Pengelolaan Kesan Anggota Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration (Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Oleh Anggota Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration)

(1)

Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration)

SKRIPSI

Diajukan menempuh Ujian Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh:

Lusiana Maria Pakpahan 41809160

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

165

Nama : Lusiana Maria Pakpahan

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Tempat Tanggal Lahir :Bandung, 27 Sepetember 1991

Umur : 22 Tahun

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Taman Kopo Indah No. 23 Bandung

Telp/HP : 085722555923

Email : photoworkkkenan@gmail.com

Pendidikan Formal

No. Tempat Tahun

1. SDN Cilampeni 1997-2003

2. SMPN 3 Margahayu 2003-2006

5. SMA Angkasa Bandung 2006-2009


(3)

Pengalaman Kegiatan

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2009 Peserta Table Manner di Amaroossa Hotel Bersertifikat 2. 2010 Peserta Seminar Fotografi Tekhnik dan

Bahasa Foto

Bersertifikat


(4)

viii

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 8

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian... 10

1.4.1 Kegunaan Teoritis... 10


(5)

ix

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi ... 13

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi ... 14

2.1.2.2Tujuan Komunikasi ... 16

2.1.2.3Prinsip Komunikasim ... 18

2.1.2.4Unsur-Unsur Komunikasi ... 18

2.1.3 Konteks Komunikasi ... 21

2.1.3.1 Komunikasi Antar Pribadi ... 21

2.1.3.1.1 Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi ... 22

2.1.3.1.2 Fungsi-fungsi Komunikasi Antarpribadi ... 24

2.1.4 Tinjauan Tentang Dramaturgi ... 26

2.1.4.1 Interaksi Simbolik Sebagai Induk dari Teori Dramaturgis ... 26

2.1.4.2 Kajian Dramaturgis ... 31

2.1.4.3 Panggung Pertunjukkan ... 34

2.1.5 Tinjauan tentang Pengelolaan Kesan ... 36

2.2 Kerangka Pemikiran ... 38

2.2.1 Kerangka Teoritis ... 38

2.2.2 Kerangka Konseptual ... 41

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 42


(6)

x

3.2.1 Desain Penelitian ... 49

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 54

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 56

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 57

3.2.5.1 Triangulasi (peer debriefing) ... 57

3.2.5.2 Diskusi dengan Teman Sejawat (peer debriefing) ... 59

3.2.5.3 Peningkatan Ketekunan/Kegigihan (persistent observation) .... 59

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 60

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 60

3.3.2 Waktu Penelitian ... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Informan Penelitian ... 64

4.1.1 Informan Utama ... 64

4.1.2 Informan Pendukung ... 69

4.2 Hasil Penelitian ... 73

4.2.1 Pengelolaan Kesan Panggung Depan (Front Stage) Anggota Reptilizer Community dalam acara Animal Festival Celebration ... 74

4.2.2 Pengelolaan Kesan Panggung Tengah (Middle Stage)Anggota Reptilizer Community dalam acara Animal Festival Celebration ... 77


(7)

xi BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 87

5.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN ... 88


(8)

xii

Tabel 3.1 Informan Penelitian ... 55

Tabel 3.2 Informan Kunci ... 56

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ... 61

Tabel L1 Pertanyaan Informan Kunci Penelitian ... 97


(9)

xiii

Gambar 4.1 Informan PertamaSteven Gema ... 65

Gambar 4.2 Informan Kedua Muhammad Ichsan ... 68

Gambar 4.3 Informan Pendukung Pertama Astuti Paramitha W.S ... 70

Gambar 4.4 Informan Pendukung 2 Anna Magdalena ... 72

Gambar 4.5 Informan Pendukung 3 Kiki Perdani ... 73

Gambar 4.6 Bagan Hasil Penelitian Pengelolaan Kesan Anggota Reptilizer Community dalam Acara Animal Festival Celebration ... 82

Gambar L1 Ketika antar komunitas pecinta hewan reptil mempersiapkan kontes ... 116

Gambar L2 Saat Ichsan salah satu informan mengobrol dengan anggota ... 117

komunitas lainnya Gambar L3 Steven bersiap mengikuti kontes dengan ularnya ... 118

Gambar L4 Formulir Pendaftaran Kontes ... 119

Gambar L5 Anggota Reptilizer Community beserta komunitas lainnya ... 120

Gambar L6 Ular berbisa yang dihadirkan dalam kontes ... 120

Gambar L7 Ular Steven yang menang dalam kontes ... 121

Gambar L8 Steven bersiap mengikuti kontes ... 121

Gambar L9 Peneliti bersama para informan kunci dan salah satu informan pendukung ... 122


(10)

xiv

memenangkan kontes ... 123 Gambar L13 Ketika Reptilizer Community sedang mengadakan

perjumpaan dengan masyarakat di Gasibu Bandung…………....124 Gambar L14 Peneliti bersama buaya milik Steven ... 125


(11)

xv

Lampiran 2 : Surat Persetujuan Menjadi Pembimbing Skripsi ... 89

Lampiran 3 : Surat Berita Bimbingan Acara ... 90

Lampiran 6 : Surat Rekomendasi Seminar Usulan penelitian ... 91

Lampiran 7 : Surat Pendaftaran Seminar Usulan penelitian ... 92

Lampiran 8 : Lembar Revisi Usulan penelitian ... 93

Lampiran 9 : Surat rekomendasi Sidang sarjana ... 94

Lampiran 10 : Pedoman Observasi ... 95

Lampiran 11 : Pedoman Wawancara ... 96

Lampiran 12 : Transkip Wawancara Informan 1 ... 98

Lampiran 13 : Transkip Wawancara Informan 2 ... 100

Lampiran 14 : Transkip Wawancara Informan 3 ... 102

Lampiran 15 : Transkip Wawancara Informan Pendukung 1 ... 106

Lampiran 16 : Transkip Wawancara Informan Pendukung 2 ... 108

Lampiran 17 : Biodata Informan 1 ... 110

Lampiran 18 : Biodata Informan 2 ... 111

Lampiran 19 : Biodata Informan 3 ... 112

Lampiran 20 : Biodata Informan Pendukung 1 ... 113

Lampiran 21 : Biodata Informan Pendukung 2 ... 114

Lampiran 22 : Biodata Informan Pendukung 3 ... 115


(12)

87 Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Friedman, Howard S. & Miriam W. Schustack. 2008. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta. Erlangga

Friedman, Howard S. & Miriam W. Schustack. 2008. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta. Erlangga

Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Life, Garden City, N.Y: Doubleday Anchor

Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Kriyantoro, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group

Miles, B. Matthew, A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta:UI Press

Moleong, Lexi J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy & Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. Rosda

Storr, Merl. 1997. A Critical Reader. New York: Routledge, 144-149.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabet

Sumber Lainnya:

http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gdl-ayuyustini-26376

http://komunikuaci.blogspot.com/2010/11/pengelolaan-kesan-impression-management.html

http://aliyahnuraini.wordpress.com/2009/06/03/pengelolaan-kesan-dan-konsep-diri-dalam-komunikasi-antarpribadi/

http://rudiliejayaindonesia.blogspot.com/2011/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?zx=4c1c533645ced5fb


(13)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunianya. yang telah melimpahkan kekuatan lahir batin kepada peneliti, sehingga selesailah skripsi yang berjudul “Pengelolaan Kesan Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration” dengan subjudul Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration.

Dalam penyusunan Skripsi ini, peneliti banyak melibatkan berbagai pihak. Melalui kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Mama, Bapa dan kelima kaka peneliti yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun materil dan membantu peneliti terutama melalui untaian doa-doanya.

Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu proses penulisan Skripsi ini. Secara khusus penulis sampaikan terima kasih kepada :

1. Yth. Prof. DR. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan FISIP Universitas Komputer Indonesia Bandung, atas ijin dan dukungan kepada mahasiswanya.

2. Yth. Drs. Manap Solihat. M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Komputer Indonesia Bandung, atas dukungan dan waktu yang di berikan.


(14)

vi

3. Yth. Melly Maulin P, S.Sos.,M.Si Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Komputer Indonesia Bandung, atas dukungan dan waktu yang di berikan.

4. Yth. Desayu Eka Surya, S.Sos.,M.Si selaku Dosen wali IK-4 2010 yang telah memberikan motivasi dan pengarahan sebelum melaksanakan peneltian dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis melakukan perkuliahan.

5. Yth. Dr. H . Eddy Syarif, M.S selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar menuntun dan senantiasa memberikan arahan, bimbingan dan motivasi kepada peneliti selama melaksanakan bimbingan.

6. Yth. Staf Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Komputer Indonesia Bandung yang telah memberikan ilmu kepada peneliti.

7. Yth. Astri Ikawati A.md Kom selaku staf Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Komputer Indonesia Bandung yang telah membantu semua keperluan peneliti.

8. Yth. Steven Gema Putra ketua komunitas Reptilizer Community Bandung yang telah mengijinkan peneliti melaksanakan penelitian.

9. Sahabat-sahabat terbaik peneliti Anna Magdalena Simamora Adik dan saudara tercinta yang setia membantu peneliti dan selalu memberi dukungan kepada peneliti, Umi Risky Perdani, Eki, Anggie Yurisca, Kak Elvan Murrya, Kak Rio Eka Kusuma, Kak Perdana Ega Jusuf, Steven,


(15)

vii

Ayas, resya, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu terimakasih selalu membantu dan memberikan semangat kepada peneliti. 10.Rekan-rekan IK 4 dan Humas 3 angkatan 2010, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu-persatu, terimakasih telah berbagi ilmu, pengalaman, dan kebersamaan dengan peneliti selama ini.

11.Seluruh keluarga besar, terimakasih atas doa dan dukungannya.

12.Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan ini. Akhir kata peneliti ucapkan terima kasih banyak pada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada peneliti dalam proses menyelesaikan Skripsi ini. Maka peneliti selanjutnya berharap dan berterima kasih atas segala saran dan masukan dari pembaca. Serta menerima saran dan masukan tersebut dengan hati terbuka. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan. Amin...

Bandung, Agustus 2014


(16)

1

1.1Latar Belakang Masalah

Dari beberapa komunitas pecinta hewan reptil yang sudah ditelusuri, ada komunitas pecinta hewan reptil yang berbeda dengan komunitas pecinta hewan reptil lainnya, komunitas pecinta hewan reptil ini bernama Reptilizer Community Bandung. Komunitas ini berdiri pada tahun 2011. Keberadaan komunitas pecinta hewan reptil yang memiliki petshop di Jalan Sukamantri ini juga untuk menyosialisasikan segala sesuatu mengenai reptil. Juga sebagai sarana sharing tentang reptil dan permasalahannya. Tiap sekali dalam seminggu Reptilizer Community mengadakan sharing, gathering dan menyusun agenda kegiatan di Monumen Pancasila dan Parijs Van Java Bandung secara bergantian. Sebagai komunitas pecinta hewan reptil dari Bandung, maka motto dari Reptilizer ini yaitu

: “Kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berani-berani.”

Agar masyarakat semakin mencintai reptil, maka berbagai edukasi dan sosialisasi kerap dilakukan oleh Reptilizer Community Bandung yaitu dengan :

a. Bakti sosial

b. Sosialisasi ke beberapa sekolah c. Pelepasan ular ke hutan

d. Sosialisasi di berbagai event, mulai dari event Universitas, Honda, dan lain-lain.


(17)

f. Menjuarai kontes reptil di 3 kota (Cirebon, Bekasi, dan Jakarta). Edukasi yang diberikan diantaranya adalah skill menangani reptil. Banyaknya manfaat yang didapat dari Reptilizer Community membuat anggotanya semakin bertambah. Jika awal terbentuknya hanya beranggotakan segelintir orang. Maka saat ini anggotanya telah tercapai lebih dari 80 orang. Memang tidak semua orang menyukai hewan reptil seperti ular, kadal, maupun buaya. Bahkan saat melihatnya sebagian besar orang pasti akan menghindar bahkan menjerit ketakutan. Akan tetapi, berbeda dengan yang dilakukan orang-orang yang tergabung dalam ikatan Pecinta Reptil.

Jika kebanyakan orang memelihara hewan seperti burung, anjing maupun kucing, maka anggota Reptilizer Community jelas-jelas memiliki hewan reptil sebagai hewan peliharaan kesayangan. Kurangnya edukasi terhadap masyarakat Indonesia mengenai pelestarian dan kepedulian lingkungan di sekitar mereka terutama terhadap keberadaan satwa asli Indonesia mengakibatkan menjamurnya penangkapan satwa liar yang dijadikan per (peliharaan) atau bahkan diperjual belikan sehingga berakhir dengan penyusutan beberapa spesies di alam bebas. Tetapi Reptilizer ini sebagai pecinta reptil melakukan breeder (peternakan).

Reptilizer Community pernah mengikuti acara IUREC se-Asia Tenggara di Jakarta. IUREC ini adalah semacam expo yang dihadiri pecinta reptil se-Asia Tenggara tetapi ada juga dari Amerika dan Eropa yang hadir dalam acara IUREC tersebut. Dalam acara IUREC para pecinta reptil kembali bersosialisasi, adapun kontes reptil dan seller dengan membuka stand. Jadi pengunjung yang dateng dalam acara IUREC tersebut bisa membeli hewan reptil juga, jadi menambah juga


(18)

para pecinta reptil. Jika untuk peserta yang mengikuti kontes reptil dan reptilnya itu menang kontes harga reptil tersebut bisa semakin tinggi atau menjadi dua kali lipat dengan harga normal.

Di Kota Bandung terdapat sembilan Komunitas Pecinta Hewan Reptil yang tidak bergabung dalam satu komunitas di karenakan jarak tempat tinggal satu sama lain pecinta Hewan Reptil terlampau jauh. Alasan penulis memilih Reptilizer Community karena setelah melakukan survei ke berbagai komunitas pecinta reptil ternyata Reptilizer Community ini berbeda dengan komunitas-komunitas pecinta hewan reptil lainnya. Reptilizer Community Bandung memiliki pembagian divisi sesuai keahlian dalam menangani jenis-jenis reptil. Contohnya, ada yang menangani reptil berjenis buaya dikarenakan ia lebih memahami tentang buaya di bandingkan dengan anggota lainnya tetapi yang lain pun sudah memiliki keahlian dalam menangani reptil masing-masing.

Keunikan lainnya Reptilizer Community memiliki berbagai macam ular berbisa dari seluruh penjuru Indonesia, yang tidak dimiliki oleh komunitas pecinta reptil lainnya. Bahkan ketua Reptilizer Community Bandung sendiri memelihara buaya, jenis buaya muara porosus di dalam kamar mandinya sendiri. Dan juga Reptilizer Community tersebut merupakan kolektor-kolektor reptil berbisa yang dpat dikatakan hewan reptil berbahaya. Reptilizer Community juga melakukan Breeder (peternakan) itulah beberapa kelebihan dari Reptilizer Community jika dibandingkan dengan komunitas pecinta hewan reptil di Kota Bandung lainnya.


(19)

Interaksi yang dilakukan oleh Reptilizer Community dalam acara Animal Festival Celebration merupakan sebuah perwujudan penyajian diri dan dalam interaksinya tersebut seseorang akan melakukan suatu pengelolaan kesan.

Pada intinya, Reptilizer Community adalah sekelompok orang yang berkumpul karena memiliki tujuan yang sama yaitu mencintai hewan reptil dan mengembangbiakkannya.

Dalam melakukan aktivitas kesehariannya, tentu anggota komunitas ini memiliki kebiasaan dan tingkah laku yang berbeda-beda dan tentu saja mereka berasal dari kalangan yang berbeda. Tetapi dalam acara-acara tertentu, karena mereka memiliki tujuan yang sama, secara tidak langsung baik sengaja maupun tidak disengaja mereka melakukan kesamaan sikap. Ini yang dapat disebut dengan Pengelolaan Kesan. Pengelolaan kesan (Impression Management) di temukan dan dikembangkan oleh Erving Goffman pada tahun 1959, dan telah dipaparkan dalam bukunya yang berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life”. Pengelolaan kesan juga secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah teknik presentasi diri yang didasarkan pada tindakan mengontrol persepsi orang lain dengan cepat dengan mengungkapkan aspek yang dapat menguntungkan diri sendiri atau tim.

Presentasi Diri ini dilakukan ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain dan mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya, melalui sebuah pertunjukan diri yang mengalami setting di hadapan khalayak. Dalam sebuah pertunjukan ini kebanyakan menggunakan atribut, busana, make-up, pernak-pernik, dan alat dramatik lainnya. Goffman menyebut pertunjukan (performance) merupakan aktivitas untuk mempengaruhi orang lain. Sebuah


(20)

pertunjukan yang ditampilkan seseorang berdasarkan atas perhitungan untuk memperoleh respon dari orang lain. Penampilan serta perilaku seseorang dalam sebuah interaksi merupakan suatu proses interpretif, yang dimana tujuannya agar terbentuknya sebuah persepsi yang merupakan hasil dari suatu interpretasi yang dilakukan orang lain (Mulyana, 2008: 113).Goffman memandang ini dengan perspektif Dramaturgi.

Berdasarkan hasrat dasar manusia, secara ilmiah manusia memiliki kekuatan yang dapat menguasai sikap dan tindakannya. Manusia mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya. Untuk itu dia menempuh jalan bertemu dengan orang lain yang melakukan pertunjukan dan memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di atas pentas secara khayali (Harymawan, 1986: 194).

Menurut Moulton (dalam Harymawan, 1986:1) menyebutkan bahwa presentasi (presented) diartikan sebagai sebuah drama, yaitu “hidup yang

dilukiskan dengan gerak”. Maksud dari presented disini adalah suatu kehidupan yang bukan hanya bersifat fantasi manusia, namun kehidupan yang bersifat fantasi tersebut diekspresikan secara langsung (live) atau nyata.

Pada dramaturgi disini adalah sekelompok kecil orang (komunitas) yang telah menjalani berbagai kegiatan dan sharing mengenai reptil dan merupakan individu-individu yang secara subyektif diamati oleh peneliti. Kelompok ini merupakan warga pendatang yang berasal dari luar daerah dan juga dalam daerah yang secara kesehariannya memiliki aktivitas, pekerjaan, dan latar belakang yang


(21)

berbeda-beda. Para anggota komunitas Reptilizer Community yang menjadi subyek penelitian ini seluruhnya tinggal di Kota Bandung.

Dalam hal ini peneliti memfokuskan kepada acara Animal Festival Celebration yang diikuti oleh Reptilizer Community. Untuk memfasilitasi para pecinta satwa, Pasar Baru Mansion yang dibangun di atas lahan seluas 7.000 m2 dengan konsep apartemen, lifestyle citywalk, dan hotel menggelar acara Animal Day Celebration Festival. Kegiatan ini akan mewadahi serta memfasilitasi komunitas satwa untuk berpartisipasi membangun relasi dengan sesama pecinta satwa. Rangkaian kegiatan Animal Day Celebration Festival juga akan diisi dengan gelaran lainnya, seperti pameran Reptil Fun Day, kontes foto Hunt Reptil dan pada hari selanjutnya akan ada pertemuan komunitas reptil, chit-chat komunitas dan talkshow oleh dokter hewan, accoustic performance, lucky draw, lelang reptil yang didukung Jayakarta Reptile Independent. Pasar Baru Mansion merupakan apartemen, hotel, dan dua lantai mal yang terdiri dari café, resto, dan supermarket. Terletak di Jalan Pintu Air Raya 5 (masuk dari samping Stasiun KA Juanda/sebrang Masjid Istiqlal, Red.), pemukiman ini dibangun di tengah pusat bisnis Pasar Baru, dekat dengan pusat pemerintahan.

Ajang „Animal Day Celebration Festival‟ yang akan digelar di Pasar Baroe Mansion, Sabtu (26/4), jadi tempat berkumpulnya para pecinta hewan sebagian besar pecinta reptil. Terbentuk dari kesamaan minat dan kepedulian terhadap kelangsungan hidup reptil yang beberapa waktu terakhir ini terancam punah, baik secara alamiah maupun oleh ulah manusia. Kepunahan oleh ulah manusia terjadi karena ketidaktahuan manusia itu sendiri. Image yang timbul di kalangan


(22)

masyarakat tentang reptil adalah menjijikan, seram dan mematikan, sehingga menjadi hama pengganggu kehidupan manusia. (Michael J. (2004)). Berbagai hal yang menakutkan itulah yang membuat reptil sering dibunuh dan dimusnahkan oleh manusia. Padahal jika satwa tersebut dimusnahkan, sesungguhnya akan mengganggu ekosistem kehidupan dan akan merugikan manusia.

Indonesia sendiri memiliki yang terbaik dan terbesar dalam dunia reptil. Sebut saja kadal terbesar di dunia dalam wujud komodo (Varanus komodoensis) ular terpanjang di dunia seperti reticulated python (Python reticulatus) ular berbisa terpanjang di dunia, si King Cobra (Ophiophagus hannah) dan penyu terbesar di jagat. Demikian puji yang disampaikan pakar herpetologi, Brady Barr, saat berbincang dengan kru National Geographic Indonesia, selasa (11/12), di Jakarta. Apresiasi ini terlontar berkat pengalamannya ke 70 negara dalam 20 tahun. “Jika saya bilang istimewa, itu pengalaman saya yang bicara. Tak ada tempat lain di dunia, terutama untuk pecinta reptil, seperti di indonesia,‟‟ puji Barr. Namun, Barr menyayangkan ketidaksadaran masyarakat akan hal ini.

“Masyarakat tahu komodo, Indonesia harusnya melihat spesies ini sebagai suatu

kebanggaan. Sebagai sosok figur, lindungi mereka.‟‟ Sama seperti spesies unik lainnya, reptil di indonesia juga terancam keberadaan manusia. Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari pengobatan tradisional hingga penjualan anggota tubuh.

Dalam jurnal berjudul “over-exploitation and illegal trade of reptiles in indonesia‟‟ yang dirilis tahun 2012, tokek (Gekko gecko), ular karung (Acrochordus javanicus), dan penyu bulus (Amyda cartilaginea), masih sering


(23)

dari Pulau Jawa. Seribu lagi dari Bali. Total, ada 50 ribu individu tokek pertahun

dari indonesia,‟‟ papar para peneliti yang terlibat dalam penulisan jurnal ini. “lima

ribu individu ditargetkan untuk digunakan secara lokal, sisa 45 ribunya untuk

eksport. Baik untuk binatang hidup atau pun untuk industri hewan peliharaan.‟‟

Barr, yang adalah seorang peneliti reptil ternama di dunia, menekankan situasi eksploitasi seperti ini juga menjadi ancaman bagi manusia. Ibarat kunci penting dalam sebuah bangunan, reptil adalah kunci itu. Jika kunci tersebut hilang atau diambil paksa, maka seluruh bangunan akan runtuh. “ Jika kita ambil spesies ini,

maka ekosistem akan hancur,” papar Barr.

Dari sinilah peneliti berusaha menggambarkan pengelolaan kesan Reptilizer Community Bandung dalam Acara Animal Festival Celebration di Kota Jakarta. Peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengelolaan kesan Reptilizer Community Bandung dalam Acara Animal Festival Celebration.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Pertanyaan Makro

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

“Bagaimana Pengelolaan Kesan Reptilizer Community Bandung Dalam Acara


(24)

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengidentifikasi yang menjadi pokok masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana Panggung Belakang Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration?

2. Bagaimana Panggung Tengah Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration?

3. Bagaimana Panggung Depan Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai pengelolaan kesan pecinta hewan reptil dikalangan komunitas Kota Bandung, mulai dari alasan sampai dengan tujuan memelihara hewan reptil, pesan yang disampaikan dan sampai dengan proses pengelolaan kesan yang dilakukan Reptilizer Community Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari peneliti ini adalah :

1. Untuk mengetahui Panggung Belakang Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration.

2. Untuk mengetahui Panggung Tengah Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration.


(25)

3. Untuk mengetahui Panggung Depan Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration.

1.4 Kegunaan Penelitian

Secara teoritis Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan Ilmu Komunikasi secara umum, khususnya kajian mengenai Pengelolaan Kesan yang dilakukan oleh suatu organisasi atau kelompok.

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi Peneliti

Dengan dilakukannya penelitian ini, dapat memberikan tambahan ilmu serta pengetahuan baik dari segi teoritis ataupun praktisnya bagi peneliti, untuk mengetahui lebih jauh mengenai materi dari penelitian itu sendiri serta hal-hal yang berkaitan dengan kajian ilmu yang sesuai dengan bidang ilmu yang peneliti dapatkan selama perkuliahan. Dengan penelitian ini juga memberikan wawasan kepada peneliti, bahwa terdapat Pengelolaan Kesan Komunitas Pecinta Hewan Reptil Reptilizer Community Bandung Dalam Acara Animal Festival Celebration.


(26)

2. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dijadikan literatur dalam mendukung materi-materi perkuliahan bagi Universitas Komputer Indonesia dan Universitas yang lain, Program Studi, dan mahasiswa-mahasiswi Ilmu komunikasi, khususnya bidang kajian Dramaturgi pada Pengelolaan Kesan suatu komunitas pecinta hewan reptil Bandung dalam suatu acara untuk melakukan penelitian selanjutnya. Peneliti berharap penelitian ini menambah reverensi dan wawasan mengenai Dramaturgi Komunikasi.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan bukan hanya bermanfaat bagi pihak Universitas dan Peneliti, melainkan agar bisa bermanfaat pula bagi masyarakat sebagai suatu pemahaman mengenai pengelolaan kesan suatu komunitas dalam suatu acara.

4. Bagi Komunitas

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan pula bermanfaat bagi Reptilizer Community dalam pengembangan ilmu dan dalam meningkatkan prestasi Reptilizer Community.


(27)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Peneliti Terdahulu

Dalam tinjauan pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu sejenis. Sehingga peneliti mendapat gambaran mengenai penelitian yang akan dilakukan peneliti.

Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu

No Nama

Peneliti, NIM, Universitas

Judul Penelitian Metode Perbedaan dengan Penelitian Peneliti

1 Ayu Puspa Yulantika 41809183 (Universitas Komputer Indonesia) Pengelolaan Kesan Vokalis Wanita Berhijab Di Kota Bandung (Studi Dramaturgi

Pengelolaan KesanVokalis Wanita

Berhijab Di Kota Bandung)

Pendekatan Kualitatif dan

Studi Dramaturgi

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Wanita Berhijab sedangkan peneliti

adalah Reptilizer Community, dan subjek penelitian ini adalah Vokalis

dari Wanita Berhijab sedangkan peneliti adalah

anggota dari Reptilizer Community 2 Aan Mulyadi

41808141

Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng Di

Pendekatan Kualitatif dan

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah


(28)

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi

Dalam kehidupan manusia, komunikasi memiliki peran sentral bagi keberlangsungan, keberdayaan, esensi dan eksistensi manusia. Melalui komunikasi manusia dapat mengekspresikan dan mengapresiasikan dirinya dalam lingkup interaksi sosial dengan sesamanya. Tanpa komunikasi, manusia tidak dapat menginterpretasikan kehendak dirinya dan kebutuhan hidupnya dengan orang lain. Jadi, komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia.

(Universitas Komputer Indonesia) Kota Bandung (Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng Dalam Menjalani Kehidupannya Di Kota

Bandung)

Studi Dramaturgi

Pengamen di Kota Bandung sedangkan peneliti adalah Reptilizer Community, dan subjek penelitian ini adalah Pengamen Topeng di Kota Bandung sedangkan peneliti

adalah anggota dari Reptilizer Community 3 Adi Darmawan 41808701 (Universitas Komputer Indonesia) Pengelolaan Kesan Humas Hotel The

Ardjuna Bandung (Studi Dramaturgi Tentang Pengelolaan

Kesan Humas Hotel The Ardjuna Bandung)

Pendekatan Kualitatif dan

Studi Dramaturgi

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Humas

sedangkan peneliti adalah Reptilizer Community, dan subjek penelitian ini adalah Humas Hotel The Ardjuna

sedangkan peneliti adalah anggota dari Reptilizer


(29)

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi

“Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi,

keahlian dan lain-lain, melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain.” (Berelson dan Stainer, 1964)

Sedangkan pengertian lain tentang komunikasi dapat dilihat dari pernyataan

Deddy Mulyana, “Komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan

mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membawa pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang

dimaksudkan komunikator.” (Mulyana, 2004:62)

Menurut Willbur Schramm,”istilah komunikasi berasal dari perkataan latin

communis yang artinya common atau sama. Jadi apabila manusia mengadakan komunikasi dengan orang lain, maka ia mengoperkan (gagasan) untuk memperoleh commones atau kesamaan dengan pihak lain itu mengenai sesuatu

objek tertentu” (Palapah & Syamsudin, 1983:2).

Atas dasar upaya untuk pemerolehan kesamaan itulah yang mengindikasikan terjadinya komunikasi antara satu pihak dengan pihak lainnya. Pengertian lain mengenai komunikasi juga bisa dilihat dari pernyataan Carl I

Hovland yang mendefinisikan komunikasi, ”sebagai suatu proses di mana seorang

insan (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku insan-insan lainnya

(komunikate)” (Effendy, 1986:12).

Pengertian komunikasi di atas adalah pengertian komunikasi sederhana yang ditinjau dari asal katanya. Masih banyak terdapat pengertian komunikasi yang didefinisikan oleh ahli-ahli lainnya. Sebuah definisi yang dibuat oleh


(30)

kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) yang dikutip oleh Hafied Cangara membuat definisi bahwa:

Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 1998:18).

Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal

penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses di mana

suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud

untuk mengubah tingkah laku mereka” (Cangara, 1998:18). Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981) sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa “Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling

pengertian yang mendalam” (Cangara, 1998:19). Rogers berusaha menspesifikasi hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), di mana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.


(31)

Dari beberapa definisi yang disampaikan para ahli dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses di mana seseorang (komunikator) menyatakan pesan yang dapat berupa gagasan untuk memperoleh “commones” dengan orang lain (komunikate) mengenai objek tertentu di mana komunikate merubah tingkah lakunya sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Kalau di antara dua orang yang berkomunikasi itu terdapat persamaan pengertian, artinya tidak ada perbedaan terhadap pengertian tentang sesuatu, maka terjadilah situasi yang disebut kesepemahaman.

2.1.2.2Tujuan Komunikasi

Keberadaan komunikasi sebagai bagian dalam kehidupan manusia memiliki beberapa tujuan tertentu. Menurut Devito (1997:30), ada empat tujuan komunikasi yang perlu dikemukakan yakni:

1. Untuk Menemukan

Salah satu tujuan utama komunikasi adalah penemuan diri (personal discovery). Bila anda berkomunikasi dengan orang lain, anda belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain. Dengan berbicara tentang diri kita sendiri dengan orang lain, kita memperoleh umpan balik yang berharga mengenai perasaan, pemikiran, dan perilaku kita. Cara lain untuk melakukan penemuan diri melalui proses perbandingan sosial, melalui pembandingan kemampuan, prestasi, sikap, pendapat, nilai, dan kegagalan kita dengan orang lain.


(32)

2. Untuk Berhubungan

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain, membina dan memelihara dengan orang lain. Kita ingin merasa dicintai dan disukai dan kita juga ingin mencintai dan menyukai orang lain. Kita menghabiskan banyak waktu dan energi komunikasi kita dalam membina dan memelihara hubungan sosial.

3. Untuk Meyakinkan

Kita menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima. Dalam perjumpaan antarpribadi sehari-hari, kita berusaha untuk merubah sikap dan perilaku orang lain, berusaha untuk mengajak mereka melakukan sesuatu.

4. Untuk Bermain

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang untuk memberikan hiburan pada orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan untuk mengikat perhatian orang lain sehingga kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain (Devito, 1997:30).

Jadi, secara keseluruhan dapat dipahamai bahwa tujuan dari komunikasi tidak terlepas dari bagaimana manusia mengisi hidupnya dalam pola interaksi sosial yang tercipta antara satu dengan lainnya. Baik untuk


(33)

aktualisasi diri, interaksi, eksistensi, ekspresi, apresiasi maupun menciptakan esensi dalam hidupnya.

2.1.2.3 Prinsip Komunikasi

Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan disebut kerangka pengalaman (field of experience), yang menunjukkan adanya persamaan antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif akan terjadi apabila kedua pihak yang melakukan komunikasi memiliki pengalaman yang sama dan saling bertukar informasi sehingga kedua belah pihak yang melakukan komunikasi sama-sama dapat mengerti maksud dan tujuan masing-masing pihak, namun akan terjadi kebalikannya apabila masing-masing pihak yang melakukan komunikasi cenderung menutup atau mengisolasikan diri. 2.1.2.4Unsur-Unsur Komunikasi

Jika mengacu pada pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini dapat juga disebut komponen atau elemen komunikasi. Adapun unsur-unsur tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim,


(34)

komunikator, atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender, atau encoder.

2. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan message, content.

3. Media

Media yang dimaksud di sini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.

4. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber, biasanya disebut receiver atau audience.

5. Efek

Efek atau pengaruh adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.

6. Umpan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk dari pengaruh, yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima.


(35)

7. Lingkungan

Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, sosial budaya, psikologis dan dimensi waktu (Cangara, 1998:21).

Unsur-unsur komunikasi di atas merupakan satu kesatuan terciptanya proses komunikasi, di mana antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Komunikator adalah pihak yang mempunyai kemampuan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan, sehingga komunikan menjadi tahu atau bahkan berubah sikap, pendapat atau perilakunya. Pesan adalah penyajian informasi yang disediakan oleh komunikator terhadap komunikan. Untuk keberhasilan suatu pesan maka seorang komunikator harus mampu memahamai kesesuaian isi pesan yang hendak disampaikan kepada komunikan. Media merupakan interpretasi dari saluran komunikasi yang digunakan. Efek dan umpan balik merupakan akses yang diberikan komunikan kepada komunikator. Lingkungan adalah kondisi yang melingkupi terjadinya proses komunikasi. Komunikan atau penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.

Sesuai dengan konteks komunikasi, maka dalam melakukan interaksi sosial dalam mempertahankan hidupnya, individu menggunakan simbol di dalamnya. Berkaitan dengan hal itu, dalam


(36)

perkembangan interaksi sosial manusia, maka lahirlah suatu studi tentang aktivitas manusia yang diberi makna yaitu studi interaksi simbolik. Suatu studi yang sebenarnya berada di bawah payung perspektif yang lebih besar yang sering disebut dengan fenomenologis. Studi interaksi simbolik ini mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia, yaitu komunikasi. Interaksi simbolik seiring perkembangannya telah mengilhami lahirnya perspektif-perspektif dalam studinya, salah satunya adalah perpektif dramaturgi.

2.1.3 Konteks Komunikasi

2.1.3.1 Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Devito (1976), komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Komunikasi antarpribadi adalah komunikai antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan muka (face to face) bisa juga melalui sebuah medium, umpamanya telepon. Cirri khas komunikasi antarpribadi ini adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik. (Effendy, 1986:50) adapun pengertian komunikasi antarpribadi yang diungkapkan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book bahwa komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa


(37)

umpan balik seketika.(1984:4) Menurut Vandeber, komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses interaksi dan pembagian makna yang terkandung dalam gagasan atau perasaan. (Lliliweri, 1984:9) Effendy mengemukakan juga bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar seorang komunikator dengan komunikan. (Liliweri, 1997:12)

Pada dasarnya komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator mempunyai tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku komunikan dengan cara mengirimkan pesan dan prosesnya yang dialogis. Seperti yang telah dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy bahwa:

“Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah karena komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face). Antara komunikator dan komunikan saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi (personal contact). Ketika komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan, umpan balik berlangsung seketika dan komunikator mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan

terhadap pesan yang dilontarkan”. (1993:61)

2.1.3.1.1 Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi

Seperti komunikasi pada umumnya, komunikasi antarpribadi juga mempunyai jenis-jenisnya yang berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain.

Menurut Onong Uchjana Effendy bahwa ―Secara teoritis komunikasi

antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya, yakni: 1. Komunikasi Diadik (Dyadic Communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antar dua orang yakni yang seorang adalah


(38)

komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi yang menerima pesan. Oleh karena pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens, komunikator memusatkan perhatiannya hanya pada diri komunikan itu.

2. Komunikasi Triadik (Triadic Communication) adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, Karena komunikator memusatkan perhatiaanya hanya pada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan, sepenuhnya juga umpan balik yang berlangsung, merupakan kedua factor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi. (1993:62)

Adapun ciri-ciri komunikasi anatrpribadi menurut Alo Liliweri yaitu:

1. Spontanitas, terjadi sambil lalu dengan media utama adalah tatap muka.

2. Terjadi secara kebetulan diantara peserta yang identitasnya kurang jelas.

3. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja. 4. Kerapkali berbalas-balasan.


(39)

5. Mempersyaratkan hubungan paling sedikit dua orang dengan hubungan yang bebas dan bervariasi, ada keterpengaruhan.

6. Harus membuahkan hasil.

7.Menggunakan lambing-lambang yang bermakna.

2.1.3.1.2 Fungsi-fungsi Komunikasi Antarpribadi

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi menurut Allo Liliweri terdiri atas: A. Fungsi sosial

Komunikasi antar pribadi secara otomatis mempunyai fungsi social, karena proses komunikasi beroperasi dalam konteks social yang orang-orangnya berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan demikian, maka fungsi sosial komunikasi antarpribadi mengandung aspek-aspek:

1. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan biologis dan psikologis

2. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial.

3. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik.

4. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri sendiri.

5. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik. B. Fungsi pengambilan keputusan

Seperti yang telah diketahui bersama bahwa manusia adalah makhluk yang dikaruniai akal sebagai sarana berpikir yang tidak dimiliki oleh


(40)

semua makhluk di muka bumi. Karenanya ia mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan dalam setiap hal yang harus dilaluinya. Pengambilan keputusan meliputi penggunaan informasidan pengaruh yang kuat dari orang lain. Ada dua aspek dari fungsi pengambilan keputusan jika dikaitkan dengan komunikasi yaitu:

1. Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi 2. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain

Tujuan pokok dalam berkomunikasi adalah untuk mempengaruhi orang lain, dan menjadikan diri kita sebagai suatu agen yang dapat mempengaruhi, agen yang dapat menentukan atas lingkungan kita menjadi suatu yang kita maui (Sugiyo, 2005: 9). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa tujuan komunikasi antarpribadi adalah:

a. Untuk memahami dan menemukan diri sendiri.

b. Menemukan dunia luar sehingga dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.

c. Membentuk dan memelihara hubungan yang bermakna dengan orang lain,

d. Melalui komunikasi antarpribadi, individu dapat mengubah sikap dan perilaku sendiri dan orang lain,

e. Komunikasi antarpribadi merupakan proses belajar f. Mempengaruhi orang lain


(41)

h. Membantu orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan komunikasi antarpribadi adalah untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain, membantu orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi ini kita dapat menjadikan diri sebagai suatu agen yang dapat mengubah diri dan lingkungan sesuai dengan yang kita kehendaki, selain itu komunikasi ini juga bertujuan sebagai suatu proses belajar menuju perubahan yang lebih baik.

2.1.4 Tinjauan Tentang Dramaturgi

2.1.4.1 Interaksi Simbolik Sebagai Induk dari Teori Dramaturgis

“An actor performs on a setting which is constructed of a stage and a backstage; the props at either setting direct his action; he is being watched by an audience, but at the same time he is an audience for his viewers' play”. (The Presentation of Self in Everyday Life, Erving Goffman, 1959.

Interaksi simbolik merupakan pembahasan penting karena tidak bisa dilepaskan dari dramaturgi. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia. Maka, jika menyinggung mengenai masalah dramaturgi tidak lepas dari konteks interaksi simbolik. Interaksi simbolik dapat dikatakan berupa pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2008: 68). Hal ini berhubungan dengan permainan peran oleh individu tertentu.

Munculnya suatu studi tentang interaksi simbolik dipengaruhi oleh teori evolusi milik Charles Darwin. Darwin menekankan pandangan bahwa semua perilaku organisme, termasuk perilaku manusia, bukanlah perilaku yang acak, melainkan dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka masing-masing. Teori evolusi juga menyatakan bahwa setiap organisme dan


(42)

lingkungannya serasi dalam suatu hubungan dialektik. Artinya, cara lingkungan berpengaruh terhadap organisme antara lain dibentuk oleh alam, pengalaman lalu, dan aktifitas yang dilakukan organisme saat itu.

Beberapa ilmuwan mempunyai andil sebagai perintis dari interaksionisme simbolik, yaitu James Mark Baldwin, William James, Charles Horton Cooley, John Dewey, William I. Thomas, dan George Herbert Mead. Mead adalah sebagai peletak dasar teori tersebut. Pada masa Herbert Blumer, istilah interaksi simbolik dipopulerkan pada tahun 1937. Dalam interaksi simbolik, Blumer melihat individu sebagai agen yang aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit serta sulit diramalkan dan memberi tekanan pada sebuah mekanisme yang disebut interaksi diri yang dianggap membentuk dan mengarahkan tindakan individu. Interaksi diri memberikan pemahaman bahwa pemberian makna merupakan hasil pengelolaan dan perencanaan dari aspek kognitif dalam diri individu. Ketika individu itu melakukan suatu proses olah pikir sebelum makna itu disampaikan melalui simbol-simbol tertentu, interpretasi makna bisa dipastikan akan berjalan dengan yang diharapkannya.

Interaksi simbolik menurut Blumer, merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antarmanusia. Aktor tidak semata-mata beraksi terhadap tindakan yang lain, tetapi juga menafsirkan dan mendefenisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidak langsung, selalu didasarkan atas makna penilaian tersebut. Maka dari itu, interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan oran lain. Dalam konteks itu, menurut Blumer, aktor akan


(43)

memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi di mana dan ke arah mana tindakannya.

Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2008: 68). Perspektif ini berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.

Dalam bukunya yang berjudul “Symbolic Interactionism; Perspective and Method”, Blumer (dalam Puspa, 2011) menekankan tiga asumsi yang mendasari tindakan manusia, yaitu:

a. Human being act toward things on the basic of the meaning that the things have for them (manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimilikinya).

b. The meaning of the things arises out of the social interactions one with one’s fellow (makna tersebut muncul atau berasal dari interaksi individu dengan sesamanya).

c. The meaning of things are handled in and modified through an interpretative process used by the person in dealing with the thing he encounters (makna diberlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya).


(44)

Dari pendapat Blumer di atas maka dapat disimpulkan bahwa makna tidak melekat pada benda, melainkan terletak pada persepsi masing-masing terhadap benda tersebut.

Menurut teori interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah

“interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol”. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial. Penganut interaksionisme simbolik berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia di sekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan (Mulyana, 2008).

Tindakan individu mengenai bagaimana tampilan dirinya yang ingin orang lain ketahui memang akan ditampilkan se-ideal mungkin. Perilakunya dalam interaksi sosial akan selalu melakukan permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Ketika individu tersebut menginginkan identitas lain yang ingin ditonjolkan dari identitas yang sebenarnya, di sinilah terdapat pemeranan karakter seorang individu dalam memunculkan simbol-simbol relevan yang diyakini dapat memperkuat identitas pantulan yang ingin ia ciptakan dari identitas yang sesungguhnya (lebih jauh perkembangan ini melahirkan studi dramaturgi).

Pada perkembangannya, selain dari aspek kognitif, interaksi simbolik juga mendapatkan kritik berkaitan dengan pengklarifikasian dari konteks di mana


(45)

proses komunikasi itu berlangsung. Penggunaan interaksi simbolik yang hanya dalam suatu presentasi diri dan dalam konteks tatap muka, seolah-olah menganggap keberhasilan suatu makna ditentukan oleh pengelolaan simbol yang sudah terencana. Jadi makna tersebut dapat diciptakan dan disampaikan oleh individu pengirim pesan saat proses interaksi berlangsung.

Erving Goffman, salah seorang yang mencoba memperjelas dari pengklarifikasian dari proses interaksi simbolik. Pandangan Blumer bahwa individu-lah yang secara aktif mengontrol tindakan dan perilakunya, bukan lingkungan, dirasa kurang tajam pada masanya. Interaksi simbolik hanya sebatas

pada “individu memberi makna”, Goffman memperluas pemahamannya bahwa

ketika individu menciptakan simbol, disadari atau tidak, individu tersebut bukan lagi dirinya.

Menurut Goffman, ketika simbol-simbol tertentu sebelum dipergunakan oleh individu sebagai sebuah tindakan yang disadari (dalam perencanaan), berarti ia juga telah menjadikan dirinya sebagai “orang lain”, karena ketika individu tersebut mencoba symbol-simbol yang tepat untuk mendukung identitas yang akan ditonjolkannya, ada simbol-simbol lain yang disembunyikan atau “dibuang”. Ketika individu tersebut telah memanipulasi cerminan dirinya menjadi orang lain, berarti ia telah memainkan suatu pola teateris, peng-aktor-an yang berarti dia merasa bahwa ada suatu panggung dimana ia harus mementaskan suatu tuntutan peran yang sebagaimana mestinya telah ditentukan dalam skenario, bukan lagi pada tuntutan interaksi dirinya, simbol-simbol yang diyakini dirinya mampu memberikan makna, akan terbentur pada makna audiens. Artinya bukan dirinya


(46)

lagi yang memaknai identitasnya, tetapi bergantung pada orang lain. Pengelolaan simbol-simbol pada bagian dari tuntutan lingkungan (skenario).

Maka berangkat dari sinilah yang memicu Erving Goffman untuk mengoreksi dan mengembangkan Teori Interaksionisme Simbolik secara lebih jauh dengan mengklarifikasikan konteks dari berlangsungnya interaksi tersebut. Bertindak dalam cara yang berbeda dan dalam pengaturan yang berbeda, yaitu secara teateris.

Melalui pandangannya terhadap interaksi sosial, dijelaskan bahwa pertukaran makna di antara individu-individu tersebut disebabkan pada tuntutan pada apa yang orang harapkan dari kita untuk kita lakukan. Lalu, ketika dihadapkan pada tuntutan itu, maka orang melakukan pertunjukan (performance) di hadapan khalayak, bukan lagi individu lain. Memainkan simbol dari peran tertentu di suatu panggung pementasan.

2.1.4.2 Kajian Dramaturgis

Kenneth Duva Burke (1945) seorang teoritis literatur Amerika dan filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode yang bersifat analogis dan teoretis untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Dengan kata lain model dramatis menempatkan individu dan perilaku sosial dalam analogi dramatis yang menandai

aktor sosial pada “panggung” kehidupan yang sebenarnya. Burke memandang

perilaku sosial sebagai interaksi atau rasio antara lima unsur dramatis (yakni, lakon, adegan, agent, agency, tujuan) atau penggunaan strategi simbolis dalam memanipulasikan bahasa (Rahmat, 1986 : 327-328).


(47)

Menurut pandangan Burke, cara yang paling baik untuk meneropong kehidupan sosial manusia adalah melalui pendekatan drama (Mulyana, 2008: 158). Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan. Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan. Pandangan Burke adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama.

Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi diartikan sebagai suatu model untuk mempelajari tingkah laku manusia. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui

“pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut

konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan


(48)

mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression management”.

Erving Goffman (1959), salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20 telah memperkenalkan dramaturgi dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life. Konsep dramaturgi Goffman ini lebih bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia simbol.

Inti dari dramaturgi adalah menghubungkan tindakan dengan maknanya, dan dalam pandangan dramaturgis tentang kehidupan sosial, makna bukanlah warisan budaya, sosialisasi, atau tatanan kelembagaan, atau perwujudan dari potensi psikologis dan biologis, melainkan pencapaian problematik interaksi manusia dan penuh dengan perubahan, kebaruan, dan kebingungan. Namun yang lebih penting lagi, makna bersifat behavioral, secara sosial terus berubah, abitrer, dan merupakan ramuan interaksi manusia. Maka atas suatu simbol penampilan atau perilaku sepenuhnya bersifat serba mungkin, sementara atau situasional. Dapat dikatakan juga pendekatan dramaturgi Goffman khususnya berintikan


(49)

pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Maka, fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya (Mulyana, 2008: 107).

2.1.4.3 Panggung Pertunjukkan

Melalui perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, perilaku manusia dalam sebuah interaksi sosial mirip dengan sebuah pertunjukan di atas panggung dengan menampilkan berbagai peran yang dimainkan oleh sang aktor.

Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah

depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region). Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton, sedangkan wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) ataw kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan (Mulyana, 2008: 114).

Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut


(50)

pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan.

Lebih jelas akan dibahas tiga panggung pertunjukan dalam studi dramaturgi:

1. Front Stage (Panggung Depan)

Merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan (appearance) atas penampilan dan gaya (manner). Di panggung inilah aktor akan membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan mereka.

Melalui aspek front stage, back stage, dan aspek middle stage yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian yang mengkaji tentang presentasi diri yang dikemukakan oleh Goffman, peneliti dapat menganalisa presentasi diri dari pengamen topeng dalam perspektif dramaturgi.

2. Middle Stage (Panggung Tengah)

Middle Stage merupakan sebuah panggung lain di luar panggung resmi saat sang aktor mengkomunikasikan pesan-pesannya, yakni panggung depan (front stage) saat mereka beraksi di depan khalayak tetapi


(51)

juga di luar panggung belakang (back stage) saat mereka mempersiapkan segala atribut atau perlengkapan untuk ditampilkan di panggung depan (Mulyana, 2008: 58).

Di panggung inilah segala persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di atas panggung, untuk menutupi identitas aslinya. panggung ini disebut juga panggung pribadi, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. panggung ini juga yang menjadi tempat bagi aktor untuk mempersiapkan segala sesuatu atribut pendukung pertunjukannya. Baik itu tata rias, peran, pakaian, sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah, isi pesan, cara bertutur dan gaya bahasa.

3. Back Stage (Panggung Belakang)

Panggung belakang merupakan wilayah yang berbatasan dengan panggung depan, tetapi tersembunyi dari pandangan khalayak. Ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan, dan oleh karena itu khalayak biasanya tidak diizinkan memasuki panggung belakang, kecuali dalam keaadaan darurat. Di panggung inilah individu akan tampil

“seutuhnya” dalam arti identitas aslinya (Mulyana, 2008: 115).

2.1.5 Tinjauan tentang Pengelolaan Kesan

Pengelolaan kesan merupakan aktivitas seseorang untuk membentuk pandangan orang lain terhadap dirinya berdasarkan simbol-simbol yang ia tampilkan. Pengelolaan kesan layaknya desain peran dalam suatu pertunjukan teater, yaitu adanya panggung depan (front stage), dan panggung belakang (back stage) . panggung depan, merupakan tempat atau peristiwa sosial yang


(52)

memungkinkan individu menampilkan peran formal atau bergaya layaknya aktor yang berperan.csedangkan panggung belakang , adalah tempat untuk mempersiapkan perannya di panggung depan. Melalui pengelolaan kesan yang baik.

Pengelolaan kesan berkaitan dengan bagaimana orang melihat kita dengan segala atribut, yang notabenenya berasal dari konsep diri kita yang kita buat. Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa pengaruh orang lain ketika memandang diri kita sangat berperan dalam pembentukkan konsep diri kita dan bagaimana kita mengelola kesan (impression management).

Erving Goffman menyabu pengelolaan kesan dengan teorinya yang terkenal, yaitu disebut dengan teori Dramaturgi. Yaitu, seolah-olah manusia berada dalam dua panggung yang berbeda, yaitu panggung depan dan panggung belakang. Dramaturgi merupakan pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan di panggung. Inti dari dramaturgis adalah menghubungkan tindakan dengan maknanya, alih-alih perilaku pada determinannya.

Pendekatan ini berintikan pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi

dengan sesamanya,ia ingin “mengelola” kesan yang ia harapkan tumbuh pada

orang lain terhadap dirinya. Sehingga, kita dapat mendefinisikan pengelolaan kesan sebagai proses dimna persona berusaha menampilkan petunjuk-petunjuk untuk menimbulkan kesan pada diri penanggap melalui tiga hal, yakni panggung (setting), penampilan (appearance), dan gaya bertingkah laku (manner).


(53)

2.2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Kerangka Teoritis

Agar dapat memahami masalah yang akan diteliti, perlu dikemukakaan teori dan konsep yang ada dalam studi ini khususnya mengenai pengelolaan kesan Reptilizer Community dalam acara Animal Festival Celebration.

Penelitian ini menggunakan metode dramaturgi dengan pendekatan kualitatif. Kenneth Duva Burke (1945) seorang teoritis literatur Amerika dan filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode yang bersifat analogis dan teoretis untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Dengan kata lain model dramatis menempatkan individu dan perilaku sosial dalam analogi dramatis yang

menandai aktor sosial pada “panggung” kehidupan yang sebenarnya. Burke memandang perilaku sosial sebagai interaksi atau rasio antara lima unsur dramatis (yakni, lakon, adegan, agent, agency, tujuan) atau penggunaan strategi simbolis dalam memanipulasikan bahasa (Rahmat, 1986 : 327-328).

Menurut pandangan Burke, cara yang paling baik untuk meneropong kehidupan sosial manusia adalah melalui pendekatan drama (Mulyana, 2008: 158). Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan. Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan. Pandangan Burke adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama.


(54)

Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi diartikan sebagai suatu model untuk mempelajari tingkah laku manusia. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui

“pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut

konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan

mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression management”.

Erving Goffman (1959), salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20 telah memperkenalkan dramaturgi dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life. Konsep dramaturgi Goffman ini lebih bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di


(55)

panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia simbol.

Inti dari dramaturgi adalah menghubungkan tindakan dengan maknanya, dan dalam pandangan dramaturgis tentang kehidupan sosial, makna bukanlah warisan budaya, sosialisasi, atau tatanan kelembagaan, atau perwujudan dari potensi psikologis dan biologis, melainkan pencapaian problematik interaksi manusia dan penuh dengan perubahan, kebaruan, dan kebingungan. Namun yang lebih penting lagi, makna bersifat behavioral, secara sosial terus berubah, abitrer, dan merupakan ramuan interaksi manusia. Maka atas suatu simbol penampilan atau perilaku sepenuhnya bersifat serba mungkin, sementara atau situasional. Dapat dikatakan juga pendekatan dramaturgi Goffman khususnya berintikan pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Maka, fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya (Mulyana, 2008: 107).


(56)

2.2.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan pada kerangka teoritis, yang dimana penelitian ini berdasarkan pada perspektif dramaturgis, dimana merupakan studi yang mempelajari proses dari perilaku dan bukan hasil dari perilaku. Dalam mengamati proses perilaku, peneliti mengamati secara subyektif dari pelaku dramaturgi karena untuk mengetahui lebih dalam proses tersebut berlangsung. Maka, disini peneliti mencoba memberikan gambaran tentang kerangka konseptual dari proses dramaturgi dan pengelolaan kesan anggota komunitas Reptilizer Community yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1

Bagan Alur Pemikiran Peneliti

Sumber : Peneliti, 2014 Reptilizer Community

Panggung Depan Panggung Tengah Panggung Belakang

Interaksi Simbolik Pengelolaan Kesan


(57)

Diajukan menempuh Ujian Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh:

Lusiana Maria Pakpahan 41809160

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

2014


(58)

Lusiana Maria Pakpahan NIM. 41809160

This thesis under the guidance, Dr. Eddy H. Sharif, M.S

This study intends to Determine Reptilizer Community Member BandungImpression Management in Animal Festival Event Celebrtion. The purpose of this study is to

Determine the next stage, middle stage, back stage, and impression management Reptilizer Bandung Community Members in Animal Festival Celebration Event. This study used a qualitative approach to dramaturgy studies involving six informants. The the data obtained through interviews, observation, literature, surf the internet, and also triangulation by Comparing answers key informants and supporters. The Data analysis techniques used are data reduction, the data collection, the data presentation, inference, and evaluation.

The results Showed that Reptilizer Bandung Community Members can play a role in each stage. Pangung while in front of them can manage a positive impression for the people around him. They behave very well to avoid a negative assessment of the WHO people are in front of the stage. Likewise with the middle stage, they can keep his attitude while in this area. While on the stage behind Them Become a different person to the one in front of the stage, management formed the impression was different. Management formed the impression that the form of symbols that includes stylish appearance, behavior, style of speech, and others.

From the research it can be concluded that there is impression management at every stage, starring in the London Community Member Reptilizer Animal Festival Celebration Event. Management does not escape the impression of symbols is a fashionable and stylish look and behave.

Suggestions provide good society does not see the eyes of animal lovers group of reptiles. They also keep individuals WHO have activities that are just as good in the community. It helps us to provide support to a group of animal lovers in order to better preserve reptile pet reptiles.

Keywords: Impression Management, Reptilizer Community Members, The dramaturgy, Bandung.

Dari beberapa komunitas pecinta hewan reptil yang sudah ditelusuri, ada komunitas pecinta hewan reptil yang berbeda dengan komunitas pecinta hewan reptil lainnya, komunitas pecinta hewan reptil ini bernama Reptilizer Community Bandung.


(1)

berpenampilan ketika mempersiapkan acara Animal Festival Celebration dan gaya tingkah laku.

3. Panggung Belakang (Back Stage)

Back Stage dipahami subjek penelitian sebagai panggung di mana mereka bisa memperlihatkan dirinya yang sebenarnya. Di lingkungan Reptilizer Community, penonjolan status dinilai memberi keleluasaan mereka dalam bersosialisasi, di mana tujuannya adalah mencapai suatu kebutuhan psikologis seperti diterima, dihargai, memperoleh rasa aman dan nyaman serta afeksi (kasih sayang) dan sebagainya.

Dalam Panggung belakang ini anggota Reptilizer Community adalah contoh aktor-aktor yang berhasil dalam pementasannya, menciptakan suatu gambaran diri yang tepat ketika berada di suatu kumpulan tertentu sesuai dengan tuntutan penonton. Penggunaan simbol-simbol yang relevan dengan kondisi komunitas yang dihadapi, mendukung keberhasilan mereka dalam mengelola kesan yang diharapkan dapat memberikan umpan balik yang sesuai dengan tujuan mereka. Simbol-simbol yang digunakan diantaranya meliputi gaya berpenampilan ketika membawakan hewan reptil peliharaannya dan gaya tingkah laku.

4. Pengelolaan Kesan (Impression Management)

Anggota Reptilizer Community melakukan Pengelolaan Kesan pada setiap panggung yang mereka jalani. Pengelolaan Kesan tersebut meliputi simbol-simbol yang berupa gaya berperilaku dan gaya berpenampilan. Pada panggung depan mereka membentuk kesan positif dengan keramahan mereka. Membentuk, dan berperilaku seperti awak objek dengan menjalani hidup di lingkungan yang pula. Pada panggung tengah pengelolaan kesan dan simbol-simbol tersebut tidak jauh berbeda karena orang-orang yang ada di panggung tengah paduan antara panggung depan dan belakang. Sedangkan pada panggung belakang mereka lebih apa adanya dalam bersikap dibandingkan panggung depan.

Saran

Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan suatu masukan berupa saran-saran yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun saran-saran yang peneliti berikan setelah meneliti permasalahan ini adalah:

1. Saran Bagi Masyarakat

a. Masyarakat baiknya tidak memandang sebelah mata kelompok pecinta hewan reptil. Mereka juga tetap individu yang memiliki kegiatan yang sama baiknya di masyarakat. Baiknya kita memberikan dukungan pada kelompok pecinta hewan reptil agar dapat lebih melestarikan hewan jenis reptil.

b. Setiap individu harus mampu menentukan pilihan akan apa yang baik dan buruk dalam hidupnya. Pergaulan atau sebuah komunitas hanyalah sarana seorang individu agar dapat berkembang di masyarakat. Baiknya setiap individu memiliki filter pada dirinya sendiri agar dapat menepis pengaruh buruk yang datang dari luar dirinya. Selain itu setiap individu juga harus mengenali pribadinya masing-masing agar dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, hal ini dimaksudkan agar individu tersebut tidak mudah terpengaruh pada pergaulan yang tidak baik.

2. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya, disarankan untuk dapat mencari dan mempelajari rujukan lain lebih banyak lagi sehingga hasil penelitian selanjutnya akan semakin baik serta dapat bermanfaat bagi peneliti.


(2)

peneliti selanjutnya jika melakukan penelitian pada kajian sejenis dalam program studi ilmu komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchjana. 1990. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Friedman, Howard S. & Miriam W. Schustack. 2008. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta. Erlangga

Friedman, Howard S. & Miriam W. Schustack. 2008. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta. Erlangga

Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Life, Garden City, N.Y: Doubleday Anchor

Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Kriyantoro, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Miles, B. Matthew, A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta:UI Press

Moleong, Lexi J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy & Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. Rosda Storr, Merl. 1997. A Critical Reader. New York: Routledge, 144-149.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabet

Sumber Lainnya:

http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gdl-ayuyustini-26376

http://komunikuaci.blogspot.com/2010/11/pengelolaan-kesan-impression-management.html

http://aliyahnuraini.wordpress.com/2009/06/03/pengelolaan-kesan-dan-konsep-diri-dalam-komunikasi-antarpribadi/

http://rudiliejayaindonesia.blogspot.com/2011/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?zx=4c1c533645ced5fb


(3)

87 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dari bab sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Front Stage (Panggung Depan)

Front Stage dipahami sebagai panggung yang hanya menonjolkan status mereka terutama sebagai mahasiswa, karyawan swasta, dan bagian dari anggota keluarga. Pengelolaan kesan yang dilakukan meliputi manipulasi simbol-simbol seperti cara berpakaian, gaya bahasa, serta sikap dan perilaku yang meliputi ruang lingkup pendidikan, pekerjaan dan keluarga. Dilihat dari perspektif Dramaturgi, hal ini dipahami sebagai upaya yang sengaja dilakukan dalam rangka pengelolaan kesan atas dirinya. Upaya ini dilakukan sebagai usaha untuk menciptakan kesan positif dalam acara Animal Festival Celebration, yang akan menjauhkan seorang pecinta hewan reptil dari stigma negatif di masyarakat. Lebih jauh, kesan yang ingin ditanamkan adalah bahwa diri mereka adalah bagian dari masyarakat dengan sikap, penampilan, bahasa dan perilaku yang sesuai dengan aturan norma yang ada, lalu bahwa diri mereka adalah bagian dari sebuah komunitas dengan peran dan fungsinya masing-masing yaitu sebagai ketua, wakil ketua, dan sekretaris. Pengelolaan kesan yang dilakukan di panggung ini meliputi simbol-simbol seperti gaya


(4)

berpenampilan dalam membawa hewan reptil peliharaannya dan gaya tingkah laku.

2. Panggung Tengah (Middle Stage)

Middle Stage dianggap sebagai panggung persinggahan yang berada diantara panggung depan dan panggung belakang namun fungsinya mendukung panggung depan. Pada panggung ini seorang anggota Reptilizer Community berinteraksi dengan orang-orang yang berada di panggung depan dan belakang, seperti rekan kerja, teman kuliah, dan tim panitia acara Animal Festival Celebration lainnya. Pengelolaan kesan yang dilakukan meliputi gaya berpenampilan ketika acara Animal Festival Celebration dan gaya tingkah laku.

3. Panggung Belakang (Back Stage)

Back Stage dipahami subjek penelitian sebagai panggung di mana mereka bisa memperlihatkan dirinya yang sebenarnya. Di lingkungan Reptilizer Community, penonjolan status dinilai memberi keleluasaan mereka dalam bersosialisasi, di mana tujuannya adalah mencapai suatu kebutuhan psikologis seperti diterima, dihargai, memperoleh rasa aman dan nyaman serta afeksi (kasih sayang) dan sebagainya.

Dalam Panggung belakang ini anggota Reptilizer Community adalah contoh aktor-aktor yang berhasil dalam pementasannya, menciptakan suatu gambaran diri yang tepat ketika berada di suatu kumpulan tertentu sesuai dengan tuntutan penonton. Penggunaan


(5)

simbol-89

simbol yang relevan dengan kondisi komunitas yang dihadapi, mendukung keberhasilan mereka dalam mengelola kesan yang diharapkan dapat memberikan umpan balik yang sesuai dengan tujuan mereka. Simbol-simbol yang digunakan diantaranya meliputi gaya berpenampilan ketika membawakan hewan reptil peliharaannya dan gaya tingkah laku.

4. Pengelolaan Kesan (Impression Management)

Anggota Reptilizer Community melakukan Pengelolaan Kesan pada setiap panggung yang mereka jalani. Pengelolaan Kesan tersebut meliputi simbol-simbol yang berupa gaya berperilaku dan gaya berpenampilan. Pada panggung depan mereka membentuk kesan positif dengan keramahan mereka. Membentuk, dan berperilaku seperti awak objek dengan menjalani hidup di lingkungan yang pula. Pada panggung tengah pengelolaan kesan dan simbol-simbol tersebut tidak jauh berbeda karena orang-orang yang ada di panggung tengah paduan antara panggung depan dan belakang. Sedangkan pada panggung belakang mereka lebih apa adanya dalam bersikap dibandingkan panggung depan.

5.2 Saran

Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan suatu masukan berupa saran-saran yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun saran-saran yang peneliti berikan setelah meneliti permasalahan ini adalah:


(6)

1. Saran Bagi Masyarakat

a. Masyarakat baiknya tidak memandang sebelah mata kelompok pecinta hewan reptil. Mereka juga tetap individu yang memiliki kegiatan yang sama baiknya di masyarakat. Baiknya kita memberikan dukungan pada kelompok pecinta hewan reptil agar dapat lebih melestarikan hewan jenis reptil.

b. Setiap individu harus mampu menentukan pilihan akan apa yang baik dan buruk dalam hidupnya. Pergaulan atau sebuah komunitas hanyalah sarana seorang individu agar dapat berkembang di masyarakat. Baiknya setiap individu memiliki filter pada dirinya sendiri agar dapat menepis pengaruh buruk yang datang dari luar dirinya. Selain itu setiap individu juga harus mengenali pribadinya masing-masing agar dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, hal ini dimaksudkan agar individu tersebut tidak mudah terpengaruh pada pergaulan yang tidak baik.

2. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya, disarankan untuk dapat mencari dan mempelajari rujukan lain lebih banyak lagi sehingga hasil penelitian selanjutnya akan semakin baik serta dapat bermanfaat bagi peneliti.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya jika melakukan penelitian pada kajian sejenis dalam program studi ilmu komunikasi.