Kajian perilaku reproduksi, preservasi semen, dan teknik inseminasi buatan pada anoa (Bubalus Sp ) di Penangkaran
KAJIAN PERILAKU REPRODUKSI, PRESERVASI
SEMEN, DAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN PADA
ANOA (Bubalus Sp.) DI PENANGKARAN
JUDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan
ini
saya menyatakan
bahwa Disertasi
“Kajian
Perilaku
Reproduksi, Preservasi Semen, dan Teknik Inseminasi Buatan pada Anoa
(Bubalus Sp.) di Penangkaran” adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.
Bogor, Juli 2012
Judi
NRP B362070011
ABSTRACT
JUDI. Study of Reproductive Behavior, Semen Preservation, and Aplication of
Artificial Insemination Technique in Anoa (Bubalus Sp.) in Captivity. Under the
supervision of TUTY L. YUSUF as chairman, BAMBANG PURWANTARA,
DONDIN SAJUTHI, and MUHAMMAD AGIL as members of the Supervisory
Committee.
The anoa population is unevitably decreasing due to various reasons,
therefore anoa included in the list of endangered species by IUCN and Appendix I
by CITIES. Anoa breeding efforts in captivity has not been successful. The objectives
of the study were to determine and observe estrous cycle, semen characteristics,
sperm preservation, AI application, and partus behavior in anoa. The studies were
conducted at Ragunan Zoo Jakarta and Taman Safari Indonesia Bogor. Sexual
behaviors were observed during the daytime, and the estrous cycles were
determined. Ejaculates were collected by electroejaculation technique, and the
biometry of external reproductive organs was measured. Ejaculates were evaluated,
including the characterization of biochemical contents of the seminal plasma, and
the sperm morphology and biometry. Ejaculates were extended with Tris and Nacitrate extenders, and then stored in the temperature of 4 oC. Frozen semen was
prepared using Tris extender added with 5% glycerol. Intracervical insemination
was conducted using extended semen (100 x 106 sperm/1.0 mL). The results showed
that the female anoas exhibit the various estrous signs including restlessness,
frequent urination, vaginal mucus excretion, vulva swollen and hyperemia, and
flagging of the tail. The vaginal cytology showed that the domination of the
superficial cells was occured during estrus period. The average of estrous cycle of
anoa is 21.21±0.56 day with approximately 2 days estrous duration, and the
optimum mating is predicted at day 2 of estrus. Various semen characteristics of
anoa were observed: 1.03±0.19 mL of volume, 54.29±10.97% of motility,
245.71±87.68 x 106 mL-1 of sperm concentration, and 31.59±4.51% of sperm
abnormality. The total length of anoa sperms was 62.94±0.50 µm. The lipid, Na, Ca,
and Mg contain in the seminal plasma of male anoa were higher than the buffalo’s.
SDS-PAGE electrophoresis of seminal plasma demonstrated 10 bands (17-148
kDa). Extended semen was applicable to AI program for over 24-36 h, and post
thawing sperm motility was 26.00±9.62%. Inseminations have resulted in one
pregnancy. The first stage of partus (cervical dilatation) was characterized by the
mucus discharge, abdominal contraction, and the rupture of the amniotic
membrane; the second stage (fetal expulsion) was characterized by powerfull
abdominal contraction and fetal delivery; and the third stage (placental expulsion)
was indicated by placental delivery and the swallowing the placenta by the dam. The
duration of each stages of parturition was 6-8 h, 30-60 min, and 15-180 min. The
placental type of anoa is cotyledonaria, with the cotyledons diameter and thickness
were 2.47±0.45 and 0.62±0.12 cm. It is concluded that the sexual behavior can be
used to accurately determine the length of the estrous cycle of anoa. The semen
quality was fairly good and AI technique was applicable to anoa. The characteristic
of parturition process and placenta of anoa were comparable to the buffalo.
Keywords: Anoa, sexual behavior, semen, artificial insemination, parturition
RINGKASAN
JUDI. Kajian Perilaku Reproduksi, Preservasi Semen, dan Teknik Inseminasi
Buatan pada Anoa (Bubalus sp.) di Penangaran. Di bawah bimbingan TUTY L.
YUSUF sebagai ketua, BAMBANG PURWANTARA, DONDIN SAJUTHI, dan
MUHAMMAD AGIL sebagai anggota komisi pembimbing.
Anoa merupakan satwa endemik di pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa terdiri
atas dua spesies, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis Smith, 1827)
dan anoa pegunungan (B. quarlesi Ouwen, 1910). Populasi anoa terus berkurang dan
pengembangbiakannya di penangkaran belum berhasil, sehingga dimasukkan dalam
endangered species oleh IUCN dan Appendix I oleh CITES. Anoa dilindungi
berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Penyebab penurunan populasi anoa di alam adalah karena perburuan
liar dan rusaknya hutan habitat alaminya. Sedangkan sifat anoa yang soliter, liar, dan
cenderung monogami, serta terbatasnya informasi tetang biologi reproduksi menjadi
kendala pengembangbiakannya di penangkaran. Hal-hal tersebut mendorong
aplikasi teknik inseminasi buatan (IB) pada pengembangbiakan anoa di
penangkaran. Keberhasilan teknik IB bergantung kepada kualitas semen, kesuburan
betina, waktu dan teknik pelaksanaan, serta pengendalian hewan. Oleh karena itu,
perilaku seksual, perkiraan waktu optimal kawin, teknik pembiusan, teknik koleksi
dan pengolahan semen, teknik dan dosis inseminasi, serta perilaku partus pada anoa
perlu dipelajari.
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi perilaku reproduksi, menentukan
siklus estrus dan waktu optimal kawin, mengetahui karakteristik semen termasuk
spermatozoa dan plasma semen, mengkaji teknik preservasi/ kriopreservasi semen
dan penerapan teknologi IB, serta mengkarakterisasi perilaku partus anoa di
penangkaran. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi usaha perbanyakan dan
pelestarian anoa melalui pengembangbiakannya di penangkaran (ex situ).
Penelitian yang telah dilakukan dalam rangka mengkaji aplikasi teknik IB
pada anoa di penangkaran, yaitu: (1) Kajian Perilaku Reproduksi dan Penentuan
Siklus Estrus pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran, (2) Anatomi Organ
Reproduksi Luar Anoa (Bubalus Sp.) Jantan dan Karakteristik Semen Hasil
Elektroejakulasi, (3) Preservasi Semen Hasil Elektroejakulasi dan Aplikasi Teknik
IB pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran, dan (4) Karakteristik Proses Kelahiran
pada Anoa di Penangkaran dan Gambaran Plasentanya. Penelitian dilakukan di
Taman Margasatwa Ragunan Jakarta, Taman Safari Indonesia Bogor, serta Bagian
Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB, mulai Agustus 2006 sampai Desember 2011.
Pada penelitian tentang “Kajian Perilaku Reproduksi dan Penentuan Siklus
Estrus pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran” dilakukan pengamatan perilaku
seksual (estrus) anoa, baik yang dikandangkan berpasangan maupun individu.
Pengamatan dilakukan pada pagi (pukul 08.00-11.00 wib) dan siang (pukul 13.0016.00 Wib) hari, dengan total pengamatan 4 636 jam. Juga dilakukan sitologi ulasan
vagina dengan pewarnaan Giemsa untuk mengkonfirmasi fase estrus dan perkiraan
waktu optimal kawin. Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku/ tanda estrus pada
anoa adalah gelisah (banyak melangkah), sering urinasi, keluar lendir dari vulva,
perubahan pada vulva (bengkak, merah, dan basah), serta mengangkat dan
mengibaskan ekor. Ketika betina estrus dipasangkan dengan jantan, betina
menghindar dengan cara lari, rebah telungkup atau menyerang jantan. Perilaku
seksual anoa jantan yang dipasangkan dengan betina adalah memperlihatkan
flehmen, menciumi dan menjilati betina pada daerah kepala-leher dan perineal,
ereksi penis, dan mencoba mounting. Sedangkan ketika ada betina estrus pada
kandang sebelah, jantan berusaha mendekati, memanggil-manggil, dan mengikuti
betina. Aplikasi teknik sitologi ulasan vagina memperoleh hasil gambaran epitel
yang berubah secara bertahap mengikuti siklus estrus, tetapi dominasi sel superfisial
pada fase estrus di bawah 70%. Anoa termasuk hewan yang bersiklus estrus
sepanjang tahun, dengan panjang siklus 21.21±0.56 (16-31) hari (berdasarkan
perilaku seksual) atau 22-23 hari (sitologi ulasan vagina). Lama estrus pada anoa
adalah 2 hari, dan waktu optimal kawin diperkirakan pada hari ke-2 estrus. Dapat
disimpulkan bahwa perilaku seksual dan sitologi ulasan vagina dapat diandalkan
untuk menentukan siklus estrus dan waktu optimal kawin pada anoa.
Pada penelitian tentang “Anatomi Organ Reproduksi Luar Anoa (Bubalus
Sp.) Jantan dan Karakteristik Semen Hasil Elektroejakulasi” dilakukan karakterisasi
anatomi organ reproduksi luar jantan, koleksi semen menggunakan
elektroejakulator, dan karakterisasi semen. Elektroejakulator yang digunakan
berstimulator AC 100 Hz, probes dengan 4 elektroda melingkar, dan tegangan 3-12
V. Semen dikarakterisasi makroskopik dan mikroskopik, kandungan kimiawi plasma
semen, serta morfologi dan biometri spermatozoa. Karakterisasi mofologi dan
biometri spermatozoa dilakukan dengan pewarnaan metode Williams. Diperoleh
hasil bahwa panjang dan diameter testikuler anoa berkisar 3.0-6.0 dan 1.7-3.5 cm,
dan dimensi organ reproduksi bertambah besar sejalan dengan umur. Semen anoa
mempunyai volume 1.03±0.19 mL, motilitas 54.29±10.97%, persentase hidup
72.43±6.29%, konsentrasi 245.71±87.68 x 106 sel mL-1, dan abnormalitas
spermatozoa 31.59±4.51%. Plasma semen anoa mengandung lipid total, Na, Ca, dan
Mg lebih tinggi, tetapi protein total, K, dan Cl lebih rendah dibandingkan semen
kerbau. Karakterisasi protein plasma semen dengan metode SDS-PAGE menemukan
10 pita (berkisar 17-148 kDa), dan pita-pita 17-35 kDa dominan. Panjang dan lebar
kepala spermatozoa anoa berkisar 7.45±0.13 dan 4.43±0.00 µm, dengan panjang
total 62.94±0.50 µm. Dapat disimpulkan bahwa kualitas ejakulat anoa hasil
elektroejakulasi cukup bagus dengan karakteristik semen khas dan layak diproses
menjadi semen cair dan semen beku.
Pada penelitian tentang “Preservasi Semen Hasil Elektroejakulasi dan
Aplikasi Teknik IB pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran” dilakukan koleksi
semen menggunakan elektroejakulator dan pengolahan semen menjadi semen cair
dalam pengencer Tris-kuning telur (Tris) dan Na sitrat-kuning telur (Na-sitrat), serta
semen beku dalam pengencer Tris+gliserol 5%. Semen cair disimpan pada suhu 4 oC
dan dievaluasi motilitas dan persentase hidup setiap 12 jam. Semen beku diproses
dalam kemasan ministraw (0.25 mL) dan disimpan dalam N2 cair. Inseminasi
intraservikal dilakukan menggunakan semen cair dalam pengencer Tris (100 x 106
sel/1.0 mL) pada betina-betina yang diinduksi estrus menggunakan kombinasi PGF2α+PMSG. Konfirmasi kebuntingan dilakukan menggunakan USG, dengan probe
linear 7.5 MHz secara transrektal. Diperoleh hasil bahwa kedua pengencer Tris dan
Na-sitrat mampu mempertahankan kualitas semen cair pada penyimpanan 4oC.
Semen cair dalam kedua pengencer layak diaplikasikan untuk IB sampai 24 jam
(Na-sitrat, motilitas 40.00±7.07%) atau 36 jam (Tris, motilitas 42.00±5.70%).
Motilitas spermatozoa semen beku pasca thawing masih cukup rendah,
26.00±9.62%. Induksi estrus menggunakan PGF2α+PMSG mampu memicu
pemunculan estrus semua betina pada 2-3 hari setelah pemberian PGF2α. Aplikasi
IB menghasilkan kebuntingan dan kelahiran 1 anak. Disimpulkan, teknik IB dapat
diaplikasikan pada anoa di penangkaran, walaupun kajian mendalam perlu dilakukan
pada pengolahan semen dan pelaksanaan IB untuk meningkatkan angka
kebuntingan.
Pada penelitian tentang “Karakteristik Proses Kelahiran pada Anoa (Bubalus
Sp.) di Penangkaran dan Gambaran Plasentanya” dilakukan pengamatan perilaku
anoa selama bunting, mendekati hingga setelah partus, dan karakteristik plasenta.
Perilaku partus dikelompokkan dalam tahap 1 partus (pembukaan serviks), tahap 2
(pengeluaran fetus), dan tahap 3 (pengeluaran plasenta). Plasenta anoa
dikarakterisasi secara makroskopik dan mikroskopik (histologik) dengan pewarnaan
hematoksilin-eosin dan dibandingkan dengan kotiledon kerbau lumpur. Diperoleh
hasil bahwa periode kebuntingan pada anoa adalah 318.50±7.78 (313-324) hari.
Pada sekitar 6 bulan umur kebuntungan, keluar sesekali sedikit lendir kecokelatan
dari vulva, dan sekitar 2 bulan menjelang partus keluar lendir lebih sering serta
pembengkakan ambing-puting dan vulva. Sekitar 1 minggu menjelang partus, lendir
keluar lebih banyak dan induk sering rebahan miring. Tahap 1 partus ditandai oleh
pengeluaran lendir kecokelatan, kontraksi abdominal, serta kantong amnion
tersembul dan pecah. Tahap 2 partus ditandai oleh kontraksi abdominal sangat kuatcepat dan pengeluaran fetus. Tahap 3 partus ditandai oleh pengeluaran plasenta dan
induk memakan plasenta. Lama tahap 1, tahap 2, dan tahap 3 partus secara berurutan
adalah 6-8 jam, 30-60 menit, 15-180 menit. Plasenta anoa bertipe kotiledonaria
dengan diameter dan tebal kotiledon sekitar 2.47±0.45 dan 0.62±0.12 cm, serta
memiliki vili-vili pendek dan percabangan sederhana. Tahapan partus dan
karakteristik plasenta anoa adalah mirip dengan pada kerbau, tetapi pengeluaran
fetus terjadi pada posisi induk berdiri dan induk masih mempunyai insting liar
dengan memakan plasenta.
Keywords: Anoa, perilaku seksual, semen, inseminasi buatan, kelahiran
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa menyantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN PERILAKU REPRODUKSI, PRESERVASI SEMEN,
DAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN PADA
ANOA (Bubalus Sp.) DI PENANGKARAN
JUDI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor Pada
Program Studi Biologi Reporoduksi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi
Pada Ujian Tertutup
: Kamis, 21 Juni 2012
Pukul 10.00 – 13.00 Wib
1). Prof. Dr. dra. Iis Arifiantini, M.Si
(Guru besar pada Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB)
2). Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, Sp.MP, M.Sc
(Lektor pada Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB)
Penguji Luar Komisi
Pada Ujian Terbuka
: Kamis, 12 Juli 2012
Pukul 09.00 – 12.00 Wib
1). Dr. Ir. Novianto Bambang Wawandono, M.Si
(Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, Kementerian
Kehutanan RI)
2). Prof. Dr. drh. Iman Supriatna
(Guru Besar pada Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB)
Judul Disertasi
Nama
NRP
: Kajian Perilaku Reproduksi, Preservasi Semen, dan Teknik
Inseminasi Buatan pada Anoa (Bubalus Sp.) di
Penangkaran
: Judi
: B362070011
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh. Tuty L. Yusuf, MS
(Ketua)
Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc
(Anggota)
Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.ST, Ph.D
(Anggota)
Dr. drh. Muhammad Agil, M.Sc.Agr.
(Anggota)
Diketahui,
Ketua Program Studi/Mayor
Biologi Reproduksi
Dekan
Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. drh. M. Agus Setiadi
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: ………………
Tanggal Lulus: ………………
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi berjudul “Kajian Perilaku
Reproduksi, Preservasi Semen, dan Teknik Inseminasi Buatan pada Anoa
(Bubalus Sp.) di Penangkaran” dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai
salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Program Doktor pada Program Studi/
Mayor Biologi Reproduksi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Disertasi ini memuat hasil penelitian yang dilakukan pada Agustus 2006
sampai Desember 2011. Penelitian dilaksanakan di Taman Margasatwa Ragunan
(Jakarta), Taman Safari Indonesia Bogor (Jawa Barat), serta Bagian Reproduksi dan
Kebidanan Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor. Disertasi ini terdiri atas empat kajian utama yang
tersusun dalam empat bab, dan sebagian telah dipublikasikan pada jurnal ilmiah
nasional terakreditasi, yaitu:
1). Biometri Organ Reproduksi Bagian Luar Jantan dan Karakteristik Ejakulat Anoa
(Bubalus Sp.) yang Dikoleksi Menggunakan Elektroejakulator. Media
Peternakan, 2009, 32(1): 1-11.
2). Morfologi dan Biometri Spermatozoa Anoa (Bubalus Sp.) yang Diwarnai dengan
Pewarna William’s dan Eosin-Negrosin. Media Peternakan, 2010, 33(2): 88-94.
3). Karakteristik Plasma Semen dan Keberhasilan Kriopreservasi Semen Anoa
(Bubalus Sp.) yang Dikoleksi Menggunakan Elektroejakulator. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner, 2011, 16(1): 40-47.
4). Successful Intraservical Insemination and Characteristics of Parturition
Behavior in Anoa (Bubalus Sp.) in Captivity. Media Peternakan, 2012,
Accepted.
Selama penelitian hingga selesainya penulisan disertasi ini penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih yang tulus. Terutama, penulis berterima kasih kepada Komisi Pembimbing:
Prof. Dr. drh. Tuty L. Yusuf, M.S sebagai ketua, serta Dr. drh. Bambang
Purwantara, M.Sc, Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.ST, PhD, dan Dr. drh. Muhammad
Agil, MSc.Agr masing-masing sebagai anggota atas bimbingan yang diberikan
selama ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. dra. Iis Arifiantini, MSi
dan Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, Sp.MP, M.Sc sebagai dosen penguji serta drh.
Agus Setiyono, MS, Ph.D sebagai pimpinan sidang pada Ujian Tertutup, yang telah
memberikan masukan dan telaahan untuk perbaikan disertasi. Selanjutnya, penulis
menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Novianto bambang Wawandono, M.Si
dan Prof. Dr. drh. Iman Supriatna sebagai penguji luar komisi, serta drh. Srihadi
Agungpriyono, Ph.D sebagai pimpinan sidang pada Ujian Terbuka, atas masukan
untuk perbaikan dan memperdalam ulasan dalam disertasi ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada manajemen dan karyawan Taman
Margasatwa Ragunan Jakarta dan PT Taman Safari Indonesia Bogor (Jawa Barat),
terutama tim kesehatan satwa dan keeper anoa atas kerjasamanya. Terima kasih juga
kepada seluruh dosen dan pegawai di Bagian Reproduksi dan Kebidanan, serta
dosen dan pegawai di Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB atas
semua bimbingan dan bantuan yang diberikan. Tak lupa terima kasih kepada dosen
dan pegawai di Bagian Histologi FKH IPB, Lab Mikrobiologi dan Biokimia Pusat
Penelitian Ilmu Hayati dan Bioteknolgi IPB, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pengujian Pascapanen Kementerian Pertanian (Bogor), dan Pusat
Penelitian Biologi LIPI (Cibinong) atas bantuannya. Penulis berterima kasih kepada
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas beasiswa BPPS tahun 2007 dan
Hibah Penelitian Disertasi Doktor tahun 2011. Terima kasih juga kepada mahasiswa
program sarjana FKH IPB (Aditya) dan seluruh mahasiswa program magister dan
doktor Biologi Reproduksi dan SPs IPB atas bantuan dan kerjasamanya.
Terakhir, penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada isteri Yuli
Astuti, SP dan putera-puteri tersayang Fajrina Rizqi Riyadi, Farhan Ahmad Riyadi,
dan Faiza Khoirunnisa Riyadi, keluarga besar Slamet Riyadi, Keluarga Besar
Soekirno, serta seluruh keluarga dan teman yang senantiasa memberikan doa dan
pengertian kepada penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa isi disertasi ini masih jauh dari sempurna. Namun,
penulis berharap karya kecil ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya.
Bogor, Juli 2012
Judi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 6 Februari 1974.
Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Slamet
Riyadi dan Ibu Sarinah. Pada tahun 2003 penulis menikah dengan Yuli Astuti, SP
dan dikaruniai tiga anak, yaitu Fajrina Rizqi Riyadi, Farhan Ahmad Riyadi, dan
Faiza Khoirunnisa Riyadi.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas masing-masing di SD Negeri 01
Brati Kecamatan Kayen (tahun 1988), SMP Negeri 01 Kayen Kabupaten Pati
(1991), dan SMA Negeri 01 Pati (1994). Pendidikan Program Sarjana hingga
Program Keprofesian Dokter Hewan penulis selesaikan tahun 2000 di Fakultas
Kedokteran
Hewan
Institut
Pertanian
Bogor.
Pada
tahun
2006
penulis
menyelesaikan studi program magister pada Program Studi Biologi Reproduksi
Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB. Penulis mengikuti pendidikan Program Doktor
pada Program Studi/ Mayor Biologi Reproduksi SPs IPB tahun 2007 dengan
bantuan biaya dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak tahun 2000 penulis bekerja sebagai dosen tetap
pada Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan
Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Selama menempuh pendidikan program doktor, penulis mengikuti berbagai
kegiatan ilmiah antara lain: Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional yang
diadakan oleh DP2M Dikti bekerjasama dengan LPPM IPB (Bogor, 2009),
Workshop on Scientific Journal Writing yang diadakan oleh Perhimpunan Dokter
Hewan Indonesia (PB PDHI) (Semarang, 2010), training pada Sperm Evaluation
and Processing di Yamaguchi University (Jepang, 2011), dan Pelatihan Penulisan
Artikel Ilmiah Berbahasa Inggris yang diadakan oleh Jurnal Media Peternakan
(Bogor, 2011). Penulis juga pernah mendapatkan PDHI Award pada Konferensi
Ilmiah Veteriner XI di Semarang (Semarang, 2010) dan Media Peternakan Award
sebagai The First Winner of Scientific Paper Award Media Peternakan in 2011
(Bogor, 2011). Beberapa karya ilmiah berkaitan dengan topik disertasi telah penulis
publikasikan pada jurnal ilmiah nasional terakreditasi dan seminar nasional, yaitu:
1). Biometri Organ Reproduksi Bagian Luar Jantan dan Karakteristik Ejakulat Anoa
(Bubalus
Sp.)
yang Dikoleksi
Menggunakan
Elektroejakulator.
Media
Peternakan, 2009, 32(1): 1-11.
2). Morfologi dan Biometri Spermatozoa Anoa (Bubalus Sp.) yang Diwarnai dengan
Pewarna William’s dan Eosin-Negrosin. Media Peternakan, 2010, 33(2): 88-94.
3). Penentuan Siklus Estrus Berdasarkan Perilaku Seksual dan Gambaran Epitel
Ulasan Vagina pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran. Prosiding Seminar
Nasional “Peranan Teknologi Reproduksi Hewan dalam Rangka Swasembada
Pangan Nasional”. Bogor, 6-7 Oktober 2010. ISBN No: 978-979-493-274-2.
4). Proses Partus pada Anoa (Bubalus sp.) di Penangkaran. Prosiding Kongres
Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia XVI dan Konferensi Ilmiah Veteriner
Nasional XI. Semarang, 10-13 Oktober 2010. ISBN No: 978-602-97906-0-3.
5). Karakteristik Plasma Semen dan Keberhasilan Kriopreservasi Semen Anoa
(Bubalus Sp.) yang Dikoleksi Menggunakan Elektroejakulator. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner, 2011, 16(1): 40-47.
6). Successful Intraservical Insemination and Characteristics of Parturition
Behavior in Anoa (Bubalus Sp.) in Captivity. Media Peternakan, 2012,
Accepted.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anoa merupakan salah satu satwa endemik di pulau Sulawesi, Indonesia.
Anoa terdiri atas dua spesies, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis
Smith, 1827) dan anoa pegunungan (B. quarlesi Ouwen, 1910) (Groves 1969,
Burton et al. 2005a). Populasi anoa terus berkurang, sehingga international union
for conservation of nature and natural resources (IUCN) memasukkannya ke dalam
endangered species (IUCN 2007), dan convention on international trade of
endangered species of wild fauna and flora (CITES) memasukkannya ke dalam
Appendix I (CITES 2007). Pada tahun 2002 populasi anoa di Sulawesi diperkirakan
sekitar 3000-5000 ekor, dan cenderung terus berkurang (IUCN 2007). Kedua jenis
anoa dilindungi menurut Undang-undang tentang Perlindungan Satwaliar tahun
1931 (Direktorat PPA Ditjen Kehutanan 1978), dan UU No. 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Burton et al. 2005b).
Penyebab utama penurunan populasi anoa adalah karena perburuan liar,
habitat berkurang dan terfragmentasi karena pengalihan hutan menjadi pemukiman
dan pertanian, serta sifat anoa yang soliter, agresif, dan monogami (McKinnon 1981;
Mustari 1995; Kasim 2002; Burton et al. 2005b). Perburuan anoa oleh masyarakat
terutama adalah untuk diambil daging dan kulitnya. Populasi anoa yang semakin
berkurang dan terpisah-pisah menyebabkan anoa hidup dalam populasi-populasi
kecil (subpopulasi) sehingga menyulitkan berpasangan dan memicu perkawinan
kerabat (inbreeding). Oleh karena itu, pengembangbiakan anoa di penangkaran perlu
segera dilakukan untuk mencegah kepunahannya.
Kondisi anoa yang semakin terancam mendapat perhatian masyarakat luas
berkaitan dengan penyelamatan keaneragaman hayati. Penelitian terhadap anoa pun
banyak dilakukan untuk mendukung pelestariannya, walaupun belum menjangkau
aspek reproduksi. Beberapa penelitian yang dilakukan antara lain tentang taksonomi
(Groves 1969), morfologi dan ekologi (Rahman 2001), perilaku (Mustari 1995),
kajian penangkaran (Jahja 1996), kekerabatan (Schreiber et al. 1993), kajian sebagai
hewan budidaya (Kasim 2002), filogeni dan variasi genetik (Purwantara 2003), serta
pilihan dan kebutuhan pakan (Flores-Miyamoto et al. 2005; Basri et al. 2008;
2
Pujaningsih et al. 2008). Oleh karena itu, kajian pengembangbiakan anoa melalui
penerapan teknik perkawinan inseminasi buatan (IB) perlu segera dilakukan.
Penerapan teknik IB pada anoa membutuhkan banyak informasi tentang biologi
reproduksi secara menyeluruh, termasuk perilaku seksual, siklus estrus, teknik
koleksi dan pengolahan semen, fisiologi semen, dan teknik inseminasi.
Pengetahuan perilaku reproduksi diperlukan dalam manajemen perkawinan,
termasuk menentukan siklus estrus dan waktu optimal kawin, dan pemasangan.
Karakteristik perilaku seksual dan waktu optimal kawin pada anoa penting diketahui
karena penggabungan tidak tepat pasangan dan waktu dapat menyebabkan
penolakan dan adu fisik. Penentuan siklus estrus dan waktu optimal kawin dapat
dilakukan melalui perubahan perilaku seksual dan teknik sitologi ulasan vagina.
Teknik ulasan vagina telah diterapkan pada banyak spesies, seperti anjing, kambing,
gajah, dan kancil (Bowen 1998; Doi et al. 2000; Ola et al. 2006; Najamuddin 2010).
Kajian sitologi ulasan vagina didasarkan pada perubahan tipe sel epitel saluran
reproduksi terkait perubahan level estrogen yang memicu perubahan tipe dan
proporsi sel epitel akibat dari proliferasi dan diferensiasi sel (Cooke et al. 1998).
Pada jantan, biometri testikuler telah diketahui berkorelasi dengan kapasitas
produksi dan kualitas semen, yang ditentukan oleh luasan atau panjang tubuli
seminiferi di dalam testis. Testis dengan volume besar diasumsikan mempunyai
tubuli seminiferi lebih panjang. Sementara itu, kualitas spermatozoa dapat dievaluasi
dari morfologi dan biometrinya yang dikaitkan dengan abnormalitas dan efek
pengolahan semen (Mitchell et al. 2006; Gravance et al. 2009). Abnormalitas
spermatozoa yang tinggi dalam semen dapat menurunkan angka fertilisasi dan
kegagalan perkembangan embrio.
Ketersediaan semen siap pakai untuk inseminasi sangat mendukung
keberhasilan program IB, sehingga teknik pengolahan semen yaitu preservasi
(penyimpanan dingin) dan kriopreservasi (penyimpanan beku) sangat penting
dikembangkan. Teknik pengolahan semen yang tepat menjamin kualitas/ fertilitas
spermatozoa yang dihasilkan. Saat ini telah banyak dikembangkan jenis bahan
pengencer, dan yang cukup banyak digunakan antara lain adalah pengencer dengan
buffer Tris dan Na-sitrat (Singh et al. 1994; Martinez-Pastor et al. 2009) dengan
krioprotektan gliserol. Pengencer Tris-kuning telur berhasil mempertahankan
3
motilitas semen kerbau Murrah (Singh et al. 1994), sedangkan Tris-fruktosa dan Nasitrat-fruktosa berhasil pada beberapa semen satwaliar termasuk rusa (MartinezPastor et al. 2009).
Teknik perkawinan IB perlu terus dikaji mengingat sifat anoa yang agresif,
soliter, dan cenderung monogami akan kesulitan menemukan pasangan pada
populasi sedikit dan terfragmentasi. Penerapan teknik IB dapat menjadi solusi
karena kecenderungan kawin dengan pasangan tertentu dan tingginya inbreeding
dapat mengancam kelestarian satwa. Inbreeding diketahui berefek negatif, antara
lain penurunan kualitas reproduksi berupa tingginya kematian janin, kemandulan,
penurunan volume testis dan ejakulat; penurunan motilitas dan konsentrasi
spermatozoa; dan tingginya abnormalitas spermatozoa (Holt & Pickard 1999).
Kejadian inbreeding dapat dikurangi melalui aplikasi teknik IB, karena sistem
perkawinannya tercatat sehingga silsilah satwa dapat ditelusuri.
Keberhasilan aplikasi IB pada satwa langka telah banyak dilaporkan, antara
lain pada harimau Siberia (Donoghue et al. 1993), blackbuck (Antilope cervicapra),
giant panda (Ailuropoda melanoleuca), puma (Felis puma), oryx (Oryx dammah),
beberapa jenis rusa (Holt & Pickard 1999), serta llama dan alpaca (Adams et al.
2009). IB dapat dilakukan menggunakan semen cair atau semen beku secara intraservikal, tran-servikal, intra-uteri, atau langsung ke dalam tuba Fallopii, dan
biasanya dilakukan pada hewan teranastesi. Keberhasilan IB pada beberapa satwa
tidak lepas dari keberhasilan pengolahan semen, terutama pilihan pengencer dan
krioprotektan. Pada satu tahapan program IB, semen beku dapat disimpan sebagai
material genetik (genetic resource banks) untuk dimanfaatkan pada aplikasi
teknologi reproduksi lain, seperti fertilisasi in vitro dan transfer embrio. Oleh karena
semen beku dapat disimpan untuk waktu lama, maka dapat dimanfaatkan untuk
perkawinan antar-daerah dan antar-waktu (generasi) berjauhan tanpa memindahkan
hewan yang dapat menyebabkan stres.
Keberhasilan perkawinan dapat diketahui berdasarkan angka kebuntingan
dan kelahiran anak. Diagnosa kebuntingan awal penting dilakukan untuk
menentukan manajemen selama kebuntingan, antisipasi kelahiran, perawatan anak,
dan penyiapan perkawinan setelah partus. Kesalahan manajemen pada periode
tersebut dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan, kecacatan anak, komplikasi
4
partus, dan kematian anak dan/atau induk. Kebuntingan awal dapat didiagnosa
antara lain menggunakan ultrasonografi dan profil metabolit hormon steroid dari
feses atau urine (Hodges 1996). Pada umumnya, satwaliar mempunyai karakteristik
fisiologi-anatomi dan perilaku yang sangat beragam dan spefisik setiap spesies. Oleh
karena itu, perilaku kebuntingan dan melahirkan pada anoa penting diketahui
sebagai acuan tindakan manajemen induk dan anak untuk keberhasilan penangkaran.
Dalam rangkaian penelitian ini dilakukan beberapa kajian, yaitu:
(1). Perilaku seksual dan penentuan siklus estrus dan waktu optimal kawin,
(2). Karakterisasi organ reproduksi luar jantan dan semen hasil elektroejakulasi,
(3). Preservasi/ kriopreservasi semen hasil elektroejakulasi dan aplikasi teknik IB,
(4). Karakterisasi proses kelahiran anoa di penangkaran dan morfologi plasenta.
Kerangka Pemikiran
Fungsi reproduksi pada mamalia dipengaruhi oleh sistem neuro-endokrin
yang mengatur fungsi fisiologis sistem reproduksi. Faktor-faktor seperti genetik,
umur, kesehatan, kondisi lingkungan, manajemen, dan iklim dapat mempengaruhi
keharmonisan sistem hormon, termasuk hormon-hormon reproduksi sehingga dapat
mempengaruhi fertilitas hewan. Pada hewan betina, tingkat fertilitas tergambar dari
keteraturan siklus estrus, yang dapat diamati dari perubahan perilaku dan pada
beberapa spesies dari sitologi ulasan vagina, serta dari keberhasilan kebuntingan dan
kelahiran, sedangkan pada jantan dari libido dan kualitas semen. Pemunculan estrus
pada betina dipengaruhi oleh level estrogen yang meningkat menjelang estrus ketika
folikel dominan berkembang di ovari. Estrogen yang meningkat memicu efek-efek
estrogenik berupa pemunculan perilaku seksual, perubahan saluran reproduksi
seperti vulva (menjadi merah, bengkak, dan berlendir), serta perubahan tipe dan
proporsi sel epitel saluran reproduksi yang dapat diamati dari hasil ulasan vagina.
Berdasarkan perilaku seksual dan gambaran epitel ulasan vagina dapat diperkirakan
periode estrus dan waktu optimal kawin.
Pejantan fertil, yang antar lain ditandai dengan kuantitas dan kualitas semen
yang baik, diperlukan untuk keberhasilan suatu perkawinan. Karakteristik anatomi
(morfologi dan biometri) organ reproduksi terutama testis pada banyak spesies telah
5
dikaitkan dengan kapasitas dan kualitas produksi semen dan level testosteron.
Dengan asumsi ukuran testis menggambarkan kandungan total tubuli seminiferi,
maka ukuran testis yang besar mempunyai kapasitas produksi dan kualitas semen
lebih baik. Fertilitas spermatozoa dapat diduga berdasarkan abnormalitas dan
biometrinya, terkait dengan daya fertilisasi dan perkembangan konseptus. Pada
aplikasi teknik IB, semen tersebut harus tetap fertil setelah diolah menjadi semen
cair atau semen beku. Karakterisasi plasma semen dilakukan dalam rangka
penyusunan media pengencer yang tepat untuk preservasi/ kriopreservasi semen.
Pengencer berbahan dasar buffer Tris dan Na-sitrat telah banyak digunakan pada
pengolahan semen berbagai hewan, termasuk kerbau dan satwaliar.
Indikator penting keberhasilan perkawinan adalah angka kebuntingan dan
kelahiran anak. Penentuan kebuntingan awal dan manajemen peripartus pada
satwaliar seringkali sulit, padahal penting dilakukan untuk menentukan manajemen
selama kebuntingan, antisipasi kelahiran, dan penyiapan perkawinan setelah partus.
Sebagai satu kesatuan alir kerangka pemikiran penelitian, hal-hal tersebut di atas
dirangkum secara skematis pada Gambar 1.
Gambar 1. Skematis alir kerangka pemikiran penelitian
6
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan
Penelitian bertujuan meningkatkan perkembangbiakan anoa di penangkaran
melalui aplikasi teknologi inseminasi buatan (IB). Tujuan tersebut dapat dirinci
sebagai berikut:
(1). Menentukan perilaku seksual, perilaku/ tanda dan siklus estrus, dan perkiraan
waktu optimal kawin,
(2). Mendapatkan teknik koleksi dan data fisiologi semen, dan mengkarakterisasi
biokimia plasma semen, serta morfologi dan biometri spermatozoa,
(3). Menghasilkan metode preservasi dan kriopreservasi semen, dan
(4). Mengkaji penerapan teknik inseminasi buatan (IB) dan diagnosa kebuntingan
menggunakan ultrasonografi (USG).
Manfaat
Keberhasilan IB pada anoa diharapkan menjadi salah satu cara meningkatkan
populasi anoa. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi usaha pelestarian
anoa melalui pengembangbiakannya di penangkaran, yaitu dengan menyediakan:
(1). Data dasar perilaku reproduksi yang meliputi perilaku/ tanda estrus, siklus
estrus, perilaku periode perkawinan, dan perkiraan periode kawin yang akurat
(2). Metode/ teknik koleksi, evaluasi, dan preservasi/kriopreservasi semen, dan
(3). Metode/ teknik aplikasi IB pada anoa di penangkaran.
Daftar Pustaka
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora
and Fauna. 2003. Appendix I. [terhubung berkala]. http://www.cites.org/. [18
Sept 2007].
[Direktorat PPA Ditjen Kehutanan] Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam
Direktorat Jenderal Kehutanan. 1978. Pedoman Satwa Langka I: Mamalia,
Reptil dan Amfibi. Bogor: Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam,
Direktorat Jenderal Kehutanan Republik Indonesia.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Recources.
2007. The IUCN Red List of Threatened Species: 2001, Categories & Criteria
(version 3.1). [terhubung berkala]. http://www.iucnredlist.org/. [8 Okto 2007].
7
Adams GP, Ratto MH, Collins CW, Bergfelt DR. 2009. Artificial Insemination in
South American Camelids and Wild Equids. Theriogenology 71: 166-175.
Basri M, Suryahadi, Toharmat T, Alikodra HS. 2008. Preferensi Pakan dan
Kebutuhan Nutrien Anoa Gunung (Bubalus quarlesi Ouwens 1910) pada
Kondisi Prabudidaya. Med Pet 31(1): 53-62.
Bowen R. 1998. Cytologic Changes Trough the Canine Estrus Cycle. [terhubung
berkala]. http://www.colostate.edu/. [6 Apr 2008].
Burton JA, Hedges S, Mustari AH. 2005a. The Taxonomic Status, Distribution and
Conservation of the Lowland Anoa (Bubalus depressicornis) and Mountain
Anoa (Bubalus quarlesi). Mammal Rev. 35(1): 25-50.
Burton JA, Mustari AH, MacDonald AA. 2005b. Status dan Rekomendasi:
Konservasi in situ Anoa (Bubalus Sp.) dan Implikasinya terhadap Konservasi
ex situ. Buletin Konservasi Alam 5(2): 35-39.
Cooke PS, Buchana DL, Lubahn DB, Cunha GR. 1998. Mechanism of Estrogen
Action: Lessons from the Estrogen Receptor-α Knockout Mouse. Biol.
Reprod. 59: 470-475.
Doi O, Komatsumoto M, Terazono M, Wada S, Akihisa N, Sakamoto H, Hamasaki
T, Yanagimoto H, Nakano K, Matsuoka K, Ito A, Kusunoki H, Nakamura T.
2000. Exfoliative Cytology in Vaginal Vestibule of Female Asian Elephants:
Relation to Circulating Progesterone Concentrations. Zool. Sci. 17: 1303-1309.
Donoghue AM, Johnson LA, Armstrong DL, Simmons LG, Wildt DE. 1993. Birth
of a Siberian Tiger Cub (Panthera tigris Altaica) Following Laparoscopic
Intrauterine Artificial Insemination. J. Zoo and Wildlife Med. 24(2): 185-189.
Flores-Miyamoto K, Clauss M, Ortmann S, Sainsbury AW. 2005. Nutrition of
Captive Lowland Anoa (Bubalus depressicornis): A Study on Ingesta Passage,
Intake, Digestibility, and a Diet Survey. Zoo Biol 24: 125-134.
Gravance CG, Casey ME, Casey PJ. 2009. Pre-freeze Bull Sperm Head
Morphometry Related to Post-thaw Fertility. Anim. Reprod. Sci. 114: 81-88.
Groves CP. 1969. Systematic of the Anoa (Mammalian, Bovidae). Beaufortia
17(223): 1-12.
Hodges JK. 1996. Determining and Manipulating Female Reproductive Parameter
Di dalam: Kleiman DG, Allen ME, Thompson KV, Lumpkin S, editor. Wild
Mammals in Captivity. Chicago, USA: The University of Chicago Pr. hlm:
418-428.
Holt WV, Pickard AR. 1999. Role of Reproductive Technologies and Genetic
Resource Banks in Animal Conservation. Rev. Reprod. 4: 143-150.
Jahja MM. 1996. The Possibility of Breeding Anoa in Captivity: An Alternative for
Corservation of The Species. Proceeding of Anoa Species (Bubalus quarlesi
and Bubalus depressicornis) Population and Habitat Viability Assessment
Workshop. Bogor, Indonesia; July 22-26, 1996.
8
Kasim K. 2002. Potensi Anoa {(Bubalus depressicornis) dan (Bubalus quarlesi)}
sebagai Alternatif Satwa Budidaya dalam Mengatasi Kepunahannya
[Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Peranian Bogor.
McKinnon J. 1981. Proposed Dumoga – Bone National Park North Sulawesi,
Indonesia. Bogor: World Wildlife Fund.
Martınez-Pastor F, Martınez F, Alvarez M, Maroto-Morales A, Garcıa-Alvarez O,
Soler AJ , Garde JJ, de Paz P, Anel L. 2009. Cryopreservation of Iberian Red
Deer (Cervus elaphus hispanicus) Spermatozoa Obtained by Electroejaculation. Theriogenology 71: 628-638.
Mitchell V, Rives N, Albert M, Peers M, Selva J, Clavier B, Escudier E, Escalier D.
2006. Outcome of ICSI with Ejaculated Spermatozoa in a Series of Men with
Distinct Ultrastructural Flagellar Abnormalities. Hum Reprod 21(8): 20652074.
Mustari AH. 1995. Population and Behaviour of Lowland Anoa (Bubalus
deprssicornis Smith) in Tanjung Amolengu Wildlife Reserve South-east
Sulawesi, Indonesia [Master’s Thesis]. Gottingen, Germany: Faculty of
Forestry Science, George August University Gottingen.
Najamuddin. 2010. Kajian Pola Reproduksi pada Kancil (Tragulus javanicus)
dalam Mendukung Pelestariannya [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Ola SI, Sanni WA, Egbunike G. 2006. Exfoliative Vaginal Cytology during the
Oestrous Cycle of West African Dwarf Goats. Reprod. Nutr. Dev. 46: 87-95.
Pujaningsih RI, Sutrisno CI, Ondho YS, Malik A. 2008. Study on Anoa’s Preference
to Feed Form under Ex Situ Conservation. Animal Production 12(3): 150-155.
Purwantara B. 2003. Filogeni, Ekologi, Variasi Genetika, dan Reproduksi Anoa
(Famili Bovidae) di Wilayah Sulawesi Tenggara. Laporan Riset Unggulan
Terpadu IX. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Institut Pertanian Bogor.
Rahman AM. 2001. Studi Morfologi dan Ekologi Anoa Dataran Rendah (Bubalus
{Anoa} depressicornis, Smith 1827) di Wilayah Hutan Pinogu, Gorontalo,
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [Skripsi]. Bogor: Departemen
Biologi Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Schreiber A, Notzold G, Held M. 1993. Molecular and Chromosomal Evaluation in
Anoas (Bovidae: Bubalus spec.). Zeitschrift fur Zoologische Systematik und
Evolutionsforschung 31(1): 64-79.
Singh TI, Mohanty BN, Mohanty DN, Ray SKH. 1994. Effects of Extenders on the
Freezability of Buffalo Semen. Indian Vet. J. 71: 508-509.
9
TINJAUAN PUSTAKA
Anoa dan Karakteristiknya
Diskripsi Umum
Anoa merupakan salah satu satwa endemik Indonesia, yaitu merupakan salah
satu diantara 79 hewan endemik di pulau Sulawesi (Kasim 2002). Anoa termasuk ke
dalam ordo Artiodactyla, famili Bovidae, subfamili Bovinae, dan genus Bubalus
(Tabel 1) (Walker 1964; Williamson & Payne 1978). Sebenarnya, nomenklatur anoa
masih belum disepakati secara utuh oleh para peneliti. Dolan (1964) menyebutkan
anoa merupakan spesies tersendiri dengan tiga subspesies, yaitu Bubalus (Anoa)
depressicornis depressicornis (anoa dataran rendah), B. (A.) d. fergusoni (anoa
pegunungan), dan B. (A.) d. quarlesi (anoa Quaerle’s). Sebagai ilustrasi, Tanaka et
al. (1996) menyebutkan terdapat 4 spesies dari kelompok Bovini, yaitu kerbau asia
(Bubalus bubalis), anoa dataran rendah (B. (A.) depressicornis Smith, 1827), anoa
pegunungan (B. (A.) quarlesi Ouwens, 1910), dan tamaraw (B. mindorensis) satwa
endemik di pulau Mindoro (Filipina). Penamaan yang valid untuk anoa hingga
sekarang adalah Bubalus (Anoa) depressicornis (anoa dataran rendah) dan Bubalus
(Anoa) quarlesi (anoa pegunungan) (Burton et al. 2005a).
Kedua jenis anoa mempunyai bentuk badan dan ciri morfologi mirip dengan
kerbau, tetapi dengan ukuran tubuh lebih kecil (Kasim 2002). Oleh karena itu, anoa
sering disebut kerbau kerdil/cebol (Kasim 2002) atau dwarf buffalo dari Sulawesi
(Groves 1969). Beberapa ciri morfologi tersebut antara lain sayatan melintang
tanduk segitiga (triangular) dengan sisi bagian dalam tajam, langit-langit rongga
mulut (palate) tebal, tulang frontal sangat konveks, rambut jarang pada yang dewasa
dan di daerah leher mengarah ke depan, kuku teracak (hoof) lebar, badan membulat
dengan garis punggung hampir rata, dan sedikit punuk pada daerah torak bagian atas
(Groves 1969). Ciri-ciri fisik yang membedakan anoa dataran rendah dari anoa
pegunungan antara lain ukuran tubuh, warna dan ketebalan rambut, bintik (spot)
putih pada daerah tertentu, serta bentuk dan ukuran tanduk (Tabel 2, Gambar 2).
Berdasarkan sistem perototan, kedua anoa dapat dibedakan berdasarkan
indeks kelompok urat daging baku (KUDB) bagian proksimal pelvis, distal paha
belakang, proksimal lengan, dan distal lengan, dimana pada B. quarlesi lebih tinggi
10
dibandingkan dengan B. depressicornis (Kasim 2002). Fakta tersebut menunjukkan
daya jelajah B. quarlesi di habitat aslinya lebih jauh daripada B. depressicornis. Hal
ini mungkin berkaitan dengan pola makan, dimana B. quarlesi mungkin lebih agresif
dalam pola pencarian pakan (browser) dan kondisi topografi wilayah jelajahnya.
Sedangkan berdasarkan indeks KUDB pada daerah paha-dada dan daerah leher-dada
antara B. quarlesi dan B. depressicornis adalah relatif sama. Fakta tersebut
mengindikasikan kedua anoa sebagai satwaliar sama-sama mengandalkan kekuatan
otot-otot pada daerah-daerah tersebut untuk berkelahi atau mempertahankan diri dari
pemangsa/ pemburu.
Tabel 1 Hubungan pohon evolusi Sub-famili Bovinae
Sub-famili Genus
Sub-genus
Spesies Liar
Spesies Domestikasi
Bos
Punah
Bos taurus (bangsa sapi)
Bos indicus (bangsa sapi)
Bibos
Bos (Bibos)
Bos (Bibos)
Bos (Bibos) banteng, sapi bali
Bibos frontalis (mithan)
Gaurus gaur
Bos sauveli
--
Bos
Bos poephagus
(yak liar)
Yak domestik
Bison
Bison-bison
Bison bonanus
Bison amerika
Bison eropa
Bubalus
B. arni (kerbau
daratan Asia liar)
B. depressicornis
(anoa)
B. bubalus (semua jenis kerbau
sungai dan lumpur)
B. d. depressicornis (anoa
dataran rendah), dan
B. d. quarlesi (anoa pegunungan)
Tamaraw (di Philipina)
Peophagus
Bovinae
B. mindorensis
Syncerus
Syncerus cafer
(Kerbau Afrika)
Kerbau cape
Syncerus cafer nanus (kerbau
Congo, Tanjung Pengharapan)
Sumber: Williamson & Payne (1978)
Karakterisasi anoa juga dapat dilakukan dengan analisa kromosom, misalnya
dengan teknik caryotyping. Schreiber et al. (1993) telah melakukan caryotyping
limfosit periferal dan hasilnya menunjukkan bahwa pada anoa yang secara fisik
dikelompokkan sebagai anoa dataran rendah mempunyai kromosom 2n = 47 atau 48,
sedangkan yang dikelompokkan sebagai anoa pegunungan mempunyai kromosom
11
2n = 44 atau 45. Pada hasil ini terdapat masing-masing 1 kromosom metasentrik
tidak berpasangan, baik pada anoa dataran rendah maupun anoa pegunungan.
Anoa mempunyai nama-nama lokal yang tersebar di seluruh Sulawesi, secara
umum adalah: anoa atau anoang (anoeng), sapi-utan (sapi oetan, sapi hutan), anoa
dataran rendah dan anoa gunung (masing-masing untuk lowland dan mountain anoa)
(Kasim 2002; Jahidin 2003). Beberapa nama lokal provinsi atau suku untuk anoa
antara lain adalah anuang, bandogo tutu, dan buulu tutu (Gorontalo), sapi utan, dan
soko (Sulawesi Selatan), dangko dan dangkon (Manado), langkau (Tumbulu dan
Minahasa), nuu’a (suku Kaili), lupu (suku Kulawi), ba’ulu (Dampelas), bakulu dan
soko (Bugis), anoewang matjetjo (Toraja), dan bukuyu (suku Buol) (Kasim 2002;
Jahidin 2003). Di Sulawesi Tenggara, anoa dataran rendah disebut dengan anoa atau
kadue dan anoa gunung disebut anoa perak (Jahidin 2003).
Tabel 2 Beberapa karakteristik yang membedakan anoa dataran rendah (B.
depressicornis) dan anoa pegunungan (B. quarlesi).
Karakteristik
B. depressicornis
B. quarlesi
Berat badan (kg)
Tinggi pundak (cm)
Panjang badan (cm)
Panjang kepala (♂/♀) b
Lebar kepala c
Panjang ekor (cm) (♂/♀)
Bentuk tanduk
Sampai 300
80-100
170-190
306.8/295
13.19
Sampai 150
Sampai 75
120-155
---
Panjang tanduk (♂/♀) b
Warna dan bentuk rambut
Warna kaki depan
Warna pangkal paha
Spot putih di atas kuku
Garis putih di tenggorokan
27-37/18-26 (19.8-25.8)
a
Penampang segitiga, gerigi
melingkar dekat pangkal
27-37/18-26
Dominan hitam, tipis lurus
Putih dan garis hitam
antara lutut dan kuku
Pucat, kadang putih
Ada, jelas
Sering ditemukan
Sumber: Manangsang et al. (1996),
a)
Kasim (2002),
b)
15-20/15-20 (14.6-17.8)
a
Penampang membulat,
tidak ada gerigi
15-20/relatif sama
Coklat tua-hitam, tebal
seperti wool (♀)
Seperti warna tubuh,
tidak ada garis hitam
Lebih muda, tidak putih
Putih/kuning, tidak jelas
Tidak ada
Groves (1969),
c)
Rahman (2001)
Anoa merupakan satwa yang biasa hidup soliter, berpasangan, atau dalam
kelompok kecil terdiri atas induk, anak, dan pejantan (Mustari 1995; Jahja 1996;
Kasim 2002). Kelompok kecil (4-6 ekor) kadang-kadang ditemukan di tempat
berlumut luas atau di sekitar sumber air panas (Jahja 1996). Di penangkaran,
kelompok kecil terlihat saat mencari makan atau rebahan di tanah lapang (Gambar
12
3). Anoa sering bersembunyi di semak, gua tanah, pohon tumbang, dan bebatuan
besar yang sekaligus berfungsi sebagai tempat berlindung dari hujan, panas,
predator, dan tempat istirahat (Rahman 2001). Kehidupan soliter dan menjadikan
semak sebagai sarana perlindungan diri akan memudahkan anoa dalam
menyelamatkan diri dari pemangsa/pemburu (Kasim 2002).
(a)
(b)
Gambar 2 Morfologi anoa dataran rendah (B. depressicornis) (a) dan anoa
pegunungan (B. quarlesi) (b) (gambar tengkorak: Groves 1969).
(a)
(b)
(c)
Gambar 3 Beberapa perilaku anoa di penangkaran: anoa berendam di dalam air (a);
berkelompok kecil terdiri atas induk, jantan, dan 2 anak (b) atau induk
dan 2 anak (c).
Pakan anoa secara umum adalah rumput dan hijauan lain seperti pada
Bovidae lainnya. Beberapa tanaman yang sering dimakan anoa adalah buah Ficus
Sp., Euqenia Sp., Palaquum Sp., pohon bambu muda, rotan muda, pohon pisang
muda, pohon salak, pakis, Scleria Sp., dan berbagai jenis rumput (Fadjar 1973; Jahja
1996; Mustari 1995; Basri et al. 2008). Anoa juga membutuhkan cukup mineral,
terbukti dengan kesenangannya minum dari sumber air yang mengandung belerang
13
atau air laut (Jahja 1996). Di penangkaran, anoa sering diberi pakan berbagai jenis
rumput, kangkung, bayam, ubi, kacang panjang, pisang, jagung muda, wortel, dan
daun mangga atau nangka (Fadjar 1973; Jahja 1996). Bahkan, anoa yang sudah lama
dipelihara ex situ lebih menyukai pakan terformulasi (wafer-shaped feed) dibanding
pakan segar atau pakan yang dikeringkan (Pujaningsih et al. 2008). Di Eropa, anoa
di penangkaran diberi pakan seperti colver hay, linseed cake, pelet konsentrat, beet
root, kentang, wortel, jeruk, apel, dan kubis (Flores-Miyamoto et al. 2005).
Anoa banyak menghabiskan waktunya pada siang hari untuk tiduran atau
berkubang di air atau lumpur, seperti pada Bovidae lain (Jahja 1996). Namun,
berdasarkan laporan Rahman (2001) dan Kasim (2002), anoa lebih suka berendam di
dalam genangan air yang relatif bersih, berbeda dengan kerbau lumpur yang
menyukai kubangan berlumpur. Di penangkaran, anoa lebih banyak menghabiskan
waktunya pada siang hari untuk tiduran di bawah pohon/semak, di bawah peneduh
atau berendam di dalam bak air (Farajallah 1989). Perilaku anoa di penangkaran
yang dominan adalah istirahat atau diam (33.30%), makan (15.45%), lokomosi
(12.60%), merawat tubuh (5.66%), dan minum (0.69%) (Farajallah 1989).
Habitat dan Penyebaran
Anoa ditemukan di hampir seluruh daratan Sulawesi sampai akhir abad ke19 (Groves 1969; Mustari 1995; Mustari 1996) (Gambar 4). Groves (1969)
melaporkan anoa dataran rendah banyak ditemukan di: (1) Semenanjung Sulawesi
Utara, yaitu di sekitar Minahasa, Manado, Bumbulan, Gorontalo, Likupang,
Lempias, Limbe, Lawongan dan Pangku, Paybi, dan To
SEMEN, DAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN PADA
ANOA (Bubalus Sp.) DI PENANGKARAN
JUDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan
ini
saya menyatakan
bahwa Disertasi
“Kajian
Perilaku
Reproduksi, Preservasi Semen, dan Teknik Inseminasi Buatan pada Anoa
(Bubalus Sp.) di Penangkaran” adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.
Bogor, Juli 2012
Judi
NRP B362070011
ABSTRACT
JUDI. Study of Reproductive Behavior, Semen Preservation, and Aplication of
Artificial Insemination Technique in Anoa (Bubalus Sp.) in Captivity. Under the
supervision of TUTY L. YUSUF as chairman, BAMBANG PURWANTARA,
DONDIN SAJUTHI, and MUHAMMAD AGIL as members of the Supervisory
Committee.
The anoa population is unevitably decreasing due to various reasons,
therefore anoa included in the list of endangered species by IUCN and Appendix I
by CITIES. Anoa breeding efforts in captivity has not been successful. The objectives
of the study were to determine and observe estrous cycle, semen characteristics,
sperm preservation, AI application, and partus behavior in anoa. The studies were
conducted at Ragunan Zoo Jakarta and Taman Safari Indonesia Bogor. Sexual
behaviors were observed during the daytime, and the estrous cycles were
determined. Ejaculates were collected by electroejaculation technique, and the
biometry of external reproductive organs was measured. Ejaculates were evaluated,
including the characterization of biochemical contents of the seminal plasma, and
the sperm morphology and biometry. Ejaculates were extended with Tris and Nacitrate extenders, and then stored in the temperature of 4 oC. Frozen semen was
prepared using Tris extender added with 5% glycerol. Intracervical insemination
was conducted using extended semen (100 x 106 sperm/1.0 mL). The results showed
that the female anoas exhibit the various estrous signs including restlessness,
frequent urination, vaginal mucus excretion, vulva swollen and hyperemia, and
flagging of the tail. The vaginal cytology showed that the domination of the
superficial cells was occured during estrus period. The average of estrous cycle of
anoa is 21.21±0.56 day with approximately 2 days estrous duration, and the
optimum mating is predicted at day 2 of estrus. Various semen characteristics of
anoa were observed: 1.03±0.19 mL of volume, 54.29±10.97% of motility,
245.71±87.68 x 106 mL-1 of sperm concentration, and 31.59±4.51% of sperm
abnormality. The total length of anoa sperms was 62.94±0.50 µm. The lipid, Na, Ca,
and Mg contain in the seminal plasma of male anoa were higher than the buffalo’s.
SDS-PAGE electrophoresis of seminal plasma demonstrated 10 bands (17-148
kDa). Extended semen was applicable to AI program for over 24-36 h, and post
thawing sperm motility was 26.00±9.62%. Inseminations have resulted in one
pregnancy. The first stage of partus (cervical dilatation) was characterized by the
mucus discharge, abdominal contraction, and the rupture of the amniotic
membrane; the second stage (fetal expulsion) was characterized by powerfull
abdominal contraction and fetal delivery; and the third stage (placental expulsion)
was indicated by placental delivery and the swallowing the placenta by the dam. The
duration of each stages of parturition was 6-8 h, 30-60 min, and 15-180 min. The
placental type of anoa is cotyledonaria, with the cotyledons diameter and thickness
were 2.47±0.45 and 0.62±0.12 cm. It is concluded that the sexual behavior can be
used to accurately determine the length of the estrous cycle of anoa. The semen
quality was fairly good and AI technique was applicable to anoa. The characteristic
of parturition process and placenta of anoa were comparable to the buffalo.
Keywords: Anoa, sexual behavior, semen, artificial insemination, parturition
RINGKASAN
JUDI. Kajian Perilaku Reproduksi, Preservasi Semen, dan Teknik Inseminasi
Buatan pada Anoa (Bubalus sp.) di Penangaran. Di bawah bimbingan TUTY L.
YUSUF sebagai ketua, BAMBANG PURWANTARA, DONDIN SAJUTHI, dan
MUHAMMAD AGIL sebagai anggota komisi pembimbing.
Anoa merupakan satwa endemik di pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa terdiri
atas dua spesies, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis Smith, 1827)
dan anoa pegunungan (B. quarlesi Ouwen, 1910). Populasi anoa terus berkurang dan
pengembangbiakannya di penangkaran belum berhasil, sehingga dimasukkan dalam
endangered species oleh IUCN dan Appendix I oleh CITES. Anoa dilindungi
berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Penyebab penurunan populasi anoa di alam adalah karena perburuan
liar dan rusaknya hutan habitat alaminya. Sedangkan sifat anoa yang soliter, liar, dan
cenderung monogami, serta terbatasnya informasi tetang biologi reproduksi menjadi
kendala pengembangbiakannya di penangkaran. Hal-hal tersebut mendorong
aplikasi teknik inseminasi buatan (IB) pada pengembangbiakan anoa di
penangkaran. Keberhasilan teknik IB bergantung kepada kualitas semen, kesuburan
betina, waktu dan teknik pelaksanaan, serta pengendalian hewan. Oleh karena itu,
perilaku seksual, perkiraan waktu optimal kawin, teknik pembiusan, teknik koleksi
dan pengolahan semen, teknik dan dosis inseminasi, serta perilaku partus pada anoa
perlu dipelajari.
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi perilaku reproduksi, menentukan
siklus estrus dan waktu optimal kawin, mengetahui karakteristik semen termasuk
spermatozoa dan plasma semen, mengkaji teknik preservasi/ kriopreservasi semen
dan penerapan teknologi IB, serta mengkarakterisasi perilaku partus anoa di
penangkaran. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi usaha perbanyakan dan
pelestarian anoa melalui pengembangbiakannya di penangkaran (ex situ).
Penelitian yang telah dilakukan dalam rangka mengkaji aplikasi teknik IB
pada anoa di penangkaran, yaitu: (1) Kajian Perilaku Reproduksi dan Penentuan
Siklus Estrus pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran, (2) Anatomi Organ
Reproduksi Luar Anoa (Bubalus Sp.) Jantan dan Karakteristik Semen Hasil
Elektroejakulasi, (3) Preservasi Semen Hasil Elektroejakulasi dan Aplikasi Teknik
IB pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran, dan (4) Karakteristik Proses Kelahiran
pada Anoa di Penangkaran dan Gambaran Plasentanya. Penelitian dilakukan di
Taman Margasatwa Ragunan Jakarta, Taman Safari Indonesia Bogor, serta Bagian
Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB, mulai Agustus 2006 sampai Desember 2011.
Pada penelitian tentang “Kajian Perilaku Reproduksi dan Penentuan Siklus
Estrus pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran” dilakukan pengamatan perilaku
seksual (estrus) anoa, baik yang dikandangkan berpasangan maupun individu.
Pengamatan dilakukan pada pagi (pukul 08.00-11.00 wib) dan siang (pukul 13.0016.00 Wib) hari, dengan total pengamatan 4 636 jam. Juga dilakukan sitologi ulasan
vagina dengan pewarnaan Giemsa untuk mengkonfirmasi fase estrus dan perkiraan
waktu optimal kawin. Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku/ tanda estrus pada
anoa adalah gelisah (banyak melangkah), sering urinasi, keluar lendir dari vulva,
perubahan pada vulva (bengkak, merah, dan basah), serta mengangkat dan
mengibaskan ekor. Ketika betina estrus dipasangkan dengan jantan, betina
menghindar dengan cara lari, rebah telungkup atau menyerang jantan. Perilaku
seksual anoa jantan yang dipasangkan dengan betina adalah memperlihatkan
flehmen, menciumi dan menjilati betina pada daerah kepala-leher dan perineal,
ereksi penis, dan mencoba mounting. Sedangkan ketika ada betina estrus pada
kandang sebelah, jantan berusaha mendekati, memanggil-manggil, dan mengikuti
betina. Aplikasi teknik sitologi ulasan vagina memperoleh hasil gambaran epitel
yang berubah secara bertahap mengikuti siklus estrus, tetapi dominasi sel superfisial
pada fase estrus di bawah 70%. Anoa termasuk hewan yang bersiklus estrus
sepanjang tahun, dengan panjang siklus 21.21±0.56 (16-31) hari (berdasarkan
perilaku seksual) atau 22-23 hari (sitologi ulasan vagina). Lama estrus pada anoa
adalah 2 hari, dan waktu optimal kawin diperkirakan pada hari ke-2 estrus. Dapat
disimpulkan bahwa perilaku seksual dan sitologi ulasan vagina dapat diandalkan
untuk menentukan siklus estrus dan waktu optimal kawin pada anoa.
Pada penelitian tentang “Anatomi Organ Reproduksi Luar Anoa (Bubalus
Sp.) Jantan dan Karakteristik Semen Hasil Elektroejakulasi” dilakukan karakterisasi
anatomi organ reproduksi luar jantan, koleksi semen menggunakan
elektroejakulator, dan karakterisasi semen. Elektroejakulator yang digunakan
berstimulator AC 100 Hz, probes dengan 4 elektroda melingkar, dan tegangan 3-12
V. Semen dikarakterisasi makroskopik dan mikroskopik, kandungan kimiawi plasma
semen, serta morfologi dan biometri spermatozoa. Karakterisasi mofologi dan
biometri spermatozoa dilakukan dengan pewarnaan metode Williams. Diperoleh
hasil bahwa panjang dan diameter testikuler anoa berkisar 3.0-6.0 dan 1.7-3.5 cm,
dan dimensi organ reproduksi bertambah besar sejalan dengan umur. Semen anoa
mempunyai volume 1.03±0.19 mL, motilitas 54.29±10.97%, persentase hidup
72.43±6.29%, konsentrasi 245.71±87.68 x 106 sel mL-1, dan abnormalitas
spermatozoa 31.59±4.51%. Plasma semen anoa mengandung lipid total, Na, Ca, dan
Mg lebih tinggi, tetapi protein total, K, dan Cl lebih rendah dibandingkan semen
kerbau. Karakterisasi protein plasma semen dengan metode SDS-PAGE menemukan
10 pita (berkisar 17-148 kDa), dan pita-pita 17-35 kDa dominan. Panjang dan lebar
kepala spermatozoa anoa berkisar 7.45±0.13 dan 4.43±0.00 µm, dengan panjang
total 62.94±0.50 µm. Dapat disimpulkan bahwa kualitas ejakulat anoa hasil
elektroejakulasi cukup bagus dengan karakteristik semen khas dan layak diproses
menjadi semen cair dan semen beku.
Pada penelitian tentang “Preservasi Semen Hasil Elektroejakulasi dan
Aplikasi Teknik IB pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran” dilakukan koleksi
semen menggunakan elektroejakulator dan pengolahan semen menjadi semen cair
dalam pengencer Tris-kuning telur (Tris) dan Na sitrat-kuning telur (Na-sitrat), serta
semen beku dalam pengencer Tris+gliserol 5%. Semen cair disimpan pada suhu 4 oC
dan dievaluasi motilitas dan persentase hidup setiap 12 jam. Semen beku diproses
dalam kemasan ministraw (0.25 mL) dan disimpan dalam N2 cair. Inseminasi
intraservikal dilakukan menggunakan semen cair dalam pengencer Tris (100 x 106
sel/1.0 mL) pada betina-betina yang diinduksi estrus menggunakan kombinasi PGF2α+PMSG. Konfirmasi kebuntingan dilakukan menggunakan USG, dengan probe
linear 7.5 MHz secara transrektal. Diperoleh hasil bahwa kedua pengencer Tris dan
Na-sitrat mampu mempertahankan kualitas semen cair pada penyimpanan 4oC.
Semen cair dalam kedua pengencer layak diaplikasikan untuk IB sampai 24 jam
(Na-sitrat, motilitas 40.00±7.07%) atau 36 jam (Tris, motilitas 42.00±5.70%).
Motilitas spermatozoa semen beku pasca thawing masih cukup rendah,
26.00±9.62%. Induksi estrus menggunakan PGF2α+PMSG mampu memicu
pemunculan estrus semua betina pada 2-3 hari setelah pemberian PGF2α. Aplikasi
IB menghasilkan kebuntingan dan kelahiran 1 anak. Disimpulkan, teknik IB dapat
diaplikasikan pada anoa di penangkaran, walaupun kajian mendalam perlu dilakukan
pada pengolahan semen dan pelaksanaan IB untuk meningkatkan angka
kebuntingan.
Pada penelitian tentang “Karakteristik Proses Kelahiran pada Anoa (Bubalus
Sp.) di Penangkaran dan Gambaran Plasentanya” dilakukan pengamatan perilaku
anoa selama bunting, mendekati hingga setelah partus, dan karakteristik plasenta.
Perilaku partus dikelompokkan dalam tahap 1 partus (pembukaan serviks), tahap 2
(pengeluaran fetus), dan tahap 3 (pengeluaran plasenta). Plasenta anoa
dikarakterisasi secara makroskopik dan mikroskopik (histologik) dengan pewarnaan
hematoksilin-eosin dan dibandingkan dengan kotiledon kerbau lumpur. Diperoleh
hasil bahwa periode kebuntingan pada anoa adalah 318.50±7.78 (313-324) hari.
Pada sekitar 6 bulan umur kebuntungan, keluar sesekali sedikit lendir kecokelatan
dari vulva, dan sekitar 2 bulan menjelang partus keluar lendir lebih sering serta
pembengkakan ambing-puting dan vulva. Sekitar 1 minggu menjelang partus, lendir
keluar lebih banyak dan induk sering rebahan miring. Tahap 1 partus ditandai oleh
pengeluaran lendir kecokelatan, kontraksi abdominal, serta kantong amnion
tersembul dan pecah. Tahap 2 partus ditandai oleh kontraksi abdominal sangat kuatcepat dan pengeluaran fetus. Tahap 3 partus ditandai oleh pengeluaran plasenta dan
induk memakan plasenta. Lama tahap 1, tahap 2, dan tahap 3 partus secara berurutan
adalah 6-8 jam, 30-60 menit, 15-180 menit. Plasenta anoa bertipe kotiledonaria
dengan diameter dan tebal kotiledon sekitar 2.47±0.45 dan 0.62±0.12 cm, serta
memiliki vili-vili pendek dan percabangan sederhana. Tahapan partus dan
karakteristik plasenta anoa adalah mirip dengan pada kerbau, tetapi pengeluaran
fetus terjadi pada posisi induk berdiri dan induk masih mempunyai insting liar
dengan memakan plasenta.
Keywords: Anoa, perilaku seksual, semen, inseminasi buatan, kelahiran
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa menyantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN PERILAKU REPRODUKSI, PRESERVASI SEMEN,
DAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN PADA
ANOA (Bubalus Sp.) DI PENANGKARAN
JUDI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor Pada
Program Studi Biologi Reporoduksi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi
Pada Ujian Tertutup
: Kamis, 21 Juni 2012
Pukul 10.00 – 13.00 Wib
1). Prof. Dr. dra. Iis Arifiantini, M.Si
(Guru besar pada Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB)
2). Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, Sp.MP, M.Sc
(Lektor pada Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB)
Penguji Luar Komisi
Pada Ujian Terbuka
: Kamis, 12 Juli 2012
Pukul 09.00 – 12.00 Wib
1). Dr. Ir. Novianto Bambang Wawandono, M.Si
(Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, Kementerian
Kehutanan RI)
2). Prof. Dr. drh. Iman Supriatna
(Guru Besar pada Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB)
Judul Disertasi
Nama
NRP
: Kajian Perilaku Reproduksi, Preservasi Semen, dan Teknik
Inseminasi Buatan pada Anoa (Bubalus Sp.) di
Penangkaran
: Judi
: B362070011
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh. Tuty L. Yusuf, MS
(Ketua)
Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc
(Anggota)
Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.ST, Ph.D
(Anggota)
Dr. drh. Muhammad Agil, M.Sc.Agr.
(Anggota)
Diketahui,
Ketua Program Studi/Mayor
Biologi Reproduksi
Dekan
Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. drh. M. Agus Setiadi
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: ………………
Tanggal Lulus: ………………
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi berjudul “Kajian Perilaku
Reproduksi, Preservasi Semen, dan Teknik Inseminasi Buatan pada Anoa
(Bubalus Sp.) di Penangkaran” dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai
salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Program Doktor pada Program Studi/
Mayor Biologi Reproduksi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Disertasi ini memuat hasil penelitian yang dilakukan pada Agustus 2006
sampai Desember 2011. Penelitian dilaksanakan di Taman Margasatwa Ragunan
(Jakarta), Taman Safari Indonesia Bogor (Jawa Barat), serta Bagian Reproduksi dan
Kebidanan Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor. Disertasi ini terdiri atas empat kajian utama yang
tersusun dalam empat bab, dan sebagian telah dipublikasikan pada jurnal ilmiah
nasional terakreditasi, yaitu:
1). Biometri Organ Reproduksi Bagian Luar Jantan dan Karakteristik Ejakulat Anoa
(Bubalus Sp.) yang Dikoleksi Menggunakan Elektroejakulator. Media
Peternakan, 2009, 32(1): 1-11.
2). Morfologi dan Biometri Spermatozoa Anoa (Bubalus Sp.) yang Diwarnai dengan
Pewarna William’s dan Eosin-Negrosin. Media Peternakan, 2010, 33(2): 88-94.
3). Karakteristik Plasma Semen dan Keberhasilan Kriopreservasi Semen Anoa
(Bubalus Sp.) yang Dikoleksi Menggunakan Elektroejakulator. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner, 2011, 16(1): 40-47.
4). Successful Intraservical Insemination and Characteristics of Parturition
Behavior in Anoa (Bubalus Sp.) in Captivity. Media Peternakan, 2012,
Accepted.
Selama penelitian hingga selesainya penulisan disertasi ini penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih yang tulus. Terutama, penulis berterima kasih kepada Komisi Pembimbing:
Prof. Dr. drh. Tuty L. Yusuf, M.S sebagai ketua, serta Dr. drh. Bambang
Purwantara, M.Sc, Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.ST, PhD, dan Dr. drh. Muhammad
Agil, MSc.Agr masing-masing sebagai anggota atas bimbingan yang diberikan
selama ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. dra. Iis Arifiantini, MSi
dan Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, Sp.MP, M.Sc sebagai dosen penguji serta drh.
Agus Setiyono, MS, Ph.D sebagai pimpinan sidang pada Ujian Tertutup, yang telah
memberikan masukan dan telaahan untuk perbaikan disertasi. Selanjutnya, penulis
menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Novianto bambang Wawandono, M.Si
dan Prof. Dr. drh. Iman Supriatna sebagai penguji luar komisi, serta drh. Srihadi
Agungpriyono, Ph.D sebagai pimpinan sidang pada Ujian Terbuka, atas masukan
untuk perbaikan dan memperdalam ulasan dalam disertasi ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada manajemen dan karyawan Taman
Margasatwa Ragunan Jakarta dan PT Taman Safari Indonesia Bogor (Jawa Barat),
terutama tim kesehatan satwa dan keeper anoa atas kerjasamanya. Terima kasih juga
kepada seluruh dosen dan pegawai di Bagian Reproduksi dan Kebidanan, serta
dosen dan pegawai di Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB atas
semua bimbingan dan bantuan yang diberikan. Tak lupa terima kasih kepada dosen
dan pegawai di Bagian Histologi FKH IPB, Lab Mikrobiologi dan Biokimia Pusat
Penelitian Ilmu Hayati dan Bioteknolgi IPB, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pengujian Pascapanen Kementerian Pertanian (Bogor), dan Pusat
Penelitian Biologi LIPI (Cibinong) atas bantuannya. Penulis berterima kasih kepada
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas beasiswa BPPS tahun 2007 dan
Hibah Penelitian Disertasi Doktor tahun 2011. Terima kasih juga kepada mahasiswa
program sarjana FKH IPB (Aditya) dan seluruh mahasiswa program magister dan
doktor Biologi Reproduksi dan SPs IPB atas bantuan dan kerjasamanya.
Terakhir, penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada isteri Yuli
Astuti, SP dan putera-puteri tersayang Fajrina Rizqi Riyadi, Farhan Ahmad Riyadi,
dan Faiza Khoirunnisa Riyadi, keluarga besar Slamet Riyadi, Keluarga Besar
Soekirno, serta seluruh keluarga dan teman yang senantiasa memberikan doa dan
pengertian kepada penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa isi disertasi ini masih jauh dari sempurna. Namun,
penulis berharap karya kecil ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya.
Bogor, Juli 2012
Judi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 6 Februari 1974.
Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Slamet
Riyadi dan Ibu Sarinah. Pada tahun 2003 penulis menikah dengan Yuli Astuti, SP
dan dikaruniai tiga anak, yaitu Fajrina Rizqi Riyadi, Farhan Ahmad Riyadi, dan
Faiza Khoirunnisa Riyadi.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas masing-masing di SD Negeri 01
Brati Kecamatan Kayen (tahun 1988), SMP Negeri 01 Kayen Kabupaten Pati
(1991), dan SMA Negeri 01 Pati (1994). Pendidikan Program Sarjana hingga
Program Keprofesian Dokter Hewan penulis selesaikan tahun 2000 di Fakultas
Kedokteran
Hewan
Institut
Pertanian
Bogor.
Pada
tahun
2006
penulis
menyelesaikan studi program magister pada Program Studi Biologi Reproduksi
Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB. Penulis mengikuti pendidikan Program Doktor
pada Program Studi/ Mayor Biologi Reproduksi SPs IPB tahun 2007 dengan
bantuan biaya dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak tahun 2000 penulis bekerja sebagai dosen tetap
pada Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan
Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Selama menempuh pendidikan program doktor, penulis mengikuti berbagai
kegiatan ilmiah antara lain: Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional yang
diadakan oleh DP2M Dikti bekerjasama dengan LPPM IPB (Bogor, 2009),
Workshop on Scientific Journal Writing yang diadakan oleh Perhimpunan Dokter
Hewan Indonesia (PB PDHI) (Semarang, 2010), training pada Sperm Evaluation
and Processing di Yamaguchi University (Jepang, 2011), dan Pelatihan Penulisan
Artikel Ilmiah Berbahasa Inggris yang diadakan oleh Jurnal Media Peternakan
(Bogor, 2011). Penulis juga pernah mendapatkan PDHI Award pada Konferensi
Ilmiah Veteriner XI di Semarang (Semarang, 2010) dan Media Peternakan Award
sebagai The First Winner of Scientific Paper Award Media Peternakan in 2011
(Bogor, 2011). Beberapa karya ilmiah berkaitan dengan topik disertasi telah penulis
publikasikan pada jurnal ilmiah nasional terakreditasi dan seminar nasional, yaitu:
1). Biometri Organ Reproduksi Bagian Luar Jantan dan Karakteristik Ejakulat Anoa
(Bubalus
Sp.)
yang Dikoleksi
Menggunakan
Elektroejakulator.
Media
Peternakan, 2009, 32(1): 1-11.
2). Morfologi dan Biometri Spermatozoa Anoa (Bubalus Sp.) yang Diwarnai dengan
Pewarna William’s dan Eosin-Negrosin. Media Peternakan, 2010, 33(2): 88-94.
3). Penentuan Siklus Estrus Berdasarkan Perilaku Seksual dan Gambaran Epitel
Ulasan Vagina pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran. Prosiding Seminar
Nasional “Peranan Teknologi Reproduksi Hewan dalam Rangka Swasembada
Pangan Nasional”. Bogor, 6-7 Oktober 2010. ISBN No: 978-979-493-274-2.
4). Proses Partus pada Anoa (Bubalus sp.) di Penangkaran. Prosiding Kongres
Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia XVI dan Konferensi Ilmiah Veteriner
Nasional XI. Semarang, 10-13 Oktober 2010. ISBN No: 978-602-97906-0-3.
5). Karakteristik Plasma Semen dan Keberhasilan Kriopreservasi Semen Anoa
(Bubalus Sp.) yang Dikoleksi Menggunakan Elektroejakulator. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner, 2011, 16(1): 40-47.
6). Successful Intraservical Insemination and Characteristics of Parturition
Behavior in Anoa (Bubalus Sp.) in Captivity. Media Peternakan, 2012,
Accepted.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anoa merupakan salah satu satwa endemik di pulau Sulawesi, Indonesia.
Anoa terdiri atas dua spesies, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis
Smith, 1827) dan anoa pegunungan (B. quarlesi Ouwen, 1910) (Groves 1969,
Burton et al. 2005a). Populasi anoa terus berkurang, sehingga international union
for conservation of nature and natural resources (IUCN) memasukkannya ke dalam
endangered species (IUCN 2007), dan convention on international trade of
endangered species of wild fauna and flora (CITES) memasukkannya ke dalam
Appendix I (CITES 2007). Pada tahun 2002 populasi anoa di Sulawesi diperkirakan
sekitar 3000-5000 ekor, dan cenderung terus berkurang (IUCN 2007). Kedua jenis
anoa dilindungi menurut Undang-undang tentang Perlindungan Satwaliar tahun
1931 (Direktorat PPA Ditjen Kehutanan 1978), dan UU No. 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Burton et al. 2005b).
Penyebab utama penurunan populasi anoa adalah karena perburuan liar,
habitat berkurang dan terfragmentasi karena pengalihan hutan menjadi pemukiman
dan pertanian, serta sifat anoa yang soliter, agresif, dan monogami (McKinnon 1981;
Mustari 1995; Kasim 2002; Burton et al. 2005b). Perburuan anoa oleh masyarakat
terutama adalah untuk diambil daging dan kulitnya. Populasi anoa yang semakin
berkurang dan terpisah-pisah menyebabkan anoa hidup dalam populasi-populasi
kecil (subpopulasi) sehingga menyulitkan berpasangan dan memicu perkawinan
kerabat (inbreeding). Oleh karena itu, pengembangbiakan anoa di penangkaran perlu
segera dilakukan untuk mencegah kepunahannya.
Kondisi anoa yang semakin terancam mendapat perhatian masyarakat luas
berkaitan dengan penyelamatan keaneragaman hayati. Penelitian terhadap anoa pun
banyak dilakukan untuk mendukung pelestariannya, walaupun belum menjangkau
aspek reproduksi. Beberapa penelitian yang dilakukan antara lain tentang taksonomi
(Groves 1969), morfologi dan ekologi (Rahman 2001), perilaku (Mustari 1995),
kajian penangkaran (Jahja 1996), kekerabatan (Schreiber et al. 1993), kajian sebagai
hewan budidaya (Kasim 2002), filogeni dan variasi genetik (Purwantara 2003), serta
pilihan dan kebutuhan pakan (Flores-Miyamoto et al. 2005; Basri et al. 2008;
2
Pujaningsih et al. 2008). Oleh karena itu, kajian pengembangbiakan anoa melalui
penerapan teknik perkawinan inseminasi buatan (IB) perlu segera dilakukan.
Penerapan teknik IB pada anoa membutuhkan banyak informasi tentang biologi
reproduksi secara menyeluruh, termasuk perilaku seksual, siklus estrus, teknik
koleksi dan pengolahan semen, fisiologi semen, dan teknik inseminasi.
Pengetahuan perilaku reproduksi diperlukan dalam manajemen perkawinan,
termasuk menentukan siklus estrus dan waktu optimal kawin, dan pemasangan.
Karakteristik perilaku seksual dan waktu optimal kawin pada anoa penting diketahui
karena penggabungan tidak tepat pasangan dan waktu dapat menyebabkan
penolakan dan adu fisik. Penentuan siklus estrus dan waktu optimal kawin dapat
dilakukan melalui perubahan perilaku seksual dan teknik sitologi ulasan vagina.
Teknik ulasan vagina telah diterapkan pada banyak spesies, seperti anjing, kambing,
gajah, dan kancil (Bowen 1998; Doi et al. 2000; Ola et al. 2006; Najamuddin 2010).
Kajian sitologi ulasan vagina didasarkan pada perubahan tipe sel epitel saluran
reproduksi terkait perubahan level estrogen yang memicu perubahan tipe dan
proporsi sel epitel akibat dari proliferasi dan diferensiasi sel (Cooke et al. 1998).
Pada jantan, biometri testikuler telah diketahui berkorelasi dengan kapasitas
produksi dan kualitas semen, yang ditentukan oleh luasan atau panjang tubuli
seminiferi di dalam testis. Testis dengan volume besar diasumsikan mempunyai
tubuli seminiferi lebih panjang. Sementara itu, kualitas spermatozoa dapat dievaluasi
dari morfologi dan biometrinya yang dikaitkan dengan abnormalitas dan efek
pengolahan semen (Mitchell et al. 2006; Gravance et al. 2009). Abnormalitas
spermatozoa yang tinggi dalam semen dapat menurunkan angka fertilisasi dan
kegagalan perkembangan embrio.
Ketersediaan semen siap pakai untuk inseminasi sangat mendukung
keberhasilan program IB, sehingga teknik pengolahan semen yaitu preservasi
(penyimpanan dingin) dan kriopreservasi (penyimpanan beku) sangat penting
dikembangkan. Teknik pengolahan semen yang tepat menjamin kualitas/ fertilitas
spermatozoa yang dihasilkan. Saat ini telah banyak dikembangkan jenis bahan
pengencer, dan yang cukup banyak digunakan antara lain adalah pengencer dengan
buffer Tris dan Na-sitrat (Singh et al. 1994; Martinez-Pastor et al. 2009) dengan
krioprotektan gliserol. Pengencer Tris-kuning telur berhasil mempertahankan
3
motilitas semen kerbau Murrah (Singh et al. 1994), sedangkan Tris-fruktosa dan Nasitrat-fruktosa berhasil pada beberapa semen satwaliar termasuk rusa (MartinezPastor et al. 2009).
Teknik perkawinan IB perlu terus dikaji mengingat sifat anoa yang agresif,
soliter, dan cenderung monogami akan kesulitan menemukan pasangan pada
populasi sedikit dan terfragmentasi. Penerapan teknik IB dapat menjadi solusi
karena kecenderungan kawin dengan pasangan tertentu dan tingginya inbreeding
dapat mengancam kelestarian satwa. Inbreeding diketahui berefek negatif, antara
lain penurunan kualitas reproduksi berupa tingginya kematian janin, kemandulan,
penurunan volume testis dan ejakulat; penurunan motilitas dan konsentrasi
spermatozoa; dan tingginya abnormalitas spermatozoa (Holt & Pickard 1999).
Kejadian inbreeding dapat dikurangi melalui aplikasi teknik IB, karena sistem
perkawinannya tercatat sehingga silsilah satwa dapat ditelusuri.
Keberhasilan aplikasi IB pada satwa langka telah banyak dilaporkan, antara
lain pada harimau Siberia (Donoghue et al. 1993), blackbuck (Antilope cervicapra),
giant panda (Ailuropoda melanoleuca), puma (Felis puma), oryx (Oryx dammah),
beberapa jenis rusa (Holt & Pickard 1999), serta llama dan alpaca (Adams et al.
2009). IB dapat dilakukan menggunakan semen cair atau semen beku secara intraservikal, tran-servikal, intra-uteri, atau langsung ke dalam tuba Fallopii, dan
biasanya dilakukan pada hewan teranastesi. Keberhasilan IB pada beberapa satwa
tidak lepas dari keberhasilan pengolahan semen, terutama pilihan pengencer dan
krioprotektan. Pada satu tahapan program IB, semen beku dapat disimpan sebagai
material genetik (genetic resource banks) untuk dimanfaatkan pada aplikasi
teknologi reproduksi lain, seperti fertilisasi in vitro dan transfer embrio. Oleh karena
semen beku dapat disimpan untuk waktu lama, maka dapat dimanfaatkan untuk
perkawinan antar-daerah dan antar-waktu (generasi) berjauhan tanpa memindahkan
hewan yang dapat menyebabkan stres.
Keberhasilan perkawinan dapat diketahui berdasarkan angka kebuntingan
dan kelahiran anak. Diagnosa kebuntingan awal penting dilakukan untuk
menentukan manajemen selama kebuntingan, antisipasi kelahiran, perawatan anak,
dan penyiapan perkawinan setelah partus. Kesalahan manajemen pada periode
tersebut dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan, kecacatan anak, komplikasi
4
partus, dan kematian anak dan/atau induk. Kebuntingan awal dapat didiagnosa
antara lain menggunakan ultrasonografi dan profil metabolit hormon steroid dari
feses atau urine (Hodges 1996). Pada umumnya, satwaliar mempunyai karakteristik
fisiologi-anatomi dan perilaku yang sangat beragam dan spefisik setiap spesies. Oleh
karena itu, perilaku kebuntingan dan melahirkan pada anoa penting diketahui
sebagai acuan tindakan manajemen induk dan anak untuk keberhasilan penangkaran.
Dalam rangkaian penelitian ini dilakukan beberapa kajian, yaitu:
(1). Perilaku seksual dan penentuan siklus estrus dan waktu optimal kawin,
(2). Karakterisasi organ reproduksi luar jantan dan semen hasil elektroejakulasi,
(3). Preservasi/ kriopreservasi semen hasil elektroejakulasi dan aplikasi teknik IB,
(4). Karakterisasi proses kelahiran anoa di penangkaran dan morfologi plasenta.
Kerangka Pemikiran
Fungsi reproduksi pada mamalia dipengaruhi oleh sistem neuro-endokrin
yang mengatur fungsi fisiologis sistem reproduksi. Faktor-faktor seperti genetik,
umur, kesehatan, kondisi lingkungan, manajemen, dan iklim dapat mempengaruhi
keharmonisan sistem hormon, termasuk hormon-hormon reproduksi sehingga dapat
mempengaruhi fertilitas hewan. Pada hewan betina, tingkat fertilitas tergambar dari
keteraturan siklus estrus, yang dapat diamati dari perubahan perilaku dan pada
beberapa spesies dari sitologi ulasan vagina, serta dari keberhasilan kebuntingan dan
kelahiran, sedangkan pada jantan dari libido dan kualitas semen. Pemunculan estrus
pada betina dipengaruhi oleh level estrogen yang meningkat menjelang estrus ketika
folikel dominan berkembang di ovari. Estrogen yang meningkat memicu efek-efek
estrogenik berupa pemunculan perilaku seksual, perubahan saluran reproduksi
seperti vulva (menjadi merah, bengkak, dan berlendir), serta perubahan tipe dan
proporsi sel epitel saluran reproduksi yang dapat diamati dari hasil ulasan vagina.
Berdasarkan perilaku seksual dan gambaran epitel ulasan vagina dapat diperkirakan
periode estrus dan waktu optimal kawin.
Pejantan fertil, yang antar lain ditandai dengan kuantitas dan kualitas semen
yang baik, diperlukan untuk keberhasilan suatu perkawinan. Karakteristik anatomi
(morfologi dan biometri) organ reproduksi terutama testis pada banyak spesies telah
5
dikaitkan dengan kapasitas dan kualitas produksi semen dan level testosteron.
Dengan asumsi ukuran testis menggambarkan kandungan total tubuli seminiferi,
maka ukuran testis yang besar mempunyai kapasitas produksi dan kualitas semen
lebih baik. Fertilitas spermatozoa dapat diduga berdasarkan abnormalitas dan
biometrinya, terkait dengan daya fertilisasi dan perkembangan konseptus. Pada
aplikasi teknik IB, semen tersebut harus tetap fertil setelah diolah menjadi semen
cair atau semen beku. Karakterisasi plasma semen dilakukan dalam rangka
penyusunan media pengencer yang tepat untuk preservasi/ kriopreservasi semen.
Pengencer berbahan dasar buffer Tris dan Na-sitrat telah banyak digunakan pada
pengolahan semen berbagai hewan, termasuk kerbau dan satwaliar.
Indikator penting keberhasilan perkawinan adalah angka kebuntingan dan
kelahiran anak. Penentuan kebuntingan awal dan manajemen peripartus pada
satwaliar seringkali sulit, padahal penting dilakukan untuk menentukan manajemen
selama kebuntingan, antisipasi kelahiran, dan penyiapan perkawinan setelah partus.
Sebagai satu kesatuan alir kerangka pemikiran penelitian, hal-hal tersebut di atas
dirangkum secara skematis pada Gambar 1.
Gambar 1. Skematis alir kerangka pemikiran penelitian
6
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan
Penelitian bertujuan meningkatkan perkembangbiakan anoa di penangkaran
melalui aplikasi teknologi inseminasi buatan (IB). Tujuan tersebut dapat dirinci
sebagai berikut:
(1). Menentukan perilaku seksual, perilaku/ tanda dan siklus estrus, dan perkiraan
waktu optimal kawin,
(2). Mendapatkan teknik koleksi dan data fisiologi semen, dan mengkarakterisasi
biokimia plasma semen, serta morfologi dan biometri spermatozoa,
(3). Menghasilkan metode preservasi dan kriopreservasi semen, dan
(4). Mengkaji penerapan teknik inseminasi buatan (IB) dan diagnosa kebuntingan
menggunakan ultrasonografi (USG).
Manfaat
Keberhasilan IB pada anoa diharapkan menjadi salah satu cara meningkatkan
populasi anoa. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi usaha pelestarian
anoa melalui pengembangbiakannya di penangkaran, yaitu dengan menyediakan:
(1). Data dasar perilaku reproduksi yang meliputi perilaku/ tanda estrus, siklus
estrus, perilaku periode perkawinan, dan perkiraan periode kawin yang akurat
(2). Metode/ teknik koleksi, evaluasi, dan preservasi/kriopreservasi semen, dan
(3). Metode/ teknik aplikasi IB pada anoa di penangkaran.
Daftar Pustaka
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora
and Fauna. 2003. Appendix I. [terhubung berkala]. http://www.cites.org/. [18
Sept 2007].
[Direktorat PPA Ditjen Kehutanan] Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam
Direktorat Jenderal Kehutanan. 1978. Pedoman Satwa Langka I: Mamalia,
Reptil dan Amfibi. Bogor: Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam,
Direktorat Jenderal Kehutanan Republik Indonesia.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Recources.
2007. The IUCN Red List of Threatened Species: 2001, Categories & Criteria
(version 3.1). [terhubung berkala]. http://www.iucnredlist.org/. [8 Okto 2007].
7
Adams GP, Ratto MH, Collins CW, Bergfelt DR. 2009. Artificial Insemination in
South American Camelids and Wild Equids. Theriogenology 71: 166-175.
Basri M, Suryahadi, Toharmat T, Alikodra HS. 2008. Preferensi Pakan dan
Kebutuhan Nutrien Anoa Gunung (Bubalus quarlesi Ouwens 1910) pada
Kondisi Prabudidaya. Med Pet 31(1): 53-62.
Bowen R. 1998. Cytologic Changes Trough the Canine Estrus Cycle. [terhubung
berkala]. http://www.colostate.edu/. [6 Apr 2008].
Burton JA, Hedges S, Mustari AH. 2005a. The Taxonomic Status, Distribution and
Conservation of the Lowland Anoa (Bubalus depressicornis) and Mountain
Anoa (Bubalus quarlesi). Mammal Rev. 35(1): 25-50.
Burton JA, Mustari AH, MacDonald AA. 2005b. Status dan Rekomendasi:
Konservasi in situ Anoa (Bubalus Sp.) dan Implikasinya terhadap Konservasi
ex situ. Buletin Konservasi Alam 5(2): 35-39.
Cooke PS, Buchana DL, Lubahn DB, Cunha GR. 1998. Mechanism of Estrogen
Action: Lessons from the Estrogen Receptor-α Knockout Mouse. Biol.
Reprod. 59: 470-475.
Doi O, Komatsumoto M, Terazono M, Wada S, Akihisa N, Sakamoto H, Hamasaki
T, Yanagimoto H, Nakano K, Matsuoka K, Ito A, Kusunoki H, Nakamura T.
2000. Exfoliative Cytology in Vaginal Vestibule of Female Asian Elephants:
Relation to Circulating Progesterone Concentrations. Zool. Sci. 17: 1303-1309.
Donoghue AM, Johnson LA, Armstrong DL, Simmons LG, Wildt DE. 1993. Birth
of a Siberian Tiger Cub (Panthera tigris Altaica) Following Laparoscopic
Intrauterine Artificial Insemination. J. Zoo and Wildlife Med. 24(2): 185-189.
Flores-Miyamoto K, Clauss M, Ortmann S, Sainsbury AW. 2005. Nutrition of
Captive Lowland Anoa (Bubalus depressicornis): A Study on Ingesta Passage,
Intake, Digestibility, and a Diet Survey. Zoo Biol 24: 125-134.
Gravance CG, Casey ME, Casey PJ. 2009. Pre-freeze Bull Sperm Head
Morphometry Related to Post-thaw Fertility. Anim. Reprod. Sci. 114: 81-88.
Groves CP. 1969. Systematic of the Anoa (Mammalian, Bovidae). Beaufortia
17(223): 1-12.
Hodges JK. 1996. Determining and Manipulating Female Reproductive Parameter
Di dalam: Kleiman DG, Allen ME, Thompson KV, Lumpkin S, editor. Wild
Mammals in Captivity. Chicago, USA: The University of Chicago Pr. hlm:
418-428.
Holt WV, Pickard AR. 1999. Role of Reproductive Technologies and Genetic
Resource Banks in Animal Conservation. Rev. Reprod. 4: 143-150.
Jahja MM. 1996. The Possibility of Breeding Anoa in Captivity: An Alternative for
Corservation of The Species. Proceeding of Anoa Species (Bubalus quarlesi
and Bubalus depressicornis) Population and Habitat Viability Assessment
Workshop. Bogor, Indonesia; July 22-26, 1996.
8
Kasim K. 2002. Potensi Anoa {(Bubalus depressicornis) dan (Bubalus quarlesi)}
sebagai Alternatif Satwa Budidaya dalam Mengatasi Kepunahannya
[Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Peranian Bogor.
McKinnon J. 1981. Proposed Dumoga – Bone National Park North Sulawesi,
Indonesia. Bogor: World Wildlife Fund.
Martınez-Pastor F, Martınez F, Alvarez M, Maroto-Morales A, Garcıa-Alvarez O,
Soler AJ , Garde JJ, de Paz P, Anel L. 2009. Cryopreservation of Iberian Red
Deer (Cervus elaphus hispanicus) Spermatozoa Obtained by Electroejaculation. Theriogenology 71: 628-638.
Mitchell V, Rives N, Albert M, Peers M, Selva J, Clavier B, Escudier E, Escalier D.
2006. Outcome of ICSI with Ejaculated Spermatozoa in a Series of Men with
Distinct Ultrastructural Flagellar Abnormalities. Hum Reprod 21(8): 20652074.
Mustari AH. 1995. Population and Behaviour of Lowland Anoa (Bubalus
deprssicornis Smith) in Tanjung Amolengu Wildlife Reserve South-east
Sulawesi, Indonesia [Master’s Thesis]. Gottingen, Germany: Faculty of
Forestry Science, George August University Gottingen.
Najamuddin. 2010. Kajian Pola Reproduksi pada Kancil (Tragulus javanicus)
dalam Mendukung Pelestariannya [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Ola SI, Sanni WA, Egbunike G. 2006. Exfoliative Vaginal Cytology during the
Oestrous Cycle of West African Dwarf Goats. Reprod. Nutr. Dev. 46: 87-95.
Pujaningsih RI, Sutrisno CI, Ondho YS, Malik A. 2008. Study on Anoa’s Preference
to Feed Form under Ex Situ Conservation. Animal Production 12(3): 150-155.
Purwantara B. 2003. Filogeni, Ekologi, Variasi Genetika, dan Reproduksi Anoa
(Famili Bovidae) di Wilayah Sulawesi Tenggara. Laporan Riset Unggulan
Terpadu IX. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Institut Pertanian Bogor.
Rahman AM. 2001. Studi Morfologi dan Ekologi Anoa Dataran Rendah (Bubalus
{Anoa} depressicornis, Smith 1827) di Wilayah Hutan Pinogu, Gorontalo,
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [Skripsi]. Bogor: Departemen
Biologi Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Schreiber A, Notzold G, Held M. 1993. Molecular and Chromosomal Evaluation in
Anoas (Bovidae: Bubalus spec.). Zeitschrift fur Zoologische Systematik und
Evolutionsforschung 31(1): 64-79.
Singh TI, Mohanty BN, Mohanty DN, Ray SKH. 1994. Effects of Extenders on the
Freezability of Buffalo Semen. Indian Vet. J. 71: 508-509.
9
TINJAUAN PUSTAKA
Anoa dan Karakteristiknya
Diskripsi Umum
Anoa merupakan salah satu satwa endemik Indonesia, yaitu merupakan salah
satu diantara 79 hewan endemik di pulau Sulawesi (Kasim 2002). Anoa termasuk ke
dalam ordo Artiodactyla, famili Bovidae, subfamili Bovinae, dan genus Bubalus
(Tabel 1) (Walker 1964; Williamson & Payne 1978). Sebenarnya, nomenklatur anoa
masih belum disepakati secara utuh oleh para peneliti. Dolan (1964) menyebutkan
anoa merupakan spesies tersendiri dengan tiga subspesies, yaitu Bubalus (Anoa)
depressicornis depressicornis (anoa dataran rendah), B. (A.) d. fergusoni (anoa
pegunungan), dan B. (A.) d. quarlesi (anoa Quaerle’s). Sebagai ilustrasi, Tanaka et
al. (1996) menyebutkan terdapat 4 spesies dari kelompok Bovini, yaitu kerbau asia
(Bubalus bubalis), anoa dataran rendah (B. (A.) depressicornis Smith, 1827), anoa
pegunungan (B. (A.) quarlesi Ouwens, 1910), dan tamaraw (B. mindorensis) satwa
endemik di pulau Mindoro (Filipina). Penamaan yang valid untuk anoa hingga
sekarang adalah Bubalus (Anoa) depressicornis (anoa dataran rendah) dan Bubalus
(Anoa) quarlesi (anoa pegunungan) (Burton et al. 2005a).
Kedua jenis anoa mempunyai bentuk badan dan ciri morfologi mirip dengan
kerbau, tetapi dengan ukuran tubuh lebih kecil (Kasim 2002). Oleh karena itu, anoa
sering disebut kerbau kerdil/cebol (Kasim 2002) atau dwarf buffalo dari Sulawesi
(Groves 1969). Beberapa ciri morfologi tersebut antara lain sayatan melintang
tanduk segitiga (triangular) dengan sisi bagian dalam tajam, langit-langit rongga
mulut (palate) tebal, tulang frontal sangat konveks, rambut jarang pada yang dewasa
dan di daerah leher mengarah ke depan, kuku teracak (hoof) lebar, badan membulat
dengan garis punggung hampir rata, dan sedikit punuk pada daerah torak bagian atas
(Groves 1969). Ciri-ciri fisik yang membedakan anoa dataran rendah dari anoa
pegunungan antara lain ukuran tubuh, warna dan ketebalan rambut, bintik (spot)
putih pada daerah tertentu, serta bentuk dan ukuran tanduk (Tabel 2, Gambar 2).
Berdasarkan sistem perototan, kedua anoa dapat dibedakan berdasarkan
indeks kelompok urat daging baku (KUDB) bagian proksimal pelvis, distal paha
belakang, proksimal lengan, dan distal lengan, dimana pada B. quarlesi lebih tinggi
10
dibandingkan dengan B. depressicornis (Kasim 2002). Fakta tersebut menunjukkan
daya jelajah B. quarlesi di habitat aslinya lebih jauh daripada B. depressicornis. Hal
ini mungkin berkaitan dengan pola makan, dimana B. quarlesi mungkin lebih agresif
dalam pola pencarian pakan (browser) dan kondisi topografi wilayah jelajahnya.
Sedangkan berdasarkan indeks KUDB pada daerah paha-dada dan daerah leher-dada
antara B. quarlesi dan B. depressicornis adalah relatif sama. Fakta tersebut
mengindikasikan kedua anoa sebagai satwaliar sama-sama mengandalkan kekuatan
otot-otot pada daerah-daerah tersebut untuk berkelahi atau mempertahankan diri dari
pemangsa/ pemburu.
Tabel 1 Hubungan pohon evolusi Sub-famili Bovinae
Sub-famili Genus
Sub-genus
Spesies Liar
Spesies Domestikasi
Bos
Punah
Bos taurus (bangsa sapi)
Bos indicus (bangsa sapi)
Bibos
Bos (Bibos)
Bos (Bibos)
Bos (Bibos) banteng, sapi bali
Bibos frontalis (mithan)
Gaurus gaur
Bos sauveli
--
Bos
Bos poephagus
(yak liar)
Yak domestik
Bison
Bison-bison
Bison bonanus
Bison amerika
Bison eropa
Bubalus
B. arni (kerbau
daratan Asia liar)
B. depressicornis
(anoa)
B. bubalus (semua jenis kerbau
sungai dan lumpur)
B. d. depressicornis (anoa
dataran rendah), dan
B. d. quarlesi (anoa pegunungan)
Tamaraw (di Philipina)
Peophagus
Bovinae
B. mindorensis
Syncerus
Syncerus cafer
(Kerbau Afrika)
Kerbau cape
Syncerus cafer nanus (kerbau
Congo, Tanjung Pengharapan)
Sumber: Williamson & Payne (1978)
Karakterisasi anoa juga dapat dilakukan dengan analisa kromosom, misalnya
dengan teknik caryotyping. Schreiber et al. (1993) telah melakukan caryotyping
limfosit periferal dan hasilnya menunjukkan bahwa pada anoa yang secara fisik
dikelompokkan sebagai anoa dataran rendah mempunyai kromosom 2n = 47 atau 48,
sedangkan yang dikelompokkan sebagai anoa pegunungan mempunyai kromosom
11
2n = 44 atau 45. Pada hasil ini terdapat masing-masing 1 kromosom metasentrik
tidak berpasangan, baik pada anoa dataran rendah maupun anoa pegunungan.
Anoa mempunyai nama-nama lokal yang tersebar di seluruh Sulawesi, secara
umum adalah: anoa atau anoang (anoeng), sapi-utan (sapi oetan, sapi hutan), anoa
dataran rendah dan anoa gunung (masing-masing untuk lowland dan mountain anoa)
(Kasim 2002; Jahidin 2003). Beberapa nama lokal provinsi atau suku untuk anoa
antara lain adalah anuang, bandogo tutu, dan buulu tutu (Gorontalo), sapi utan, dan
soko (Sulawesi Selatan), dangko dan dangkon (Manado), langkau (Tumbulu dan
Minahasa), nuu’a (suku Kaili), lupu (suku Kulawi), ba’ulu (Dampelas), bakulu dan
soko (Bugis), anoewang matjetjo (Toraja), dan bukuyu (suku Buol) (Kasim 2002;
Jahidin 2003). Di Sulawesi Tenggara, anoa dataran rendah disebut dengan anoa atau
kadue dan anoa gunung disebut anoa perak (Jahidin 2003).
Tabel 2 Beberapa karakteristik yang membedakan anoa dataran rendah (B.
depressicornis) dan anoa pegunungan (B. quarlesi).
Karakteristik
B. depressicornis
B. quarlesi
Berat badan (kg)
Tinggi pundak (cm)
Panjang badan (cm)
Panjang kepala (♂/♀) b
Lebar kepala c
Panjang ekor (cm) (♂/♀)
Bentuk tanduk
Sampai 300
80-100
170-190
306.8/295
13.19
Sampai 150
Sampai 75
120-155
---
Panjang tanduk (♂/♀) b
Warna dan bentuk rambut
Warna kaki depan
Warna pangkal paha
Spot putih di atas kuku
Garis putih di tenggorokan
27-37/18-26 (19.8-25.8)
a
Penampang segitiga, gerigi
melingkar dekat pangkal
27-37/18-26
Dominan hitam, tipis lurus
Putih dan garis hitam
antara lutut dan kuku
Pucat, kadang putih
Ada, jelas
Sering ditemukan
Sumber: Manangsang et al. (1996),
a)
Kasim (2002),
b)
15-20/15-20 (14.6-17.8)
a
Penampang membulat,
tidak ada gerigi
15-20/relatif sama
Coklat tua-hitam, tebal
seperti wool (♀)
Seperti warna tubuh,
tidak ada garis hitam
Lebih muda, tidak putih
Putih/kuning, tidak jelas
Tidak ada
Groves (1969),
c)
Rahman (2001)
Anoa merupakan satwa yang biasa hidup soliter, berpasangan, atau dalam
kelompok kecil terdiri atas induk, anak, dan pejantan (Mustari 1995; Jahja 1996;
Kasim 2002). Kelompok kecil (4-6 ekor) kadang-kadang ditemukan di tempat
berlumut luas atau di sekitar sumber air panas (Jahja 1996). Di penangkaran,
kelompok kecil terlihat saat mencari makan atau rebahan di tanah lapang (Gambar
12
3). Anoa sering bersembunyi di semak, gua tanah, pohon tumbang, dan bebatuan
besar yang sekaligus berfungsi sebagai tempat berlindung dari hujan, panas,
predator, dan tempat istirahat (Rahman 2001). Kehidupan soliter dan menjadikan
semak sebagai sarana perlindungan diri akan memudahkan anoa dalam
menyelamatkan diri dari pemangsa/pemburu (Kasim 2002).
(a)
(b)
Gambar 2 Morfologi anoa dataran rendah (B. depressicornis) (a) dan anoa
pegunungan (B. quarlesi) (b) (gambar tengkorak: Groves 1969).
(a)
(b)
(c)
Gambar 3 Beberapa perilaku anoa di penangkaran: anoa berendam di dalam air (a);
berkelompok kecil terdiri atas induk, jantan, dan 2 anak (b) atau induk
dan 2 anak (c).
Pakan anoa secara umum adalah rumput dan hijauan lain seperti pada
Bovidae lainnya. Beberapa tanaman yang sering dimakan anoa adalah buah Ficus
Sp., Euqenia Sp., Palaquum Sp., pohon bambu muda, rotan muda, pohon pisang
muda, pohon salak, pakis, Scleria Sp., dan berbagai jenis rumput (Fadjar 1973; Jahja
1996; Mustari 1995; Basri et al. 2008). Anoa juga membutuhkan cukup mineral,
terbukti dengan kesenangannya minum dari sumber air yang mengandung belerang
13
atau air laut (Jahja 1996). Di penangkaran, anoa sering diberi pakan berbagai jenis
rumput, kangkung, bayam, ubi, kacang panjang, pisang, jagung muda, wortel, dan
daun mangga atau nangka (Fadjar 1973; Jahja 1996). Bahkan, anoa yang sudah lama
dipelihara ex situ lebih menyukai pakan terformulasi (wafer-shaped feed) dibanding
pakan segar atau pakan yang dikeringkan (Pujaningsih et al. 2008). Di Eropa, anoa
di penangkaran diberi pakan seperti colver hay, linseed cake, pelet konsentrat, beet
root, kentang, wortel, jeruk, apel, dan kubis (Flores-Miyamoto et al. 2005).
Anoa banyak menghabiskan waktunya pada siang hari untuk tiduran atau
berkubang di air atau lumpur, seperti pada Bovidae lain (Jahja 1996). Namun,
berdasarkan laporan Rahman (2001) dan Kasim (2002), anoa lebih suka berendam di
dalam genangan air yang relatif bersih, berbeda dengan kerbau lumpur yang
menyukai kubangan berlumpur. Di penangkaran, anoa lebih banyak menghabiskan
waktunya pada siang hari untuk tiduran di bawah pohon/semak, di bawah peneduh
atau berendam di dalam bak air (Farajallah 1989). Perilaku anoa di penangkaran
yang dominan adalah istirahat atau diam (33.30%), makan (15.45%), lokomosi
(12.60%), merawat tubuh (5.66%), dan minum (0.69%) (Farajallah 1989).
Habitat dan Penyebaran
Anoa ditemukan di hampir seluruh daratan Sulawesi sampai akhir abad ke19 (Groves 1969; Mustari 1995; Mustari 1996) (Gambar 4). Groves (1969)
melaporkan anoa dataran rendah banyak ditemukan di: (1) Semenanjung Sulawesi
Utara, yaitu di sekitar Minahasa, Manado, Bumbulan, Gorontalo, Likupang,
Lempias, Limbe, Lawongan dan Pangku, Paybi, dan To