Batas-batas Keterlibatan Penanganan oleh TNI

25 merupakan salah satu hak asasi manusia. Dalam pasal ini, ketentuan kehilangan kewarganegaraan Indonesia membuka peluang seseorang tanpa kewarganegaraan stateless, karena tidak dapat dipastikan seseorang yang terlibat tindak pidana terorisme apakah memiliki kewarganegaraan lain yang resmi atau tidak. Apabila sasaran dari pasal ini adalah untuk mencegah seseorang memasuki wilayah indonesia, maka dapat dilakukan mekanisme tangkal atau cegah. Apabila maksudnya sebagai suatu ancaman pidana, maka tidak tepat, sebab jenis pemidanaannya tidak mewujudkan tujuan pemidanaan sebagaimana diatur dalam hukum pidana di Indonesia.

2.8. Batas-batas Keterlibatan Penanganan oleh TNI

Dalam Pasal 43B RUU disebutkan bahwa : 1 Kebijakan dan strategi nasional penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme. 2 Peran Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berfungsi memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Harus digarisbawahi pendekatan penanggulangan tindak pidana terorisme di Indonesia merupakan bagian dari penegakan hukum dibawah kewenangan aparat penegak hukum. Sehingga TNI tidak dapat masuk ke dalam ranah penegakan hukum karena berbeda tugas pokok dan fungsinya. Sehingga pasal ini harus harus dipertegas bahwa TNI bisa berperan ketika serangan terorisme mengancam kedaulatan negara dan atau ketika berhubungan dengan oprasi militer dan aparat penegak hukum sendiri sudah tidak bisa menangani suatu persoalan terorisme. Pelibatan TNI tidak dapat dilakukan dengan sederhana, perlibatan itu memerlukan keputusan politik negara yakni lewat keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR. Pelibatan TNI dalam memberantas terorisme sudah diatur di pasal 7 ayat 2 dan 3 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Maka untuk itu, ketentuan ini harus dipertegas menyesuaikan ketentuan yang sudah ada sebelumnya, atau apabila ketentuan yang sudah ada cukup menjadi dasar kinerja TNI, maka pasal ini tidak lagi dibutuhkan. 26 Tabel 14. MASUKAN PENGATURAN KETERLIBATAN TNI Pasal dalam RUU Catatan Rekomendasi Pasal 43B 1 Kebijakan dan strategi nasional penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme. 2 Peran Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berfungsi memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Harus digarisbawahi pendekatan penanggulangan tindak pidana terorisme di Indonesia merupakan bagian dari penegakan hukum dibawah kewenangan aparat penegak hukum. Sehingga TNI tidak dapat masuk ke dalam ranah penegakan hukum karena berbeda tugas pokok dan fungsinya. Sehingga pasal ini harus harus dipertegas bahwa TNI bisa berperan ketika serangan terorisme mengancam kedaulatan negara dan atau ketika berhubungan dengan oprasi militer dan aparat penegak hukum sendiri sudah tidak bisa menangani suatu persoalan terorisme. Pelibatan TNI tidak dapat dilakukan dengan sederhana, perlibatan itu memerlukan keputusan politik negara yakni lewat keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR. Pelibatan TNI dalam memberantas terorisme sudah diatur di pasal 7 ayat 2 dan 3 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Dihapus

2.9. Minim Penguatan Hak Korban Kompensasi, Restitusi, Bantuan