Perancangan Kampanye Sosial Bahasa Isyarat Tunarungu Melalui Isyarat Tunarungu Melalui Media Video Infografis

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN KAMPANYE SOSIAL BAHASA ISYARAT TUNARUNGU MELALUI MEDIA VIDEO INFOGRAFIS

DK 38315/Tugas Akhir

Semester II 2014-2015

Oleh :

Mutia Hanifah 51911089

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

iii KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmatnya yang telah memberikan penulis kesempatan untuk menyelesaikan tugas akhir tentang “Perancangan Kampanye Sosial Bahasa Isyarat Tunarungu Melalui Media Video Infografis”. Perancangan ini membahas tentang bagaimana mengenalkan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) kepada masyarakat umum. Penulis menyadari bahwa dalam proses perancangan ini masih banyak kendala, namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, Alhamdulillah penelitian ini dapat diselesaikan. Semoga penelitian ini memberikan dampak baik bagi pembaca maupun bagi penulis khususnya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada Ivan Kurniawan, S.Sn., M.Ds selaku dosen pembimbing, Yully Ambarsih Ekawardhani, M.Sn selaku dosen penguji, Deni Albar, S.Sn., M.Ds selaku dosen penguji, teman-teman dari komunitas Gerkatin Jawa Barat, dan pihak lain yang membantu kelancaran dalam proses perancangan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, oleh karena itu masukan dan saran yang membangun sangat diharapkan. Sehingga penulis dapat terus belajar untuk memberikan manfaat dan menjadi lebih baik.

Bandung, Agustus 2015


(5)

iv Abstrak

PERANCANGAN KAMPANYE SOSIAL BAHASA ISYARAT

TUNARUNGU MELALUI MEDIA VIDEO INFOGRAFIS Studi Kasus : Bahasa Isyarat Tunarungu

Oleh:

Mutia Hanifah 51911089

Program Studi Desain Komunikasi Visual

Bahasa isyarat adalah bahasa yang menggunakan komunikasi non-verbal dengan mengkombinasikan bentuk tangan, gerak lengan dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran. Ketidakpopuleran bahasa isyarat di Indonesia di kalangan masyarakat umum, membuat para penyandang tunarungu memiliki keterbatasan berkomunikasi dengan banyak orang, Akibatnya, banyak efek negatif disebabkan oleh rasa keterasingan bagi para penyandang tunarungu.

Banyak masyarakat belum mengetahui manfaat lain dari mempelajari bahasa isyarat selain untuk berkomunikasi dengan penyandang tunarungu, begitupun dengan akses untuk mempelajarinya. Minat masyarakat untuk mempelajari bahasa isyarat harus ditumbuhkan khususnya untuk orang-orang yang memiliki peluang untuk berhubungan langsung dengan para penyandang tunarungu. Oleh sebab itu, dibuatlah perancangan kampanye sosial bahasa isyarat tunarungu melalui media video infografis. Diharapkan kampanye ini hadir sebagai strategi visual kreatif, dan hasil perancangan ini dapat menjadi solusi dari permasalahan.

Kata kunci : Bahasa isyarat, tunarungu, minat masyarakat, kampanye sosial, video infografis


(6)

iv Abstract

THE DESIGN OF DEAF SIGN LANGUAGE SOCIAL CAMPAIGN THROUGH INFOGRAPHIC VIDEO

Case Study : Deaf Sign Language

By:

Mutia Hanifah 51911089

Study Programme Visual Communication Design

Sign language is a kind of language that uses non-verbal communication by combining hand shape, arm and body movements, and facial expressions to express the thoughts. The unpopularity of sign language in Indonesian society, make the deaf have limitations to communicate with people in society. As the result, there are negative effects caused by the sense of alienation for the deaf. Many people doesn’t know the other benefits of studying sign language in addition to communicating with the deaf, as well as with access to learn. The desire of society to learn sign language must be grown, specifically for people who have the opportunity to interact with the deaf. Therefore, there’s a design of deaf sign language social campaign through infographic video. The campaign is expected to present a creative visual strategy, and the results of this design can be a solution of the problems.


(7)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 3

I.3 Fokus Permasalahan ... 3

I.4 Batasan Permasalahan ... 3

I.5 Tujuan Perancangan ... 3

BAB II KAMPANYE SOSIAL BAHASA ISYARAT TUNARUNGU MELALUI MEDIA VIDEO INFOGRAFIS II.1 Kampanye ... 5

II.1.1 Jenis-jenis Kampanye ... 5

II.1.2 Aspek-aspek Kampanye Sosial ... 7

II.2 Ketunarunguan ... 8

II.2.1 Klasifikasi Tunarungu ... 9

II.2.2 Komunikasi Tunarungu ... 9

II.2.3 Komunitas Tunarungu ... 10

II.2.4 Bahasa Isyarat ... 11

II.2.5 Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ... 13

II.3 Analisa ... 14


(8)

vii

II.4.1 Demografis ... 18

II.4.2 Psikografis ... 18

II.4.3 Geografis ... 20

II.5 Analisis Masalah dan Solusi ... 20

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan ... 22

III.1.1 Tujuan Komunikasi ... 22

III.1.2 Pesan Utama ... 22

III.1.3 Materi Pesan ... 22

III.1.4 Gaya Bahasa ... 23

III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan ... 23

III.1.6 Strategi Kreatif ... 23

III.1.7 Strategi Media ... 26

III.1.8 Strategi Distribusi Media ... 38

III.1 Konsep Visual ... 40

III.2.1 Format Desain ... 40

III.2.2 Layout ... 41

III.2.3 Tipografi ... 42

III.2.4 Ilustrasi ... 43

III.2.5 Warna ... 50

III.2.6 Audio ... 52

BAB IV KONSEP TEKNIS PRODUKSI PERANCANGAN IV.1 Media Utama ... 54

IV.1.1 Perangkat Produksi ... 54

IV.1.2 Teknis Produksi ... 54

IV.2 Media Pendukung ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(9)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Contoh Kampanye Produk ... 6

Gambar II.2 Contoh Kampanye Kandidat ... 6

Gambar II.3 Contoh Kampanye Ideologi ... 7

Gambar II.4 Gerkatin Jawa Barat... 11

Gambar II.5 Abjad Jari Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ... 12

Gambar II.6 Pengetahuan masyarakat terhadap bahasa isyarat ... 15

Gambar II.7 Pengetahuan masyarakat terhadap manfaat mempelajari bahasa isyarat ... 15

Gambar II.8 Skala minat masyarakat untuk mempelajari bahasa isyarat ... 16

Gambar II.9 Pengetahuan masyarakat mengenai akses untuk mempelajari bahasa isyarat ... 16

Gambar II.10 Frekuensi masyarakat dalam mengakses internet ... 17

Gambar II.11 Ketertarikan masyarakat terhadap media informasi ... 17

Gambar III.1 Video Infografis ... 27

Gambar III.2 Contoh Penggunaan Hashtag ... 29

Gambar III.3 Ambient Media ... 29

Gambar III.4 Undangan Relawan “Bandung Deaf Awareness 2015” ... 30

Gambar III.5 Poster “Bandung Deaf Awareness 2015”... 31

Gambar III.6 Spanduk Event “Bandung Deaf Awareness 2015” ... 31

Gambar III.7 Spanduk Promosi SIBI ... 32

Gambar III.8 Video Klip Bahasa Isyarat “Kita Bisa ... 32

Gambar III.9 Flyer Acara ... 33

Gambar III.10 Flyer Floor Plan Sabuga ... 34

Gambar III.11 Gimmick ... 35

Gambar III.12 Panggung “Bandung Deaf Awareness 2015”... 35

Gambar III.13 Booth Gerkatin dan Relawan BDA2015 ... 36

Gambar III.14 X-Banner “Dubsmash Challenge” ... 36

Gambar III.15 Merchandise ... 37

Gambar III.16 Piagam Relawan BDA2015 ... 38


(10)

ix

Gambar III.18 Referensi Layout untuk Video Infografis ... 41

Gambar III.19 Layout untuk Video Infografis “Kita Bisa #isyaratin” ... 42

Gambar III.20 Referensi Ilustrasi Flat Design ... 43

Gambar III.21 Ilustrasi untuk Video Infografis “Kita Bisa #isyaratin” ... 44

Gambar III.22 Ilustrasi Tokoh Utama ... 45

Gambar III.23 Tahap Pembuatan Karakter Indah ... 45

Gambar III.24 Tahap Pembuatan Karakter Delin ... 46

Gambar III.25 Tahap Pembuatan Karakter Rafli ... 46

Gambar III.26 Tahap Pembuatan Karakter Arfan ... 47

Gambar III.27 Ilustrasi Tokoh Pendukung... 47

Gambar III.28 Referensi Pattern Isyarat Abjad Jari ... 48

Gambar III.29 Pattern Gelombang Audio dan Isyarat Abjad Jari ... 48

Gambar III.30 Latar Belakang Kota Bandung ... 49

Gambar III.31 Referensi Ilustrasi Abjad Jari SIBI... 49

Gambar III.32 Ilustrasi Abjad Jari SIBI ... 50

Gambar III.33 Logo “Bandung Deaf Awareness 2015” ... 50

Gambar III.34 Referensi Warna ... 51

Gambar III.35 Color Guide ... 51

Gambar IV.1 Pembuatan visual asset ... 55

Gambar IV.2 Proses perekaman narasi ... 55

Gambar IV.3 Proses animating ... 56

Gambar IV.4 Proses penggabungan scene ... 56

Gambar IV.5 Proses sound scoring ... 57

Gambar IV.6 Proses rendering ... 57

Gambar IV.7 Hasil Akhir Video Infografis ... 58

Gambar IV.8 Spesifikasi Spanduk Selamat Datang ... 59

Gambar IV.9 Spesifikasi Neon Sign ... 60

Gambar IV.10 Spesifikasi Stiker Mobil dan Bus ... 60

Gambar IV.11 Spesifikasi Poster Event “Bandung Deaf Awareness 2015” ... 61

Gambar IV.12 Spesifikasi Flyer Event “Bandung Deaf Awareness 2015” ... 61

Gambar IV.13 Spesifikasi Spanduk ... 62


(11)

x

Gambar IV.15 Spesifikasi Tiket VIP Deaf Movie Box ... 63

Gambar IV.16 Screenshot Video Clip “Kita Bisa” ... 64

Gambar IV.17 Jejaring Sosial “Bandung Deaf Awareness 2015” ... 64

Gambar IV.18 Spesifikasi Mini Banner Isyarat Abjad SIBI... 65

Gambar IV.19 Spesifikasi X-Banner “Dubsmash Challenge” ... 66

Gambar IV.20 Spesifikasi Tanda Pengenal Kru dan Relawan ... 66

Gambar IV.21 Spesifikasi Gimmick ... 67


(12)

xi DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Tingkatan Respon Audiens ... 8 Tabel III.1 Strategi Distribusi Media ... 39


(13)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Storyboard Video Infografis ... 70

Lampiran B Kuesioner ... 80

Lampiran C Surat Keterangan Persetujuan Publikasi ... 81


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi yang dilakukan tanpa menggunakan kata-kata melainkan menggunakan isyarat atau gerak tubuh disebut komunikasi nonverbal. Oleh karena isyarat gerak tubuh itu digunakan untuk menyampaikan pesan dalam komunikasi, maka komunikasi itu disebut sebagai bahasa isyarat. Mampu berkomunikasi dengan bahasa isyarat dapat memudahkan masyarakat untuk berkomunikasi dengan penyandang tunarungu.

Di negara-negara maju, banyak pekerjaan yang mewajibkan pekerjanya mempelajari bahasa isyarat, terutama yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat seperti di rumah sakit, museum, stasiun, dan lain-lain. Beberapa negara berkembang pun sudah banyak yang menerapkan sistem ini. Di Indonesia sendiri, penerjemah bahasa isyarat pada program acara berita hanya ada di TVRI, sedangkan di televisi-televisi swasta tidak ada. Fasilitas khusus yang disediakan untuk penyandang tunarungu pun tidak banyak tersedia, seperti running text board di tempat-tempat umum yang pengumumannya disiarkan secara verbal seperti stasiun kereta api, dan lain-lain. Hal ini menunjukan kurangnya perhatian pemerintah dalam memfasilitasi penyandang tunarungu.

Bahasa isyarat belum begitu meluas di Indonesia, karena hanya dipelajari oleh penyandang tunarungu, keluarganya, dan pengajar sekolah luar biasa. Minat masayarakat untuk mempelajari bahasa isyarat perlu ditumbuhkan untuk menjadikan bahasa isyarat populer di lingkungan mereka. Masih banyak masyarakat yang menganggap jika mereka tidak berhubungan langsung dengan para penyandang tunarungu, maka mempelajari bahasa isyarat tidaklah penting. Padahal, banyak manfaat lain yang dapat diperoleh saat mempelajari bahasa isyarat, hanya saja masyarakat belum mengetahui manfaat-manfaat tersebut. Keterbatasan tunarungu untuk berkomunikasi dengan banyak orang, membuat pergaulan mereka sangat terbatas hanya dengan kalangan yang mengerti bahasa isyarat. Padahal dalam kehidupan nyata, pergaulan akan sangat kompleks yang


(15)

2 terdiri dari bermacam-macam karakteristik sifat manusia. Penyandang tunarungu bukannya tidak mau untuk bergaul dengan masyarakat normal, akan tapi mereka kurang percaya diri jika berbicara dengan masyarakat normal. Sehingga masyarakat normal sering kali tidak mengerti apa yang disampaikan oleh penyandang tunarungu, membuat para penyandang tunarungu kesal dan malu untuk berbicara.

Peran orang tua, guru, dan pembimbing konseling sangatlah penting. Para penyandang tunarungu yang bersekolah di sekolah luar biasa (SLB) dibimbing untuk secara aktif berkomunikasi antar penyandang tunarungu dengan bahasa isyarat, dan dengan masyarakat dengan metode membaca bibir (lip reading) dan membuat catatan untuk menyampaikan gagasannya. Namun, membaca gerak bibir lawan bicara bukanlah hal yang mudah. Untuk kata-kata yang sederhana memang tidak sulit, seperti kata pulang, rumah, sudah, pergi, makan, minum, tidur, dan lainnya. Tapi saat bertemu kata-kata yang panjang dan sulit, penyandang tunarungu akan meminta lawan bicaranya untuk mengulanginya berkali-kali. Mereka kesulitan untuk memahami bahasa oral. Karena itulah diperlukan bahasa isyarat untuk mempermudah komunikasi mereka.

Sistem komunikasi bahasa isyarat yang umum digunakan para penyandang tunarungu di Indonesia dan sudah dibakukan oleh pemerintah adalah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI). SIBI didefinisikan sebagai media komunikasi dengan dan diantara kaum tunarungu yang berwujud gerakan tangan yang disusun secara sistematis untuk melambangkan bahasa Indonesia. SIBI dapat diharapkan dalam mengemban semua fungsi bahasa Indonesia, mencerminkan karakteristik budaya, sosial, dan ekologi bangsa Indonesia.

Adapun komunitas Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin), merupakan sebuah organisasi sosial yang dikelola oleh para penyandang tunarungu, bertujuan untuk mengembangkan aktualisasi diri bagi penyandang tunarungu sehingga mampu bergerak menembus batas kekurangannya dan mampu berdiri sejajar dan lebih dari masyarakat lainnya. Organisasi Gerkatin regional Jawa Barat mengadakan pelatihan bahasa isyarat untuk umum, secara rutin diadakan setiap hari Minggu jam 15.00 di SLB Negeri


(16)

3 Cicendo. Namun pelatihan ini belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Padahal, diperlukan peran serta masyarakat untuk menempatkan para penyandang disabilitas masuk ke dalam lingkungan masyarakat luas, yaitu masyarakat yang mau menerima segala keterbatasan atau disebut masyarakat inklusif. Masyarakat normal diharapkan dapat memahami cara berkomunikasi para penyandang tunarungu, sehingga membuat mereka merasa diterima dalam lingkungan.

1.2 Identifikasi Masalah

 Kendala komunikasi penyandang tunarungu dengan masyarakat menggunakan bahasa isyarat tunarungu khususnya SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia).

 Minat masyarakat Indonesia yang masih harus ditumbuhkan untuk mempelajari bahasa isyarat tunarungu. Khususnya bagi mereka yang memiliki peluang untuk berhubungan langsung dengan penyandang tunarungu.

 Masyarakat kurang mengetahui tentang manfaat mempelajari bahasa isyarat.  Kegiatan pembelajaran bahasa isyarat gratis yang diadakan oleh Gerkatin

Jawa Barat belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat luas. 1.3 Fokus Permasalahan

Dari penjabaran diatas, fokus permasalahan yang diangkat terletak pada minat masyarakat umum untuk mempelajari bahasa isyarat tunarungu.

1.4 Batasan Permasalahan

Batasan objek dalam penelitian ini adalah persuasi kepada masyarakat untuk mempelajari bahasa isyarat tunarungu melalui kegiatan pembelajaran bahasa isyarat secara gratis yang diadakan oleh Gerkatin Jawa Barat. Batasan target audiens yaitu masyarakat khususnya remaja awal menuju dewasa yang berhubungan langsung dengan penyandang tunarungu, dan batasan wilayah berlokasi di Kota Bandung, Jawa Barat.

1.5 Tujuan Perancangan


(17)

4  Meningkatkan minat masyarakat untuk mempelajari bahasa isyarat, dimulai dari para generasi muda yang memiliki peluang untuk berinteraksi dengan penyandang tunarungu.

 Dengan mengenalkan bahasa komunikasi tunarungu, diharapkan masyarakat dapat memiliki rasa empati yang menjadi bagian dari nilai yang harus terus digali dan dikembangkan. Sehingga membangun pola pikir dan perlakuan yang positif terhadap penyandang disabilitas, baik tunarungu ataupun yang lainnya.

 Mensosialisasikan kegiatan pembelajaran bahasa isyarat gratis yang diadakan oleh Gerkatin Jawa Barat.


(18)

5 BAB II

KAMPANYE SOSIAL BAHASA ISYARAT TUNARUNGU MELALUI MEDIA VIDEO INFOGRAFIS

II.1Kampaye

Kampanye menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008), berarti suatu gerakan (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan aksi). Sedangkan sosial adalah semua hal yang berkenaan dengan masyarakat. Jadi kampanye sosial, merupakan suatu gerakan yang dilakukan untuk mengubah perilaku sesuatu yang berkenaan dengan kelompok masyarakat agar menuju ke arah tertentu sesuai dengan gerakan yang dilaksanakan oleh pembuat kampanye.

Roger dan Storey seperti yang dikutip oleh Venus (2004), mendefinisikan kampanye sebagai “Serangkaian tindakan komunikasi yang terancana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”.

II.1.1 Jenis-Jenis Kampanye

Adapun beberapa jenis kampanye menurut Larson seperti yang dikutip oleh Venus (2004), yaitu:

 Kampanye Produk (Product Oriented Campaigns)

Kampanye yang berorientasi pada produk, umumnya terjadi di lingkungan bisnis, berorientasi komersial, seperti peluncuran produk baru. Kampanye ini biasanya sekaligus bermuatan kepentingan untuk membangun citra positif terhadap produk barang yang diperkenalkan ke publiknya.


(19)

6 Gambar II.1 Contoh Kampanye Produk

Sumber : plentyofcolour.com

 Kampanye Kandidat (Candidate Oriented Campaigns)

Kampanye yang berorientasi pada kandidat, umumnya dimotivasi karena hasrat untuk kepentingan politik.

Gambar II.2 Contoh Kampanye Kandidat Sumber : jokowipresidenku.org

 Kampanye Ideologi atau Misi Sosial (Ideologically or Cause Oriented Campaigns)


(20)

7 Jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi sosial. Atau Social Change Campaigns, yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah- masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang terkait.

Gambar II.3 Contoh Kampanye Ideologi Sumber : theinspirationroom.com

Berdasarkan identifikasi masalah, jenis kampanye yang digunakan untuk perancangan ini adalah kampanye ideologi atau kampanye sosial.

II.1.2 Aspek-Aspek Kampanye Sosial

Ostergaard dalam Venus (2004,10), mengatakan bahwa aspek kampanye sosial disebut dengan istilah “3A”, yaitu Awareness, Attitude, dan Action. Ketiga aspek tersebut memiliki sifat saling terkait dan merupakan aspek penting untuk dapat dilakukan secara bertahap agar terciptanya perubahan. Berikut adalah 3 aspek dalam kampanye menurut Ostergaard;

a. Awareness; Dalam aspek yang dikemukakan oleh Ostergaard adalah menggugah kesadaran, menarik peratian dan menyampaikan pesan tentang sebuah produk maupun gagasan.

b. Attitude; Aspek berikutnya yang diarahkan kepada perubahan sikap.

c. Action; Aspek terakhir dalam kampanye yang ditujukan untuk merubah sikap dan perilaku pengguna secara nyata.


(21)

8 Berikut tingkatan respon audiens menurut untuk memutuskan tanggapan yang diharapkan dari audiens:

Tabel II.1 Tingkatan Respon Audiens

Stages AIDA Model Hierarchy of Effects Model Innovation-Adoption Model Communication Model Cognitive

Stage Attention

Awareness Knowledge Awareness Exposure Reception Cognitive Respone Affective Stage Interest Desire Liking Preference Conviction Interest Evaluation Attitude Intention Behaviour

Stage Action Purchase

Trial

Adoption Behaviour

II.2 Ketunarunguan

Ketunarunguan merupakan hambatan pendengaran yang disebabkan oleh alat pendengaran yang mengalami gangguan. Gangguan tersebut terdapat pada sebagian organ-organ pendengaran atau keseluruhan. Ketunarunguan sering disebut dengan istilah lain, seperti penyandang tunarungu wicara, anak tulis, anak biru atau anak bisa tuli. Para ahli banyak berpendapat tentang ketunarunguan. Pengertian penyandang tunarungu menurut Mufti Salim (1984, 8) Penyandang tunarungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau


(22)

9 seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dan perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyandang tunarungu adalah anak yang kehilangan sebagian pendengaran atau seluruh pendengarannya sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi yang akhirnya mengakibatkan hambatan dalam perkembangannya, sehingga penyandang tunarungu memerlukan bantuan atau pendidikan secara khusus. Secara umum anak dikatakan tunarungu apabila pendengarannya tidak berfungsi sebagaimana umumnya anak normal yang sebaya.

II.2.1 Klasifikasi Tunarungu

Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris. Menurut Sumarto (dalam Sumantri, 1996, 76) adalah sebagai berikut:

a. Tingkat I : Kehilangan kemampuan mendengar antara 35-40 dB. Penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus. b. Tingkat II : Kehilangan kemampuan mendengar antara 55-69 dB. Penderita

memerlukan sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan.

c. Tingkat III : Kehilangan kemampuan mendengar antara 70-89 dB.

d. Tingkat IV : Kehilangan kemampuan mendengar 70 dB ke atas. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat II s/d IV pada hakekatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

II.2.2 Komunikasi Tunarungu

Berikut penjelasan mengenai interaksi penyandang tunarungu antar sesama tunarungu dan dengan masyarakat umum:

A. Komunikasi Antar Tunarungu

Bagi penyandang tunarungu yang bersekolah di sekolah luar biasa (SLB), komunikasi 2 arah antar tunarungu dilakukan hampir setiap hari, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Banyaknya persamaan kondisi, membuat para penyandang tunarungu di sekolah lebih aktif dalam menggunakan bahasa isyarat.


(23)

10 Mereka mempelajari bahasa isyarat sejak TKLB (Taman Kanak-kanak Luar Biasa). Bahasa isyarat yang mereka gunakan adalah sistem isyarat bahasa Indonesia (SIBI) dan beberapa isyarat lokal.

B. Komunikasi Tunarungu dengan Masyarakat

Tidak semua masyarakat mengerti bahasa isyarat. Hanya orang-orang yang secara intensif berhubungan langsung dengan penyandang tunarungu mempelajari bahasa isyarat baik disengaja maupun tidak. Para pengajar di sekolah luar biasa, orang tua atau kerabat penyandang tunarungu biasanya menerima pelatihan khusus untuk mempelajari bahasa isyarat. Adapun pihak-pihak lain yang mengerti bahasa isyarat tanpa mendapat pelatihan khusus, biasanya karena mereka sering melakukan interaksi dengan penyandang tunarungu. Namun tentu saja banyak keterbatasan kata dan kalimat yang mereka pahami.

Selain melakukan bahasa isyarat, penyandang tunarungu melakukan komunikasi dengan masyarakat normal dengan menuliskan kata-kata yang ingin mereka ucapkan pada media tulis, contohnya catatan kecil, atau ponsel. Untuk memahami respon dari orang yang mereka ajak bicara, jika dengan membaca artikulasi bibir tidak cukup membuat mereka mengerti, biasanya penyandang tunarungu meminta lawan bicaranya menuliskan maksud mereka.

II.2.3 Komunitas Tunarungu

Berdasarkan situs resmi www.gerkatin.com, GERKATIN merupakan singkatan dari Gerakan untuk Kesejahteraan tuna rungu Indonesia, yang dideklarasikan melalui Kongres Nasional I, pada tanggal 23 Februari 1981 di Jakarta. Sebelumnya ada beberapa komunitas tuna rungu, antara lain: Sekatubi (Serikat Kaum Tuli Bisu Indonesia), Pekatur (Persatuan Tuna rungu Surabaya), Pertri (Perhimpunan Tuna rungu Indonesia), Gerkatin (Gerakan Kaum tunarungu Indoneisa). Saat ini Gerkatin telah mempunyai 28 DPD (Dewan Pengurus Daerah) dan 69 DPC (Dewan Pengurus Cabang) di Indonesia. Juga didampingi interpreter bahasa isyarat disetiap acara.

Setiap cabang komunitas Gerkatin diberbagai daerah memiliki kegiatan rutinnya masing-masing. Salah satunya Gerkatin Jawa Barat, setiap hari Sabtu dan


(24)

11 Minggu, secara rutin diadakan pelatihan bahasa isyarat secara gratis di sekretariat Gerkatin, jl. Cicendo no.2 (di samping SLB Negeri Cicendo Bandung). Selain itu, Gerkatin Jabar juga sering kali mengadakan aksi turun ke jalan untuk memperkenalkan bahasa isyarat kepada masyarakat luas, misalnya untuk memperingati hari tunarungu sedunia, para anggota mengadakan kegiatan di Dago Car Free Day Bandung.

Gambar II.4 Gerkatin Jawa Barat Sumber : Facebook Gerkatin Jabar

II.2.4 Bahasa Isyarat

Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara, untuk berkomunikasi. Kaum tunarungu adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka. Pengertian lain mengatakan bahasa isyarat atau gestur atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri.


(25)

12 Gambar II.5 Abjad jari Sistem Isyarat Bahasa Indonesia

Sumber: www.lifeprint.com

Bentuk-bentuk gerak tubuh yang dapat berperan dalam komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat disebut kinesika (kinesics). Birdwhistell (Rusyani, 2014) menyebutkan bahwa terdapat delapan wilayah tubuh yang dapat melakukan kegiatan bermakna. Kedelapan wilayah tubuh tersebut ialah kepala, muka, leher, bahu, lengan tangan dan pergelangan, telapak tangan dan jari, pinggang, pinggul dan bagian kaki sampai mata kaki. Dan bagian kaki di bawah mata kaki.

Apabila dipadukan kedelapan wilayah tubuh itu, dapat membentuk ratusan ribu variasi gerak. Bagian muka saja dapat digunakan unutk membuat 250.000 macam ekspresi. Bahasa isyarat dibuat berdasarkan varias-variasi wilayah tubuh itu. Salah satu variasi bahasa isyarat adalah emblem. Emblem merupakan tindakan sengaja untuk membuat bahasa isyarat yang memiliki padanan pesan dalam bahasa verbal. Makna emblem biasanya sudah diketahui secara konvensional dalam budaya tertentu. Emblem sering digunakan untuk menggantikan bahasa verbal apabila bahasa verbal tidak dapat disampaikan karena faktor-faktor tertentu. Misalnya di ruangan yang gaduh dan ramai, penggunaan bahasa verbal tidak efektif.


(26)

13 II.2.5 Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)

Sistem isyarat bahasa Indonesia diartikan sebagai salah satu media yang membantu komunikasi sesama tunarungu di dalam masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis tentang seperangkat isyarat jari, tangan dan berbagai gerak yang melambangkan kosa kata bahasa Indonesia. (Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia, 2001, xiv)

Sistem isyarat bahasa Indonesia mengandung 2 komponen yang bersifat visual. Komponen pertama berfungsi membedakan makna, sedangkan komponen kedua berfungsi sebagai penunjang (Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia, 2001, xv). Berikut merupakan penjelasan dari komponen pembeda makna :

A. Penampil

Yaitu bagaimana tangan atau bagian tangan itu dibentuk atau tampil sewaktu berisyarat. Tangan atau bagian tangan yang digunakan sebagai penampil antara lain:

- Salah satu tangan, tangan kanan atau tangan kiri atau keduanya.

- Jari/tangan membentuk salah satu abjad jari, sebagaimana terdapat dalam abjad jari.

- Jari/tangan membentuk angka.

- Tangan dengan jari membuka/renggang atau merapat, menggenggam atau jari tertentu mencuat.

B. Posisi

Yaitu bagaimana kedudukan penampil/tangan terhadap pengisyarat sewaktu berisyarat, antara lain:

- Tangan kanan/kiri tegak, condong, mendatar, mengarah ke kanan, ke kiri, ke depan atau menyerong.

- Telapak tangan kanan/kiri telentang, terlungkup menghadap ke kanan, ke kiri, ke depan pengisyarat.

- Kedua tangan berdampingan, berjajar, bersilang atau bersusun. C. Tempat/Daerah Isyarat

Yaitu bagian badan yang menjadi tempat awal isyarat dibentuk atau arah akhir isyarat, antara lain:


(27)

14

- Leher.

- Dada kanan, kiri dan tengah.

- Tangan/ lengan. D. Arah

Yaitu gerak penampil sewaktu isyarat dibuat, antara lain:

- Mendekati atau menjauhi pengisyarat.

- Digerakan ke samping kanan, kiri atau bolak – balik. - Digerakan lurus atau melengkung.

E. Frekuensi

Merupakan jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat dibentuk. Adanya isyarat yang digerakan sekali, dua kali atau lebih atau gerakan kecil yang diulang – ulang.

Komponen penunjang yang tampil bersamaan dengan komponen meliputi: mimik muka, gerak tubuh, kecepatan gerakan, dan kelenturan gerak.

II.3 Analisa

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisa permasalahan yang diangkat adalah metode penelitian kuantitatif. Kuesioner dibagikan kepada 100 orang secara acak di Kota Bandung dengan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan bahasa isyarat dan ketertarikan mereka terhadap media informasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam menentukan perancangan yang akan dibuat.


(28)

15 Pertanyaan: “Apakah anda mengerti bahasa isyarat?”

Gambar II.6 Pengetahuan masyarakat terhadap bahasa isyarat

Pertanyaan: “Apakah anda mengetahui fungsi bahasa isyarat selain untuk berkomunikasi dengan penyandang tunarungu?”

Gambar II.7 Pengetahuan masyarakat terhadap manfaat mempelajari bahasa isyarat 0 10 20 30 40 50 60

Sangat mengerti Mengerti Sedikit Tidak mengerti

28 thn keatas 23 thn - 27 thn 19 thn - 22 thn 12 thn - 18 thn

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Mengetahui Belum mengetahui

12 thn - 18 thn 19 thn - 22 thn 23 thn - 27 thn 28 thn keatas


(29)

16 Pertanyaan: “Seberapa minatkah anda untuk mempelajari bahasa isyarat?”

Gambar II.8 Skala minat masyarakat untuk mempelajari bahasa isyarat

Pertanyaan: “Apakah anda mengetahui akses untuk mempelajari bahasa isyarat?”

Gambar II.9 Pengetahuan masyarakat mengenai akses untuk mempelajari bahasa isyarat 0

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Kurang berminat Berminat Sangat berminat

28 thn keatas 23 thn - 27 thn 19 thn - 22 thn 12 thn - 18 thn

11%

89%


(30)

17 Pertayaan: “Seberapa sering anda terhubung dan mengakses jaringan internet?”

Gambar II.10 Frekuensi masyarakat dalam mengakses Internet

Pertanyaan: “Media informasi apakah yang paling anda sukai?”

Gambar II.11 Ketertarikan masyarakat terhadap media informasi

Dari survey di atas, dapat diketahui:

o Sebanyak 50% dari responden tidak mengerti sama sekali tentang bahasa isyarat. 49% responden hanya mengerti sedikit, sedangkan 1% lainnya sangat mengerti bahasa isyarat.

0 5 10 15 20 25 30 35 Selalu Terhubung Sering Terhubung Terkadang Terhubung Jarang Terhubung

12 thn - 18 thn 19 thn - 22 thn 23 thn - 27 thn 28 thn keatas

Video

Artikel Tulisan Poster Lain-lain


(31)

18 o Selain untuk berkomunikasi dengan penyandang tunarungu, 78% responden

belum mengetahui manfaat lain dari mempelajari bahasa isyarat tunarungu. o Hampir sebagian responden mengaku kurang berminat untuk mempelajari

bahasa isyarat tunarungu.

o Hanya 11% responden yang mengetahui akses untuk mempelajari bahasa isyarat tunarungu.

o Sebanyak 59% responden selalu terhubung dan mengakses jaringan internet, 34% sering terhubung, dan sisanya hanya kadang-kadang.

o Video merupakan media informasi yang paling banyak dipilih oleh responden dibandingkan artikel tertulis, poster, dan media lainnya.

II.4 Target Audiens II.4.1 Demografis

Ditinjau dari latar belakang dan analisa dari hasil survey yang telah dilakukan, sasaran audiens yang tepat untuk kampanye sosial ini adalah pria dan wanita pada fase remaja sampai dewasa awal (sekitar umur 12-27 tahun) dengan status sosial menengah ke atas. Karena membangun masyarakat inklusif sebaiknya dimulai sejak dini. Para generasi muda adalah sasaran yang tepat untuk mensosialisasikan bahasa isyarat tunarungu.

II.4.2 Psikografis

Berikut adalah kecenderungan karakteristik dari perkembangan psikologis target audiens:

A. Fase Remaja

Menurut Departemen Kesehatan Indonesia, masa remaja dibagi menjadi 2 yaitu remaja awal pada usia antara 12-16 tahun dan remaja akhir yaitu pada usia antara 17-25 tahun. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004, 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak anak menjadi masa dewasa dimana masa ini mengalamin perkembangan dalam semua aspek untuk masuk ke masa dewasa. Remaja dikategorikan menajadi 3 kelompok, yaitu:

 Remaja Awal. Remaja awal adalah remaja berumur sekitar 12-15 tahun. Pada masa ini remaja mengalami perubahan pada fisik dan perkembangan daya intelektual sehingga berdampak pada rasa ingin tahuan yang besar pada dunia


(32)

19 luar. Pada masa ini remaja cenderung tidak lagi menganggap dirinya kanak-kanak namun masih memiliki kebiasaan pada masa kanak-kanak-kanak-kanak.

 Remaja Pertengahan. Pada masa petengahan ini remaja berusia sekitar 15-18 tahun. Pada masa ini remaja masih memiliki sifat kanak-kanak akan tetapi ada hal baru yang muncul pada remaja di usia ini, yaitu kesadaran akan kepribadian. Maka perasaan ragu-ragu yang ada pada masa remaja awal mulai hilang dan timbul rasa percaya diri pada diri sendiri. Rasa percaya diri ini menimbulkan penilaian kepada prilaku yang dilakukannya, selain itu remaja pada masa ini mulai mencari dan menemukan jati dirinya.

 Remaja Akhir. Remaja akhir adalah fase remaja yang terakhir dimana ramaja ini berusia sekitar 18-21 tahun. Pada masa ini remaja sudah bisa berfikir secara benar dan mengenali dirinya, pada fase ini remaja sudah mulai menggariskan bagaimana pola hidup dan tujuan yang akan dijalankannya. Pada fase ini remaja searusnya sudah mencapai titik kedewasaan dimana sudah mengambil keputusan untuk bagaimana membawa dirinya mencapai tujuannya.

B. Fase Dewasa Awal

Fase ini adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis.

Erickson seperti yang dikutip oleh Morks, Knoers & Haditono (2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain).

Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Hurlock (1994), mengemukakan beberapa karakteristik dewasa


(33)

20 awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.

II.4.3 Geografis

Menurut Paul L. Tobing (2007), Bandung memiliki sejarah panjang tentang pengetahuan dan tradisi keilmuan yang cukup panjang. Di kota ini juga sudah dididik ribuan anak muda yang sudah berhasil menjadi pemimpin bangsa Indonesia, contohnya Ir. Sukarno.

Bandung terkenal dengan pusat-pusat pengetahuan, pendidikan, penelitian, pelatihan dan seni yang terpandang di Indonesia. Untuk pendidikan, kota ini memiliki SMA Negeri 3 Bandung, ITB, UNPAD, UNIKOM dan universitas terkemuka lainnya. Di bidang penelitian, di kota ini hadir LIPI, LAPAN, LEN, Telkom dan lain-lain.

Penduduk Bandung juga memiliki banyak komunitas sosial. Hal ini didukung oleh program pemerintah membangun Bandung sebagai creative city bersama Yogyakarta. Salah satunya Gerkatin regional Jawa Barat yang sekretariatnya terletak di Kota Bandung.

II.5 Analisis Masalah dan Solusi

Masa remaja menuju dewasa, merupakan fase dimana mereka sedang dalam proses mempelajari pola hubungan timbal balik melalui interaksi dengan orang lain. Inilah saat yang tepat untuk memperkenalkan bahasa komunikasi tunarungu pada generasi muda. Diharapkan pula bahasa isyarat dapat lebih cepat populer, karena karakteristik remaja yang menyukai aktifitas kelompok sehingga bahasa isyarat bisa cepat menyebar dari satu orang ke orang lainnya.

Dari analisa yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa minat untuk mempelajari bahasa isyarat tunarungu perlu ditingkatkan, dengan cara memberi pengetahuan tentang manfaat-manfaat mempelajari bahasa isyarat, bersamaan dengan informasi akses untuk mempelajarinya, dengan mengikuti kegiatan pembelajaran bahasa isyarat gratis yang diadakan oleh Gerkatin Jawa Barat. Maka


(34)

21 salah satu solusi yang baik adalah dengan membuat sebuah kampanye sosial berupa ajakan untuk mempelajari bahasa isyarat tunarungu. Kampanye ini akan dilakukan sepanjang tahun 2015-2016, dan masyarakat dalam fase remaja sampai dewasa awal yang akan menjadi target audiensnya. Target utama kampanye sosial ini adalah siswa-siwi sekolah inklusi dan orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan pelayanan masyarakat.

Oleh karena itu, dibutuhkan media yang tepat untuk menyampaikan kampanye ini. Berdasarkan hasil survey, video merupakan media informasi yang paling disukai oleh responden. Maka, pembuatan video infografis akan cocok digunakan sebagai media utama kampanye sosial ini. Karena video infografis dapat memperlihatkan informasi rumit secara sederhana dan jelas, dengan mengkombinasikan bahasa film, animasi, dan desain grafis dan menyatukan beberapa elemen kreatif seperti tipografi, ilustrasi, logo, bentuk, dan video. Elemen-elemen tersebut kemudian digerakan sehingga membentuk sebuah cerita yang menarik untuk disaksikan. Kampanye sosial ini dapat didistribusikan melalui event “Bandung Deaf

Awareness 2015”, media online, dan media elektronik yang sering diakses oleh para target audiens sehingga pesan akan tersampaikan secara efektif dan cepat menyebar dari satu orang ke orang lainnya. Perancangan ini akan bermanfaat untuk masyarakat khususnya target audiens karena dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Selain itu, dapat mengurangi efek negatif dari

keterasingan dalam pergaulan karena semakin banyak orang yang dapat berbahasa isyarat.


(35)

22 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan merupakan sebuah cara untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada target audiens agar target audiens dapat menangkap isi dari pesan atau informasi. Kampanye pengenalan bahasa isyarat tunarungu di Kota Bandung ini menggunakan strategi komunikasi persuasif yang akan dilakukan dari awal Agustus 2015 sampai Maret 2016.

Kampanye ini menggunakan slogan “Kita Bisa #isyaratIN” sebagai judul kampanye. “IsyaratIN” Merupakan singkatan dari “Isyarat Indonesia”, IsyaratIN terdengar seperti kata informal dari kata “isyaratkan”. Kata-kata informal banyak digunakan oleh target audiens karena terdengar lebih santai dan tidak kaku. “IsyaratIN” akan diaplikasikan menjadi hashtag yang tertera disemua rangkaian perancangan media sebagai identitas kampanye agar lebih melekat di benak target audiens dan masyarakat.

III.2.1Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi perancangan kampanye sosial bahasa isyarat tunarungu ini antara lain:

A. Untuk membangun persepsi bahwa mempelajari bahasa isyarat tunarungu itu tidak kalah kerennya dengan mempelajari bahasa asing dan memiliki banyak manfaat jika dipelajari.

B. Mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh Gerkatin Jawa Barat.

III.2.2Pesan Utama

Pesan utama dalam kampanye ini adalah ajakan kepada masyarakat untuk mulai berkomunikasi dengan para penyandang tunarungu melalui bahasa isyarat.

III.2.3Materi Pesan

Materi pesan yang disampaikan pada perancangan video infografis kampanye sosial ini terdiri dari 5 bahasan. Pada awal video memancing target audiens


(36)

23 dengan pertanyaan seputar bahasa. Selanjutnya memberikan penjelasan tentang bahasa isyarat dan fakta manfaat mempelajari bahasa isyarat. Lalu memaparkan fakta tentang jumlah penyandang tunarungu di Indonesia. Kemudian ajakan untuk mempelajari bahasa isyarat tunarungu, dan menginformasikan kegiatan Gerkatin, setelah itu diakhiri dengan ajakan untuk berpartisipasi dalam kegiatan Gerkatin. III.2.4Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa persuasif, yang bertujuan untuk meyakinkan dan membujuk target audiens agar melakukan apa yang dipesankan dalam kampanye. Dengan menggunakan pendekatan psikologis, yaitu pendekatan yang berusaha membangkitkan dan merangsang emosi target audiens agar merasa bangga jika dapat berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Juga menggunakan pendekatan rasional, yakni dengan menyampaikan fakta-fakta manfaat mempelajari bahasa isyarat tunarungu untuk semakin meyakinkan target audiens. III.2.5Khalayak Sasaran Perancangan

Audiens kampanye sosial ini adalah seluruh masyarakat Indonesia, karena media perancangannya akan ditayangkan dia media massa dan disaksikan oleh masyarakat dari segala umur dan status sosial. Namun target audiens utama kampanye sosial ini adalah para siswa siswi sekolah inklusi yang berhubungan langsung dengan para penyandang tunarungu, dan orang-orang yang pekerjaannya melibatkan hubungan dengan masyarakat umum. Namun tidak menutup kemungkinan perancangan ini akan mempengaruhi masyarakat selain dari target audiens utama. Akan tetapi ini merupakan hal yang positif, karena jika mendapat respon yang baik dari masyarakat dengan skala lebih luas diharapkan semakin banyak yang tertarik untuk mempelajari bahasa isyarat.

III.2.6Strategi Kreatif

Strategi kreatif yang digunakan untuk kampanye sosial ini adalah alur interaksi AISAS (Attention, Interest, Search, Action, Share) karena menunjukkan prospek melewati tahap perhatian, minat, pencarian, aksi, dan berbagi secara berturut-turut sehingga memudahkan dalam melakukan perencanaan pada masing-masing tahap di era yang tidak pernah lepas dari internet saat ini.


(37)

24 A. Attention (Perhatian)

Untuk menarik perhatian target audiens di kota Bandung, dibuatlah ambient media. Dipasangkan beberapa spanduk yang meminta masyarakat untuk menemukan kode-kode yang tersembunyi di kota Bandung. “Kode” tersebut adalah abjad isyarat SIBI yang di aplikasikan di angkutan kota, bus Damri, bus Bandros, dan neon sign Jembatan Pasupati. Tidak lupa disertakan link hashtag #isyaratin sebagai salah satu identitas kampanye sosial ini.

Mengirim 20 undangan untuk orang-orang yang telah dipilih untuk menjadi relawan dalam acara “Bandung Deaf Awareness 2015”. Relawan diminta untuk menyanyikan lagu “Kita Bisa” dengan bahasa isyarat sesuai dengan video tutorial yang diberikan.

B. Interest (Minat)

Selanjutnya adalah menumbuhkan minat para target audiens untuk menindak lanjuti lebih jauh lagi setelah mendapatkan perhatian target audiens. Menggunakan kata kunci #isyaratIN yang dapat digunakan sebagai hashtag yang akan diperkenalkan di media jejaring sosial melalui akun-akun tokoh populer yang memiliki kredibilitas tinggi di mata netizen, seseorang yang didengarkan opininya, dipercayai, dan membuat orang lain bereaksi setelahnya atau banyak disebut sebagai buzzer / influencer. Semakin banyak hashtag digunakan, akan membuat kampanye ini menjadi trending topic, maka kemungkinan untuk dibaca akan lebih besar sehingga menarik perhatian orang.

Selanjutnya adalah disebarkan poster event “Bandung Deaf Awareness 2015” seiring dengan meningkatnya popularitas hashtag yang menyebar di sosial media, juga ajakan untuk datang ke acara tersebut. Poster digital disebarkan oleh buzzer jejaring sosial, sedangkan poster cetak ditempel di majalah dinding sekolah inklusi, stasiun, rumah sakit, dan lain-lain. Spanduk pun mulai dipasang di tempat-tempat strategis di Bandung agar informasi acara Bandung Deaf Awareness tersebar lebih luas.


(38)

25 C. Search (Pencarian)

Menggerakkan rasa penasaran target audiens dari ambient media dan poster yang disebar, karena terdapat kode bahasa isyarat yang hanya dapat diketahui artinya dengan mencari kamus abjad jari bahasa isyarat SIBI. Lalu menyebarkan link video klip bahasa isyarat “Kita Bisa” melalui buzzer jejaring sosial untuk menuntun target audiens agar datang untuk menyaksikan konser “Kita Bisa #isyaratin” pada acara “Bandung Deaf Awareness 2015”. Selanjutnya adalah menyebarkan Flyer acara Bandung Deaf Awareness untuk menginformasikan rundown dan apa saja yang ada di acara tersebut.

D. Action (Aksi)

Penyampaian kampanye sosial pada acara “Bandung Deaf Awareness”. Pada puncak acara, para relawan dan penyandang tunarungu akan bernyanyi dengan bahasa isyarat bersama dalam satu panggung dan disaksikan oleh ratusan masyarakat kota Bandung yang datang. Video infografis “Kita Bisa #isyaratin” ditayangkan di layar besar dan di monitor pada booth Gerkatin untuk menginformasikan benefit mempelajari bahasa isyarat dan mendorong orang-orang untuk mempelajari bahasa isyarat.

Video ini pun akan menjadi youtube advertising dan disebar dengan QR Code agar dapat ditonton oleh masyarakat yang tidak sempat hadir ke event “Bandung Deaf Awareness 2015”. Tujuannya agar tercipta suatu keinginan atau hasrat terhadap inti dari kampanye sosial ini dengan melakukan penekanan-penekanan pesan melalui video infografis.

E. Share (Berbagi)

Membagikan piagam penghargaan dan merchandise untuk para relawan. Saat para relawan sudah merasakan pengalaman mempelajari bahasa isyarat secara langsung, maka lewat media sosial mereka akan sharing tentang pengalamannya. Dan ini yang biasanya dijadikan rekomendasi langsung bagi masyarakat pengguna sosial media lainnya, sehingga kampanye sosial ini pun dapat menyebar lebih luas lagi. Merchandise juga dibagikan kepada pengunjung “Bandung Deaf Awareness


(39)

26 2015” yang berhasil menjawab kuis yang dilontarkan pada saat acara berlangsung sebagai kenang-kenangan untuk dibawa pulang.

Mengadakan “Dubsmash Challenge” yang dapat diikuti oleh seluruh masyarakat Indonesia. Memimta masyarakat khususnya anak muda untuk mengirimkan video dubsmash bahasa isyarat menggunakan lagu yang ada di soundboard #isyaratin. Tujuannya untuk menjadi media reminding terhadap kampanye setelah acara “Bandung Deaf Awareness 2015” selesai. “Dubsmash Challenge” ini diadakan secara berkala dengan lagu-lagu yang bervariasi.

Mengundang beberapa target audiens utama untuk menjadi duta bahasa isyarat yang nantinya akan tergabung dalam komunitas Gerkatin. Duta bahasa isyarat ini nantinya akan belajar berbahasa isyarat bersama Gerkatin secara khusus, dan memiliki misi untuk mempromosikan ataupun mengajari teman-temannya menggunakan bahasa isyarat.

III.2.7Strategi Media

Berdasarkan pada objek perancangan yang akan dibuat, maka dalam pemilihan suatu media diharapkan dapat menjadi solusi dan menjawab permasalahan. Media yang digunakan terbagi pada dua jenis yaitu media utama dan media pendukung serta bagaimana mekanisme dan penempatan media-media tersebut .

A. Media Utama

Video infografis dianggap sebagai salah satu media yang dianggap cukup efektif untuk penyampaian pesan kampanye sosial pengenalan bahasa isyarat tunarungu. Menurut Doug Newsom and Jim Haynes (2004:236), grafis informasi atau infografis adalah representasi visual informasi, data atau ilmu pengetahuan secara grafis. Grafis ini memperlihatkan informasi rumit dengan singkat dan jelas, seperti pada papan, peta, jurnalisme, penulisan teknis, dan pendidikan. Melalui grafis informasi, ilmuwan komputer, matematikawan dan statistikawan mampu mengembangkan dan mengkomunikasikan konsep menggunakan satu simbol untuk memproses informasi.

Dikutip dari situs alboardman.com (Situs resmi milik seorang motion designer dari Chicago, UK), video infografis adalah teknik digital yang mengkombinasikan


(40)

27 gambar, kata, suara, dan video. Video infografis juga merupakan kombinasi dari bahasa film, animasi, dan desain grafis dan menyatukan beberapa elemen kreatif seperti tipografi, ilustrasi, logo, bentuk, dan video. Elemen-elemen tersebut kemudian digerakan sehingga membentuk sebuah cerita. Video infografis sangat cocok untuk menarik perhatian target audiens dalam fase remaja dan dewasa awal.

Gambar III.1 Video Infografis

B. Media Pendukung

 Acara “Bandung Deaf Awareness 2015”

“Bandung Deaf Awareness 2015” adalah event tahunan untuk memperingati

Hari Tunarungu Sedunia. Acara ini diadakan pada tanggal 27 September 2015 bertempat di Gedung Sasana Budaya Ganesha, Bandung. Nilai edukasi yang ingin disampaikan melalui acara ini ialah merobohkan tembok pembatas antara penyandang tunarungu dan masyarakat normal karena sulitnya berkomunikasi. Acara ini memperkenalkan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) kepada masyarakat luas.

Diadakan bincang-bincang “Apa itu Bahasa Isyarat” oleh Miss Deaf Indonesia dan Ketua Gerkatin Jawa Barat bersama aktris Dewi Yull sebagai pembawa acaranya. Ada pula pertunjukan tari, teater dan pantomime oleh komunitas Deaf Art Community, juga speed training bahasa isyarat bersama


(41)

28 ibu Endah Mulyani, S.Pd. Di luar Auditorium, terdapat tenant-tenant berjualan makanan, minuman, dan fashion item. Juga pemutaran film tentang penyandang tunarungu, “Barfi” dan silent movie, “The Artist”.

Banyak cara menyenangkan dalam mempelajari bahasa isyarat, salah satunya melalui interpretasi lagu. Dinas Sosial Kota Bandung bersama GERKATIN Jawa Barat akan menjembatani para penyandang tunarungu dengan masyarakat normal yang tergabung menjadi #relawanBDA2015. Para penyandang tunarungu diajarkan “bernyanyi” dan relawan diajarkan berisyarat. Bersama-sama mereka akan menampilkan lagu “Kita Bisa” secara live. Video infografis “Kita Bisa #isyaratin” akan diputar pertama kali disini untuk mengedukasi masyarakat manfaat mempelajari bahasa isyarat dan mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Gerkatin Jawa Barat.

Hashtag

Hashtag merupakan adalah kata atau frasa (tanpa spasi) yang diawali dengan simbol tanda pagar (#). Hashtag membantu orang-orang menemukan dan bergabung dengan percakapan tentang topik tertentu. Menekan simbol hashtag pada jejaring sosial akan menampilkan konten terkait di sosial media. Hashtag yang akan dipakai untuk promo acara “Bandung Deaf Awareness 2015” adalah #isyaratin, yaitu tema kampanye.

Menyesuaikan dengan target audiens, dipilih beberapa influencer yang aktif dimedia sosial dan cocok untuk menyebarkan hashtag kampanye ini, yaitu @ridwankamil (Walikota Bandung, memiliki 1.122.974 followers Twitter), @fitrop (Presenter, memiliki 2.169.996 followers Twitter), @tulusm (Penyanyi, memiliki 315.860 followers Twitter), @pidibaiq (Seniman, penulis buku, imam besar The Panasdalam memiliki 215.704 followers Twitter), dan @ranforyourlife (Band, memiliki 375.174 followers Twitter). Mereka akan diberi naskah briefing berkaitan dengan kampanye untuk dikembangkan menjadi tweet yang nantinya akan di-post di akun sosial media dengan gaya masing-masing.


(42)

29 Gambar III .2 Contoh Penggunaan Hashtag

Sumber: creasionbrand.com

Ambient media

Ambient media pada angkutan kota, bus Bandros, bus Damri, neon sign, dan spanduk yang menyampaikan kode-kode bahasa isyarat untuk menarik rasa penasaran masyarakat digunakan sebagai salah satu strategi distribusi informasi event “Bandung Deaf Awareness 2015”. Tujuan digunakannya ambient media adalah memberikan memorable experience kepada target audiens.


(43)

30  Undangan Relawan “Bandung Deaf Awareness 2015”

Sebanyak 20 undangan disebar kepada relawan “Bandung Deaf Awareness 2015”. Relawan terdiri dari 8 pelajar dari SMP Al-Ghifari Bandung, SMPN 47 Bandung, SMAN 6 Bandung, dan SMK-BPP Bandung; 4 dokter dari RS. Hasan Sadikin, 2 petugas Stasiun Bandung, 2 petugas Museum Geologi Bandung, 4 dokter dari Puskesmas Balai Kota, Puskesmas Antapani, Puskesmas Cigondewah, dan Puskesmas Sarijadi.

Gambar III .4 Undangan Relawan “Bandung Deaf Awareness 2015”  Poster

Poster yang disebarkan melalui jejaring sosial maupun media cetak diharapkan mampu menjadi media persuasi yang efektif untuk target audiens. Poster digital juga dapat memberikan pengaruh pada yang melihatnya melalui pesan visual dan verbal yang lugas sehingga dapat menyampaikan informasi yang dimuat pada gambar dalam poster tersebut.


(44)

31 Gambar III.5 Poster Event “Bandung Deaf Awareness 2015”

 Spanduk

Dilakukan pemasangan spanduk acara “Bandung Deaf Awareness 2015” di tempat-tempat strategis di Kota Bandung seperti jalan Margahayu Raya, jalan Cikutra, jalan Surapati, jalan Dago, jalan Cihampelas, jalan Pajajaran, jalan Gegerkalong, dan jalan Gatot Subroto. Spanduk dipajang di tepi jalan atau melintang di tengah jalan sehingga banyak terbaca oleh pengguna jalan yang melewatinya. Ukurannya besar sehingga mudah tertangkap oleh target audiens.


(45)

32 Spanduk yang lainnya dipasang di sekolah-sekolah inklusi seperti SMP Al-Ghifari Bandung, SMPN 47 Bandung, SMAN 6 Bandung, dan SMK-BPP Bandung. Tujuan dipasangkannya spanduk ini adalah untuk menarik minat para target audiens untuk mempelajari bahasa isyarat.

Gambar III.7 Spanduk Promosi SIBI

 Video Klip Bahasa Isyarat “Kita Bisa”

Video Klip ini dibuat untuk mengajak masyarakat agar menjadi #relawanBDA2015. Menampilkan video dari lagu yang dinyanyikan oleh grup band RAN featuring Tulus dengan bahasa isyarat oleh orang-orang dengan berbagai umur dan pekerjaan. Tujuan ditayangkannya video klip ini adalah menyentuh dan menggerakan hati target audiens untuk turut terlibat dalam event “Bandung Deaf Awareness 2015”.


(46)

33 Gambar III.8 Video Klip Bahasa Isyarat “Kita Bisa”

Flyer

Flyer didesain untuk memberikan informasi lebih rinci mengenai acara “Bandung Deaf Awareness 2015”. Flyer dicetak di selembar kertas A4 yang dilipat menjadi tiga agar terlihat lebih praktis dan mudah dibagikan atau dibawa orang. Flyer dicetak dalam jumlah banyak dan dibagikan ke masyarakat Kota Bandung 10 hari sebelum acara berlangsung.


(47)

34 Gambar III.9 Flyer Acara

Adapun flyer yang dibagikan di pintu masuk saat acara berlangsung, berisi informasi floor plan Gedung Sabuga dan isyarat jari abjad SIBI sebagai pengenalan awal bahasa isyarat.


(48)

35  Gimmick

Aplikasi kreatif pada kemasan botol Aqua, Mizone, dan Pop Mie menggunakan isyarat abjad SIBI pada penulisan nama produk. Dibuat untuk memberikan memorable experience bagi pengunjung acara “Bandung Deaf Awareness 2015”. Brand-brand tersebut dipilih karena memiliki kedekatan dengan target audiens, banyak dikonsumsi, disukai, praktis dan memiliki harga yang terjangkau.

Gambar III.11 Gimmick

Stage “Bandung Deaf Awareness 2015”

Panggung digunakan sebagai tempat berlangsungnya talkshow, pertunjukan tari, teater dan pantomime, speed training bahasa isyarat, juga konser “Kita Bisa #isyaratin”. Terletak di dalam auditorium Gedung Sasana Budaya Ganesha.


(49)

36  Booth Gerkatin dan Relawan BDA2015

Booth terletak di depan pintu masuk Gedung Sabuga, sebagai bagian informasi pengunjung, photo booth, juga untuk pendaftaran anggota baru dan meeting point untuk para relawan BDA2015.

Gambar III.13 Booth Gerkatin dan Relawan BDA2015

X-banner

Dipasang di dekat booth Gerkatin dekat pintu masuk Gedung Sabuga, berisi informasi tentang “Dubsmash Challenge” yang dapat diikuti oleh masyarakat umum, berhadiah uang tunai dan bingkisan menarik dari Gerkatin. Caranya adalah dengan mengirimkan video dubsmash bahasa isyarat menggunakan lagu “Kita Bisa” yang tersedia di soundboard #isyaratin.


(50)

37 Gambar III.14 X-banner “Dubsmash Challenge”

Merchandise

Terdiri dari kaos, totebag, gantungan kunci, sticker, dan pin. Merchandise ini akan dibagikan untuk para relawan “Bandung Deaf Awareness 2015” dan sebagai hadiah kuis bagi para pengunjung.


(51)

38  Piagam Relawan BDA2015

Diberikan kepada relawan BDA2015 untuk menghargai partisipasinya dalam acara “Bandung Deaf Awareness 2015”.

Gambar III.16 Piagam Relawan BDA2015

III.2.8Strategi Distribusi

Pertimbangan dasar distribusi kampanye ini adalah bagaimana informasi atau pesan yang disampaikan akan efektif dan mampu diterima oleh target audiens. Berikut merupakan survey yang dilakukan kepada 100 orang remaja-dewasa awal di Kota Bandung:


(52)

39 Gambar III.17 Popularitas jejaring sosial

Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, diketahui bahwa urutan popularitas jejaring sosial dari yang paling banyak digunakan oleh target audiens: Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, Blog, diikuti jejaring sosial lainnya. Maka strategi distribusi media yang digunakan sebagai saluran penyebaran media adalah sebagai berikut:

Tabel III.1 Strategi Distribusi Media

Media Waktu Jalur Distribusi

Ambient media Agustus 2015-September 2015

Spanduk, neon sign, angkutan kota, bus

Damri Video Klip Bahasa

Isyarat “Kita Bisa”

Agustus 2015-Maret 2016

Twitter, Facebook, Instagram Media promosi event

“Bandung Deaf Awareness 2015” dan

#rekawanBDA2015

Agustus 2015 – September 2015

Ambient media, spanduk, Facebook,

Twitter, Instagram, poster, Flyer Video Infografis “Kita

Bisa #isyaratin”

Agustus 2015 – Maret 2016

Event “Bandung Deaf Awareness 2015”, 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 thn keatas 23 thn - 27 thn 19 thn - 22 thn 12 thn - 18 thn


(53)

40 Youtube Advertising, Twitter, Facebook, QR

Code

Merchandise September 2015

Event “Bandung Deaf Awareness 2015”, pop

up quiz

“Dubsmash Challenge” September 2015 –

Oktober 2015

X-banner, Instagram, Twitter, Facebook

III.2 Konsep Visual

Untuk mendapatkan hasil visual yang konsisten, dinamis, dan tepat sasaran, maka dibuatlah konsep visual yang mengacu pada tujuan perancangan, look and mood yang ingin ditampilkan sesuai kebutuhan.

III.2.1 Format Desain

Format video infografis ini menggunakan resolusi widescreen 16:9 mempertimbangkan pandangan mata seseorang yang bersifat horizontal, sehingga akan mendapatkan kenyamanan saat menonton, dengan spesifikasi format sebagai berikut :

- Custom video for windows

- Frame size: 1050 x 576 px

- Frame rate: 25 fps

- Aspect ratio: PAL widescreen square pixel 16 : 9

- Channel: RGB

- Color: Millions of Colors+

- Format video: quicktime (.mov)

- Video Codec: Animation

- Duration: 00:02:09

- Audio sample rate: 48 kHz

- Audio channels: Stereo

- Format audio: mp3


(54)

41 III.2.2 Layout

Penyusunan dari elemen-elemen pada media perancangan ini menggunakan prinsip penekanan center of interest dan symmetrical balance. Tujuannya untuk menitikberatkan perhatian target audiens terhadap objek yang sedang dibahas dan menyeimbangkan komposisi antara kiri dan kanan. Dengan penggunaan bidang kosong yang cukup luas untuk menciptakan fokus, akan menampilkan elemen gambar bergerak dan teks yang dapat memudahkan target audiens menerima informasi yang disajikan.

Gambar III.18 Referensi Layout untuk video infografis Sumber : inexpo.tumblr.com

Berikut merupakan contoh screenshot tata letak yang digunakan pada perancangan media utama video infografis, berdasarkan konsep dan referensi yang telah ditentukan:


(55)

42 Gambar III.19 Layout untuk video infografis Kita Bisa #isyaratin

III.2.3 Tipografi

Untuk menyesuaikan dengan gaya visual, maka jenis tipografi yang digunakan untuk media aplikasi kampanye sosial ini adalah font yang memiliki bentuk simpel. Untuk body text, typeface yang digunakan adalah Helvetica dari keluarga Sans-serif. Tujuannya agar tipografi nyaman dibaca di layar monitor. Helvetica juga cocok untuk judul, karena cukup menonjol dan mudah dibaca dari jauh. Font ini memiliki karakter yang „bersih‟ dan mudah dibaca walau berukuran kecil.


(56)

43 Adapun decorative text yang digunakan adalah typeface Arista 2.0. Penggunaan yang konsisten dari jenis font ini akan membuat audiens menangkap kesan formal namun tetap santai.

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890~!@#$%^&*()_-0}|~”<>?/..’,+=

-

THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG

the quick brown fox jumps over the lazy dog

III.2.4 Ilustrasi

Gaya ilustrasi yang digunakan untuk video infografis kampanye sosial ini adalah desain datar atau lebih sering disebut flat design, dengan gaya yang minimalis, menghindari tekstur dan efek pencahayaan serta menggunakan warna yang datar.

Gambar III.20 Referensi Ilustrasi flat design Sumber : instagram.com/burntoast


(57)

44 Ilustrasi flat design menempatkan penekanan pada konten. Gaya desain ini juga cocok untuk teknologi responsif karena menggunakan lebih sedikit tekstur. Desain yang responsif melakukan pendekatan dengan menanggapi perilaku dan lingkungan pengguna berdasarkan pada ukuran, platform dan orientasi layar.

Gambar III.21 Ilustrasi untuk video infografis “Kita Bisa #isyaratin” A. Tokoh Utama

Sebagai maskot, maka dirancang tokoh-tokoh utama yang akan muncul pada media-media perancangan kampanye sosial ini, antara lain:


(58)

45 Gambar III.22 Ilustrasi tokoh utama

 Indah adalah seorang pelajar berumur 16 tahun. Ia adalah penyandang tunarungu yang bersekolah di SLB Negeri Cicendo. Indah menggunakan bahasa isyarat SIBI untuk berkomunikasi. Sifatnya yang periang dan aktif membuat ia mudah akrab dengan orang baru.

Gambar III.23 Tahap pembuatan karakter Indah

 Delin adalah seorang pembaca berita di stasiun televisi TVRI berumur 24 tahun. Ia cukup antusias dalam mempelajari SIBI, karena ingin menjadi interpreter bahasa isyarat.


(59)

46 Gambar III.24 Tahap pembuatan karakter Delin

 Rafli adalah seorang mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang berusia 21 tahun. Ia cukup aktif mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Gerkatin Jawa Barat karena ingin lebih dekat dan dapat mengerti karakter para penyandang disabilitas yang kelak akan sering ditemuinya.

Gambar III.25 Tahap pembuatan karakter Rafli

 Arfan adalah seniman yang tergabung dalam Deaf Art Community. Bersama teman-temannya sesama tunarungu, ia berkreasi dalam seni tari dan teater, berpuisi isyarat, serta freestyle basketball. Arfan yakin mampu mengubah stigma masyarakat bahwa para penyandang tunarungu mampu melakukan segalanya yang orang normal lakukan, kecuali mendengar melalui telinganya.


(60)

47 Gambar III.26 Tahap pembuatan karakter Arfan

Adapun tokoh-tokoh lain yang muncul dalam perancangan media kampanye sosial ini, antara lain Latifah, Ginanjar, Alya, Pedro, Tiwi, dan Nabila. Mereka semua adalah anggota aktif Gerkatin Jawa Barat.

Gambar III.27 Ilustrasi tokoh pendukung

B. Latar Belakang

Latar belakang yang digunakan pada perancangan media-media kampanye sosial ini memakai pattern (pola) yang terdiri dari ikon-ikon berhubungan dengan ketunarunguan dan bahasa isyarat.


(61)

48 Gambar III.28 Referensi pattern isyarat abjad jari

Sumber : alicenevada.tumblr.com

Berikut adalah pola-pola yang dipakai pada perancangan media kampanye:

Gambar III.29 Pattern gelombang audio dan isyarat abjad jari

Selain itu, dibuat pula latar belakang yang menggambarkan Kota Bandung yang indah, modern dan asri dengan siluet Gedung Sate sebagai landmark.


(62)

49 Gambar III.30 Latar belakang Kota Bandung

C. Elemen Visual

Elemen visual yang digunakan secara konsisten pada perancangan media-media kampaye sosial ini antara lain:

 Isyarat abjad jari SIBI, digunakan untuk pengejaan nama.

Gambar III.31 Referensi Ilustrasi isyarat abjad jari SIBI Sumber: Lifeprint.com


(63)

50 Berikut merupakan ilustrasi penyederhanaan gambar isyarat abjad jari SIBI di atas:

Gambar III.32 Ilustrasi isyarat abjad jari SIBI

 Logo “Bandung Deaf Awareness 2015”, digunakan sebagai event identity pada setiap media perancangan yang berhubungan dengan acara tersebut.

Gambar III.33 Logo “Bandung Deaf Awareness 2015” III.2.5Warna

Warna yang digunakan pada media perancangan ini adalah kombinasi antara warna panas dan warna dingin. Untuk menciptakan kontras warna dan penekanan konten, maka warna komplementer didekatkan satu dengan yang lainnya dengan


(64)

51 penyesuaian shade dan tint. Penyesuaian chroma-pun menunjang dalam memberi tingkat saturasi satu dengan yang lainnya dan menciptakan harmoni warna.

Gambar III.34 Referensi warna Sumber : color-collective.blogspot.com

Berikut adalah warna yang dipakai pada perancangan media kampanye “Kita Bisa #isyaratIN”, mengambil beberapa adaptasi dari warna logo komunitas Gerkatin.


(65)

52 III.2.6Audio

Audio merupakan elemen yang sangat penting pada perancangan berbasis audio-visual. Penggunaan audio dapat memberikan mood tertentu bagi audiens yang menonton kampanye sosial ini.

A. Voice Over

Voice over dalam video infografis digunakan dalam bentuk naratif, dengan cara bercerita per-sub tema. Penggunaan voice over ini dapat membuat video infografis menjadi lebih efektif, karena melibatkan dua indera, pendengaran dan penglihatan dalam menerima informasi, sehingga audiens lebih bisa menikmati gambar yang disajikan dan pesan yang kita bawa dapat tersampaikan secara jelas. Berikut konten dari narasi voice over pada media perancangan video infografis: “Apa aja sih bahasa asing yang kamu pelajari? Inggris? (Hello) Jepang? (Konnichiwa) Perancis? (Bonjour) Arab? (Marhaban)

Pernah ga kepikiran buat belajar bahasa isyarat?

Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi nonverbal, dengan mengkombinasikan bentuk tangan, gerak lengan dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran.

Bahasa ini digunakan secara permanen oleh penyandang tunarungu dan tunawicara untuk berkomunikasi. Selain itu, dapat pula menjadi komunikasi alternatif pada saat diving, berbicara secara privat, ataupun berbicara di tempat yang sangat ramai.

Tau ga sih, terdapat lebih dari dua juta lima ratus ribu penyandang tunarungu di Indonesia. Jumlah ini lebih banyak daripada jumlah penduduk di Namibia, Brunei Darussalam, Monaco, dan Islandia. Let’s join a conversation with them! Mempelajari bahasa isyarat akan memperkaya dan meningkatkan proses kognitif pada otak. Keterampilan berkomunikasi juga akan menjadi lebih efektif. Oh iya,


(66)

53 kamu juga bisa mendapatkan peluang menjadi penerjemah bahasa isyarat di stasiun televisi atau pada acara khusus kenegaraan. Keren!

Gimana, tertarik belajar bahasa isyarat?

Para penyandang tunarungu di Indonesia mempunyai sebuah komunitas bernama GERKATIN, gerakan untuk kesejahteraan tunarungu Indonesia. Nah, buat kamu yang berlokasi di kota Bandung, Gerkatin Jawa Barat memberikan kesempatan untuk mempelajari bahasa isyarat secara cuma-cuma... alias gratis!

Dateng aja ke SLBN Cicendo Bandung. Disana, kamu bisa berinteraksi langsung sama ahlinya dan ketemu banyak temen baru.

Untuk info lebih lanjut, kamu bisa masuk ke www.gerkatin.com atau mampir ke facebook page Gerkatin Jawa Barat. Jangan lupa di like ya!

Let’s open up a new world of relationship! Bersama Gerkatin, yuk mulai isyaratIN!”

III.2.7 Background Music

Musik yang digunakan sebagai latar belakang untuk perancangan video infografis ini adalah musik instrumental ber-genre pop. Untuk membangun mood santai dan ceria, maka musik yang dipakai bergaya easy listening. Ciri-cirinya, musik mudah dihafal, tidak agresif, menciptakan suasana hangat, dan memiliki tempo sedang. Pengaturan volume diterapkan pada pengaturan background music ini. Sekitar satu dua detik sebelum voice over terdengar, musik sudah mulai mengecil. Selama voice over, musik hanya terdengar sedikit, tidak mendominasi.


(67)

54 BAB IV

KONSEP TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA

IV.1 Media Utama

Sesuai dengan strategi perancangan dan konsep visual, media utama yang dibuat dalam perancangan kampanye sosial ini adalah video infografis.

IV.2.1 Perangkat Produksi

Pembuatan video infografis ini membutuhkan perangkat komputer dengan spesifikasi sebagai berikut:

 Processor : Intel(R) Core(TM) i3-3240  Motherboard : Gigabyte Technology Co., Ltd  Harddisk : 500 gb

 VGA : NVIDIA GeForce GT 630

 Memory : 4096mb RAM  Monitor : LG LED 20EN33  Speaker : Simbadda

Berikut beberapa software yang digunakan dalam pembuatan video infografis:  Adobe Illustrator CS6

 Adobe After Effect CS6  Cubase Steinberg

IV.2.2 Teknis Produksi A. Pra Produksi

Pada tahap pra produksi, dilakukan pembuatan konsep yang akan di aplikasikan pada tahap produksi, diantaranya :

o Storyline. Digunakan untuk membuat urutan cerita yang berkesinambungan atau continuity.

o Storyboard. Digunakan untuk mempermudah proses produksi dalam menentukan angle, layout, efek, dan transisi.

o Pembuatan Visual Asset. Setelah membuat storyboard, selanjutnya adalah membuat ilustrasi digital dengan menggunakan software Adobe Illustrator


(68)

55 CS6. Pada tahapan ini, konten-konten ilustrasi yang dibutuhkan dalam proses produksi dibuat.

Gambar IV.1 Pembuatan Visual Asset

o Narasi. Proses perekaman narasi dilakukan menggunakan software Cubase Steinberg.


(69)

56 B. Produksi

Pada tahapan produksi, dilakukan proses compositing, animating, visual effect, dan juga transisi menggunakan software Adobe After Effect CS6.

Gambar IV.3 Proses Animating

Untuk mempermudah proses produksi, setiap scene dikerjakan pada composition yang berbeda, untuk nantinya digabungkan pada tahap akhir.


(70)

57 Selanjutnya, dilakukan proses sound scoring untuk memasukkan narasi, backsound dan sound effect.

Gambar IV.5 Proses sound scoring

C. Pasca Produksi

Setelah proses produksi selesai, dilakukan tahap rendering.


(71)

58 Render Setting :

o Format : Quicktime (.mov) o Video Codec : Animation

o Video Channel : RGB

o Depth : Millions of Colours+ o Color : Premultiplied (Matted) o Audio Sampe Rate : 48 kHz

o Audio Bit Rate : 16 Bit o Audio Channel : Stereo

Setelah proses pasca produksi selesai, maka video pun siap untuk dipertontonkan.


(72)

59 IV.2 Media Pendukung

Untuk mendukung media utama, maka dibuat media pendukung yang terdiri dari : A. Ambient media

Terdiri dari spanduk, neon sign di sepanjang jalan jembatan Pasupati, angkutan umum, bus Bandros ban bus DAMRI.

a. Spanduk yang dipasang berukuran 5m x 10m, berbahan dasar Flexi China, menggunakan teknik cetak digital. Dipasang di dekat gerbang tol Pasteur, gerbang Tol Cileunyi, dan gerbang tol Buah Batu.

Gambar IV.8 Spesifikasi Spanduk Selamat Datang

b. Neon sign berukuran 60 x 90 cm yang dipasang menggunakan lampu backlight, yaitu penerangan dari belakang visual. Beberapa lampu sorot khusus masing-masing 150 watt berada di dalam kerangka box konstruksi neon sign dengan bahan PVC. Terletak di sepanjang jembatan Pasupati.


(73)

60 Gambar IV.9 Spesifikasi Neon sign

c. Sticker yang ditempelkan pada mobil angkutan kota, bus Bandros, dan bus Damri merupakan sticker ORACAL 651 yang didesain khusus untuk memodifikasi mobil. Sticker ini dipasang di atas keterangan nama mobil dan bus dengan ukuran yang menyesuaikan.

Gambar IV.10 Spesifikasi Sticker Mobil dan Bus

B. Poster Event “Bandung Deaf Awareness 2015”

Dicetak di kertas art paper 85 gram berukuran 29,7 x 42 cm atau setara A3 dengan teknik cetak offset.


(74)

61 Gambar IV.11 Spesifikasi Poster Event BDA2015

C. Flyer Event “Bandung Deaf Awareness 2015”

Flyer three-fold dicetak dua sisi di kertas art paper 85 gram dengan ukuran 21 x 29,7 cm atau setara kertas A4 dengan teknik cetak offset.


(75)

62 D. Spanduk

Berbahan Flexi China menggunakan teknik cetak digital. Spanduk yang pertama dipasang di area-area strategis Bandung. Sedangkan spanduk yang kedua dipasang di sekolah-sekolah inklusi di Bandung.

Gambar IV.13 Spesifikasi Spanduk

E. Undangan Relawan “Bandung Deaf Awareness 2015”

Dicetak menggunakan kertas art paper, manila dan linen dengan menggunakan teknik cetak offset.


(76)

63 Selain undangan, para relawan juga diberi tiket VIP untuk menonton film yang diputar di Deaf Movie Box. Dicetak menggunakan kertas concord dengan teknik cetak offset.

Gambar IV.15 Spesifikasi Tiket VIP Deaf Movie Box

F. Video clip Bahasa Isyarat “Kita Bisa”

Video promo acara “Bandung Deaf Awareness 2015” berformat mp4 dengan resolusi 720 x 576 berdurasi 2 menit 7 detik. Diupload di situs www.youtube.com dan menjadi youtube advertising. Salah satu scene yang menayangkan seorang anak sedang mengeja namanya dengan bahasa isyarat akan dipakai sebagai kuis. Penonton diminta untuk menyebutkan nama anak itu dan memasukan jawabannya di facebook page “Bandung Deaf Awareness 2015”.


(77)

64 Gambar IV.16 Screenshot video klip “Kita Bisa”

G. Jejaring Sosial “Bandung Deaf Awareness 2015”

Terdiri dari Facebook, twitter, dan instagram yang di-update secara berkala mempromosikan acara Bandung Deaf Awareness.


(78)

65 H. Mini Banner Isyarat Abjad Jari SIBI

Disimpan di booth Gerkatin, sebagai pengenalan awal bahasa isyarat SIBI untuk orang-orang yang berminat bergabung dengan Gerkatin Jawa Barat. Berbahan dasar Flexi Hi-res dengan teknik cetak digital berukuran 40 cm x 30 cm disertai dengan kaki-kaki.

Gambar IV.18 Spesifikasi Mini Banner Isyarat Abjad SIBI

I. X-banner

Disimpan di dekat booth Gerkatin, sebagai informasi “Dubsmash Challenge” yang diadakan oleh Gerkatin. Berbahan dasar Flexi China dengan teknik cetak digital berukuran 160 cm x 60 cm disertai dengan kaki-kaki.


(79)

66 Gambar IV.19 Spesifikasi X-banner Isyarat Abjad SIBI

J. Tanda Pengenal Kru dan Relawan BDA2015

Tanda pengenal diberikan kepada relawan dan kru yang bertanggung jawab atas berlangsungnya acara “Bandung Deaf Awareness 2015”. Dicetak di atas PVC dengan menggunakan teknik cetak offset.


(80)

67 K. Gimmick

Terdiri dari produk-produk sponsor utama, yaitu Aqua, Mizone, dan Pop Mie. Label dicetak di atas kertas sticker menggunakan teknik cetak offset.

Gambar IV.21 Spesifikasi Gimmick

L. Merchandise Relawan “Bandung Deaf Awareness 2015”

Terdiri dari piagam penghargaan, t-shirt, tote bag, mug, pin, dan gantungan kunci. Piagam penghargaan dicetak di kertas art paper menggunakan teknik cetak digital, kemudian dimasukan ke dalam pigura berukuran 22 cm x 12 cm. T-shirt berbahan katun combed dan tote bag berbahan kanvas. Keduanya diberi gambar menggunakan teknik cetak saring (sablon). Gantungan kunci berbahan akrilik dicetak menggunakan teknik cetak engraving. Sedangkan pin dan mug menggunakan teknik sublimasi dan sistem press.


(81)

68 Gambar IV.22 Spesifikasi Merchandise


(82)

68 DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Depdikbud. (2001). Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Morks, F.J., Knoers. A.M.P & Hadinoto S.R (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Rumini, Sri & Sundari, Siti. (2004). Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta

Rusyani, Endang. (2013). Sistem Komunikasi Tunarungu. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Salim, Mufti. (1984). Pendidikan anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud Sumantri, Sutjihati. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta: Depdikbud. Tobing, Paul L. (2007). Bandung Knowledge City. Bandung: Pikiran Rakyat Venus, Antar. (2004). Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama


(83)

(1)

66 Gambar IV.19 Spesifikasi X-banner Isyarat Abjad SIBI

J. Tanda Pengenal Kru dan Relawan BDA2015

Tanda pengenal diberikan kepada relawan dan kru yang bertanggung jawab atas berlangsungnya acara “Bandung Deaf Awareness 2015”. Dicetak di atas PVC dengan menggunakan teknik cetak offset.


(2)

67

K. Gimmick

Terdiri dari produk-produk sponsor utama, yaitu Aqua, Mizone, dan Pop Mie. Label dicetak di atas kertas sticker menggunakan teknik cetak offset.

Gambar IV.21 Spesifikasi Gimmick

L. Merchandise Relawan “Bandung Deaf Awareness 2015”

Terdiri dari piagam penghargaan, t-shirt, tote bag, mug, pin, dan gantungan kunci. Piagam penghargaan dicetak di kertas art paper menggunakan teknik cetak digital, kemudian dimasukan ke dalam pigura berukuran 22 cm x 12 cm. T-shirt berbahan katun combed dan tote bag berbahan kanvas. Keduanya diberi gambar menggunakan teknik cetak saring (sablon). Gantungan kunci berbahan akrilik dicetak menggunakan teknik cetak engraving. Sedangkan pin dan mug menggunakan teknik sublimasi dan sistem press.


(3)

68 Gambar IV.22 Spesifikasi Merchandise


(4)

68 DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Depdikbud. (2001). Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Morks, F.J., Knoers. A.M.P & Hadinoto S.R (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Rumini, Sri & Sundari, Siti. (2004). Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta

Rusyani, Endang. (2013). Sistem Komunikasi Tunarungu. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Salim, Mufti. (1984). Pendidikan anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud Sumantri, Sutjihati. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta: Depdikbud. Tobing, Paul L. (2007). Bandung Knowledge City. Bandung: Pikiran Rakyat Venus, Antar. (2004). Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama


(5)

(6)

69

DATA RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Mutia Hanifah

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 10 Februari 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Taman Bukit Cibogo C17/02 RT 01 RW 17 Leuwigajah Cimahi Selatan

Email : mutia.hanifah@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Baros 1 1998 - 2004

2. SMP Negeri 1 Cimahi 2004 - 2007

3. SMK Negeri 1 Cimahi 2007 - 2011

- Program studi Teknik Produksi Program Pertelevisian

4. Universitas Komputer Indonesia 2011 - 2015 - Program studi Desain Komunikasi Visual

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Motion Graphic Designer di PT. Global Informasi Bermutu 2010 - 2011 2. Graphic Designer di PT. Kelaskita Edukasi Indonesia 2015 - skrg

Bandung, Agustus 2015