PROBABILITAS KERUNTUHAN LERENG (Studi Kasus: Kedungrong, Samigaluh, Kulonprogo)

(1)

Disusun Oleh :

RIZKY EKO ASTAFA NIM : 2012 011 0150

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

vi

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 2

E. Batasan Masalah ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian – penelitian terdahulu ... 3

B. Model infiltrasi green and ampt ... 5

C. Model infiltrasi stailitas – lereng ... 9

D. Analisis reabilitas stabilitas lereng ... 13

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 15

B. Metode Pengumpulan Data ... 18

C. Bagan Alir Penelitian ... 26

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan ... 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 34

B. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ……….... 35 LAMPIRAN


(3)

(4)

kemiringan tanah yang terjal.

Maka perlu dilakukannya prediksi keruntuhan pada lereng tersebut, dengan dilakukannya analisis probabilitas dengan menggunakan Model Infiltrasi – stabilitas lereng yang dilakukan berdasarkan model inflitrasi Green – Ampt. Perangkat lunak MATLAB version 7.6.0.324 R2008a digunakan untuk perhitungan. Kondisi tanah pada lereng tersebut bersifat residu yang berasal dari pelapukan batuan breksi.

Pada laporan ini didapatkan data intensitas dari selama tahun 2001 s/d 2012, yang terjadi pada bulan penghujan antara bulan november s/d maret dan menggunakan variasi kemiringan lerengnya 25⁰, 30⁰, 35⁰ dan 40⁰. Adapun probalitas keruntuhan tertinggi terjadi pada tahun 2012 pada bulan desemeber dengan probabilitas keruntuhan lerengnya mencapai 0,998 dari hasil perhitungan perangkat lunak MATLAB version 7.6.0.324 R2008a.


(5)

1

Keruntuhan lereng sering terjadi di Indonesia khususnya di daerah dataran tinggi yang bepenghuni, seperti Banjarmangu di Banjarnegara, Mogol di Karanganyar, dan Cililin di Bandung. Hujan secara umum di kenal sebagai pemicu terjadinya tanah longsor (Muntohar and Liao, 2009). Namun masih terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya longsor seperti kondisi geologi, geomorphologi, geohidrologi, vegetasi penutup lahan, dan sebagainya (Muntohar dan Ikhsan, 2015). Sekenario model iklim pada unjuk kerja lereng – lereng pada permukiman dan infrastrukur penting lainya seperti jalan raya sangat diperlukan guna memprediksi kestabilan lereng tersebut. Dalam penelitian ini lereng yang yang di perrkirakan keruntuhannya pada kemiringan lereng yang bervariasi yaitu : 25°, 30°, 35°, dan 40°. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah meprediksi keruntuhan lereng yang terjadi pada kemiringan lereng yang berbada–beda, untuk dikembangkan Sistem pergerakan Lerengnya.

B. Rumusan masalah

Keruntuhan pada lereng sering terjadi pada zona jenuh air karena infiltrasi. Untuk menghitung infiltrasi air hujan ke dalam tanah dengan metode Green and Ampt diperlukan perhitungan dengan cara coba-coba atau trial and error. Untuk permasalahan yang sederhana cara tersebut dapat dilakukan, tetapi untuk permasalahan yang lebih kompleks cara tersebut akan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu diperlukan sebuah metode yang dapat memperhitungkan secara tepat dan akurat hasil perhitungan dari persamaan-persamaan model infiltrasi Green and Ampt dengan menggunakan program komputer. Hasil analisis infiltrasi ini dapat memperkirakan terjadinya keruntuhan pada lereng yang diteliti. Pada daerah lereng yang jenuh air dianggap terjadi bidang keruntuhan. Untuk jenis keruntuhan dangkal, analisis stabilitas lereng lebih sesuai dimodelkan


(6)

dengan lereng tak terhingga. Kombinasi antara analisis infiltrasi dan stabilitas lereng tak terhingga ini dianggap dapat memodelkan keruntuhan lereng akibat infiltrasi air hujan.

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi keruntuhan pada lereng yang terdapat di Kedungrong, Samigaluh, Kulonprogo.

D. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah mengidentifikasi dan memprediksi keruntuhan lereng dengan pengaruh intensitas hujan. Diharapkan hasil tersebut akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori mengenai analisis keruntuhan lereng, sehingga penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk kepentingan pembangunan di bidang infrastruktur maupun teknologi, khususnya bidang teknik sipil dan teknologi informasi pada umumnya.

E. Batasan masalah

Batasan masalah pada penelitiana ini bertujuaan agar peneliti dapat fokus dan terarah pada suatu maslah sesuai dengan tujuan. Adapun batasan-batasan dan anggapan yang digunakan adalah sebagai berikut

1. Memprediksi keruntuhan lereng pada sudut kemiringan 25°, 30°, 35°, dan 40°.

2. Menggunakan data intensitas hujan dari tahun 2001 – 2012.

3. Menggunakan Model Green – Ampt dan Model Infiltrasi – Stabilitas Lereng.


(7)

3

Saputro (2014) meghitung pengaruh kedalaman muka air awal terhadap faktor aman pada lereng, perubahan tekanan air pori pada lereng dan perilaku kestabilan lereng terhadap muka air awal dengan perilaku adanya infiltrasi-rembesan induk Kalibawang dapat diketahui besaranya. Saputro (2014) menyatakan masing-masing jenis tanah tersebut memiliki koefisien permeabilitas jenuh (ksat) yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, tekanan air pori negative (initial matric suction) awal pada lereng dibatasi 10 kPa, 23 kPa, 30 kPa, dan 50 kPa masing-masing untuk kerikil-berpasir, kerikil-berlanau, lanau-kerikil-berpasir, dan lanau. Kemiringan tanah dianggap homogen 150 m panjang dengan tebal 2 m dan sudut kemiringan sebesar 20° , 30° dan 40° .

Untuk memodelkan penelitian ini digunakan analisis numerik dengan SEEP/W dan SIGMA/W yang merupakan perangkat lunak GeoSlope 5.

Dan didapatkan hasil: (1)Pada kondisi hujan 8 hari mengakibatkan adanya infiltrasi-rembesan sehingga menyebabkan permukaan tanah menjadi jenuh air pada kedalam muka air tanah awal Hw(init) = 1 m, 2 m,

3m, sedangkan pada kedalaman muka air tanah awal Hw(init) = 4 m, 5 m, 8

m, 10 m terjadi penundaan zona pembasahan (wetting zone) dan tidak terjadi perubahan muka air tanah. (2) Semakin dekat kedalaman muka air tanah ke permukaan lereng, faktor aman awal yang diperoleh semakin rendah. (3) Posisi muka air tanah yang lebih dekat dengan permukaan lereng menyebabkan penurunan suction yang lebih cepat akibat hujan. kedalaman muka air tanah berkisar 4-5 meter atau suction sebesar 50 kPa yang merupakan batas initial suction yang disarankan di permukaan lereng.


(8)

MUNTOHAR & IKHSAN (2015) Curah hujan mengakibatkan tanah longsor beberpa upaya telah dilakukan untuk menganalisa curah hujan dan menginduksi tanah longsor, salah satunya dengan menggunakan analisis kopling antara faktor aman (FS) dan laju Infiltrasi F(t), pada rembesan dan analisis stabilitas lereng. Model umum untuk mengevaluasi stabilitas lereng saat hujan adalah analisis kompleks tentang pemodelan infiltrasi pada tekanan air pori selama hujan Muntohar & Ikhsan (2013). Beberapa peneliti menerapkan pemodelan numerik seperti metode elemen hingga (FEM) untuk menilai curah hujan yang menyebabkan tanah longsor.

Model FEM yang diusulkan telah berhasil memperkirakan infiltrasi dan kemiringan stabilitas lerengnya selama curah hujan berlangsung. Infiltrasi dalam penelitian ini dihitung menggunakan metode Green Ampt. Untuk lereng dengan permeabilitas tinggi yang konduktivitas hidrolik tanah jenuh (ksat) lebih besar dari intensitas curah hujan (It), ksat > It, dan infiltrasi yang tetap untuk pola curah hujannya. Tetapi untuk kemiringan lereng yang memiliki permeabilitas rendah, konduktivitas hidrolik tanah jenuh (ksat) lebih rendah dari intensitas curah hujan(It), ksat < It dan infiltrasi air hujan tergantung pada pola curah hujannya.

Untuk lereng kemiringan 40⁰, faktor keselamatan terpantau tergantung pada pola curah hujannya. Faktor keselamatan diperoleh dari model yang diusulkan adalah 5% lebih rendah dari hasil yang diperoleh dari perhitungan FEM. Berbeda dengan kemiringan permeabilitas yang tinggi, model yang diusulkan menghasilkan faktor yang lebih rendah dari keamanan untuk lereng permeabilitas yang rendah, jika dibandingkan dengan perhitungan FEM.


(9)

B. Model Infiltrasi Green And Ampt

Pada awalnya model infiltrasi Green and Ampt dikembangkan untuk mengetahui tingkah laku infiltrasi air dalam tanah pada permukaan yang horizontal. Chen dan Young (2006) telah melakukan modifikasi terhadap persamaan model infiltrasi Green and Ampt pada permukaan tanah yang memiliki kemiringan tertentu, sehingga model infiltrasi Green and Ampt dapat diterapkan pada lereng (slope).

Gambar 2.1 Profil Green and Ampt (Chow dkk., 1988)

Pada Gambar 2.1 menampilkan gambar sederhana dari model Green dan Ampt, dimana zona pembasahan (zw) adalah sebuah wilayah

yang memiliki kadar air sebelum ( i) dan porositas ( ) pada kondisi jenuh. Zona pembasahan terus merembes sampai pada kedalaman tertentu (L) dalam waktu (t) sejak infiltrasi dimulai. Air menggenang sampai pada kedalaman yang dangkal (ho) di atas permukaan tanah.

Modifikasi yang dilakukan Chen dan Young (2006) terhadap persamaan Green and Ampt untuk persamaan perhitungan aliran air di bawah permukaan tanah adalah:


(10)

t k t F t F f

f ] .

) . ( ) ( 1 ln[ ) . ( ) (        

 1

] ) ( ) . 1 [ ) ( t F k t

f  f  1a

 Persamaan model Green Ampt yang dimodifikasi pada kemiringan permukaan tanah: t k t F t F f f . cos . cos ) ( 1 ln[ cos ) . ( ) (         

 2

] ) ( ) ( [cos ) ( t F k t

f     f  2a

F(t) : Kumulatif infiltrasi pada waktu t (mm )

f(t) : Laju potensial infiltrasi pada waktu t (mm/jam ) k : Koefisien permeabilitas (mm/jam )

ky : k cos (mm/jam ) t : Satuan waktu (jam )

: Sudut kemiringan lereng (º )

∆θ : Perbedaan kadar air sebelum dan ketika hujan (% )

Ψf : Tinggi tekanan air pori negatif pada zona pembasahan (mm )

Model Green – Ampt di asumsikan untuk memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut :

1) Tekanan air pori negatif (ψƒ) adalah tetap

2) Perbedaan kadar air volumetrik (∆Ѳ) adalah seragam antara sebelum dan sesudah basah

3) Koefisien konduktifitas hidraulik (k) adalah tetap dan sama dengan konduktivitas hidraulik jenuh (ks)

Mein dan Larson (1973) memberikan sebuah metode untuk menentukan infiltrasi pada kondisi tetap atau intensitas air hujan yang konstan. Akan tetapi penentuan infiltrasi pada kondisi tidak tetap atau intensitas hujan yang


(11)

bervariasi juga dapat dilakukan menggunakan metode ini (Bouwer, 1978; Chow et al.1988). Infiltrasi kumulatif dihitung dari curah hujan sebagai fungsi waktu. Potensi infiltrasi dapat dihitung dari infiltrasi komulatif menggunakan persamaan (3 )selama hujan berlangsung.

1) Kondisi (1): Intensitas hujan I(t) lebih besar dari laju infiltrasi potensial ƒ(t). Permukaan tanah menjadi jenuh pada keseluruhan interval waktu (∆t). Sehingga jumlah air hujan yang terinfiltrasi dapat dihitung menggunakan persamaan (3)

(3)

2) Kondisi (2) : Intensitas hujan I(t) lebih rendah dibandingkan potensi laju infiltrasi f(t) pada permulaan interval waktu tertentu, tetapi kemudian, menjadi lebih besar dibandingkan dengan potensi laju infiltrasi. Akibatnya permukaan tanah menjadi jenuh air pada interval waktu tersebut (∆t). Oleh karena itu, jumlah air hujan yang terinfiltrasi dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi jenuh dapat dihitung menggunakan masing – masing persamaan(4) dan (5) yaitu :

Ks t I f Ks t

F t tp

    ) ( ) ( )

( '  (4)

) ( ) ( ' ' t I t F p t F p

t   (5)

3) Kondisi (3) : Intensitas hujan I(i) lebih kecil dibandingkan dengan laju infiltrasi potensial f(t) selama selang waktu tertentu. Pada kondisi seperti ini, permukaan tanah berada pada kondisi tak jenuh dan semua air hujan terinfiltrasi ketanah. Sehingga jumlah infiltrasi adalah sama dengan intensitas hujan dan hujan terakumulasi.

t Ks f t F f t t F f t F t t

F  

          ] . ) ( ( ) ( ) ( ln[ . ) ( ) (  


(12)

) ) ( ( ) ( )

(t F t t I t t

F     (6)

Notasi persmaan – persamaan diatas : F(t)= Infiltrasi komulatif pada saat t, I(t) = Intensitas hujan pada saat t, f(t) = potensi laju infiltrasi pada saat t, ∆Ѳ = beda kadar air tanah = Ѳs –Ѳi

Ψf = tinggi tekanan air pori negatif pada bidang pembasahan, ks = koefisien permeabilitas tanah pada kondisi jenuh air, ∆t = interval waktu hujan

t’p = waktu terjadinya genangan pada interval waktu ∆t F(t’p) = infiltrasi komulatif psds saat t’p.

) (t t

F  = Komulatif infiltrasisebelumnya (mm)

Bidang longsor dapat terjadi pada bidang pembasahan. Maka, dalam penelitian ini kedalaman bidang longsor dianggap sama dengan kedalaman bidang pembahasan. Sehingga, H= Zw yang nilainya ditentukan nilai persamaan (7) yang mana bervariasi dengan waktu.

 ( )

)

(t F t


(13)

Gambar 2.2. bagan alir perhitungan filtrasi (Muntohar dkk 2013)


(14)

C. Model Stabilitas Lereng

Saat terjadi hujan, air hujan akan terinfiltrasi ke dalam permukaan tanah secara terus-menerus pada daerah yang tidak jenuh air di bagian atas. Proses ini menghasilkan zona pembasahan di daerah dengan kedalaman tertentu di sekitar permukaan tanah dan mungkin menyebabkan kegagalan lereng selama periode hujan. Kegagalan lereng dianggap terjadi dalam bentuk longsoran atau gelinciran berbentuk pararel terhadap permukaan lereng. Karena itu analisis selanjutnya akan menggunakan model lereng tak terhingga (infinite slope model) yang ditunjukkan oleh gambar 2.2.

Gambar 2.2 Model Lereng Tak Terhingga (Infinite Slope Model) (Muntohar dan Liao, 2008)

Pada analisis lereng menggunakan model lereng tak terhingga (infinite slope model) diharapkan dapat mengetahui nilai faktor keamanan (safety factor). Dimana faktor keamanan merupakan nilai perbandingan antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan. Sebuah lereng dapat dikatakan stabil jika nilai faktor keamanan > 1 dan tidak stabil faktor keamanan suatu lereng jika ᵞ 1.


(15)

Berdasarkan tingkah laku dari tanah yang tidak jenuh air, faktor keamanan (safety factor) terhadap kelongsoran lereng akan diperkirakan menggunakan kriteria dari Mohr-Coulumb failure (Fredlund dkk., 1978).

      cos sin tan ) ( ' tan ) ( ' n          w t b w a a z u u u c

Fs (7)

FS : Faktor keamanan

c’ : Kohesi tanah efektif (kPa )

n

 : Tegangan normal (kPa ) uα : Tekanan udara normal (kPa )

ɸ’ : Sudut gesek internal antar butiran pada kondisi jenuh (º ) uw : Tekanan air pori (kPa )

ɸb

: Sudut gesek internal antar butiran pada kondisi kering (º )

t : Berat volume tanah total (kN/m3 )

zw : Kedalaman muka basah (mm )

: Sudut kemiringan lereng (º )

Seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan (7), matrik tekanan menurun berdasarkan peningkatan kadar air dan menjadi 0 ketika tanah jenuh air. Nilai dari ɸb

berhubungan dengan matrik tekanan ɸb; hampir sama dengan sudut gesek internal antar butiran ɸ’ dari tanah dengan tekanan rendah (Fredlund dkk., 1978). Dalam kasus ini, ɸb diasumsikan memiliki ksamaan dengan ɸ’, u

a adalah tekanan

atsmosfer dan (ua - uw) = Ѱf t. Tegangan normal, n = t zw cos

2

, sehingga persamaan (7) akan menjadi:

        cos sin ' tan ' tan ' tan         w t t f z c FS (8)


(16)

FS : Faktor keamanan

ɸ’ : Sudut gesek internal antar butiran pada kondisi jenuh (º ) : Sudut kemiringan lereng (º )

C’ : Kohesi tanah efektif (kPa )

Ѱf : Tinggi tekanan air pori negatif pada muka basah (mm ) t : Berat volume tanah total (kN/m3 )

zw : Kedalaman muka basah (mm )

Proses infiltrasi lapisan tanah di dangkal pada permukaan lereng dapat menyebabkan keruntuhan lereng selama hujan terjadi. Jenis keruntuhan lereng biasanya terjadi dalam bentuk sliding atau tergelincir yang sejajar dengan permukaan lereng, sehingga dapat dianalisis sebagai model kemiringan tak terbatas . Model kemiringan tak terbatas juga praktis untuk menilai longsor dangkal Muntohar dan Liao (2009). Konsep ini umumnya berlaku untuk kasus longsor dengan kedalaman dangkal. Faktor keselamatan, FS, dari

Kemiringannya dan persamaannya sebagai berikut:

        sin cos ' tan ) . cos ( ' 2 w t w f w t z z c

Fs   untuk zw < H (9a)

        sin cos ' tan ) . cos ( ' 2 H H c Fs t w f t  

 untuk zw ≥ H (9b)

FS : Faktor keamanan

c’ : Kohesi tanah efektif (kPa ) t

 : Berat volume tanah total (kN/m3 ) zw : Kedalaman muka basah (mm )

ɸ’ : Sudut gesek internal antar butiran pada kondisi jenuh (º ) α : Sudut kemiringan lereng (º )


(17)

Analisis infiltrasi 1D dan stabilitas lereng dilakukan berdasarkan model infiltrasi Green – Ampt sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Penyelesaian model infiltrasi, tekanan air pori, dan stabilitas lereng. Digunakan perangkat lunak MATLAB version 7.6.0.324 R2008a digunakan untuk perhitungan stabilitas lerengnya.

D. Analisis Realiabilitas Stabilitas Lereng

Keandalan atau reabilitas (realibility) adalah probabilitas (probability) suatu obyek atau sistem yang unjuk kerjanya memenuhi fungsi yang sesuai untuk suatu kondisi dan periode waktu tertentu (Harr, 1989). Dengan demikian dalam hal ini, reabilitas suatu lereng merupakan probabilitas yang menyatakan kondisi lereng tetap stabil dibawah kondisi tertentu. Dalam analisis reabilitas, fungsi unjuk kerja G(X) pada lereng dapat dinyatakan dengan persamaan faktor aman seperti pada persamaan (10)

a a Zw t uw a Zw t c X G cos . sin . . ' tan ). cos . . ( ' ) ( 2     

 (10)

Variabel X={x1...n} terdiri atas n variabel acak sebagai parameter masukan dalam

analisis stabilitas lereng. Variabel – variabel tersebut adalah Xi = {αi, Ci’, Φ’i, t,i,

Hb,i, Ks,i, Ѱƒ,i, ∆Ѳi}. Fungsi G(X,t) menyatakan unjuk kerja atau kondisi dari lereng yang merupakan funsi dari waktu t. Suatu lereng dinyakan stabil apabila G(X,t)>0, sebaliknya dinyatakan tidak stabil atau mengalami keruntuhan apabila G(X,t)<1, dan berada pada kondisi batas jka G(X,t)=1, yang mana disebut kondisi lereng.

Index reabilitas β terhadap stabilitas lereng dapat dinyatakan dalam persamaan (11) apabila distribusi probabilitas dari faktor aman berupa fungsi distribusi normal. Sedangkan apabila distribusi probabilitas dari faktor aman berupa fungsi distribusi lognormal, nilai β diberikan oleh persamaan (12).

) , ( 1 ) , ( t X Fs t X Fs  


(18)

] ) ( 1 ln[ ) / ( 1 / ln[ 2 ) , ( 2 ) , ( ) , ( ) , ( t X Fs t X Fs t X Fs t X Fs       

 (12)

dengan μFs(X,t) dan σFs(X,t) adalah nilai rata – rata dan deviasi standar dari faktor

aman hasil simulasi Monte Carlo. Kemudian, probabilitas keruntuhan dapat dihitung dari nilai indeks reabilitas yang telah diperoleh dari persamaan (9) atau (12) dengan menggunakan persamaan (13) probabilitas keruntuhan didefinisikan sebagai probabilitas untuk faktor aman minimum kurang dari satu yaitu Pf = P(Fs<1)

) ( 1 

Pf (13)

Dengan Φ( ) adalah fungsi distribusi komulatif untuk masing – masing jenis distribusi probabilitas (normal atau lognormal PDF) dari nilai .

U.S.Army Corps of Engineers (1997) memberikan suatu paduan umum untuk mengukur suatu tingkat kerja dari suatu komponen dan sistem geoteknik berdasarkan nilai indek reabilitas dan probabilitas keruntuhan Pf seperti disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hubungan antara reabilitas dan probabilitas keruntuhan

(U.S. Army Corps of Engineers, 1997)

Indek Probabilitas keruntuhan Tingkat Unjuk Kerja Sistem Reliabilitas, β Pf = Φ(-β)

1,0 0,16 Bahaya (hazardous)

1,5 0,07 Tidak Memuaskan (Unsatisfactory)

2,0 0,023 Buruk (poor)

2,5 0,006 Dibawah rata-rata (Below Average)

3,0 0,001 Diatas rata-rata (Above Average)

0,4 0,00003 Baik (Good)


(19)

15

Area studi ini berada di Dusun Kedungrong, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Dengan kemiringan lereng yang bebeda – beda yaitu : 25°, 30°, 35°, dan 40°.


(20)

Gambar 3.2. Peta kemiringan lereng Kedungrong, Samigaluh, Kulonprogo

Kemiringan maksimal = 33,5° Kemiringan minimal = 17,1°


(21)

Kemiringan maksimal = 45,1° Kemiringan minimal = 12,2°

Gambar 3.4. lereng dengan kemiringan 30° Kemiringan maksimal = 53°

Kemiringan minimal = 22,6°


(22)

Kemiringan maksimal = 58° Kemiringan minimal = 11,3°

Gambar 3.6. lereng dengan kemiringan 40°

B. Metode Pengumpulan Data 1. Data curah hujan

Data curah hujan yang didapat dari stasiun hujan terdekat pada kurun waktu 12 tahun dari tahun 2001 sampai tahun 2012, dan di penelitian ini digunakan dari bulan November – maret.


(23)

Gambar 3.8. Data intensitas hujan November – Maret tahun 2001-2002


(24)

Gambar 3.10. Data intensitas hujan November – Maret tahun 2003-2004


(25)

Gambar 3.12. Data intensitas hujan November – Maret tahun 2005-2006


(26)

Gambar 3.14. Data intensitas hujan November – Maret tahun 2007-2008


(27)

Gambar 3.15. Data intensitas hujan November – Maret tahun 2009-2010


(28)

Gambar 3.17. Data intensitas hujan November – Maret tahun 2011-2012


(29)

2. Data geoteknik

Lereng yang berlokasi di dusun Kedungrong, Samigaluh, Kulonprogo memiliki kemiringan tanah yang bervariasi, dengan kemiringan tanah yang tercuram sebesar 45°. Lereng memiliki lapisan tanah berupa tanah residu yang berasal dari pelapukan batuan breksi. Ketebelan lapisan rata-rata tanah (H) adalah 8 m, dengan berat volume tanah ( t) 22 kN/m3. Sifat – sifat geoteknik tanah dan lapisan batuan dilokasi kedungrong seperti disajikan pada tabel 3.1. Jenis tanah yang terdapat pada lereng adalah lapisan tanah colluvial yang merupakan pelapukan dari batuan breksi-andesit (CH1), lapisan lempung yang berasal dari pelapukan tuffa (CH2) Muntohar & Ikhsan (2013).

Tabel 3.1. Parameter tanah untuk lereng di Kedungrong, Kulonprogo (Muntohar & Ikhsan, 2013).

Parameter Tanah Residu Breksi Batuan Keras

Kadar air asli ,WN(%) 33.2 39.4 40.2

Berat volu e ta ah γb (kN/m 2

) 17.7 15.1 14.8

Berat volu e keri g γd (kN/m 2

) 13.4 12.1 11.7

Derajat jenuh air Sr(%) 90.1 64.8 41.9

Kadar air volu erik je uh θs 0.48 0.53 0.5

Koefisien permeabilitas jenuh, Ksat(m/s) 1.19 x 10 -4

1.74 x 10-8 -

Kohesi (puncak), c'(kPa) 1.7 48 -

Sudut gesek i ter al pu ak , φ' _° 19.6 10 -

Sudut peningkatan kuat gesek tak


(30)

Gambar 3.19. Bagan alir perhitungan prediksi keruntuhan lereng (Muntohar dan Ikhsan 2013)


(31)

C. Bagan Alir Penelitian

Urutan pada tahap penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.20. Bagan alir tahapan penelitian Mulai

Pengumpulan Data

Pemilihan data yang akan dilakukan analisis

Tahapan Analisis

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan


(32)

28

dalam periode musim penghujan basah (rainy season) November – Maret selama rentang waktu 2001 – 2012. Hasil simulasi menunjukan bahwa probabilitas keruntuhan lereng berkisar dari 0,001 hingga 0,986 nilai terendah dan tertinggi dicapai masing – masing pada musim hujan periode November 2010 dan Maret 2012 dan November 2012 – Desember 2012. U.S.Army Corps of Engineers (1997) memberikan suatu paduan umum untuk mengukur suatu tingkat kerja dari suatu komponen dan sistem geoteknik berdasarkan nilai indek reabilitas dan probabilitas keruntuhan Pf seperti disajikan pada tabel 1. Mengacu pada kriteria tersebut, maka tingkat unjuk kerja lereng di kulonprogo dikatakan dalam tingkatan

“hazardous” dalam praktek perencanaan pekerjaan geoteknik mensyaratkan nilai

indek reabilitas suatu sistem ≥ 2 atau Pf < 0,023. Pada nilai ini sistem geoteknik

tingkat unjuk kerja lebih baik dari “poor “. Secara umum, nilai probabilitas

keruntuhan yang tinggi mengindikasikan bahwa kejadian lereng untuk mengalami keruntuhan adalah tinggi pula, sebaliknya nilai probabilitas yang rendah menyatakan kondisi lereng lebih dekat dalam keadaan stabil. Dengan demikian kondisi lereng di area studi kedungrong berada dalam kondisi rentan terhadap bahaya longsor

Analisis probabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini difokuskan untuk mengukur stabilitas lereng akibat ketidaktentuan (uncertanty) parameter sifat–sifat geoteknik tanah dan fluktuasi curah hujan. Untuk analisis stabilisas lereng. Peneliti – peneliti seperti Lumb (1969), Lind (1983), dan Malkawi et al. (2000) menyebutkan bahwa distribusi probabilitas yang dihasilkan untuk setiap variabel acak merupakan suatu proses pencocokan (fitting process) terhaadap keterbatasan data dari pengukuran atau eksperimen. Ketidaktentuan hasil distribusi probabilitas dalam analisis probabilitas disebabkan oleh tiga sumber utama yaitu pada perhitungan indek reabilitas persamaan (8), sebaran faktor aman yang memiliki


(33)

variasi yang besar akan menghasilkan perkiraan probilitas keruntuhan yang lebih besar (overestimated) karena nilai FS<1 berada pada bagian tepi fungsi distribusi probabilitas (tail). El-Ramly et al. (2002) memberikan catatan penting bahwa bagaimanapun masih terdapat ketidak tepatan dan kesalahan pemahaman dalam ananlisis probilitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa unjuk kerja lereng yang berlebihan dapat dikarenakan oleh tidak diperhitungkannya variabilitas spasial sifat-sifat tanah dalam analisis (Santoso dkk 2011), dan asumsi korelasi antar parameter yang sangat mendekati probabilitas yang sempurna serta penyederhanaan analisis, dan didapat data grafik prediksi keruntuhan dan tabel unjuk kerja lerengnya seperti berikut:

Gambar 4.1. grafik probabilitas pada bulan desember 2012 pada kemiringan 25˚.


(34)

Gambar 4.3. grafik probabilitas pada bulan Desember 2012 pada kemiringan 35˚.


(35)

Gambar 4.5. probablitas keruntuhan maksimal pada kemiringan lereng 25⁰


(36)

Gambar 4.7. probablitas keruntuhan maksimal pada kemiringan lereng 35⁰


(37)

Tabel 4.1.Hasil dari tingkat unjuk kerja lereng padakemiringan yang telah ditentukan

Tahun Tingkat Unjuk Kerjanya

25° 30° 35° 40°

2001 High High High High

2002 High High High High

2003 High High High High

2004 High Below Average Hazardous Hazardous

2005 High High High High

2006 High High High High

2007 High High High High

2008 High High High High

2009 High High Below Average Unsatisfactory

2010 High High High Above Average

2011 High High High High

2012 High Unsatisfactory Hazardous Hazardous

Gambar 4.5.Grafik variasi probabilitas keruntuhan lereng pada periode 2001 – 2012


(38)

(39)

34

Berdasarkan analisis keruntuhan lerengnya yang dihitung menggunakan perangkat lunak MATLAB version 7.6.0.324 R2008a dapat disimpulkan bahwa

a. Pada kemiringan 25° dari tahun 2001 – 2012, tidak terjadi keruntuhan pada lereng yang diteliti.

b. Pada kemiringan 30° pada tahun 2004 terdapat lereng yang runtuh dengan tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya dibawah rata–rata (Below Average )dan pada tahun 2012 tingka tunjuk kerja sistem pada lerengnya Tidak Memuaskan (Unsatisfactory).

c. Pada kemiringan 35° pada tahun 2009 terdapat lereng yang runtuh dengan tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya dibawah rata–rata (Below Average) dan pada tahun 2004 & 2012 tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya Bahaya (hazardous).

d. Dan yang terakhir pada kemiringan 40° pada tahun 2004 terdapat lereng yang runtuh dengan tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya dibawah rata–rata (Below Average), pada tahun 2009 tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya Tidak Memuaskan (Unsatisfactory), dan pada 2012 tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya Bahaya (hazardous).

Saran

1. Perlu dilakukan penangan lebih lanjut terhadap pencegaham keruntuhan yang telah di prediksi.

2. Pada penelitiaan selanjutnya disarankan dengan mengunakan metode berbeda.


(40)

101 683.

HARR, H.E.1989. Probabilistic estimates for multivariate analysis. Applied Mathematical Modeling,Vol 13(5):313-318.

LIND, N. C., 1983. Modeling uncertainty in discrete dynamical systems.Applied Mathematical Modeling,Vol 7 (3):146-152.

LUMB, P. 1969. Safety factors and the probability distribution of soil strength.Canadian Geotechnical Journal, vol. 7(3):225-242.

MALKAWI, A.I.H., HASAN, W.F., & ABDULLA, F.A. 2000. Uncertainty and reliability analysis applied to slope stability. Structural safety, Vol. 22(2) : 167 -187.

MUNTOHAR, A.S. & LIAO, H-J.2009.Analysis of rainfall-induced infinite slope failure during typhoon using a hydrological – geotechnical model.Environmental Geology, Vol. 56 : 1145-1159.

MUNTOHAR, A.S., 2010. Application of probabilistic for prediction for initiation of landslide. The 1st International Workshop on Multimodal Sediment Disasters Triggered by Heavy Rainfall and Earthquake and the Countersmeasures, Yogyakarta, Indonesia, 8-9 March 2010, pp.33-44

MUNTOHAR, A.S.,IKHSAN, J., & LIAO, H.J, 2013 Influence of Rainfall Patterns on the Instability of Slopes. Civil Engineering Dimension, Vol. 15(2):120-128.


(41)

MUNTOHAR, A.S. & IKHSAN, J., 2015. Laporan Penelitian. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Longsoran Lereng. Jurusan Teknik Sipil, Fakkultas Teknik, Universtas MuhammdiyahYoggyakarta.

MUNTOHAR, A.S. & IKHSAN, J., 2015. Development a Simple Model for Preliminary Evaluation on Extreme Rainfall Induces Shallow Slope Failure. Proceeding of the 13th International Conference on QIR (Quality in Research). ISSN 1411-1284. Page 1291-1296.

MUNTOHAR,A. S & SOEBOWO, E. 2015. Stability Analysis Of A Shallow Slope Failure During Rainy Season In Kulonprogo, Indonesia. International conference on lindslides and slope stability.f5-1 – f5-8.

SANTOSO, A.M., PHOON, K.-K., & QUEK, S.-T. 2011. Effect of soil spatial variability on rainfall induced landslides. Computer and Struchures, Vol 89:893 – 900.

Saputro, I.R. 2014. Laporan Tugas Akhir. Pengaruh kedalaman muka air awal Terhadap analisis stabilitas lereng tak jenuh. Jurusan Teknik Sipil, Fakkultas Teknik, Universtas MuhammdiyahYoggyakarta.

U.S. ARMY CORPS OF ENGINEERS. 1997. Engineering and Design : introduction to probability and reliability methods for use in geotechnical engineering. Departement of Army, Washington, D.C. Engineer Technical Letter 1110-2-547.


(1)

32

Gambar 4.7. probablitas keruntuhan maksimal pada kemiringan lereng 35⁰


(2)

29

Tabel 4.1.Hasil dari tingkat unjuk kerja lereng padakemiringan yang telah ditentukan

Tahun Tingkat Unjuk Kerjanya

25° 30° 35° 40°

2001 High High High High

2002 High High High High

2003 High High High High

2004 High Below Average Hazardous Hazardous

2005 High High High High

2006 High High High High

2007 High High High High

2008 High High High High

2009 High High Below Average Unsatisfactory

2010 High High High Above Average

2011 High High High High

2012 High Unsatisfactory Hazardous Hazardous

Gambar 4.5.Grafik variasi probabilitas keruntuhan lereng pada

periode 2001 – 2012


(3)

(4)

34 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan analisis keruntuhan lerengnya yang dihitung menggunakan perangkat lunak MATLAB version 7.6.0.324 R2008a dapat disimpulkan bahwa

a. Pada kemiringan 25° dari tahun 2001 – 2012, tidak terjadi keruntuhan pada lereng yang diteliti.

b. Pada kemiringan 30° pada tahun 2004 terdapat lereng yang runtuh dengan tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya dibawah rata–rata (Below Average )dan pada tahun 2012 tingka tunjuk kerja sistem pada lerengnya Tidak Memuaskan (Unsatisfactory).

c. Pada kemiringan 35° pada tahun 2009 terdapat lereng yang runtuh dengan tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya dibawah rata–rata (Below Average) dan pada tahun 2004 & 2012 tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya Bahaya (hazardous).

d. Dan yang terakhir pada kemiringan 40° pada tahun 2004 terdapat lereng yang runtuh dengan tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya dibawah rata–rata (Below Average), pada tahun 2009 tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya Tidak Memuaskan (Unsatisfactory), dan pada 2012 tingkat unjuk kerja sistem pada lerengnya Bahaya (hazardous).

Saran

1. Perlu dilakukan penangan lebih lanjut terhadap pencegaham keruntuhan yang telah di prediksi.

2. Pada penelitiaan selanjutnya disarankan dengan mengunakan metode berbeda.


(5)

101

DAFTAR PUSTAKA

EL RAMLY, H., MORGENSTREN, N.R. & CRUDEN, D. 2002.Probabilistic slope stability analysis faor practice.Canadian Geotechnical Journal, vol. 39:665-683.

HARR, H.E.1989. Probabilistic estimates for multivariate analysis. Applied Mathematical Modeling,Vol 13(5):313-318.

LIND, N. C., 1983. Modeling uncertainty in discrete dynamical systems.Applied Mathematical Modeling,Vol 7 (3):146-152.

LUMB, P. 1969. Safety factors and the probability distribution of soil strength.Canadian Geotechnical Journal, vol. 7(3):225-242.

MALKAWI, A.I.H., HASAN, W.F., & ABDULLA, F.A. 2000. Uncertainty and reliability analysis applied to slope stability. Structural safety, Vol. 22(2) : 167 -187.

MUNTOHAR, A.S. & LIAO, H-J.2009.Analysis of rainfall-induced infinite slope failure during typhoon using a hydrological – geotechnical model.Environmental Geology, Vol. 56 : 1145-1159.

MUNTOHAR, A.S., 2010. Application of probabilistic for prediction for initiation of landslide. The 1st International Workshop on Multimodal Sediment Disasters Triggered by Heavy Rainfall and Earthquake and the Countersmeasures, Yogyakarta, Indonesia, 8-9 March 2010, pp.33-44

MUNTOHAR, A.S.,IKHSAN, J., & LIAO, H.J, 2013 Influence of Rainfall Patterns on the Instability of Slopes. Civil Engineering Dimension, Vol. 15(2):120-128.


(6)

102

MUNTOHAR, A.S. & IKHSAN, J., 2015. Laporan Penelitian. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Longsoran Lereng. Jurusan Teknik Sipil, Fakkultas Teknik, Universtas MuhammdiyahYoggyakarta.

MUNTOHAR, A.S. & IKHSAN, J., 2015. Development a Simple Model for Preliminary Evaluation on Extreme Rainfall Induces Shallow Slope Failure. Proceeding of the 13th International Conference on QIR (Quality in Research). ISSN 1411-1284. Page 1291-1296.

MUNTOHAR,A. S & SOEBOWO, E. 2015. Stability Analysis Of A Shallow Slope Failure During Rainy Season In Kulonprogo, Indonesia. International conference on lindslides and slope stability.f5-1 – f5-8.

SANTOSO, A.M., PHOON, K.-K., & QUEK, S.-T. 2011. Effect of soil spatial variability on rainfall induced landslides. Computer and Struchures, Vol 89:893 – 900.

Saputro, I.R. 2014. Laporan Tugas Akhir. Pengaruh kedalaman muka air awal Terhadap analisis stabilitas lereng tak jenuh. Jurusan Teknik Sipil, Fakkultas Teknik, Universtas MuhammdiyahYoggyakarta.

U.S. ARMY CORPS OF ENGINEERS. 1997. Engineering and Design : introduction to probability and reliability methods for use in geotechnical engineering. Departement of Army, Washington, D.C. Engineer Technical Letter 1110-2-547.