`
halaman 249 dari 370
1 Kerja sama dalam penyelenggaraan bandar udara umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 dapat dilakukan untuk kegiatan: a.
penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas untuk kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas, manuver, parkir
dan penyimpanan pesawat udara;
b. penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas
terminal untuk pelayanan angkutan penumpang, kargo dan pos;
c. penyediaan,
pengusahaan dan
pengembangan fasilitas
elektronika, listrik, air dan instalasi limbah buangan; d.
penyediaan lahan untuk bangunan, lapangan dan industri serta gedung atau bangunan yang berhubungan dengan kelancaran
angkutan udara; e.
penyediaan jasa konsultasi, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kebandarudaraan; dan
f. penyediaan jasa lainnya yang dapat menunjang pelayanan jasa
kebandarudaraan. 2
Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilaksanakan untuk satu jenis kegiatan atau lebih sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku 57.48
Saksi Israful Hayat dari Kementerian Perhubungan yang dihadirkan oleh Majelis Komisi dalam pemeriksaan tanggal 10 Desember 2014 telah
menegaskan pula bahwa dalam pengusahaan jasa kebandarudaraan, BUBU dapat bekerja sama dengan dengan pihak swasta. Menurut keterangan Saksi
Israful Hayat, dalam konteks yang menjadi BUBU adalah BUMN, Kementerian Perhubungan tidak mengatur kerjasama business-to-business
tersebut dan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada aturan internal BUMN tersebut.
57.49 Sejalan dengan kewenangan yang telah diberikan peraturan perundang-
undangan tersebut di atas, Terlapor I telah menerbitkan ketentuan internal yaitu Keputusan Direksi PT Angkasa Pura I Persero Nomor KEP.88KB.032011
tentang Kegiatan Komersial dan Pengembangan Usaha di Lingkungan PT.
Angkasa Pura I Persero “Kepdir Terlapor I No. 882011” yang di
dalamnya diatur mekanisme kerjasama antara Terlapor I dengan pihak ketiga mitra usahamitra strategis, termasuk mekanisme untuk penunjukan langsung
satu mitra usaha. 57.50
Perlu diperhatikan bahwa meskipun ada kerjasama dengan mitra usaha, tanggung jawab atas pelayanan kebandarudaraan masih tetap di bawah hak dan
wewenang BUBU dan, tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Perjanjian antara BUBU dengan pihak ketiga tidak dapat mengalihkan kewenangan yang
`
halaman 250 dari 370
diberikan kepada BUBU. Hal ini sejalan dengan keterangan Saksi Israful Hayat dari Kementerian Perhubungan sebagaimana kami kutip dalam BAP tanggal 10
Desember 2014 sebagai berikut: 7
Pertanyaan Majelis
Komisi Apakah kerjasama tadi tidak berarti
memindahkan subjek dari izin tadi? Jawaban
Iya. Dalam
ketentuan di
Bidang Penerbangan, Pengelola Bandar Udara
Badan Usaha Bandar UdaraBUBU atau Unit Penyelenggara Bandar UdaraUPBU
dalam mengusaha
“Jasa Kebandarudaraan”
yang merupakan
“Core Bisnis”, melakukan kerjasama
dengan Pihak Swasta lain, tidak boleh memindahkan
“Subjek Hukum” sebagai “Pemegang Izin Badan Usaha Bandar
Udara BUBU” atau sebagai “Pemegang penetapan sebagai Unit Penyelenggara
Bandar Udara UPBU”.
57.51 Perjanjian kerjasama antara BUBU dan pihak ketiga melahirkan hak dan
kewajiban yang mengikat kedua belah pihak dan diatur dalam perjanjian tersebut. Perlu diperhatikan bahwa tidak ada kewenangan yang lahir,
diciptakan, danatau dialihkan dalam suatu perjanjian. 57.52
Ahli Nindyo Pramono secara tegas menyatakan bahwa: a hanya hak dan kewajiban yang lahir dari perjanjian; dan b kewenangan hanya dapat
diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Berikut kami kutip BAP tanggal 7 Januari 2015 sebagai berikut:
19 Pertanyaan
Terlapor I Apakah perjanjian yang dibuat suatu PT
BUMN dengan PT X itu menimbulkan suatu wewenang atau hanya menimbulkan
hak dan kewajiban? Jawaban
Hanya menimbulkan hak dan kewajiban
. Misal untuk perjanjian membuat gedung
BUMN oleh kontraktor, maka itu tidak ada pelimpahan wewenang, hanya kewajiban
membuat gedung. Tetapi apa yang ada
`
halaman 251 dari 370
dalam perjanjian kita berbicara prestasi dan kontra prestasi. Yang jadi hak saya
adalah bangunan itu, yang jadi kewajiban saya adalah membayar pembangunan
gedung itu. Pelimpahan wewenang itu datang bisa dari perundang-undangan,
atau dari peraturan BUMN.
57.53 Terkait dengan pemberian hak kepada Terlapor I untuk memungut airport
charge PJ2U, PJ4U, dan route charge sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 1 Perjanjian Kerjasama Usaha, maka hal tersebut merupakan hal yang umum
dilakukan dan tidak dapat ditafsirkan sebagai bentuk pengalihan kewenangan. Tidak ada satupun ketentuan perundang-undangan yang mengharuskan bahwa
hanya Terlapor I saja yang boleh memungut pembayaran airport change. Pemberian hak tersebut kepada Terlapor II merupakan bagian dari kewenangan
yang diberikan kepada Terlapor I untuk mengatur kerjasama dengan pihak ketiga. Selain itu, pemberian hak kepada mitra usaha untuk memungut airport
charge bukanlah praktek yang baru pertama kali dilakukan oleh Terlapor I, melainkan sudah dilakukan sejak lama. Ground handling company yang
menjadi mitra usaha Terlapor I pun juga diberikan hak yang sama. Hal ini dapat dilihat pada dokumen tagihan SRB kepada Execujet Australia PTY. LTD
tertanggal 18 Oktober 2012, yang telah ditunjukkan kepada Majelis Komisi dalam pemeriksaan Terlapor II tanggal 26 Januari 2015.
57.54 Terkait dengan tindakan General Manager GM Bandar Udara I Gusti Ngurah
Rai untuk mengarahkan pesawat non-niaga supaya parkir di apron selatan dan menggunakan fasilitas lainnya pasca beroperasinya GAT, yang merupakan
implementasi Perjanjian Kerjasama Usaha, juga sudah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Terlapor I. Sesuai dengan Aerodrome Manual
Pedoman Pengoperasian Bandar Udara Bandar Udara Ngurah Rai Versi 1.4. yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara melalui Sertifikat
Bandar Udara No.: 015SBU-DBUVII2010, GM Bandar Udara Ngurah Rai memiliki tanggung jawab penuh untuk mengatur parkir pesawat udara. Adapun
pengaturan alokasi parkir berlandas pada prinsip efisiensi dengan memperhatikan aspek tipe pesawat, sifat penerbangan, ground time, dan
kapasitas dari parking stand yang tersedia. Karena apron selatan memang sudah disiapkan untuk parkir pesawat non-niaga, maka Surat tertanggal 4
Oktober 2013 adalah wujud tanggung jawab dan sudah sesuai dengan wewenang GM Bandar Udara Ngurah Rai sebagaimana tertuang dalam
Aerodrom Manual.
Aerodrome Manual
“4.9. Manajemen Operasi Apron
`
halaman 252 dari 370
4.9.2. Tanggung jawab a. General Manager memiliki tanggung jawab penuh untuk pelaksanaan prosedur pengaturan
parkir pesawat udara …
4.9.5 Pengaturan Alokasi Posisi Parkir Pesawat Udara c. Dalam pengaturan alokasi parkir pesawat udara, dilakukan prinsip-prinsip sebagai berikut:
3 penggunaan apron secara efisien dengan memperhatikan tipe pesawat, sifat penerbangan, ground time, dan kapasitas dari parking stand yang tersedia.
… 5 pemerataan penggunaan fasilitas apron, hal ini dimaksudkan agar ada keseimbangan
beban penggunaan fasilitas.”
57.55 Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam pembangunan dan pengoperasian GAT melalui kerjasama dengan Terlapor II, tindakan-tindakan yang diambil oleh Terlapor I
telah sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang- undangan yang berlaku terhadap Terlapor I dalam kapasitasnya sebagai BUBU.
57.56 Pembangunan general aviation terminal di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai
merupakan salah satu implementasi agenda transformasi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan memperbaiki layanan di bandar udara yang
dikelola oleh Terlapor I 57.57
Dalam proses pemeriksaan perkara a quo dan merujuk pada pembahasan dugaan pelanggaran Pasal 14 dan Pasal 17 UU No. 51999, terdapat kesan
bahwa seolah-oleh pembangunan GAT dan pengoperasiannya melalui kerjasama dengan Terlapor II ditujukan semata-mata dengan pertimbangan
keuntungan perusahaan semata dan melupakan kepentingan umum serta konsumen. Perlu kami jelaskan bahwa sebaliknya tujuan utama pembangunan
GAT adalah untuk peningkatan pelayanan kepada konsumen di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai.
57.58 UU No. 12009 mencerminkan perubahan paradigma dalam pengaturan
industri penerbangan dan industri kebandarudaraan di Indonesia dengan
sasaran untuk meningkatkan pemenuhan aspek 3S+1C Safety, Security, Service and Compliance
. Pemisahan yang tegas antara regulator dan operator serta peluang bagi pelaku usaha, baik perorangan maupun badan usaha untuk
mengelola bandar udara merupakan cerminan dari penerapan filosofi ini. 57.59
Bagi Terlapor I, penerapan UU No. 12009 secara langsung berdampak pada berkurangnya pendapatan dari Pelayanan Jasa Penerbangan PJP pendapatan
dari Air Traffic Controller pendapatan aeronatika. Berdasarkan keterangan di dalam dokumen berjudul Konsep Reposisi dan Restrukturisasi Bisnis Terlapor
I tanggal 19 Oktober 2010 yang telah diserahkan kepada Majelis Komisi, penurunan pendapatan aeronatika tersebut juga dialami pula oleh bandar udara
hampir di seluruh dunia. Kecenderungan bandar udara di dunia dalam 3 tiga dekade terakhir ini adalah dilakukannya upaya-upaya untuk meningkatkan
`
halaman 253 dari 370
pendapatan non-aeronatika melalui pengembangan kapasitas dan perbaikan
tingkat pelayanan. Peningkatan pendapatan non-aeronatika dilakukan sejalan dengan peningkatan mutu pelayanan kepada para pengguna jasanya. Itu
sebabnya bandar udara yang menduduki posisi tinggi dalam Customer Satisfaction Index CSI memiliki struktur bisnis yang kokoh dimana proporsi
pendapatan non-aeronatika lebih besar dari pendapatan aeronatika, misalnya Changi International Airport: CSI 5 beyond expectation dengan pendapatan
non-aeronatika = 57 dari total pendapatan operasional. 57.60
Peran bandar udara terus mengalami perkembangan sejalan dengan dinamika kebutuhan dan harapan masyarakat pengguna jasa serta pertumbuhan traffic
penumpang, kargo, dan pesawat. Paradigma dimana bandar udara yang pada awalnya hanya melayani jasa Air Traffic Operations dengan menyediakan
infrastruktur dan fasilitas untuk penerbangan, kini telah bergeser dan bertransformasi yakni dengan juga fokus pada pemberian jenis pelayanan yang
tidak hanya terbatas untuk penerbangan, namun juga sekaligus memberikan layanan non-aeronatika.
57.61 Mempertimbangkan hal tersebut di atas, serta mengacu kepada kontrak
manajemen yang ditandatangani oleh Direksi dengan Menteri BUMN tanggal 23 Juli 2010 pada saat pelantikan Direksi dan Komisaris Terlapor I,
manajemen Terlapor I menyiapkan dan melaksanakan program transformasi
sesuai dengan Konsep Reposisi dan Restrukturisasi Bisnis Terlapor I yang
memiliki sasaran utama: a. Meningkatkan tingkat kepuasan pengguna jasa Customer Satisfaction Index
CSI, Untuk mencapai sasaran customer satisfaction index dan pendapatan non-aeronatika secara sekaligus, Terlapor I memprioritaskan pengembangan
kapasitas bandar udara yang ada, termasuk di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai.
b. Meningkatkan “economic contribution” kepada para “key stake holders” melalui peningkatan pendapatan non-aeronautika, Pada saat Konsep
Reposisi dan Restrukturisasi Bisnis Terlapor I disusun, Terlapor I masih amat tergantung pada pendapatan aeronatika. Pada tahun 2009, pendapatan
dari jasa aeronatika menyumbang 80 dari total pendapatan usaha. Struktur pendapatan yang terlalu didominasi oleh pendapatan aeronatika adalah tidak
sehat karena tumbuhnya pendapatan bukan karena bisnis yang diciptakan oleh perusahaan. Perusahaan dalam hal ini hanya menampung, melayani dan
mendapatkan bayaran dari pertumbuhan trafik yang terjadi. Oleh karena itu, bandar udara terkemuka di dunia terus-menerus meningkatkan pendapatan
non-aeronatika dalam rangka menyehatkan struktur pendapatan atau struktur bisnis.
57.62 Pengembangan kapasitas Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai diawali dengan
melakukan evaluasi terhadap kondisi Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai. Terlapor I kemudian menunjuk perusahaan konsultan Landrum Brown
`
halaman 254 dari 370
Research “LB” untuk melakukan kajian atau analisis terhadap kapasitas
bandar udara dalam memberikan pelayanan jasa kebandarudaraan 57.63
Pada bulan Juli 2011, LB mengeluarkan kajian mengenai kondisi di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai. Dalam hasil kajian tersebut, terdapat 4 empat
elemen bandar udara yang dievaluasi yaitu: a.
Air traffic capacity; b.
Runway, taxiway, dan apron; c.
Terminal; dan d.
Akses menuju dan dari terminal. 57.64
Kesimpulan hasil kajian dari LB adalah sebagai berikut: a. Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai akan mengalami kepadatan saturated
pada fasilitas runway, taxiway dan parking stand apron pada tahun 2015 di bagian utara bandar udara. Tingkat penggunaan fasilitas di Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai yang sudah melewati batas kapasitasnya dapat kita lihat pada tabel tingkat utilisasi di bandar udara yang dikelola Terlapor I berikut:
b. Pada saat kajian oleh LB dilakukan, bagian utara Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai digunakan baik untuk penerbangan niaga dan penerbangan non-
niagaprivat. Penerbangan niaga merupakan layanan penerbangan untuk kepentingan masyarakat luas sedangkan penerbangan privat penerbangan
non-niaga tidak berjadwal lebih bersifat pelayanan kepentingan segelintir orang, seperti kalangan pengusaha, korporasi, pejabat, atau artis ternama.
Peran bagian utara bandar udara, baik untuk penerbangan niaga dan privat, mengakibatkan terjadinya kerugian sosial welfare loss akibat inefisiensi
alokasi allocative inefficiency dalam penggunaan fasilitas-fasilitas di bagian utara bandar udara.
c. Pelayanan yang tidak maksimal kepada penumpang penerbangan privat.