diklat, pada dasarnya meliputi berbagai komponen system yang dipandang perlu bagi suatu program pelatihan dan pengembangan.

ESENSI BELAJAR ADALAH PERUBAHAN

PERUBAHAN ADALAH PERTUMBUHAN DAN KEMAJUAN TUMBUH DAN MAJU ADALAH PEMBARUAN PEMBARUAN DIRI ADALAH INTI ORGANISASI BELAJAR


(4)

B. UNSUR-UNSUR RANCANGAN PROGRAM DIKLAT

Suatu rancangan program Diklat dapat dibangun dengan memperhatikan unsur-unsur pokoknya. Paling tidak ada tiga gugus unsur program yang patut dipertimbangkan, yaitu unsur-unsur fondasi program, unsur-unsur badan program, dan unsur-unsur perlindungan program.

1. Fondasi Program Diklat

Suatu program Diklat yang dibangun dalam rangka organisasi belajar harus memiliki fondasi yang kokoh dan tepat. Kokohnya fondasi ini berpijak pada tiga dimensi keorganisasian yang masing-masing merupakan unsur yang esensial. Unsur esensial pertama dari fondasi suatu program Diklat adalah potensi SDM yang ada yang meliputi aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan keterampilan (skills). Kemudian sebagaimana peruntukkan pentingnya latihan yang mengacu pada upaya membantu pegawai menunaikan tugas pekerjaan saat ini, maka unsur esensial kedua adalah aspek yang menyangkut misionari organisasi yaitu tipe peranan-peranan pada masing-masing posisi yang ada di organisasi. Setiap pegawai memiliki peran sesuai dengan posisinya masing-masing. Tindakan apa yang dituntut dari pemegang suatu peran dalam organisasi (expectations) tercermin pada rincian tugas/pekerjaan (job descriptions) yang semestinya telah ditetapkan.

Di samping itu peruntukkan pentingnya pengembangan sebagai investasi yang berorientasi ke depan dari para pegawai, maka unsur esensial yang ketiga adalah menyangkut aspek visionary yaitu berkenaan dengan tantangan lingkungan organisasi. Atas dasar ketiga unsur esensial yang membuat kokohnya fondasi suatu program Diklat itu maka sekaligus tepatnya fondasi dapat diletakkan pada unsur kebutuhan (needs).


(5)

Kebutuhan-kebutuhan akan pengetahuan, sikap, dan keterampilan ditetapkan berdasarkan kesenjangan-kesenjangan (gaps) antara potensi SDM baik dengan aspek visionary, maupun dengan aspek misionari. Kesenjangan pertama berkaitan dengan sisi kepentingan rancang bangun pengembangan (development), sedangkan kesenjangan kedua berkaitan dengan sisi kepentingan rancang bangun pelatihan (training).

Secara sederhana keterkaitan unsur-unsur bagian fondasi dari rancang bangun Diklat dapat dilukiskan sebagai bagan berikut.

2. Badan Program Diklat

Ruang gerak suatu Diklat sebaiknya dibatasi oleh unsur-unsur yang tercakup dalam badan programnya. Unsur-unsur-unsur yang esensial dari suatu badan program Diklat meliputi tujuan (objectives), isi (content), metode (methods), dan pelaku (actors). Bagaimana kesemua unsur esensial tersebut ditetapkan dapat didasarkan atas berbagai pijakan yang terkait dengan kepentingan

POTENSI SDM - Knowledge

- Attitude - Skills

VISIONARI (Tantangan Lingkungan) MISIONARI

(Tuntutnan Peranan)

KEBUTUHAN - Knowledge

- Attitude - Skills

GAPS

PROGRAM PELATIHAN

PROGRAM


(6)

setiap unsur tersebut. a. Penetapan tujuan Diklat

Suatu program Diklat dapat ditujukan pada beberapa kepentingan seperti: perbaikan kinerja, pemutakhiran keahlian, menjadikan pegawai kompeten pada pekerjaan, membantu memecahkan masalah operasional, mempersiapkan promosi pegawai, mmengorientasikan pegawai terhadap organisasi, memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Dengan demikian di antara hal yang terkait dengan tujuan suatu Diklat yang patut dijadikan pertimbangan adalah karakteristik keluarannya.

Karakteristik keluaran Diklat sebagaimana kepentingannya tersebut patut untuk dijadikan pijakan dalam menentukan tujuan mengingat pada gilirannya sifat-sifat individu berpengaruh dalam mempersepsi perilaku dan perbedaan individual. Dalam kaitan ini Gibson dkk. (1982:56), berdasar dari masing-masing riset yang dilakukan R. D. Norman (1953), J. Bossum dan A. H. Maslow (1959), dan K. T. Omivake (1954) menarik kesimpulan bahwa: (1) dengan mengenal diri kita sendiri, kita lebih mudah melihat orang lain secara teliti; (2) ciri khas diri sendiri mempengaruhi ciri khas yang dikenali dalam diri orang lain; dan (3) orang yang menerima dirinya sendiri lebih mungkin untuk melihat segi-segi yang baik dari orang lain.

Tujuan (objective) ialah pernyataan yang bisa diukur dan dicapai. Sebagai suatu hasil adalah esensial bagi rencana Diklat dan karenanya mempersiapkan seperangkat sasaran menjadi penting (crucial) dalam proses pengembangan rancang bangun program Diklat.

Lebih jauh menurut Michael Armstrong (1995) suatu tujuan yang baik ditandai oleh lima hal yang dituliskan dalam akronim SMART (stretching, measurable, agreed, realistic, time related).


(7)

Kelima criteria tersebut sebaiknya tercakup pada tiga jenis tujuan belajar: pengetahuan kognitif (knowledge), hasil berdasar keteramplan (skills), dan hasil yang berpengaruh (attitude).

b. Penetapan isi Program Diklat

Demikian halnya dengan isi program Diklat (itraining/ development content) kiranya perlu ditujukan guna terpenuhinya kepentingan yang dimaksudkan. Diklat harus mempunyai isi yang sejalan dengan tujuannya. Sebab dengan itu program telah sekaligus berorientasi pada tuntutan persyaratan ketenagaan sesuai tugas SDM yang bersangkutan.

Apa saja yang bisa dijadikan isi program Diklat yang terkait dengan masing-masing tujuan. Dilihat dari jenis tujuan sebagaimana tersebut di atas, maka isi program Diklat harus memuat unsur-unsur: teori (theories), nilai (values), dan pengalaman (practice). Persoalannya bagaimana ketiga unsur tersebut termuat dalam paket program Diklat yang biasa dikenal sebagai kurikulum. Jadi isi program Diklat yang representatif dapat tercermin pada pengembangannya dalam kurikulum dengan bobot taksonomi yang proporsional.

Unsur teori dapat merentang dari yang paling kongkrit hingga paling abstark. Rentangan tersebut adalah fakta sensesi -konsep - konstruk - proposisi - teori. Sedangkan unsur nilai dapat memuat etika, estetika, dan dialektika. Adapun unsur pengalaman dapat lebih ditekankan pada yang empirik daripada yang kogitatif. Oleh karena itu ujudnya dituangkan dalam bentuk praktek-praktek.

Dalam pengejawantahannya, mengingat kutikulum sendiri dapat dibedakan antara yang nyata (actual) dan tersembunyi (hidden), maka sangat tergantung pada profesionalitas tenaga yang menjalankannya.


(8)

berbagai model. Satu hal yang penting untuk dipahami adalah model-model spesifik pengembangan isi program Diklat. Satu di antaranya adalah rancangan-rancangan isi program (curriculum designs) yang dikemukakan oleh Saylor dan Alexnder (1973:198-205), yaitu rancangan yang terpusat pada kompetensi spesifik (Designs Focused On Specific Competencies). Dijelaskannya bahwa suatu rancangan berdasarkan kompetensi khusus ditandai ajaran-ajaran (learnings) spesifik, sekuensial, dan demontratif dari tugas-tugas, kegiatan-kegiatan, atau keterampilan-keterampilan yang merupakan tindakan-tindakan untuk dipelajari dan ditampilkan oleh peserta Diklat. Dengan demikian makin tertuju pada analisis pekerjaan mengenai pengkhususan dari keterampilan-keterampilan dasar pada pekerjaan dan perkembangan kegiatan latihan khusus untuk keterampilan-keterampilan dalam suatu tatanan sekuensial.

c. Penetapan Metode Diklat

Strategi atau metodologi Diklat yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai model-model pembelajaran perlu ditetapkan dengan pertimbangan kecenderungan kesanggupan belajar peserta program Diklat yang bersangkutan. Belajar merupakan salah satu proses fundamental yang mendasari perilaku. Perubahan perilaku yang menjadi ciri belajar mungkin adaptif dan memajukan efektivitas dan mungkin juga tidak adaptif dan inefektif. Ini berarti proses terjadinya beberapa perubahan dalam perilaku harus disimpulkan dalam perubahan perilaku.

Castetter (1981) memperkenalkan empat alternatif metode pembelajaran yang dapat dipilih, yaitu: self-instruction, tutorial, group instruction, dan kombinasi dari ketiganya. Kemungkinan penerapannya harus didasarkan atas pertimbangan berbagai hal. Sejalan dengan Abin Syamsuddin (1986), maka ada empat hal


(9)

yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan strategi dan metode pembelajaran. (1) bertalian dengan tujuan dan materi program, (2) bertalian dengan kemungkinan tersedianya daya dukung fasilitas Diklat, (3) bertalian dengan kenyataan bervariasinya karakteristik peserta Diklat, dan (4) berkenaan dengan kebijakan manajerial dan kepemimpinan institusional yang berlaku.

Sehubungan dengan itu dalam perancangan suatu pembelajaran antara lain Saylor dan Alexander (1973)

mengemukakan bahwa pendidikan yang maju sangat

memperhatikan keterlibatan peserta Diklat. Dalam pada itu setiap individu cenderung memiliki gaya belajarnya (learning styles) sendiri yang mungkin cocok bagi dirinya dan belum tentu bagi individu lain. Karenanya perlakuan 'membelajarkan' sekelompok individu perlu memperhatikan selain faktor sasaran dan isi program Diklat juga memperhatikan kecenderungan faktor kesanggupan belajar dari kelompok peserta Diklat. Saylor dan Alexander menjadikan gaya-gaya belajar individu sebagai salah satu dasar untuk memilih metode.

Dengan demikian perubahan perilaku yang diharapkan dari peserta Diklat didekati dengan suatu stategi yang tepat. Maksudnya bagaimana sebaiknya upaya pembelajaran ditempuh guna mencapai sasaran yang diinginkan. Demikian halnya kenyataan variasi karakteristik peserta Diklat sebagai sesuatu yang faktual dan universal. Karena itu tersedianya alternatif strategi pembelajaran

merupakan tuntutan logis jika memang dikehendaki

terselenggaranya suatu Diklat yang efektif.

Kelemahan pelaksanaan suatu program Diklat bisa terjadi pada segi strategi, konten, dan atau instrumen pembelajaran yang mungkin belum cocok dengan karakteristik baik dengan bidang-bidang tugas yang bersangkutan maupun diri para pegawai sendiri.


(10)

Manajemen pembelajaran yang selama ini berjalan mungkin masih menggunakan model konvensional, yaitu pembelajaran klasikal dengan konten dan instrumen yang umum. Dengan hanya penggunaan model tersebut nampaknya tidak semua kebutuhan belajar (minat, perhatian, gaya) peserta Diklat dapat terpenuhi. Akibatnya optimalisasi hasil Diklat sulit ditingkatkan.

Sehubungan dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut guna upaya perbaikan mutu program Diklat kiranya patut ditemukan suatu desain manajemen pembelajaran yang lebih adaptif dan fisibel. Dengan pengindahan metode terpilih maka model pembelajaran, konten dan instrumen lebih spesifik kiranya dapat dipadukan sehingga merupakan suatu desain manajemen pembelajaran alternatif yang dapat memberi nilai tambah dalam upaya perbaikan mutu Diklat.

Dengan demikian persoalannya adalah bagaimana desain manajemen pembelajaran dalam kerangka program suatu Diklat mengindahkan metode terbaik agar para peserta Diklat lebih memiliki konsepsi yang tepat mengenai pembelajaran dimaksud dan lebih terpenuhi aspek-aspek kebutuhannya.

Yang pasti para pegawai dalam kapasitasnya sebagai orang dewasa, maka amat penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogy). Beberapa prinsip yang penting meliputi:

 Belajar adalah berdasar pengalaman  Belajar terpusat pada masalah

 Belajar ditingkatkan oleh partisipasi aktif  Belajar adalah kolaboratif


(11)

1

d. Penetapan Pelaku Diklat

Pelaku utama dari suatu parogram Diklat adalah para peserta yang dilatih atau yang dikembangkan dan para pelatih atau pengembangnya. Persoalah menetapkan siapa pegawai yang hendaknya diikutsertakan dalam suatu program Diklat sudah semestinya dilakukan bersamaan saat penentuan kebutuhan-kebutuhan Diklat itu sendiri.

Kesenjangan antara tuntutan pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai hasil kajibanding antara potensi SDM yang ada baik dengan aspek visionary maupun aspek misionari telah dengan sekaligus menunjukkan kelompok-kelompok SDM yang memerlukan pelatihan atau pengembangan. Karena mungkin satu sisi tidak semua pegawai memerlukan Diklat dengan suatu program tertentu dan di sisi lain suatu program Diklat tertentu diperlukan banyak pegawai sementara kemampuan masih terbatas untuk melayaninya, maka pilihannya adalah penentuan prioritas.

Pilihan prioritas pegawai untuk disertakan dalam suatu program Diklat merupakan putusan yang penting bagi organisasi dan indupidu terpilih. Memberikan Diklat kepada prioritas pegawai yang tepat dapat membantu menciptakan dan mempertahankan SDM yang stabil. Sebaliknya kekeliruan dalam penetapan prioritas akan berakibat mahal. Dua hal pokok yang dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan prioritas peserta Diklat adalah:

 Bagi pilihan bidang tugas, dahulukan bidang tugas yang menempati posisi paling strategis bagi ketahanan organisasi.

 Bagi pilihan pegawai, utamakan pegawai yang motif berprestasinya paling tinggi dan memiliki dampak ganda (multiplier effect) dalam meningkatkan produktivitas organisasi.


(12)

1

Demikian halnya, memilih pelatih/pengembang adalah sangat penting. Memilih mereka yang baik tidaklah mudah. Terdapat dua persolan potensial yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelatih/pengembang. Pertama, pegawai-pegawai yang produktif dicabut dari tugas mereka agar bisa bertindak sebagai pelatih/ pengembang. Kedua, produktivitas yang tinggi tidaklah berarti bahwa seorang pegawai bakal menjadi seorang pelatih/pengembang yang baik. Di samping memiliki kecakapan, seorang pelatih yang baik juga kompeten dalam dalam tugas pelatihan.

Profesionalisme dalam penyelenggaraan Diklat pada beberapa instansi nampak telah mulai tumbuh. Tenaga yang dipilih untuk melaksanakan tugas pelatihan, seperti para widyaiswara, diharuskan memiliki sertifikat Akta Mengajar. Hal tersebut telah sesuai dengan nafas profesionalisasi sebagaimana perundangan tentang tenaga kependidikan (PP No. 38/1992).

3. Perlindungan Program Diklat

Betapapun suatu program Dilklat telah memiliki pijakan fondasi yang kokoh dan tepat, juga badan program yang komprehensif dan utuh, bisa saja menjadi beku dan atau aus jika tidak terlindung dari guyuran perilaku birokrasi yang menyimpang dan atau sengatan perubahan Iptek. Oleh karena itu perlu juga disiapkan unsur-unsur perlingdungannya. Dua unsur utama dari perlindungan suatu program Diklat adalah kepastian hukum dan jaminan professional.

Organisasi belajar hendaknya menjadikan pelatihan dan pengembangan sebagai hak sitiap pegawai. Di samping itu perlu kejelasan dan bahkan kepastian aturan bagi pegawai yang telah menyelesaikan suatu program Diklat tertentu untuk dapat meniti karirnya ke tingkat posisi yang lebih tinggi. Tegasnya bagaimmana


(13)

1

system mampu menetapkan keterkaitan program Diklat dengan pengembangan karir pegawai yang terencana. Dalam beberapa segi hal tersebut pada umumnya telah berjalan, khususnya dalam kaitan eselonisasi.

Seiring dengan unsur kepastian hukum (aturan) sebagaima tersebut diatas, unsur jaminan professional pun penting adanya, sebab dasar hadirnya program Diklat juga terkait pula dengan adaptabilitas organisasi. Bagaimana para pegawai dapat terus mengukuti arus perubahan system yang juga semestinya diprogram sejalan dengan upaya memperkecil kesenjangan antara aspek misiorani dan visionary organisasi.

Dalam kerangka itu pula program Diklat mesti diarahkan agar para pegawai senantiasa melakukan pekerjaan berdasarkan pertimbangan profesionalnya, dalam arti sebagaimana penguasaan pengetahuan, sikap, dan skills-nya sebagaimana dilatihkan kepadanya. Untuk itu suatu program Diklat dirancang, dilaksanakan dan dikendalikan oleh unit organisasi dan orang-orang di dalamnya yang dipersiapkan khusus untuk melakukan tugas tersebut.

C. LOKASI PROGRAM DIKLAT

Unsur-unsur rancangan program Diklat yang meliputi gugus fondasi, badan, dan perlindungan tersebut di atas belum lengkap sebagai suatu kesatuan rancang bangun tanpa ketetapan lokasi dimana program tersebut ditempatkan. Sejalan dengan Schuler dan Jackson (1996), jenis lokasi bagi suatu program Diklat dapat terdiri atas (1)on the job(di tempat kerja, (2)on-site(di tempat, tapi bukan di tepat kerja), dan (2)off the job(di luar tempat kerja).

Diklat on the job terjadi bila para pegawai mempelajari pekerjaan di bawah pengawasan langsung. Peserta Diklat belajar dengan mengamati pegawai-pegawai yang berpengalaman. Beberapa


(14)

1

yang tercakup dalam jenis lokasi ini, yaitu latihan instruksi kerja, latihan magang, internship, asistensi, rotasi kerja, mentoring.

Beberapa manfaat yang ditawarkan jenis Diklat on the job adalah:

 Pegawai melakukan pekerjaan yang sesungguhnya.  Pegawai mendapat pembelajaran dari pegawai senior

datau pengawas yang berpengalaman.

 Diklat dilakukan dalam lingkungan kerja nyata di bawah kondisi normal, tidak perlu fasilitas khusus.

 Diklat informal, relatif tidak mahal dan mudah dijadwalkan.

 Diklat dapat menciptakan hubungan kerjasama antara pegawai dengan pelatih.

 Diklat relevan dengan pekerjaan dan membantu memotivasi pegawai.

Adapun kelemahan-kelemahan dari jenis Diklat on the job adalah:

 Diklat cenderung serampangan sebab pelatih mungkin tidak termotivasi untuk melatih atau bertanggung jawab.  Pelatih yang mampu melaksanakan pekerjaan dengan.

baik belum tentu memiliki kemampuan melatih orang lain untuk bekerja dengan baik.

 Keterbatasan waktu yang dimiliki pelatih bisa menghapuskan elemen penting dari proses pelatihan.  Pegawai yang tidak terlatih mungkin memiliki dampak

negatif pada pekerjaan dan kinerja organisassional. Jenis lokasi Diklat on-site dilakukan di tempat kerja tapi bukan dalam pekerjaan. Beberapa latihan yang masuk jenis ini adalah: instruksi terprogram, videotape, videodisk, IVT, dan latihan telekomunikasi.


(15)

1

Beberapa manfaat yang ditawarkan Diklat of-site adalah:  Menetapkan belajar dan umpan balik individual.  Memungkinkan belajar cepat.

 Menyalurkan informasi yang konsisten kepada pegawai dalam berbagai lokasi.

 Memungkinkan latihan lebih banyak penginderaan.

 Memberikan pandangan dan pengetahuan yang

mutakhir.

Adapun kelemahannya antara lain:

 Memerlukan waktu untuk berkembang.  Mahal untuk dikembangkan.

 Perangkat pembelajaran yang terbatas.  Tidak layak untuk organisasi kecil.

Adapun jenis Diklat off the job dilaksanakan pada lokasi terpisah. Program diberikan kepada pegawai pada waktu yang terpisah dari waktu kerja reguler mereka. Yang tercakup dalam jenis ini adalah kursus formal, simulasi, permainan peran, pelatihan sensitivitas, pelatihan alam terbuka. Jenis diklat off the job ini terbagi menjadi dua bentuk. Pertama, yaituin-house yang diorganisasikan oleh staf internal organisasi dan diselenggarakan di dalam fasilitas organisasi yang bersangkutan. Kedua, off-site yang diadakan jauh dari organisasi yang diseponsori oleh asosiasi professional, institusi pendidikan, atau konsultan independen.

Beberapa keunggulan yang ditawarkan jenis Diklat off-the-job adalah:

 Biaya yang efisien sebab biasanya kelomok-kelompok yang dilatih.

 Pelatih yang lebih kompeten dibanding jenis on-the job  Memungkinkan diikuti oleh pegawai dari organisasi yang


(16)

1

kecil.

 Membuka wawasan pegawai untuk mempelajari metode atau teknik-teknik yang baru.

 Mengurangi risiko bagi organisasi yang mempekerjakan pegawai yang tidaak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai.

Sedangkan kelemahannya yang potensial dari jenis Diklat off-the-job adalah:

 Para pegawai yang mengikuti Diklat tidak melakukan pekerjaan mereka sehingga merupakan tambahan biaya.  Kecenderungan yang lebih bersifat teoritis dan nilai

praktis yang terbatas sebab tidak ditujukan menengani masalah-masalah dan situasi khusus bagi seseorang pegawai.

 Kecocokan antara tipe pelatihan dengan kebutuhan yang dinilai kerap kali rendah.

D. PENUTUP

Demikian beberapa pokok pikiran berkenaan dengan rancang bangun suatu program Diklat. Apa yang telah dipaparkan adalah merupakan rancangan makro sebagai tahap awal dari keseluruhan proses pembinaan pegawai. Beberapa hal lain yang masih perlu dikembangkan dalam bentuk lebih rinci sebagai tahap rancangan mikro, kemudian tingkat operasional sebagai tahap implementasi, dan evaluasi sebagai tahap area hasil.


(17)

1 E. REFERENSI

Armstrong, M., (1995), A Handbook of Personnel Management Practice, London: Kogan Page.

Banghart, F.W. and Trull, A., (1972), Educational Planning, new York: Macmillan.

Castetter, W.B., (1981), The Personnel Function in Educational Administration, New York: MacMillan Publishing Co. Inc.

Gagne, R.M. and , Briggs, L.J. (1978), Principles of Instructional Design, New York: Holt, Rinehart and Winston.

Kaufman, R.A. (1972), Educational System Planning, Englewoods Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Makmun, Tb.Abin S. (1986), Efektivitas Proses Belajar Mengajar Dengan Menggunakan Tiga Model Pendekatan Manajemen Sistem Instruksional dan Mengindahkan Tiga Kategori Kemampuan Belajar Siswa, Disertasi, FPS IKIP Bandung. Saylor, J.G. and Alexander, W.M., (1974), Planning Curriculum for

Schools, New York: Holt, Rinehart and Winston.

Schuler, R. S. dan Jackson, S. E., (1996), Human Resources Management, edisi alih bahasa: Nurdin dan Yahya, Jakarta: Erlangga,

Simamora, Henry (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPSTIE YKPN.


(18)

----o0o----1 AKTOR

(Trainee-Trainer)


(1)

system mampu menetapkan keterkaitan program Diklat dengan pengembangan karir pegawai yang terencana. Dalam beberapa segi hal tersebut pada umumnya telah berjalan, khususnya dalam kaitan eselonisasi.

Seiring dengan unsur kepastian hukum (aturan) sebagaima tersebut diatas, unsur jaminan professional pun penting adanya, sebab dasar hadirnya program Diklat juga terkait pula dengan adaptabilitas organisasi. Bagaimana para pegawai dapat terus mengukuti arus perubahan system yang juga semestinya diprogram sejalan dengan upaya memperkecil kesenjangan antara aspek misiorani dan visionary organisasi.

Dalam kerangka itu pula program Diklat mesti diarahkan agar para pegawai senantiasa melakukan pekerjaan berdasarkan pertimbangan profesionalnya, dalam arti sebagaimana penguasaan pengetahuan, sikap, dan skills-nya sebagaimana dilatihkan kepadanya. Untuk itu suatu program Diklat dirancang, dilaksanakan dan dikendalikan oleh unit organisasi dan orang-orang di dalamnya yang dipersiapkan khusus untuk melakukan tugas tersebut.

C. LOKASI PROGRAM DIKLAT

Unsur-unsur rancangan program Diklat yang meliputi gugus fondasi, badan, dan perlindungan tersebut di atas belum lengkap sebagai suatu kesatuan rancang bangun tanpa ketetapan lokasi dimana program tersebut ditempatkan. Sejalan dengan Schuler dan Jackson (1996), jenis lokasi bagi suatu program Diklat dapat terdiri atas (1)on the job(di tempat kerja, (2)on-site(di tempat, tapi bukan di tepat kerja), dan (2)off the job(di luar tempat kerja).

Diklat on the job terjadi bila para pegawai mempelajari pekerjaan di bawah pengawasan langsung. Peserta Diklat belajar dengan mengamati pegawai-pegawai yang berpengalaman. Beberapa


(2)

yang tercakup dalam jenis lokasi ini, yaitu latihan instruksi kerja, latihan magang, internship, asistensi, rotasi kerja, mentoring.

Beberapa manfaat yang ditawarkan jenis Diklat on the job adalah:

 Pegawai melakukan pekerjaan yang sesungguhnya.

 Pegawai mendapat pembelajaran dari pegawai senior datau pengawas yang berpengalaman.

 Diklat dilakukan dalam lingkungan kerja nyata di bawah kondisi normal, tidak perlu fasilitas khusus.

 Diklat informal, relatif tidak mahal dan mudah dijadwalkan.

 Diklat dapat menciptakan hubungan kerjasama antara pegawai dengan pelatih.

 Diklat relevan dengan pekerjaan dan membantu memotivasi pegawai.

Adapun kelemahan-kelemahan dari jenis Diklat on the job adalah:

 Diklat cenderung serampangan sebab pelatih mungkin tidak termotivasi untuk melatih atau bertanggung jawab.

 Pelatih yang mampu melaksanakan pekerjaan dengan. baik belum tentu memiliki kemampuan melatih orang lain untuk bekerja dengan baik.

 Keterbatasan waktu yang dimiliki pelatih bisa menghapuskan elemen penting dari proses pelatihan.

 Pegawai yang tidak terlatih mungkin memiliki dampak negatif pada pekerjaan dan kinerja organisassional. Jenis lokasi Diklat on-site dilakukan di tempat kerja tapi bukan dalam pekerjaan. Beberapa latihan yang masuk jenis ini adalah: instruksi terprogram, videotape, videodisk, IVT, dan latihan telekomunikasi.


(3)

Beberapa manfaat yang ditawarkan Diklat of-site adalah:

 Menetapkan belajar dan umpan balik individual.

 Memungkinkan belajar cepat.

 Menyalurkan informasi yang konsisten kepada pegawai dalam berbagai lokasi.

 Memungkinkan latihan lebih banyak penginderaan.

 Memberikan pandangan dan pengetahuan yang mutakhir.

Adapun kelemahannya antara lain:

 Memerlukan waktu untuk berkembang.

 Mahal untuk dikembangkan.

 Perangkat pembelajaran yang terbatas.

 Tidak layak untuk organisasi kecil.

Adapun jenis Diklat off the job dilaksanakan pada lokasi terpisah. Program diberikan kepada pegawai pada waktu yang terpisah dari waktu kerja reguler mereka. Yang tercakup dalam jenis ini adalah kursus formal, simulasi, permainan peran, pelatihan sensitivitas, pelatihan alam terbuka. Jenis diklat off the job ini terbagi menjadi dua bentuk. Pertama, yaituin-house yang diorganisasikan oleh staf internal organisasi dan diselenggarakan di dalam fasilitas organisasi yang bersangkutan. Kedua, off-site yang diadakan jauh dari organisasi yang diseponsori oleh asosiasi professional, institusi pendidikan, atau konsultan independen.

Beberapa keunggulan yang ditawarkan jenis Diklat off-the-job adalah:

 Biaya yang efisien sebab biasanya kelomok-kelompok yang dilatih.

 Pelatih yang lebih kompeten dibanding jenis on-the job


(4)

kecil.

 Membuka wawasan pegawai untuk mempelajari metode atau teknik-teknik yang baru.

 Mengurangi risiko bagi organisasi yang mempekerjakan pegawai yang tidaak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai.

Sedangkan kelemahannya yang potensial dari jenis Diklat off-the-job adalah:

 Para pegawai yang mengikuti Diklat tidak melakukan pekerjaan mereka sehingga merupakan tambahan biaya.

 Kecenderungan yang lebih bersifat teoritis dan nilai praktis yang terbatas sebab tidak ditujukan menengani masalah-masalah dan situasi khusus bagi seseorang pegawai.

 Kecocokan antara tipe pelatihan dengan kebutuhan yang dinilai kerap kali rendah.

D. PENUTUP

Demikian beberapa pokok pikiran berkenaan dengan rancang bangun suatu program Diklat. Apa yang telah dipaparkan adalah merupakan rancangan makro sebagai tahap awal dari keseluruhan proses pembinaan pegawai. Beberapa hal lain yang masih perlu dikembangkan dalam bentuk lebih rinci sebagai tahap rancangan mikro, kemudian tingkat operasional sebagai tahap implementasi, dan evaluasi sebagai tahap area hasil.


(5)

E. REFERENSI

Armstrong, M., (1995), A Handbook of Personnel Management Practice, London: Kogan Page.

Banghart, F.W. and Trull, A., (1972), Educational Planning, new York: Macmillan.

Castetter, W.B., (1981), The Personnel Function in Educational Administration, New York: MacMillan Publishing Co. Inc.

Gagne, R.M. and , Briggs, L.J. (1978), Principles of Instructional Design, New York: Holt, Rinehart and Winston.

Kaufman, R.A. (1972), Educational System Planning, Englewoods Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Makmun, Tb.Abin S. (1986), Efektivitas Proses Belajar Mengajar Dengan Menggunakan Tiga Model Pendekatan Manajemen Sistem Instruksional dan Mengindahkan Tiga Kategori Kemampuan Belajar Siswa, Disertasi, FPS IKIP Bandung. Saylor, J.G. and Alexander, W.M., (1974), Planning Curriculum for

Schools, New York: Holt, Rinehart and Winston.

Schuler, R. S. dan Jackson, S. E., (1996), Human Resources Management, edisi alih bahasa: Nurdin dan Yahya, Jakarta: Erlangga,

Simamora, Henry (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPSTIE YKPN.


(6)

----o0o----AKTOR

(Trainee-Trainer)