Pengelolaan Kesan Pengamen Di Kota Bandung (Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng Dalam Menjalani Kehidupannya Di Kota Bandung)

PENGELOLAAN KESAN PENGAMEN TOPENG DI KOTA BANDUNG
(Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng
Dalam Menjalani Kehidupannya Di Kota Bandung)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Pada
Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh,
AAN MULYADI
NIM.41808141

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2012

ABSTRAK

Pengelolaan Kesan Pengamen Di Kota Bandung (Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan

Kesan Pengamen Topeng Dalam Menjalani Kehidupannya Di Kota Bandung)

Oleh:
Nama : Aan Mulyadi
NIM: 41808141

Penelitian ini di bawah Pembimbing :

Yadi Supriadi., S.Sos., M.Phil
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui Bagaimana Pengelolaan Kesan Pengamen
Topeng Di Kota Bandung (Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Pengamen
Topeng Dalam Menjalani Kehidupannya Di Kota Bandung). Untuk menjawab masalah
diatas, maka diangkat sub fokus-sub fokus penelitian berikut ini: Panggung depan, Panggung
tengah dan Panggung belakang. Sub fokus tersebut bertujuan untuk mengukur fokus penelitian,
yaitu: Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng Di Kota Bandung.
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan Metode studi dramaturgi, Subjek
penelitiannya adalah pengamen topeng. Informan dipilih dengan teknik purposive sampling,
untuk informan penelitian berjumlah 3 (tiga) orang pengamen topeng, dan untuk memperjelas
serta memperkuat data adanya informan pendukung serta informan kunci. Data penelitian
diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, studi pustaka dan penelusuran

data online. Adapun teknik analisis data dengan mereduksi data, mengumpulkan data,
menyajikan data, menarik kesimpulan, dan evaluasi. Untuk uji keabsahan data menggunakan
teknik triangulasi, diskusi dengan teman sejawat dan membercheck.
Hasil penelitian menunjukan bahwa panggung depan (front stage) pengamen topeng
semuanya mencoba untuk memaikan perannya dengan baik, peran yang dihasilkan dari wujud
peniruan individu terhadap aktifitas individu lain yang dipersepsikan sebagai tokoh penghibur.
Pada panggung tengah (middle stage) pengamen topeng dan juga merupakan area yang dipakai
dimana pengamen topeng melakukan brief mental yang kuat saat berada dipanggung depan. Pada
panggung belakang (back stage), pengamen topeng benar-benar memainkan sebuah peran yang
utuh, mereka tidak seperti pada saat berada di panggung depan (front stage) yang menutupi
keadaan mereka.
Saran Penelitian: Bagi pengamen topeng untuk memberikan suguhan pertunjukan seni
yang lebih dapat diterima oleh masyarakat sehingga pekerjaan sebagai pengamen topeng ini bisa
memiliki nilai sebagai salah satu bentuk hiburan. Bagi masyarakat untuk tidak selalu
memandang sebelah mata pada pengamen topeng, karena memiliki harapan agar ada yang bisa
memberikan perhatian lebih terhadap mereka.
Keyword: Pengelolaan Kesan, Panggung depan, Panggung tengah, dan Panggung belakang

iv


ABSTRACT
The impression management of singers in the city of Bandung (Impression Management
Studies Regarding singers dramaturgy Mask In Living His life in the city of Bandung)

by:
Name: Aan Mulyadi
NIM: 41808141
This research under the Supervisor:

Yadi Supriadi., S.Sos., M.Phil
This research was meant to find out How to Manage Impressions singers Mask In the
city of Bandung (Dramaturgy Studies Regarding An impression management Dancer Mask In
Living His life in Bandung). To answer the above problems, the appointed every element focus
on the following this research is : the next stage, middle stage and back stage. Sub focus is to
measure the focus of research, namely is: Impression Management singers Mask In the city of
Bandung.
This is a qualitative research approach with the method of dramaturgical studies,
research subjects are dancer mask. Informants selected by purposive sampling techniques, to
research informants amounted to 3 (three) mask singers, and to clarify and strengthen the data
supporting the existence of informants and key informants. The research data obtained through

in-depth interviews, observation, documentation, library research and online data retrieval. To
test the validity of the data using the technique of data triangulation. The data analysis
techniques to reduce data, collect data, present data, draw conclusions, and evaluation.
The results showed that the next stage (front stage) singers try to mask it all played a
role well, the role of a form of imitation produced the individual against another individual
activities are perceived as a figure entertainer. In the middle stage (middle stage) singers and
also a mask worn area where singers perform mask brief strong mentally while in front of the
stage. On the back of the stage (back stage), singers mask really play an integral role, they do
not like being on stage at the front (front stage) that cover their situation.
Advice research: For the mask to give up singers performing art that is more acceptable
to the community so that the work as busker this mask can have value as a form of entertainment.
For people to not always looked at the eyes on the mask, because it has the singer hopes that
anyone could give more attention to them.
Keyword: impression management, Front stage, Middle stage and Back stage

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil, alamin, Segala puji dan syukur seraya peneliti
panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia – Nya yang telah
meridhoi segala jalan dan upaya peneliti dalam menyelesaikan penelitian skripsi
ini tepat pada waktu yang telah ditentukan pada akhirnya Penulis dapat membuat
dan menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan lancar, serta dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
Dalam melakukan penelitian skripsi ini tidak sedikit peneliti menghadapi
kesulitan serta hambatan baik tekhnis maupun non tekhnis. Namun atas izin Allah
SWT, juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang
peneliti terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak,
akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada keluarga tercinta di Lampung yang sudah memberikan doa dan dukungan
baik Materil ataupun Inmateril. Terimakasih untuk ayah tercinta Fhadiel dan
Ibunda tercinta Siti Aminah , selaku orang tua penulis yang sudah banyak
memberikan supportnya, doanya sehingga penulis mampu menyelesaikan
penelitian ini.

vi


Melalui kesempatan ini pula, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin
menyampaikan rasa hormat, terimakasih, dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada Yang Terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia,
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian skripsi.
2. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer
Indonesia.
3. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos, M.Si, selaku Dosen Kemahasiswaan
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Komputer Indonesia, serta sebagai Wali dosen Peneliti dari
awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan ini.
4. Bapak Yadi Supriadi, S.Sos, M.Phil, selaku Dosen Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer
Indonesia. Sekaligus dosen pembimbing yang telah sabar dalam
memberikan bimbingan, nasehat, semangat dalam penyusunan penelitian
skripsi ini.
5. Yth. Ibu dan Bapak Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi & Public
Relations, serta seluruh dosen-dosen yang telah memberikan ilmunya

selama ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih
yang tiada tara untuk segala jasanya serta dukungan yang telah diberikan
kepada peneliti selama ini.

vii

6. Ibu Ratna W., A.Md., selaku sekretariat Dekan FISIP, Ibu Astri
Ikawati., A.Md,.Kom., dan Ibu Rr. Sri Intan Fajarini, S.I.Kom Selaku
Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNIKOM, yang telah
membantu kelancaran proses administrasi skripsi penulis dari pra hingga
pasca skripsi.
7. Buat Kakak-kakak serta adik tercinta, Terimakasih atas doa dan segala
dukungannya.
8. Keluarga Bapak Karsum (Pengamen topeng) yang sudah mengajarkan
peneliti tentang arti kehidupan, Terimakasih yang sebesar-besarnya.
9. Rekan-rekan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 tanpa terkecuali. Sukses
selalu untuk kita semua.
10. Para

sahabat,


teman

dan

pihak-pihak

yang

telah

memberikan

dukungannya, Terimakasih yang sebesar-besarnya.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu Penulis dalam proses pembuatan skripsi ini. Akhir kata Peneliti
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi Peneliti khususnya
dan pembaca sekalian umumnya.

Bandung, 2012

Peneliti

Aan Mulyadi
NIM : 41808141

vii

DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….....…….i
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………….....……ii
LEMBAR PERSEMBAHAN…………………………………………………...…..iii
ABSTRAK………………………………………………….....…………………….iv
ABSTRACT…………………………………………………………………....……...v
KATA PENGANTAR………………………………………………………….........vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………........ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….….….xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………..…...viii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..….….ix
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah…………………………….……………………..1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………….………………8
1.2.1 Pertanyaan Macro……………………………………………………8
1.2.2 Pertanyaan Micro………………………………………….…..……..9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………………………………….…………9
1.3.1 Maksud Penenlitian……………………………………………….....9
1.3.2 Tujuan Penelitian………………………………………………...…..9
1.4 Kegunaan Penelitian………….…………………………………………..10
1.4.1 Kegunaan Teoritis…………………………………………………..10
1.4.2 Kegunaan praktis……………………….…………………………..10

ix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka…………………………………………….…………...12
2.1.1 Tinjauan Tentang Komunikasi……………………………………..12
2.1.2 Tinjauan Tentang Dramaturgi……………………………………...18
2.1.2.1 Interaksi Simbolik Sebagai Induk dari Teori Dramaturgis..18
2.1.2.2 Kajian Dramaturgis…………………………………..........24
2.1.2.3 Panggung Pertunjukan………………………………….....27

2.1.3 Presentasi Diri dan pengelolaan Kesan (impression management)..30
2.1.4 Tinjauan Tentang Pengamen…………………………………….....33
2.1.4.1 Pengertian Pengamen……………………………………....33
2.1.4.2 Faktor- Faktor Penyebab Munculnya Pengamen…………..34
2.1.5 Tinjauan Tentang Tari Topeng……………………………………..35
2.2 Kerangka Pemikiran……………………………………………………...40
2.2.1 Kerangka Teoritis…………………………………………………..40
2.2.2 Kerangka Konseptual………………………………………………42
BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian……………………………………………………..…..45
3.2 Metode Penelitian………………………………………………………...51
3.2.1 Desain Penelitian…………………………………………………...52
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………52
3.2.2.1 Studi Pustaka……………………………………………….53
3.2.2.2 Studi Lapangan…………………………………………….54
3.2.3 Teknik Penentuan Informan………………………………………..57
3.2.4 Teknik Analisa Data………………………………………………..59
3.2.5 Uji Keabsahan Data………………………………………………...61
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………………….62
3.3.1 Lokasi Penelitian……………………………………………………62
3.3.2 Waktu Penelitian……………………………………………………63

x

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Identitas Informan dan Key Informan………………………...68
4.1.1 Identitas Informan………………………..………………………..68
4.1.2 Identitas Informan Kunci / Pendukung…..………………………..74
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian………………………………………………..76
4.2.1 Panggung Depan Pengamen Topeng………… …………………...76
4.2.2 Panggung Tengah Pengamen Topeng…………………..………….92
4.2.3 Panggung Belakang Pengamen Topeng…………………………..100
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian……………………………………………105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan………………………………………………….…………..110
5.2 Saran…………………………………………………………………….111
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………....113
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………….115
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xi

DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Tempat pengamen di Kota Bandung……………………………………..47
Tabel 3.2 Jumlah pengamen………………………………………………..………..48
Tabel 3.3 Daftar informan penelitian………………………………………...…..….58
Tabel 3.4 Daftar informan kunci…….……………………………………………....59
Tabel 3.5 Waktu penelitian……………………………………………...………...…63
Tabel 4.1 Jadwal Wawancara Informan……………………………………………..65
Tabel 4.2 Jadwal Wawancara Informan Kunci……………………………………...65

x

DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1.1 Pengamen topeng……………………………………………………....3
Gambar 2.1 Konseptual panggung pengamen topeng………………………...….....43
Gambar 3.1 Komponen-Komponen Analisa Data Model Kualitatif ……………….60
Gambar 4.1 Informan Penelitian.................................................................................68
Gambar 4.2 Informan Penelitian.................................................................................70
Gambar 4.3 Informan Penelitian.................................................................................72
Gambar 4.4 Informan Kunci.......................................................................................74
Gambar 4.5 Informan Pendukung...............................................................................75

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

: Lembar Penugasan Pembimbing…………………………………..115

Lampiran 1

: Surat Ijin Penelitian...……………………………………………...116

Lampiran 2

: Surat Pemeberitahuan Survey/Penelitian/Praktek Kerja.………….117

Lampiran 3

: Surat Research………………..……………………………............118

Lampiran 4

: Lembar Revisi Usulan Penelitian………….....................................119

Lampiran 5

: Berita Acara Bimbingan…………………………………………...120

Lampiran 6

: Surat Rekomendasi Pembimbing…………………………………..121

Lampiran 7

: Lembar Pengajuan Pendaftaran Ujian Sidang Sarjana…………….122

Lampiran 8

: Lembar Identitas Informan Dan Key Informan……………………123

Lampiran 9

: Transkrip Pedoman Wawancara…………………………………...128

Lampiran 10 : Dokumentasi……………………………………………………….179
Lampiran 11 : Pedoman Observasi…...…………………………………………...184
Lampiran 12 : Daftar Riwayat Hidup

x

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pengamen sudah menjadi pemandangan yang tidak asing lagi ketika
berada di kota-kota besar. Keberadaan pengamen adalah bukti nyata akan
dampak yang ditimbulkan dari akibat kondisi ekonomi dan menjadi
permasalahan sosial yang menggejala secara simultan di kota-kota besar di
Indonesia. Begitu juga di Kota Bandung.
Pengamen kerap kali dianggap pekerjaan yang tak ubahnya
pengemis oleh sebagian besar orang. Pekerjaan ini dipandang sebagai
aktifitas meminta-minta dengan cara memaksa meski mengandalkan
sebuah keiklasan dari masyarakat, karena pengamen ini merupakan hal
yang tidak diharapkan kehadirannya. Selain itu berbagai opini juga sudah
santer terdengar dari investigasi yang dilakukan dari berbagai media bahwa
pengemis

adalah

pekerjaan

yang

sangat

menguntungkan

karena

pendapatannya yang ternilai sangat besar. Seperti kehidupan seorang
pengemis yang dikenal sukses di kampung halamannya dengan memiliki
harta kekayaan yang diperoleh dari hasil pendapatan mengemis yang ia
lakukan ketika berada di kota.1 Hal ini sudah menjadi penyebab timbulnya

1

http://forum.vivanews.com/recycle-bin/58117-berkat-internet-pengemis-menjadi-kaya-terkenal.html
diakses 20/05/2012 pukul 23:05 WIB

1

2

keraguan dari banyak orang untuk memberikan respon terhadap
keberadaan pengemis.
Melihat kehidupan sosial masyarakat yang ada dikalangan
menengah kebawah di Kota Bandung yang majemuk, terdapat suatu
fenomena tentang perilaku manusia yang dalam kehidupannya bekerja
dengan cara melakukan perubahan peran secara sengaja, dan dari
perubahan tersebut tampak jelas berbeda dengan pribadi yang dimilikinya.
Peran yang bersifat dramatic karena berdasar pada ide khayali. Cara
demikian sudah dianggap lazim karena mengingat segala keterbatasan serta
kebutuhan yang bersifat fundamental yang dimiliki, sehingga menuntut
mereka untuk dapat mempertahankan hidup.
Pengamen Topeng merupakan pekerjaan yang dijalani oleh
seseorang dengan mencoba menampilkan diri nya pada sebuah pertunjukan
dua unsur seni, yakni seni Tari dan Musik. Dalam aktivitas ini terdapat
atribut-atribut yang digunakan seperti pakaian khusus, topeng serta kotak
musik (music box) yang merupakan pelengkap dalam pertunjukan
pengamen topeng ini.
Unsur seni yang terdapat pada pertunjukan Pengamen Topeng ini
merupakan konsep yang membantu berjalannya suatu interaksi dengan
masyarakat, dan melalui interaksi tersebut seorang individu mencoba
menampilkan diri-nya yang melalui peran yang dramatik. Dalam situasi
seperti ini seseorang berusaha untuk berkomunikasi namun dengan cara

3

yang bersifat Teatrikal. Aktivitas ini dilakukan atas dasar harapan akan
terpenuhinya suatu kebutuhan dari individu, dan merupakan upaya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam aktivitas ini pula seorang individu
mencoba memberikan isyarat melalui komunikasi non verbal yang
dilakukan untuk membangun sebuah persepsi dari individu lain, dan hal ini
sangat bersinggungan dengan sebuah Interaksi Sosial.
‘Nopeng’ istilah yang biasa dipakai untuk menyebutkan pekerjaan
ini, merupakan jenis pekerjaan yang tidak umum karena hanya sedikit
orang yang tahu tentang pekerjaan ini. Dalam pertunjukan pengamen
topeng ini, kita dapat melihat perilaku dari seseorang yang menampilkan
sifat monodualismenya sebagai manusia. Dengan kata lain manusia akan
menampilkan sosok lain pada dirinya atau bahkan sosok yang sering ia
tampilkan dihadapan orang lain.
Gambar 1.1
Pengamen Topeng

Sumber : Peneliti 2012

4

Pada situasi dan untuk maksud tertentu manusia akan bertindak
sesesuai dengan apa yang diinginkannya, termasuk menunjukan suatu aksi
yang merupakan hasil dari daya khayal-nya. Begitupun dengan seorang
pengamen topeng, seseorang yang mempertontonkan diri nya dihadapan
orang lain dengan peran yang didasari daya khayal dan yang menjadi
tujuan utamanya adalah ekspektasi dari orang lain yang menjadi mitra pada
interaksi yang terjadi pada situasi tersebut. Interaksi yang dilakukan oleh
seorang pengamen topeng merupakan sebuah perwujudan penyajian diri
dan dalam interaksinya tersebut seseorang akan melakukan suatu
pengelolan kesan.
Pengelolaan kesan (Impression Management) di temukan dan
dikembangkan oleh Erving Goffman pada tahun 1959, dan telah
dipaparkan dalam bukunya yang berjudul “The Presentation of Self in
Everyday Life”. Pengelolaan kesan juga secara umum dapat didefinisikan
sebagai sebuah teknik presentasi diri yang didasarkan pada tindakan
mengontrol persepsi orang lain dengan cepat dengan mengungkapkan
aspek yang dapat menguntungkan diri sendiri atau tim.
Presentasi Diri ini dilakukan ketika seseorang berinteraksi dengan
orang lain dan mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain
terhadapnya, melalui sebuah pertunjukan diri yang mengalami setting di
hadapan khalayak. Dalam sebuah pertunjukan ini kebanyakan menggunakan
atribut, busana, make-up, pernak-pernik, dan alat dramatik lainnya. Goffman

5

menyebut

pertunjukan

(performance)

merupkan

aktivitas

untuk

mempengaruhi orang lain. Sebuah pertunjukan yang ditampilkan seseorang
berdasarkan atas perhitungan untuk memperoleh respon dari orang lain.
Penampilan serta perilaku seseorang dalam sebuah interaksi merupakan suatu
proses interpretif, yang dimana tujuannya agar terbentuknya sebuah persepsi
yang merupakan hasil dari suatu interpretasi yang dilakukan orang lain
(Mulyana, 2008: 113).Goffman memandang ini dengan perspektif Dramaturgi.
Berdasarkan hasrat dasar manusia, secara ilmiah manusia memiliki
kekuatan yang dapat menguasai sikap dan tindakannya. Manusia mempunyai
kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya. Untuk itu dia menempuh
jalan bertemu dengan orang lain yang melakukan pertunjukan dan
memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yang melakonkan hidup dan
kehidupan di atas pentas secara khayali (Harymawan, 1986: 194).

Menurut Moulton (dalam Harymawan, 1986: 1) menyebutkan
bahwa presentasi (presented) diartikan sebagai sebuah drama, yaitu “hidup
yang dilukiskan dengan gerak”. Maksud dari presented disini adalah suatu
kehidupan yang bukan hanya bersifat fantasi manusia, namun kehidupan
yang bersifat fantasi tersebut diekspresikan secara langsung (live) atau
nyata.
Bertolak pada pengertian dramaturgi menurut RMA. Harymawan
(1986) dalam bukunya yang berjudul Dramaturgi, dramaturgi adalah ilmu

6

yang mempelajari tentang hukum dan konvensi drama. Hukum-hukum drama
tersebut mencakup tema, alur (plot), karakter (penokohan), dan latar (setting).
Dramaturgi yang diperkenalkan oleh Goffman adalah perspektif yang
didalami berdasar dari segi sosiologi, dan menyatakan :
“Perspektif yang digunakan dalam laporan ini adalah
perspektif pertunjukan teater; prinsip-prinsipnya bersifat
dramaturgis. Saya akan membahas cara individu menampilkan
dirinya sendiri dan aktivitasnya kepada orang lain, cara ia
memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain
terhadapnya, dan segala hal yang mungkin atau tidak mungkin ia
lakukan untuk menopang pertunjukan di hadapan orang lain.”
(Mulyana,2008: 107)

Pada pernyataan Goffman tersebut mengartikan bahwa kehidupan
manusia diibaratkan seperti teater, interaksi sosial yang mirip dengan
pertunjukan di atas panggung yang dimana seseorang akan seperti seorang
aktor yang memainkan peran-peran tertentu saat berhadapan dengan orang
lain. Dalam perspektif dramaturgi, Goffman membagi kehidupan sosial
menjadi dua bagian yaitu “wilayah depan” (front region) dan “wilarah
belakang” (back region). Saat individu menampilkan diri-nya dengan peran
tertentu di hadapan penonton atau khalayak, maka individu tersebut
dianggap seperti sedang berada di depan panggung (front stage), dan saat
individu sedang tidak bermain peran atau sedang mempersiapkan diri-nya
untuk menjalani peran, maka di wilayah ini adalah panggung belakang
(back stage), serta panggung tengah (middle stage) yang dimana daerah ini
merupakan wilayah seorang individu melakukan persiapan untuk ke
panggung depan (Mulyana, 2008: 58).

7

Pelaku dramaturgi disini adalah sekelompok kecil orang yang telah
lama menjalani pekerjaan sebagai pengamen topeng dan merupakan
individu-individu yang secara subyektif diamati oleh peneliti. Kelompok
ini merupakan warga pendatang yang berasal dari luar daerah, yang secara
kesehariannya bertumpu pada penghasilan dari pekejaannya dijalanan atau
disejumlah tempat keramaian di Kota Bandung. Para pengamen topeng
yang menjadi subyek penelitian ini juga adalah seorang kepala keluarga
yang bertempat tinggal disalah satu kawasan padat penduduk di Kota
Bandung.
Aspek fundamental yang dimiliki oleh sekelompok pengamen
topeng ini menjadi faktor timbulnya perilaku aktif namun bersifat
sementara dari sekelompok pengamen topeng. Dan disini peneliti mencoba
memahami proses dari perilaku tersebut. Dengan dilatar belakangi oleh
kebutuhan

ekonomi,

sekelompok

pengamen

topeng

ini

sudah

mempersepsikan pekerjaannya sebagai bagian dari diri mereka.
Pekerjaan ini sudah dianggap sebagai suatu aktifitas yang rutin
dilakukan, menurut penuturan dari salah satu pengamen topeng yaitu
Bapak Karsum atau biasa disapa “abah” mengungkapkan :
“Saya sudah teralanjur nyaman dengan pekerjaan ini
sehingga sangat sulit untuk meninggalkannya, apa lagi saya gak
punya kemampuan atau skill lain yang mumpuni agar bisa
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Walaupun banyak yang
beranggapan miring terhadap pekerjaan yang saya lakoni, itu saya

8

anggap bukan apa-apa, karena pekerjaan ini bukan tindakan
mencuri. Dan saya bisa mecari makan dengan cara yang halal.”
Berdasarkan

penjelasan

diatas

dapat

disimpulkan

bahwa

keberadaan pengamen topeng adalah fenomena yang terjadi dalam
kehidupan sosial, yaitu suatu gambaran tentang tindakan yang dilakukan
individu yang terdorong oleh kondisi hidup yang menuntut dirinya untuk
dapat berpikir kreatif. Dengan kata lain fenomena pengamen topeng ini
adalah aktifitas dari kelompok kecil masyarakat dalam menjalani
kehidupan sosialnya. Hal ini juga merupakan suatu gejala sosial yang layak
untuk dipahami. Untuk itu disini peneltiti mencoba untuk mendeskripsikan
tentang bagai mana proses yang terjadi dari tindakan yang ada pada gejala
sosial tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti
mengidentifikasi yang akan menjadi pokok masalah yang akan di teliti
yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Pertanyaan Macro
“Bagaimanakah Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng Di Kota
Bandung (Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Pengamen
Topeng Dalam Menjalani Kehidupannya Di Kota Bandung)”?

9

1.2.2 Pertanyaan Micro
1. Bagaimana front stage (panggung depan) Pengamen Topeng Di
Kota Bandung ?
2. Bagaimana middle stage (panggung tengah) Pengamen Topeng Di
Kota Bandung ?
3. Bagaimana back stage (panggung belakang) Pengamen Topeng Di
Kota Bandung ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penenlitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk analisis, mendeskripsikan,
menjelaskan tentang bagaimana Presentasi Diri Pengamen Topeng Dalam
Menjalani kehidupannya di Kota Bandung
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana front stage (panggung depan)
Pengamen Topeng Di Kota Bandung
2. Untuk mengetahui bagaimana middle stage (panggung tengah)
Pengamen Topeng Di Kota Bandung
3. Untuk mengetahui bagaiman backt stage (panggung belakang)
Pengamen Topeng Di Kota Bandung

10

1.4 Kegunaan Penelitian
Secara teoritis Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan hasil
yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.
1.4.1

Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan Ilmu

Komunikasi secara umum, khusunya kajian mengenai Presentasi diri yang
dilakukan seseorang dalam menjalani kehidupan sosialnya, terlebih lagi
mengenai peran yang di mainkan oleh seseorang sebagai perilaku dalam
sebuah interaksi sosial.
1.4.2

Kegunaan praktis

a. Kegunaan Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kepustakaan
mengenai Presentasi-diri, hal ini adalah salah satu macam perilaku
sosial yang ada di masyarakat. Penelitian ini juga memberikan
kesempatan yang baik bagi peneliti untuk mempraktekan berbagai teori
komunikasi dalam bentuk nyata terhadap fenomena yang ada di
masyarakat.
b. Kegunaan Bagi Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Program Studi Ilmu
Komunikasi untuk dijadikan sebagai referensi atau literature sebagai salah

11

satu sumber pengetahuan baru mengenai masalah yang diteliti. Terutama
bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan
tema yang sama.

c. Kegunaan Bagi Masyarakat
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang ingin mendapatkan informasi mengenai pengamen topeng di kota
Bandung, sehingga diharapkan pula dapat memberikan pengaruh terhadap
proses pembentukan persepsi positif bagi masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tinjauan Tentang Komunikasi
Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia, dan menjadi
kebutuhan untuk menunjang kebutuhan-kebutuhan. Sebagai makhluk sosial,
manusia tidak mampu untuk hidup sendiri, untuk itu manusia membutuhkan
interaksi dengan individu lainnya. Dalam interaksi itulah terjadi sebuah
komunikasi yang disadari ataupun tidak bahkan terjadi dihampir setiap waktu
ketika kita bersinggungan dengan lingkungan sekitar. Komunikasi tersebut
dapat berupa komunikasi verbal maupun non verbal. Sebagaimana dikatakan,
manusia tidak dapat bertahan hidup jika tidak menjalin komunikasi dengan
individu lainnya.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang Ilmu Komunikasi, berikut ini
adalah pengertian dan asal kata dari para ahli.
1. Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal
dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang
terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka

12

13

komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna
mengenai apa yang dipercakapan.
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner mendevinisikan komunikasi
sebagai: “transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya,
dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, gambar, figure, grafik,
penampilan dan sebagainya”. Definisi yang mensyaratkan kesengajaan dari
komunikasi dikemukakan oleh Gerald R Miller, yang menyatakan bahwa
komunikasi sebagai “situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber
mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan disadari
untuk mempengaruhi perilaku penerima” (Mulyana, 2008: 68).
Pendapat lain juga diungkapkan oleh Shanon dan Weaver yang
menyatakan bahwa komunikasi adalah : “Bentuk interaksi manusia yang
saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak
terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka,
lukisan, seni dan teknologi” (Wiryanto, 2004 :7).
Dari beberapa definisi

yang disampaikan para ahli dapat

disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses di mana seseorang
(komunikator) menyatakan pesan yang dapat berupa gagasan untuk
memperoleh “commones” dengan orang lain (komunikate) mengenai objek
tertentu di mana komunikate merubah tingkah lakunya sesuai dengan yang
diharapkan komunikator. Jika di antara dua orang yang berkomunikasi itu

14

terdapat persamaan pengertian, artinya tidak ada perbedaan terhadap
pengertian

tentang

sesuatu,

maka

terjadilah

situasi

yang

disebut

kesepemahaman.
2. Sifat Komunikasi
Sifat komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy ( dalam Dicky,
2010) ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1. Tatap muka (face-to-face)
2. Bermedia (mediated)
3. Verbal (verbal)


Lisan (oral)



Tulisan (written/priated)

4. Nonverbal


Gerakan /isyarat badaniah (gestural)



Bergambar (pictorial).
Komunikator dituntut untuk memiliki kemampuan dan sarana agar

mendapatkan umpan balik (feedback) dari komunikan, sehingga maksud dari
pesan yang tersampaikan dapat berjalan dengan efektif. Komunikasi dengan
tatap muka (face-to-face) dilakukan antara komunikator dengan komunikan
secara langsung, tanpa menggunakan media apapun kecuali bahasa sebagai
lambang atau simbol komunikasi bermedia dilakukan oleh komunikator
kepada komunikan dengan menggunakan media sebagai alat bantu dalam
menyampaikan pesannya.

15

Komunikator dapat menyampaikan pesannya secara verbal dan
nonverbal. Verbal dibagi kedalam dua macam yaitu lisan (oral) dan tulisan
(written/printed). Sementara nonverbal dapat menggunakan gerakan atau
isyarat badaniah (gestural) seperti melambaikan tangan, mengedipkan mata
dan sebagainya, serta menggunakan gambar untuk mengemukakan idea tau
gagasannya.
3. Tujuan Komunikasi
Kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan tentunya mempunyai
tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud disini menunjuk pada suatu hasil atau
akibat yang diinginkan oleh pelaku komunikasi.
Secara umum, Wilbur Schramm menyatakan bahwa tujuan
komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan yakni: kepentingan
sumber atau pengirim atau komunikator dan kepentingan penerima atau
komunikan. Dengan demikian maka tujuan komunikasi yang ingin dicapai
dapat digambarkan sebagai berikut:
1

Tujuan Komunikasi dari sudut kepentingan sumber


Memberikan Informasi



Mendidik



Menyenangkan atau menghibur



Menganjurkan suatu tindakan atau persuasi

16

2

Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima


Memahami Informasi



Mempelajari



Menikmati



Menerima atau menolak anjuran (Sendjaja, 2004:2)

Menurut Onong Uchjana Effendy, tujuan dari komunikasi adalah:
1. Perubahan sikap (attitude change)
2. Perubahan pendapat (opinion change)
3. Perubahan perilaku (behavior change)
4. Perubahan sosial (social change). (Effendy, 2003: 8)
Sedangkan tujuan komunikasi pada umumnya menurut H. A. W.
Widjaja adalah sebagai berikut:
a. Supaya yang disampaikan dapat dimengerti. Sebagai komunikator
harus dapat menjelaskan kepada komunikan (penerima) dengan sebaikbaiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang
dimaksud oleh pembicara atau penyampai pesan (komunikator).
b. Memahami orang Sebagai komunikator harus mengetahui benar
aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya. Jangan hanya
berkomunikasi dengan kemauan sendiri.
c. Supaya gagasan dapat diterima oleh orang lain Komunikator harus
berusaha agar gagasan dapat diterima oleh orang lain dengan

17

menggunakan pendekatan yang persuasif bukan dengan memaksakan
kehendak.
d. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu Menggerakkan
sesuatu itu dapat berupa kegiatan yang lebih banyak mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki (Widjaja,
2000: 66).
Jadi, secara keseluruhan dapat dipahamai bahwa tujuan dari komunikasi
tidak terlepas dari bagaimana manusia mengisi hidupnya dalam pola
interaksi sosial yang tercipta antara satu dengan lainnya. Baik untuk
aktualisasi diri, interaksi, eksistensi, ekspresi, apresiasi maupun menciptakan
esensi dalam hidupnya.
4. Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi Menurut Widjaja dalam karyanya “Ilmu Komunikasi
: pengantar studi” apabila dipandang dari arti yang lebih luas adalah sebagai
berikut :
1. Informasi.
2. Sosialisasi.
3. Motivasi.
4. Perdebatan dan diskusi.
5. Pendidikan.
6. Memajukan kehidupan.
7. Hiburan.
8. Integrasi. (Widjaja, 2000: 59-60).

18

Komunikasi merupakan ajang pertukaran informasi bagi masyarakat
dimana masyarakat merupakan manusia yang memerlukan sosialisasi
didalam kehidupannya. Dengan komunikasi juga dapat mendorong kegiatan
individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.
2.1.2 Tinjauan Tentang Dramaturgi
2.1.2.1

Interaksi Simbolik Sebagai Induk dari Teori Dramaturgis

“An actor performs on a setting which is constructed of a stage
and a backstage; the props at either setting direct his action; he is being
watched by an audience, but at the same time he is an audience for his
viewers' play”. (The Presentation of Self in Everyday Life, Erving
Goffman, 1959)
Interaksi simbolik merupakan pembahasan penting karena tidak bisa
dilepaskan dari dramaturgi. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas
yang merupakan ciri khas manusia. Maka, jika menyinggung mengenai
masalah dramaturgi tidak lepas dari konteks interaksi simbolik. Interaksi
simbolik dapat dikatakan berupa pertukaran simbol yang diberi makna
(Mulyana, 2008: 68). Hal ini berhubungan dengan permainan peran oleh
individu tertentu.
Munculnya suatu studi tentang interaksi simbolik dipengaruhi oleh
teori evolusi milik Charles Darwin. Darwin menekankan pandangan bahwa
semua perilaku organisme, termasuk perilaku manusia, bukanlah perilaku
yang acak, melainkan dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
mereka masing-masing. Teori evolusi juga menyatakan bahwa setiap

19

organisme dan lingkungannya serasi dalam suatu hubungan dialektik.
Artinya, cara lingkungan berpengaruh terhadap organisme antara lain
dibentuk oleh alam, pengalaman lalu, dan aktifitas yang dilakukan organisme
saat itu.
Beberapa

ilmuwan

mempunyai

andil

sebagai

perintis

dari

interaksionisme simbolik, yaitu James Mark Baldwin, William James,
Charles Horton Cooley, John Dewey, William I. Thomas, dan George
Herbert Mead. Mead adalah sebagai peletak dasar teori tersebut. Pada masa
Herbert Blumer, istilah interaksi simbolik dipopulerkan pada tahun 1937.
Dalam interaksi simbolik, Blumer melihat individu sebagai agen yang aktif,
reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit serta
sulit diramalkan dan memberi tekanan pada sebuah mekanisme yang disebut
interaksi diri yang dianggap membentuk dan mengarahkan tindakan individu.
Interaksi diri memberikan pemahaman bahwa pemberian makna merupakan
hasil pengelolaan dan perencanaan dari aspek kognitif dalam diri individu.
Ketika individu itu melakukan suatu proses olah pikir sebelum makna itu
disampaikan melalui simbol-simbol tertentu, interpretasi makna bisa
dipastikan akan berjalan dengan yang diharapkannya.
Interaksi simbolik menurut Blumer, merujuk pada karakter interaksi
khusus yang berlangsung antarmanusia. Aktor tidak semata-mata beraksi
terhadap tindakan yang lain, tetapi juga menafsirkan dan mendefenisikan
setiap tindakan orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidak

20

langsung, selalu didasarkan atas makna penilaian tersebut. Maka dari itu,
interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran
atau dengan menemukan makna tindakan oran lain. Dalam konteks itu,
menurut

Blumer,

aktor

akan

memilih,

memeriksa,

berpikir,

mengelompokkan, dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan
situasi di mana dan ke arah mana tindakannya.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri
khas, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana,
2008: 68). Perspektif ini berusaha memahami perilaku manusia dari sudut
pandang subjek. Perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang
memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan
mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi
mereka
Dalam bukunya yang berjudul “Symbolic Interactionism; Perspective
and Method”, Blumer (dalam Puspa, 2011) menekankan tiga asumsi yang
mendasari tindakan manusia, yaitu:
1. Human being act toward things on the basic of the meaning that the
things have for them (manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar
makna yang dimilikinya).
2. The meaning of the things arises out of the social interactions one with
one’s fellow (makna tersebut muncul atau berasal dari interaksi individu
dengan sesamanya).

21

3. The meaning of things are handled in and modified through an
interpretative process used by the person in dealing with the thing he
encounters (makna diberlakukan atau diubah melalui suatu proses
penafsiran yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang
dijumpainya).
Dari pendapat Blumer di atas maka dapat disimpulkan bahwa makna
tidak melekat pada benda, melainkan terletak pada persepsi masing-masing
terhadap benda tersebut.
Menurut teori interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya
adalah “interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol”. Mereka
tertarik

pada

cara

manusia

menggunakan

simbol-simbol

yang

merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi
dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas
simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi
sosial. Penganut interaksionisme simbolik berpandangan, perilaku manusia
pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia di sekeliling
mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan
(Mulyana, 2008).
Tindakan individu mengenai bagaimana tampilan dirinya yang ingin
orang lain ketahui memang akan ditampilkan se-ideal mungkin. Perilakunya
dalam interaksi sosial akan selalu melakukan permainan informasi agar
orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Ketika individu tersebut

22

menginginkan identitas lain yang ingin ditonjolkan dari identitas yang
sebenarnya, di sinilah terdapat pemeranan karakter seorang individu dalam
memunculkan simbol-simbol relevan yang diyakini dapat memperkuat
identitas pantulan yang ingin ia ciptakan dari identitas yang sesungguhnya
(lebih jauh perkembangan ini melahirkan studi dramaturgi).
Pada perkembangannya, selain dari aspek kognitif, interaksi simbolik
juga mendapatkan kritik berkaitan dengan pengklarifikasian dari konteks di
mana proses komunikasi itu berlangsung. Penggunaan interaksi simbolik yang
hanya dalam suatu presentasi diri dan dalam konteks tatap muka, seolah-olah
menganggap keberhasilan suatu makna ditentukan oleh pengelolaan simbol yang
sudah terencana. Jadi makna tersebut dapat diciptakan dan disampaikan oleh
individu pengirim pesan saat proses interaksi berlangsung.

Erving Goffman, salah seorang yang mencoba memperjelas dari
pengklarifikasian dari proses interaksi simbolik. Pandangan Blumer bahwa
individu-lah yang secara aktif mengontrol tindakan dan perilakunya, bukan
lingkungan, dirasa kurang tajam pada masanya. Interaksi simbolik hanya
sebatas

pada

“individu

memberi

makna”,

Goffman

memperluas

pemahamannya bahwa ketika individu menciptakan simbol, disadari atau
tidak, individu tersebut bukan lagi dirinya.
Menurut

Goffman,

ketika

simbol-simbol

tertentu

sebelum

dipergunakan oleh individu sebagai sebuah tindakan yang disadari (dalam
perencanaan), berarti ia juga telah menjadikan dirinya sebagai “orang lain”,

23

karena ketika individu tersebut mencoba symbol-simbol yang tepat untuk
mendukung identitas yang akan ditonjolkannya, ada simbol-simbol lain yang
disembunyikan atau “dibuang”. Ketika individu tersebut telah memanipulasi
cerminan dirinya menjadi orang lain, berarti ia telah memainkan suatu pola
teateris, peng-aktor-an yang berarti dia merasa bahwa ada suatu panggung
dimana ia harus mementaskan suatu tuntutan peran yang sebagaimana
mestinya telah ditentukan dalam skenario, bukan lagi pada tuntutan interaksi
dirinya, simbol-simbol yang diyakini dirinya mampu memberikan makna,
akan terbentur pada makna audiens. Artinya bukan dirinya lagi yang
memaknai identitasnya, tetapi bergantung pada orang lain. Pengelolaan
simbol-simbol pada bagian dari tuntutan lingkungan (skenario).dirinya
sebagai
Maka berangkat dari sinilah yang memicu Erving Goffman untuk
mengoreksi dan mengembangkan Teori Interaksionisme Simbolik secara
lebih jauh dengan mengklarifikasikan konteks dari berlangsungnya interaksi
tersebut. Bertindak dalam cara yang berbeda dan dalam pengaturan yang
berbeda, yaitu secara teateris.
Melalui pandangannya terhadap interaksi sosial, dijelaskan bahwa
pertukaran makna di antara individu-individu tersebut disebabkan pada
tuntutan pada apa yang orang harapkan dari kita untuk kita lakukan. Lalu,
ketika dihadapkan pada tuntutan itu, maka orang melakukan pertunjukan

24

(performance) di hadapan khalayak, bukan lagi individu lain. Memainkan
simbol dari peran tertentu di suatu panggung pementasan.
2.1.2.2

Kajian Dramaturgis

Kenneth Duva Burke (1945) seorang teoritis literatur Amerika dan
filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode yang bersifat
analogis dan teoretis untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama
sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Dengan kata lain model
dramatis menempatkan individu dan perilaku sosial dalam analogi dramatis
yang menandai aktor sosial pada “panggung” kehidupan yang sebenarnya.
Burke memandang perilaku sosial sebagai interaksi atau rasio antara lima
unsur daramatis (yakni, lakon, adegan, agent, agency, tujuan) atau
penggunaan strategi simbolis dalam memanipulasikan bahasa (Rahmat, 1986
: 327-328).
Menurut pandangan Burke, cara yang paling baik untuk meneropong
kehidupan sosial manusia adalah melalui pendekatan drama (Mulyana, 2008:
158). Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk
memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa
yang mereka lakukan. Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model
tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan. Pandangan Burke adalah
bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama.

25

Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan
Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi diartikan sebagai suatu model
untuk mempelajari tingkah laku manusia. Teori dramaturgi menjelaskan
bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas
tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas
manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain.
Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.
Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan
teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan
karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan
dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep
dramaturgis,

manusia

akan

mengembangkan

perilaku-perilaku

yang

mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang
aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan.
Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan
kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk
meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan
mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah
“impression management”.
Erving Goffman (1959), salah seorang sosiolog yang paling
berpengaruh pada abad 20 telah memperkenalkan dramaturgi dalam bukunya
yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life. Konsep dramaturgi

26

Goffman ini lebih bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian
atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip
dengan pertunjukan drama di panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas
aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari
peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta,
masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi
bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan
makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). Karyanya
melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia
simbol.
Inti dari drmaturgi adalah menghubungkan tindakan dengan
maknanya, dan dalam pandangan dramaturgis tentang kehidupan sosial,
makna bukanlah warisan budaya, sosialisasi, atau tatanan kelembagaan, atau
perwujudan dari potensi psikologis dan biologis, melainkan pencapaian
problematik interaksi manusia dan penuh dengan perubahan, kebaruan, dan
kebingungan. Namun yang lebih penting lagi, makna bersifat behavioral,
secara sosial terus berubah, abitrer, dan merupakan ramuan interaksi
manusia. Maka atas suatu simbol penampilan atau perilaku sepenuhnya
bersifat serba mungkin, sementara atau situasional. Dapat dikatakan juga
pendekatan dramaturgi Goffman khususnya berintikan pandangan bahwa
ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan
yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Maka, fokus

27

pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, apa yang
ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan
bagaimana mereka melakukannya (Mulyana, 2008: 107).
2.1.2.3

Panggung Pertunjukan

Melalui perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, perilaku
manusia dalam sebuah interaksi sosial mirip dengan sebuah pertunjukan di
atas panggung dengan menampilkan berbagai peran yang dimainkan oleh
sang aktor.
Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi
“wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region).
Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang
ditonton khalayak penonton, sedangkan wilayah belakang ibarat panggung
sandiwara bagian belakang (back stage) ataw kamar rias tempat pemain
sandiwara bersantai, mempersiapkan diri atau berlatih untuk memainkan
perannya di panggung depan (Mulyana, 2008: 114).
Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat
aktor berada di atas pan