Kawin Alami dan Inseminasi Buatan pada
I.
Latar belakang
Domba merupakan salah satu ternak yang potensial untuk dikembangkan dalam
mendukung upaya swasembada daging. Beberapa keunggulan domba adalah dapat
melahirkan lebih dari satu (profilik), adaptasi tinggi terhadap lingkungan dan pakan
(Samsudewa dkk, 2006). Selain itu, pemanfaatan domba tidak hanya dari daging,
namun susu dan wool sebagai produk tambahan dapat menjadi income bagi peternak.
Pengembangan ternak domba yang baik harus diimbangi dengan angka reproduksi
yang optimal, baik dari estrus, kebuntingan, dan kelahiran. Reproduksi harus menjadi
perhatian khusus selain manajemen pakan, karena reproduksi yang langsung
berkaitan dengan angka kelahiran.
Reproduksi domba-domba betina lokal di Indonesia berlangsung sepanjang tahun,
sehingga tidak ada pengaruh musim atau iklim terhadap kegiatan reproduksi dombadomba lokal tersebut. Domba dapat diternakkan dimana saja dan dapat berkembang
biak sepanjang tahun. Untuk mendapatkan keturunan yang baik, dapat dilakukan
seleksi atau persilangan dengan diikuti program perkawinan yang terarah. Untuk
menghindari penampilan anak atau keturunan yang makin jelek, sebaiknya dihindari
perkawinan ternak yang mempunyai hubungan keluarga dekat, oleh karena itu
diperlukan catatan asal usul ternak. Ternak hasil seleksi dapat dikembangbiakkan
dengan cara Inseminasi Buatan (IB) atau dengan cara perkawinan alami. Sistem
perkawinan alami bisa dilakukan secara individu atau kelompok. Untuk system
perkawinan individu, domba-domba betina ditempatkan di kandang kelompok,
dimana pemeriksaan birahi harus dilakukan setiap hari. Dengan sistem ini akan
memberikan informasi yang lengkap terhadap fertilitas diantara domba betina
maupun pejantan, serta lamanya kebuntingan . Pada sistem perkawinan kelompok,
1
domba-domba betina ditempatkan di kandang kelompok, dan ke dalam kandang
tersebut di tempatkan satu ekor pejantan yang sudah diidentifikasi. Tatalaksana
perkawinan alami akan berhasil dengan baik apabila peternak memahami persyaratan
atau tanda tanda kapan sebaiknya mulai dilakukannya perkawinan (Layla dkk, 2006).
II.
Tinjauan pustaka
Reproduksi adalah hal yang paling penting harus diperhatikan jika tujuan beternak
untuk mengembangkan ternak tersebut. Hal yang harus di ketahui oleh para peternak
dalam pengelolaan reproduksi adalah pengaturan perkawinan yang terencana dan
tepat waktu. Dewasa kelamin, yaitu saat ternak domba memasuki masa birahi yang
pertama kali dan siap melaksanakan proses reproduksi. Fase ini dicapai pada saat
domba berumur 6-8 bulan, baik pada yang jantan maupun yang betina. Dewasa tubuh,
yaitu masa domba jantan dan betina siap untuk dikawinkan. Masa ini dicapai pada
umur 10-12 bulan pada betina dan 12 bulan pada jantan. Perkawinan akan berhasil
apabila domba betina dalam keadaan birahi (Anonim, 2001)
Birahi domba Indonesia terjadi setiap 16-17 hari sekali sepanjang tahun, berbeda
dengan domba yang hidup di Negara empat musim, mereka birahi setahun sekali pada
saat musim bunga. Usaha untuk pengembangan ternak domba di awali dengan
penyiapan betina yang subur dan sehat, serta bobotnya tidak kurang dari 19 kg. hal itu
dikarenakan agar betina ketika dewasa dan akan kawin kondisi tubuh dan
reproduksinya siap untuk menerima kebuntingan. Selanjutnya adalah penyiapan
pejantan yang sehat dan subur, organ reproduksi normal, dan fisiknya kuat.
Ovulasi umumnya terjadi di dekat akhir periode estrus (24 jam setelah birahi). Sel
telur akan memasuki saluran tuba, dan secara bertahap (72-96 jam setelah ovulasi)
akan memasuki rahim. Estrus sesuai dengan waktu optimal untuk kawin,
memungkinkan untuk waktu perjalanan sperma dan telur ke saluran tuba. Pembuahan
2
telur oleh sperma umumnya terjadi ketika telur di tuba falopi. Telur mampu dibuahi
sekitar 10 sampai 25 jam setelah ovulasi. Seperti domba-domba sering mengalami
kelahiran kembar, lebih dari satu telur dapat dilepaskan selama estrus dalam periode
yang sama. Meskipun tidak semua ovum (telur) yang dikeluarkan akan dibuahi, ada
kemungkinan lebih besar ,beberapa kehamilan jika tingkat ovulasi tinggi. Tingkat
ovulasi tergantung pada:
1. Genetik : Sebagian besar keturunan (persilangan) rata-rata 1,5 ovum / estrus.
Beberapa sangat produktif, seperti Finnsheep, rata-rata 3 butir ovum / estrus.
2. Umur: tingkat Ovulasi cenderung meningkat dengan usia, usia maksimum
pada 3 sampai 6 tahun, dan umumnya terjadi penurunan kualits pada domba
betina tua.
3. Gizi.
Betina yang normal masa birahinya bersiklus setiap 15-17 hari. Satukan pejantan
yang telah disiapkan dengan betina yang juga telah disiapkan selama 2 siklus birahi.
Pada hari pertama penyatuan antara betina dan pejantan ini, biasanya pejantan sangat
agresif mengejar betina. Sementara biasanya betina belum ada yang birahi. Biarkan
saja hal tersebut terjadi. Biasanya pada hari ketiga betina mulai tampak ada yang
birahi dan mengejar-ngejar pejantan. Setelah anak disapih dari induknya, ternak
betina ini perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas pakannya. Hal ini perlu dilakukan
untuk mempersiapkan induk-induk ini untuk dikawinkan kembali.
Seperti pada
musim perkawinan yang lalu betina-betina ini kembali dikelompokan dalam satu
kelompok termasuk betina-betina yang gagal bunting pada musim perkawinan yang
lalu. Setelah dua minggu dalam kondisi pakan istimewa ini
masukan pejantan
biarkan selama 2 siklus birahi (34 hari). Demikian kegiatan ini dilakukan berulang
seperti yang telah dilakukan pada musim perkawinan yang lalu (Inounu, 2006).
3
Karena masa birahi terjadi hanya beberapa saat, yaitu sewaktu hormone estrogen
mencapai puncaknya, berkisar hanya 24-48 jam, dan terjadinya birahi berikutnya
sekitar 11-19 hari, maka untuk mempermudah tatalaksana perkawinan, sebaiknya
pejantan dicampur dengan sekelompok betina selama 42 hari, sehingga bila ada
betina yang birahi, dapat langsung dikawini (Layla dkk, 2006).
Gambar 1. Kawin alami domba
Selain kawin alami, domba juga dapat diterapkan inseminasi buatan. Biasanya,
insminasi buatan memiliki tujuan untuk mengefisiensikan semen beku dari pejantan
domba unggul. Semen yang telah dikoleksi, harus dikelola sedemikian rupa meliputi
penampungan, pengenceran dan penyimpanan. Cara penampungan semen yang
terbaik dengan menggunakan vagina buatan. Sekali penampungandapat dikumpulkan
dari 2-3 kali ejakulasi. Volume semen setiap ejakulasi sekitar 0,3-1,2 ml. kepadatan
spermatozoa yang aman untuk keberhasilan IB sekitar 100-200 juta/ml. sedangkan
kepadatan spermatozoa semen domba per ejakulasi berkisar 2-4,5 milyar/ml. maka
pengenceran dapat dilakukan 10-15 kali dan dosis inseminasi 0,25-0,5 ml. semen
yang telah dicampur dengan pengencer apabila digunakan dalam waktu pendek (45hari) dapat disimpan pada suhu 4-7°C atau ke dalam straw guna penyimpanan pada
suhu -192°C dalam nitrogen cair untuk dibekukan. Saat teknik inseminasi buatan,
deposisi semen yang paling baik adalah di uterus, dengan menggunakan spikulum
vaginoscope dimasukkan ke dalam vagina dioles dengan vaselin steril, IB dilakukan
4
dengan memasukkan cateter dari tabung penyemprot semen, semen disemprotkan
secara perlahan, jika menggunakan semen beku alat penyemprot dapat menggunakan
gun IB seperti pada sapi (Anonim, 2012). Teknik IB dengan semen cair memang lebih
sederhana, tidak memerlukan perlakuan dan peralatan khusus. Cara ini terbilang
sangat praktis diterapkan pada peternakan yang memiliki bibit unggul dengan jumlah
populasi ternak betina mencapai 50 ekor atau lebih. Setiap kali melakukan kawin
suntik, 12-20 ekor betina bisa memperoleh pelayanan secara bersamaan di waktu
yang sama.
III.
Gambar 2. IB pada domba
Kesimpulan
Pada dasarnya perkawinan alami maupun IB memiliki keuntungan dan
kekurangan masing-masing. Praktek kawin alami pada domba lebih sering
dipraktekkan daripada inseminasi buatan, karena lokasi deposisi semen yang kecil
dan cukup sulit untuk diamati kepastian perkembangan siklus di ovarium
menyebabkan IB pada domba memiliki tingkat keberhasilan yang tidak terlalu tinggi.
Perkawinan alami lebih sering dilakukan karena sifat alamiah pejantan yang dapat
5
mengetahui masa tepat untuk kawin, namun kekurangannya semen yang
diejakulasikan hanya akan terpakai pada satu betina. Sedangkan IB, meskipun
keberhasilan kawin tidak terlalu tinggi, namun efisiensi semen yang diejakulasikan
dapat dipakai untuk membuahi banyak betina dengan metode pengenceran dan
pembekuan. Ada bentuk semen segar yang telah diencerkan, dan ada pula bentuk
semen beku yang disimpan di dalam straw pada nitrogen cair.
IV.
Daftar pustaka
Anonim. 2001. Budidaya Ternak Domba. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?
mnu=6&ttg=4&doc=4a7. Diakses pada tanggal 27 September 2013.
Anonim. 2012. Apa dan Bagaimana Kawin Suntik pada Domba dan Kambing.
http://www.livestockreview.com. Diakses pada tanggal 20 September 2013.
Anonim. 2012. Inseminasi Buatan pada Kambing atau Domba. Teknologi Balitnak:
Bogor.
Inounu, I. 2006. Penyerentakan Birahi pada Domba untuk Meningkatkan Efisiensi
Manajemen Perkawinan. Puslitbang Peternakan Bogor: Bogor.
Layla, Z. Aminah, S. Suharto. 2006. Tata Laksana Perkawinan Alami Domba Garut.
Balai Penelitian Ternak Bogor: Bogor.
Samsudewa, D. Purbowati, E. 2006. Ukuran Organ Reproduksi Domba Lokal Jantan
pada Umur yang Berbeda. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro:
Semarang.
6
Latar belakang
Domba merupakan salah satu ternak yang potensial untuk dikembangkan dalam
mendukung upaya swasembada daging. Beberapa keunggulan domba adalah dapat
melahirkan lebih dari satu (profilik), adaptasi tinggi terhadap lingkungan dan pakan
(Samsudewa dkk, 2006). Selain itu, pemanfaatan domba tidak hanya dari daging,
namun susu dan wool sebagai produk tambahan dapat menjadi income bagi peternak.
Pengembangan ternak domba yang baik harus diimbangi dengan angka reproduksi
yang optimal, baik dari estrus, kebuntingan, dan kelahiran. Reproduksi harus menjadi
perhatian khusus selain manajemen pakan, karena reproduksi yang langsung
berkaitan dengan angka kelahiran.
Reproduksi domba-domba betina lokal di Indonesia berlangsung sepanjang tahun,
sehingga tidak ada pengaruh musim atau iklim terhadap kegiatan reproduksi dombadomba lokal tersebut. Domba dapat diternakkan dimana saja dan dapat berkembang
biak sepanjang tahun. Untuk mendapatkan keturunan yang baik, dapat dilakukan
seleksi atau persilangan dengan diikuti program perkawinan yang terarah. Untuk
menghindari penampilan anak atau keturunan yang makin jelek, sebaiknya dihindari
perkawinan ternak yang mempunyai hubungan keluarga dekat, oleh karena itu
diperlukan catatan asal usul ternak. Ternak hasil seleksi dapat dikembangbiakkan
dengan cara Inseminasi Buatan (IB) atau dengan cara perkawinan alami. Sistem
perkawinan alami bisa dilakukan secara individu atau kelompok. Untuk system
perkawinan individu, domba-domba betina ditempatkan di kandang kelompok,
dimana pemeriksaan birahi harus dilakukan setiap hari. Dengan sistem ini akan
memberikan informasi yang lengkap terhadap fertilitas diantara domba betina
maupun pejantan, serta lamanya kebuntingan . Pada sistem perkawinan kelompok,
1
domba-domba betina ditempatkan di kandang kelompok, dan ke dalam kandang
tersebut di tempatkan satu ekor pejantan yang sudah diidentifikasi. Tatalaksana
perkawinan alami akan berhasil dengan baik apabila peternak memahami persyaratan
atau tanda tanda kapan sebaiknya mulai dilakukannya perkawinan (Layla dkk, 2006).
II.
Tinjauan pustaka
Reproduksi adalah hal yang paling penting harus diperhatikan jika tujuan beternak
untuk mengembangkan ternak tersebut. Hal yang harus di ketahui oleh para peternak
dalam pengelolaan reproduksi adalah pengaturan perkawinan yang terencana dan
tepat waktu. Dewasa kelamin, yaitu saat ternak domba memasuki masa birahi yang
pertama kali dan siap melaksanakan proses reproduksi. Fase ini dicapai pada saat
domba berumur 6-8 bulan, baik pada yang jantan maupun yang betina. Dewasa tubuh,
yaitu masa domba jantan dan betina siap untuk dikawinkan. Masa ini dicapai pada
umur 10-12 bulan pada betina dan 12 bulan pada jantan. Perkawinan akan berhasil
apabila domba betina dalam keadaan birahi (Anonim, 2001)
Birahi domba Indonesia terjadi setiap 16-17 hari sekali sepanjang tahun, berbeda
dengan domba yang hidup di Negara empat musim, mereka birahi setahun sekali pada
saat musim bunga. Usaha untuk pengembangan ternak domba di awali dengan
penyiapan betina yang subur dan sehat, serta bobotnya tidak kurang dari 19 kg. hal itu
dikarenakan agar betina ketika dewasa dan akan kawin kondisi tubuh dan
reproduksinya siap untuk menerima kebuntingan. Selanjutnya adalah penyiapan
pejantan yang sehat dan subur, organ reproduksi normal, dan fisiknya kuat.
Ovulasi umumnya terjadi di dekat akhir periode estrus (24 jam setelah birahi). Sel
telur akan memasuki saluran tuba, dan secara bertahap (72-96 jam setelah ovulasi)
akan memasuki rahim. Estrus sesuai dengan waktu optimal untuk kawin,
memungkinkan untuk waktu perjalanan sperma dan telur ke saluran tuba. Pembuahan
2
telur oleh sperma umumnya terjadi ketika telur di tuba falopi. Telur mampu dibuahi
sekitar 10 sampai 25 jam setelah ovulasi. Seperti domba-domba sering mengalami
kelahiran kembar, lebih dari satu telur dapat dilepaskan selama estrus dalam periode
yang sama. Meskipun tidak semua ovum (telur) yang dikeluarkan akan dibuahi, ada
kemungkinan lebih besar ,beberapa kehamilan jika tingkat ovulasi tinggi. Tingkat
ovulasi tergantung pada:
1. Genetik : Sebagian besar keturunan (persilangan) rata-rata 1,5 ovum / estrus.
Beberapa sangat produktif, seperti Finnsheep, rata-rata 3 butir ovum / estrus.
2. Umur: tingkat Ovulasi cenderung meningkat dengan usia, usia maksimum
pada 3 sampai 6 tahun, dan umumnya terjadi penurunan kualits pada domba
betina tua.
3. Gizi.
Betina yang normal masa birahinya bersiklus setiap 15-17 hari. Satukan pejantan
yang telah disiapkan dengan betina yang juga telah disiapkan selama 2 siklus birahi.
Pada hari pertama penyatuan antara betina dan pejantan ini, biasanya pejantan sangat
agresif mengejar betina. Sementara biasanya betina belum ada yang birahi. Biarkan
saja hal tersebut terjadi. Biasanya pada hari ketiga betina mulai tampak ada yang
birahi dan mengejar-ngejar pejantan. Setelah anak disapih dari induknya, ternak
betina ini perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas pakannya. Hal ini perlu dilakukan
untuk mempersiapkan induk-induk ini untuk dikawinkan kembali.
Seperti pada
musim perkawinan yang lalu betina-betina ini kembali dikelompokan dalam satu
kelompok termasuk betina-betina yang gagal bunting pada musim perkawinan yang
lalu. Setelah dua minggu dalam kondisi pakan istimewa ini
masukan pejantan
biarkan selama 2 siklus birahi (34 hari). Demikian kegiatan ini dilakukan berulang
seperti yang telah dilakukan pada musim perkawinan yang lalu (Inounu, 2006).
3
Karena masa birahi terjadi hanya beberapa saat, yaitu sewaktu hormone estrogen
mencapai puncaknya, berkisar hanya 24-48 jam, dan terjadinya birahi berikutnya
sekitar 11-19 hari, maka untuk mempermudah tatalaksana perkawinan, sebaiknya
pejantan dicampur dengan sekelompok betina selama 42 hari, sehingga bila ada
betina yang birahi, dapat langsung dikawini (Layla dkk, 2006).
Gambar 1. Kawin alami domba
Selain kawin alami, domba juga dapat diterapkan inseminasi buatan. Biasanya,
insminasi buatan memiliki tujuan untuk mengefisiensikan semen beku dari pejantan
domba unggul. Semen yang telah dikoleksi, harus dikelola sedemikian rupa meliputi
penampungan, pengenceran dan penyimpanan. Cara penampungan semen yang
terbaik dengan menggunakan vagina buatan. Sekali penampungandapat dikumpulkan
dari 2-3 kali ejakulasi. Volume semen setiap ejakulasi sekitar 0,3-1,2 ml. kepadatan
spermatozoa yang aman untuk keberhasilan IB sekitar 100-200 juta/ml. sedangkan
kepadatan spermatozoa semen domba per ejakulasi berkisar 2-4,5 milyar/ml. maka
pengenceran dapat dilakukan 10-15 kali dan dosis inseminasi 0,25-0,5 ml. semen
yang telah dicampur dengan pengencer apabila digunakan dalam waktu pendek (45hari) dapat disimpan pada suhu 4-7°C atau ke dalam straw guna penyimpanan pada
suhu -192°C dalam nitrogen cair untuk dibekukan. Saat teknik inseminasi buatan,
deposisi semen yang paling baik adalah di uterus, dengan menggunakan spikulum
vaginoscope dimasukkan ke dalam vagina dioles dengan vaselin steril, IB dilakukan
4
dengan memasukkan cateter dari tabung penyemprot semen, semen disemprotkan
secara perlahan, jika menggunakan semen beku alat penyemprot dapat menggunakan
gun IB seperti pada sapi (Anonim, 2012). Teknik IB dengan semen cair memang lebih
sederhana, tidak memerlukan perlakuan dan peralatan khusus. Cara ini terbilang
sangat praktis diterapkan pada peternakan yang memiliki bibit unggul dengan jumlah
populasi ternak betina mencapai 50 ekor atau lebih. Setiap kali melakukan kawin
suntik, 12-20 ekor betina bisa memperoleh pelayanan secara bersamaan di waktu
yang sama.
III.
Gambar 2. IB pada domba
Kesimpulan
Pada dasarnya perkawinan alami maupun IB memiliki keuntungan dan
kekurangan masing-masing. Praktek kawin alami pada domba lebih sering
dipraktekkan daripada inseminasi buatan, karena lokasi deposisi semen yang kecil
dan cukup sulit untuk diamati kepastian perkembangan siklus di ovarium
menyebabkan IB pada domba memiliki tingkat keberhasilan yang tidak terlalu tinggi.
Perkawinan alami lebih sering dilakukan karena sifat alamiah pejantan yang dapat
5
mengetahui masa tepat untuk kawin, namun kekurangannya semen yang
diejakulasikan hanya akan terpakai pada satu betina. Sedangkan IB, meskipun
keberhasilan kawin tidak terlalu tinggi, namun efisiensi semen yang diejakulasikan
dapat dipakai untuk membuahi banyak betina dengan metode pengenceran dan
pembekuan. Ada bentuk semen segar yang telah diencerkan, dan ada pula bentuk
semen beku yang disimpan di dalam straw pada nitrogen cair.
IV.
Daftar pustaka
Anonim. 2001. Budidaya Ternak Domba. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?
mnu=6&ttg=4&doc=4a7. Diakses pada tanggal 27 September 2013.
Anonim. 2012. Apa dan Bagaimana Kawin Suntik pada Domba dan Kambing.
http://www.livestockreview.com. Diakses pada tanggal 20 September 2013.
Anonim. 2012. Inseminasi Buatan pada Kambing atau Domba. Teknologi Balitnak:
Bogor.
Inounu, I. 2006. Penyerentakan Birahi pada Domba untuk Meningkatkan Efisiensi
Manajemen Perkawinan. Puslitbang Peternakan Bogor: Bogor.
Layla, Z. Aminah, S. Suharto. 2006. Tata Laksana Perkawinan Alami Domba Garut.
Balai Penelitian Ternak Bogor: Bogor.
Samsudewa, D. Purbowati, E. 2006. Ukuran Organ Reproduksi Domba Lokal Jantan
pada Umur yang Berbeda. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro:
Semarang.
6