Evaluasi Tata Ruang Hijau Untuk Meningkatkan Kenyamanan Penghuni Di Rumah Susun Sederhana Sewa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

EVALUASI TATA RUANG HIJAU
UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN PENGHUNI
DI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NENAH SUMINAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI PENELITIAN DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Tata Ruang
Hijau Untuk Meningkatkan Kenyamanan Penghuni di Rumah Susun Sederhana
Sewa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir penelitian ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Nenah Suminah
A451140011

RINGKASAN

NENAH SUMINAH. Evaluasi Tata Ruang Hijau Untuk Meningkatkan
Kenyamanan Penghuni di Rumah Susun Sederhana Sewa Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA dan
TATI BUDIARTI.
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) merupakan salah
satu program pemerintah Jakarta dalam mengatasi tingkat urbanisasi yang tinggi
dan faktor keterbatasan lahan. Pembangunan Rusunawa yang didominasi oleh
bangunan bertingkat dan area perkerasan yang masif, perlu diimbangi oleh
pembangunan ruang hijau. Ruang hijau adalah salah satu indikator penting dari
kualitas hidup di perkotaan untuk memperoleh kehidupan yang berkelanjutan.
Penataan ruang hijau yang baik dengan vegetasi yang sesuai dapat meningkatkan
kenyamanan penghuninya, baik kenyamanan suhu maupun persepsi kenyamanan

individu penghuni.
Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis karakteristik ruang hijau di
Rusunawa Provinsi DKI Jakarta, 2) menganalis pengaruh ruang hijau terhadap
kenyamanan secara klimatologis, 3) menganalisi persepsi dan preferensi
masyarakat penghuni Rusunawa terhadap ruang hijau, 4) menyusun strategi
perbaikan untuk meningkatkan kenyamanan penghuni Rusunawa, dan 5)
menyusun konsep desain ruang hijau di Rusunawa. Penelitian dilaksanakan pada
empat lokasi Rusunawa yang tersebar di wilayah Kota Administrasi Provinsi DKI
Jakarta yaitu Rusunawa Jatirawasari, Rusunawa Tambora, Rusunawa Pulogebang,
dan Rusunawa Marunda Cluster A mulai bulan Februari-Juli 2016. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi karakteristik pohon,
mengukur iklim mikro (suhu, RH, dan kecepatan angin), distribusi kuisioner
untuk mengetahui persepsi dan preferensi penghuni, dan analisis SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan keberadaan pohon dapat memodifikasi suhu
udara di luar bangunan sehingga memiliki suhu yang hampir sama dengan suhu
dalam bangunan. Penurunan suhu terhadap kontrol dipengaruhi oleh luas
penutupan tajuk, indeks penutupan tajuk, tata letak tanaman, dan kondisi
lingkungan sekitar Rusunawa. Hasil penelitian menunjukkan ruang hijau di
Rusunawa Marunda dinilai paling efektif dalam menurunkan suhu udara.
Penilaian terhadap skor total persepsi menunjukkan ruang hijau pada keempat

lokasi Rusunawa berada pada kategori baik. Berdasarkan pemetaan matriks IFEEFE Analisis SWOT, keempat Rusunawa berada pada posisi strategi perbaikan
Hold and Maintain. Rekomendasi konsep desain yang diberikan adalah dengan
mempertahankan keberadaan pohon dan fasilitas yang telah tersedia, bahkan
menambah pohon pada ruang-ruang yang masih memungkinkan dan penambahan
fasilitas yang belum tersedia. Konsep urban farming dapat dilakukan dengan
melibatkan partisipasi penghuni Rusunawa.
Kata kunci: kenyamanan, konsep desain, persepsi, ruang hijau, rusunawa, suhu

SUMMARY
NENAH SUMINAH. Spatial Green Space Evaluation to Improve Resident’s
Comfort in the Simple Flats in Jakarta. Supervised by BAMBANG
SULISTYANTARA and TATI BUDIARTI.
The development of Simple flats (Rusunawa) is one of Jakarta
municipality’s program in overcoming both high level of urbanization and land
limitation issues. Simple flats that dominated by massive multi-storey buildings
and pavement areas needs to be balanced by the development of green spaces.
Green space is one of the important indicators regarding quality of life to establish
a sustainable landscape development in urban areas. Structuring a good green
space with appropriate vegetation can improve resident’s comfort, both thermal
comfort and resident’s peception.

The purpose of this study were 1) to analyze the characteristics of green
space in the simple Flats in Jakarta, 2) to analyze the effect of green space on the
comfort climate, 3) to analyze resident’s perceptions and preferences of green
space and comfort climate, 4) to develop improvement strategies to increase
resident’s comfort, and 5) developing design concept of green space in Rusunawa.
This study assessed in four Simple flats: Jatirawasari, Tambora, Pulogebang, and
Marunda Cluster A, starting from February to July 2016. The methods of this
study comprised identifying trees characteristics; measuring microclimate;
distribution of questionaire to know perception and preference; and SWOT
analysis.
The results showed the presence of trees can modify the temperature of
building outside similar with in the building. The decrease of temperature was
influenced by green coverage area, green coverage index, plant configuration, and
environmental condition around Simple flats. Further more, green space in
Rusunawa Marunda Cluster A was considered as the most effective one in
reducing temperature. Total score analysis showed that all four simple flat green
space in good categorize. Matrix mapping based on IFE and EFE SWOT method
showed that all four simple flats green space improvement strategy are in the hold
and maintain position. Suggested recommendation in this study were preservation
of existing trees, adding new trees and facilities on available spaces on sites.


Keywords: comfort, design concept,
temperature

green space, perception, simple flats,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EVALUASI TATA RUANG HIJAU
UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN PENGHUNI
DI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA


NENAH SUMINAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini adalah Evaluasi Tata
Ruang Hijau Untuk Meningkatkan Kenyamanan Penghuni di Rumah Susun
Sederhana Sewa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing
dan Ibu Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S selaku anggota komisi pembimbing atas
bimbingan, arahan, saran, dan dorongan moral yang diberikan selama
penelitian dan penulisan tesis.
2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Badan Diklat Provinsi DKI
Jakarta, Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, dan Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Beasiswa Tugas Belajar
Pascasarjana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dinas Perumahan
dan Gedung Pemda DKI Jakarta, Pengelola Rusunawa Jatirawasari, Rusunawa
Tambora, Rusunawa Pulogebang, dan Rusunawa Marunda atas kesempatan
dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian.
3. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada
Suami tercinta Toni Wahyudi, S.Sas dan anak-anak tercinta Nazifa Syauqina
Wahyudi dan Nisrina Salsabila Wahyudi atas segala doa, pengertian dan
pemberian semangat serta kasih sayangnya. Rasa hormat dan terima kasih
penulis sampaikan kepada Orangtua tercinta Samin (Alm) dan Ibunda Yati
(Alm), Mertua tercinta Suwarto dan Sri Sumartini Rahayu, serta kepada

seluruh keluarga atas dukungan dan doa.
4. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa S2
Arsitektur Lanskap 2014 dan seluruh teman-teman yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan semangat yang diberikan.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis mengucapkan
terima kasih semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan balasan atas
kebajikan yang diberikan.Aamiin
Bogor, Januari 2017

Nenah Suminah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Susun Sederhana
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Tata Ruang Hijau
Iklim Mikro
Kenyamanan Thermal
Tata Ruang Hijau Dalam Rumah Susun
Persepsi dan Preferensi
2 METODE
Lokasi dan Waktu
Bahan dan Alat
Tahapan Pengambilan Data
Tahapan Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Ruang Hijau di Rusunawa
Pengaruh Ruang Hijau Terhadap Kenyamanan Klimatologis
Persepsi dan Preferensi Penghuni Rusunawa
Analisis SWOT

Identifikasi dan penilaian faktor internal
Identifikasi dan penilaian faktor eksternal
Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) dan Matriks Eksternal
Evaluation (EFE)
Matriks SWOT
Peringkat (ranking) alternatif strategi
Konsep Desain Ruang Hijau
Rusunawa Jatirawasari
Rusunawa Tambora
Rusunawa Pulogebang
Rusunawa Marunda Cluster A
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vi
viii

x
1
1
2
3
4
4
5
5
8
9
10
12
12
14
15
15
15
16
16
24
24
26
43
48
63
63
63
69
74
80
83
83
86
89
91
94
94
95
96
101
115

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Persebaran rumah susun sederhana di Provinsi DKI Jakarta
Alokasi dan standar kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk
Deskripsi jenis dan sumber data
Kelas penilaian responden terhadap kondisi ruang hijau di
Rusunawa
Penentuan nilai rating
Matrix SWOT
Kondisi umum keempat lokasi Rusunawa
Jenis tanaman yang terdapat di Rusunawa Jatirawasari dan hasil
pengukuran karakter fisiknya
Jenis tanaman yang terdapat di Rusunawa Tambora dan hasil
pengukuran karakter fisiknya
Jenis tanaman yang terdapat di Rusunawa Pulogebang dan hasil
pengukuran karakter fisiknya
Jenis tanaman yang terdapat di Rusunawa Marunda Cluster A dan
hasil pengukuran karakter fisiknya
Perbandingan karakteristik ruang hijau di empat lokasi Rusunawa
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan lokasi pengamatan
terhadap selisih suhu dan selisih RH dengan kontrol
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh kelompok Rusunawa terhadap
selisih suhu dengan kontrol
Hasil uji chi-squareberdasarkan latar belakang responden di
Rusunawa Jatirawasari
Hasil uji chi-squareberdasarkan latar belakang responden di
Rusunawa Tambora
Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di
Rusunawa Pulogebang
Hasil uji chi-squareberdasarkan latar belakang responden di
Rusunawa Marunda Cluster A
Hasil persentase data persepsi dan preferensi responden pada
keempat Rusunawa
Total skoring persepsi responden pada empat lokasi Rusunawa
Tingkat kepentingan faktor strategi internal Rusunawa Jatirawasari
Penilaian faktor strategis internal Rusunawa Jatirawasari
Tingkat kepentingan faktor strategi eksternal Rusunawa Jatirawasari
Penilaian faktor strategis eksternal Rusunawa Jatirawasari
Tingkat kepentingan faktor strategi internal Rusunawa Tambora
Penilaian faktor strategis internal Rusunawa Tambora
Tingkat kepentingan faktor strategi eksternal Rusunawa Tambora
Penilaian faktor strategis eksternal Rusunawa Tambora
Tingkat kepentingan faktor strategi internal Rusunawa Pulogebang
Penilaian faktor strategis internal Rusunawa Pulogebang
Tingkat kepentingan faktor strategi eksternal Rusunawa Pulogebang
Penilaian faktor strategis eksternal Rusunawa Pulogebang

8
9
16
21
21
23
26
27
29
31
33
41
46
46
50
52
54
57
59
62
63
64
64
64
65
65
65
66
66
67
67
67

Lanjutan Daftar Tabel....
33 Tingkat kepentingan faktor strategi internal Rusunawa Marunda
Cluster A
34 Penilaian faktor strategis internal Rusunawa Marunda Cluster A
35 Tingkat kepentingan faktor strategi eksternal Rusunawa Marunda
Cluster A
36 Penilaian faktor strategis eksternal Rusunawa Marunda Cluster A
37 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Rusunawa Jatirawasari
38 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Rusunawa Jatirawasari
39 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Rusunawa Tambora
40 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Rusunawa Tambora
41 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Rusunawa Pulogebang
42 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Rusunawa Pulogebang
43 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Rusunawa Marunda
Cluster A
44 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Rusunawa Marunda
Cluster A
45 Matriks SWOT Rusunawa Jatirawasari
46 Matriks SWOT Rusunawa Tambora
47 Matriks SWOT Rusunawa Pulogebang
48 Matriks SWOT Rusunawa Marunda Cluster A
49 Ranking (peringkat) alternatif strategi ruang hijau pada empat
Rusunawa

68
68
68
69
69
70
70
71
71
72
72
73
75
76
78
79
81

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Kerangka pikir penelitian
Lokasi pengamatan penelitian
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengukuran di lapangan
Ilustrasi pengamatan dengan alat abney level
Titik-titik lokasi pengamatan suhu, kelembaban relatif dan
kecepatan angin pada empat Rusunawa
Matriks internal eksternal
Diagram alur penelitian
Ruang-ruang hijau yang tersedia pada Rusunawa
Tata letak tanaman Rusunawa Jatirawasari
Tata letak tanaman Rusunawa Tambora
Tata letak tanaman Rusunawa Pulogebang
Tata letak tanaman Rusunawa Marunda Cluster A
Orientasi pergerakan matahari pagi-sore hari
Analisis pembentukan bayangan pada tataletak pohon orientasi
timur-barat
Analisis pembentukan bayangan pada tataletak pohon orientasi
utara-selatan
Perbandingan luas area, jumlah total pohon, dan rata-rata diameter
batang, tinggi dan lebar tajuk pohon pada empat lokasi Rusunawa
Perbandingan Jumlah Jenis Pohon Pada Empat Lokasi Rusunawa
Data suhu, RH, dan kecepatan angin di tujuh titik pengamatan pada
empat lokasi Rusunawa, dan perbedaan suhu terhadap kontrol di
enam titik pengamatan pada empat lokasi Rusunawa
Perbandingan identitas responden pada empat Rusunawa
Matrix IFE-EFE
Konsep desain ruang hijau dengan eksisting pohon Rusunawa
Jatirawasari
Konsep desain ruang hijau area depan Rusunawa Jatirawasari
Konsep desain ruang hijau di sekeliling blok Rusunawa Jatirawasari
Konsep desain ruang hijau dekat area saluran pembuangan air
Rusunawa Jatirawasari
Konsep desain urban farming untuk area ruang hijau yang belum
termanfaatkan di Rusunawa Jatirawasari
Posisi lokasi-lokasi yang diberikan alternatif desainnya pada site
plan Rusunawa Jatirawasari
Konsep desain ruang hijau area depan Rusunawa Tambora Blok
Konsep desain ruang hijau Rusunawa Tambora Tower
Konsep desain taman bermain anak Rusunawa Tambora Tower
Konsep desain urban farming ruang hijau area samping Rusunawa
Tambora Tower
Posisi lokasi-lokasi yang diberikan alternatif desainnya pada site
plan Rusunawa Tambora
Konsep desain area depan Rusunawa Pulogebang
Konsep desain area samping kanan Rusunawa Pulogebang
Konsep desain taman area tengah Rusunawa Pulogebang

5
16
17
18
19
23
24
27
35
36
37
38
39
40
40

42
43

45
49
74
84
84
84
85
85
86
87
87
87
88
88
89
89
90

35
36
37
38
39
40
41
42

Lanjutan Daftar Gambar.....
Konsep desain urban farming pada ruang hijau yang belum
termanfaatkan di Rusunawa Pulogebang
Konsep urban farming dan zona barrier area belakang ruang hijau
Rusunawa Pulogebang
Posisi lokasi-lokasi yang diberikan alternatif desainnya pada site
plan Rusunawa Pulogebang
Konsep ruang hijau area samping Rusunawa Marunda Cluster A
Konsep ruang hijau area depan (kelompok tani) Rusunawa Marunda
Cluster A
Konsep urban farming area belakang ruang hijau Rusunawa
Marunda Cluster A
Konsep desain taman bermain anak Rusunawa Marunda Cluster A
Posisi lokasi-lokasi yang diberikan alternatif desainnya pada site
plan Rusunawa Marunda Cluster A

90
90
91
92
92
92
93
93

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim harian beberapa stasiun meteorologi di Provinsi DKI
Jakarta Bulan Maret-April 2016
2 Kegiatan pengukuran karakteristik ruang hijau di lapangan
3 Kegiatan pengukuran suhu, RH, dan kecepatan angin di lapangan
4 Persiapan dan penyebaran kuisioner
5 Lembar Kuesioner

101
103
105
109
111

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jakarta merupakan ibukota negara dengan kepadatan penduduk yang
cukup tinggi. Jumlah penduduk Jakarta tahun 2014 mencapai 10.075.300 orang
(Bappeda DKI Jakarta 2015), dengan luas wilayah 662,38 km2 maka kepadatan
jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 adalah 15.210,76
penduduk/km2. Laju pertumbuhan penduduk yang terus bertambah setiap
tahunnya, disertai dengan proses urbanisasi yang terus terjadi, berdampak pada
meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal atau perumahan. Di sisi lain,
keberadaan lahan yang dapat dibangun untuk hunian juga semakin berkurang.
Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menggalakkan
pembangunan pemukiman vertikal berupa rumah susun.
Masyarakat berpenghasilan rendah mempunyai kemampuan terbatas untuk
mencukupi kebutuhan tempat tinggal, sehingga menduduki tanah-tanah secara
ilegal di sepanjang jalur kereta api, kuburan, tebing tinggi, pinggiran sungai dan
lahan-lahan terlantar lainnya. Tindakan tersebut mengakibatkan timbulnya
pemukiman liar (squatter) yaitu lahan yang tidak ditetapkan untuk hunian atau
penempatan lahan yang bukan miliknya (Budiharjo 1994). Untuk mengatasi hal
ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaksanakan pembangunan Rumah Susun
Sederhana, terutama Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang
diperuntukkan bagi masyarakat golongan ekonomi rendah. Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta menargetkan pembangunan 50.000 unit rusun sampai dengan tahun
2017dan pada tahun 2015 telah tersedia sekitar 25% (Yusuf 2015).
Menurut UU No 20 Tahun 2011 Rumah Susun adalah adalah bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Rumah Susun
terbagi atas rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara dan
rumah susun komersial. Sedangkan berdasarkan pendapatan penghuni serta
luasan satuan unit rumah susun, rumah susun di Indonesia dibagi menjadi rumah
susun sederhana, rumah susun menengah dan rumah susun atas.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area atau ruang kota yang tidak
dibangun dan permukaannya dipenuhi oleh tanaman yang berfungsi melindungi
habitat, sarana lingkungan, pengamanan jaringan prasarana, sumber pertanian,
kualitas atmosfer dan menunjang kelestarian air dan tanah (Hakim 2014). RTH
merupakan bagian penting dari ruang publik. Taman dan RTH yang menarik,
aman dan mudah diakses berkontribusi positif terhadap manfaat sosial, ekonomi
dan lingkungan, meningkatkan kesehatan masyarakat, kesejahteraan dan kualitas
hidup (CABE 2004). Kualitas lingkungan perkotaan dan kenyamanannya
dipengaruhi oleh keberadaan RTH. RTH diperlukan untuk menjaga keserasian
dan keseimbangan ekosistem perkotaan, mewujudkan keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan serta meningkatkan kualitas
lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Ketersediaan RTH

2

dalam jumlah tertentu berdasarkan luas wilayah kota dan jumlah penduduk turut
menentukan kualitas udara terkait indikator kesehatan warga kota, hal ini
berkaitan dengan fungsi keberadaan RTH sebagai penyerap gas/partikel beracun
yang mencemari udara.
Menurut David (2001) area hijau adalah tempat pohon tumbuh dan
berkembang di area perumahan. Definisi ini meliputi taman publik, taman
rekreasi, tempat parkir, jalan dan taman-taman di rumah-rumah. Gilbert (1989)
menyatakan fungsi area hijau di lingkungan kota dapat berubah tergantung pada
jenis pengelolaannya, yang sering disebut sebagai struktur area hijau kota.
Pulau Panas Perkotaan (Urban Heat Island (UHI)) adalah salah satu
masalah klimatologi perkotaan yang timbul dalam pengembangan
perkotaan. Tingginya suhu udara di perkotaan akan membentuk fenomena UHI
ini, dimana suhu udara wilayah perkotaan (urban) menjadi lebih panas
dibandingkan wilayah pinggiran (rural). Beberapa upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan memperbanyak area ruang hijau kota dan mengganti struktur atap
dengan bahan yang memiliki nilai refleksitivitas radiasi matahari tinggi atau
dengan melakukan penghijauan atap (green roof) (Rohmah 2012). Struktur area
hijau kota diatur berdasarkan komposisi dan konfigurasi area hijau. Komposisi
area hijau ditampilkan dengan keberadaan area hijau dan konfigurasinya
berdasarkan ukuran, bentuk dan penyebarannya. de Abreu-harbich et al (2015)
menyatakan fitur spesifik spesies, seperti struktur dan kepadatan tajuk, ukuran,
bentuk dan warna daun, serta usia dan pertumbuhan pohon dapat mempengaruhi
intensitas cahaya matahari, suhu, dan kelembaban udara. Pemilihan vegetasi yang
tepat penting untuk mengurangi panas dan menciptakan kenyamanan termal
manusia terutama di derah perkotaan. Peningkatan kenyamanan termal di luar
ruangan merupakan salah satu langkah penting untuk mencapai keberlanjutan
dalam kota.
Kondisi Rumah Susun saat ini, didominasi oleh bangunan dan area
perkerasan yang masif. Pembangunan fasilitas di Rumah Susun pada awalnya
lebih banyak diarahkan untuk kebutuhan fisik penghuni, terutama dalam
bangunan. Pembangunan fasilitas ruang hijau di Rumah Susun saat ini telah
mulai dilakukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan kenyamanan
penghuni, diantaranya dengan rencana pembangunan beberapa ruang publik
terpadu ramah anak di lokasi Rumah Susun. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas,
diperlukan evaluasi tata ruang hijau yang telah terdapat di Rusunawa saat ini
untuk meningkatkan kenyamanan penghuni. Menurut Arikunto (2010) penelitian
evaluasi pada prinsipnya digunakan untuk mengambil keputusan dengan
membandingkan data atau informasi yang dikumpulkan terhadap kriteria, standar,
atau tolak ukur yang digunakan sebagai pembanding bagi data yang diperoleh.

Perumusan Masalah
Proses urbanisasi yang tinggi di wilayah DKI Jakarta menyebabkan
perubahan dan konversi area-area terbuka dan RTH menjadi area-area terbangun.
Hal ini memberikan pengaruh terhadap perubahan iklim mikro suatu kawasan,
selain itu perkerasan jalan dan bangunan memberikan dampak terhadap
peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara. Lingkungan Rusunawa

3

terdiri dari bangunan gedung yang masif dan bertingkat tinggi, dengan sarana
jalan dan lahan parkir berupa perkerasan yang berpotensi memberikan perubahan
iklim mikro berupa peningkatan suhu dan kelembaban. Untuk menciptakan
kenyamanan iklim mikro, diperlukan tata ruang hijau yang baik agar dapat
termanfaatkan secara optimal oleh penghuni Rusunawa.
Pembangunan Rumah Susun juga menyebabkan permasalahan bagi
penghuninya, karena belum membudayanya kehidupan di Rumah Susun.
Peralihan kebiasan atau budaya menghuni permukiman tidak susun (landed
houses) ke permukiman susun akan memunculkan permasalahan penghunian bagi
penghuni terutama dalam beradaptasi dengan lingkungan permukiman rumah
susun (Deliyanto 2011).
Hidup di rumah susun mengabaikan harmoni antara
bangunan dan alam, menimbulkan perasaan kesepian bagi penghuninya.
Akhirnya, hubungan antara manusia dan alam berkurang secara signifikan.
Ketidakseimbangan antara lingkungan dan respons manusia dapat menimbulkan
tekanan jiwa (stress) yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan kesehatan
fisik dan gangguan psikologi (Steg et. al 2013). Dalam beberapa tahun terakhir
banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menunjukkan hubungan lingkungan
alami terhadap emosi manusia, hasil penelitian memperlihatkan banyak bukti
bahwa berada di ruang hijau dan lingkungan alam atau melihat alam dan ruang
hijau membantu manusia dari stres (Kooshali et. al. 2015).
Keberlanjutan perkotaan membutuhkan minimalisasi konsumsi ruang dan
sumber daya, serta optimalisasi bentuk perkotaan untuk memfasilitasi arus
perkotaan, melindungi ekosistem dan kesehatan manusia, menjamin akses yang
sama terhadap sumber daya dan jasa, serta memelihara keragaman budaya, sosial,
dan integritas (Wu 2008). Mengembangkan kota yang berkelanjutan saat ini
menjadi tantangan terbesar di masa yang akan datang, Kechebour (2015)
menyatakan pengelolaan ruang hijau dalam penggunaan lahan semakin dianggap
sebagai komponen utama dari keberlanjutan lanskap.
Kehadiran dan keberadaan ruang hijau sebagai bagian dari lingkungan
rumah susun, tidak hanya berkontribusi positif terhadap kualitas lingkungan dan
estetika, namun juga merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi
dan berekreasi. de Abreu-harbich et al (2015) menyatakan ruang hijau pada ruang
luar mampu mengendalikan dan meningkatkan kenyamanan termal dan
menurunkan suhu udara. Untuk daerah di dalam ruangan, bayangan pohon dapat
mengurangi radiasi sinar matahari pada fasad bangunan, meningkatkan
kenyamanan termal dan menghemat energi yang dihabiskan untuk memelihara
lingkungan yang sehat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian evaluasi tata ruang
hijau di Rusunawa untuk meningkatkan kenyamanan bagi penghuninya.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah
1. menganalisis karakteristik ruang hijau di Rusunawa Provinsi DKI Jakarta;
2. menganalis pengaruh ruang hijau terhadap kenyamanan secara klimatologis;
3. menganalisis persepsi dan preferensi masyarakat penghuni Rusunawa terhadap
ruang hijau;

4

4. menyusun strategi perbaikan untuk meningkatkan kenyamanan penghuni
Rusunawa;
5. menyusun konsep desain ruang hijau di Rusunawa.

Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
4.

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut
memperoleh infomasi terkait karakteristik ruang hijau di Rusunawa;
memperoleh informasi pengaruh ruang hijau terhadap kenyamanan
klimatologis di Rusunawa;
memperoleh informasi persepsi dan preferensi penghuni tentang ruang hijau
di Rusunawa;
memperoleh rekomendasi strategi perbaikan dan konsep desain ruang hijau di
Rusunawa.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kajian tata ruang hijau di
Rusunawa untuk meningkatkan kenyamanan penghuni Rusunawa. Ruang hijau
yang akan dijadikan fokus dalam penelitian ini adalah ruang hijau dari Rusunawa
yang tersebar di beberapa wilayah di DKI Jakarta. Untuk mendukung penelitian
dilakukan juga analisis kenyamanan mikro serta analisis persepsi dan preferensi
masyarakat/penghuni Rumah Susun.
Penelitian ini diawali dengan survey dan penggunaan data sekunder
Rusunawa untuk penentuan lokasi yang akan dijadikan sampel penelitian. Usia
bangunan Rusunawa, kelengkapan komponen-komponen yang diperlukan dalam
pengambilan data di Rusunawa, serta rekomendasi Rusunawa unggulan dari Dinas
terkait menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan lokasi sample.
Selanjutnya akan dilakukan pengukuran data karakteristik ruang hijau dan
pengaruh ruang hijau terhadap kenyamanan klimatologis. Kuisioner terhadap
para penghuni dilakukan untuk dapat melakukan evaluasi terhadap kenyamanan,
vegetasi, kebersihan, keamanan, fasilitas dan keterlibatan penghuni dalam ruang
hijau, serta diarahkan untuk mengkaji faktor-faktor internal yang menjadi
kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman
(threat) di Rusunawa. Data-data tata hijau akan dianalisis dengan analisis
deskriptif. Strategi perbaikan akan dianalisis menggunakan analisis SWOT.
Metode SWOT melihat kondisi tata ruang hijau Rusunawa yang ada pada saat ini
dengan menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki. Hasil dari
penelitian ini adalah strategi perbaikan dan konsep desain ruang hijau di
Rusunawa. Kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

5

Kepadatan penduduk di DKI Jakarta dan
proses urbanisasi
Keterbatasan lahan pemukiman, pemukiman kumuh
Rumah Susun Sederhana
Ruang Terbuka

Ruang Terbangun

Ruang TerbukaHijau

Karakteristik

Ruang Terbuka non Hijau

Iklim mikro
Suhu

Habitus
tanaman

Kelembaban

Karakter
tanaman

Intensitas
cahaya
Curah hujan

Persepsi dan
Preferensi
Penghuni
Terhadap
Ruang Hijau

Terhadap
Kenyamanan

Angin

Analisis deskriptif, kenyamanan iklim dengan annova dan uji lanjut
DMRT, Persepsi preferensi dengan Chi-square, dan SWOT

Strategi perbaikan dan konsep desain ruang hijau

Rekomendasi ruang hijau yang nyaman bagi penghuni

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Susun Sederhana
Untuk mengatasi keterbatasan lahan di daerah perkotaan serta membuat kota
menjadi lebih efisien, salah satu alternatif pembangunan perumahan di kota-kota,
terutama kota – kota besar yang sudah padat penduduknya, adalah membangun
secara vertikal berupa pembangunan rumah susun (Yudhohusodo 1991).

6

Pengertian Rumah Susun, Rumah Susun Umum, Rumah Susun Khusus, Rumah
Susun Negara, dan Rumah susun Komersial menurut UU No 20 Tahun 2011
adalah sebagai berikut:
- Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama.
- Rumah Susun Umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
- Rumah Susun Khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan khusus.
- Rumah Susun Negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta
penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
- Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk
mendapatkan keuntungan.
Dalam Undang – Undang ini juga tercantum pengertian Satuan Rumah
Susun, Tanah bersama, Bagian bersama, dan Benda Bersama dengan pengertian
sebagai berikut :
- Satuan Rumah Susun (Sarusun) adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya
digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan
mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
- Tanah Bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan
yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya
berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin
mendirikan bangunan.
- Bagian Bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah
untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah
susun.
- Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun
melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian
bersama.
Di dalam sebuah rumah susun selain bangunan juga terdiri dari Pemilik,
Penghuni, Pengelola, Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun dengan
pengertian sebagai berikut :
- Pemilik adalah setiap orang yang memiliki sarusun.
- Penghuni adalah orang yang menempati sarusun, baik sebagai pemilik maupun
bukan pemilik.
- Pengelola adalah suatu badan hukum yang bertugas untuk mengelola rumah
susun.
- Perhimpunan pemilik dan penghuni sarusun yang selanjutnya disebut PPPSRS
adalah badan hukum yang beranggotakan para pemilik atau penghuni sarusun.
Berdasarkan pada golongan pendapatan penghuni serta luasan satuan unit
rumah susun, rumah susun di Indonesia dibagi menjadi (Kantor menneg
Perumahan Rakyat (1986) dalam Fajri et. al. (2015)):

7

a)

Rumah susun sederhana, yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan
sederhana atau rendah. Luas satuan rumah antara 21-36 m2, tanpa
perlengkapan mekanikal dan elektrikal.
b) Rumah susun menengah, rumah susun dengan luas satuan 36-54 m2. Kadang
dilengkapi dengan perlengkapan mekanikal dan elektrikal tergantung dari
konsep dan tujuan pembangunannya. Rumah susun ini diperuntukkan bagi
mayarakat golongan bepenghasilan menengah.
c) Rumah Susun mewah, rumah susun bagi golongan berpenghasilan atas. Luas
ruang , kualitas bangunan, perlengkapan bangunan tergantung dari konsep
dan tujuan pembangunannya. dengan beberapa fasilitas lengkap dan status
kepemilikan tertentu. Rumah susun mewah ini disebut juga kondominium.
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK80/PMK.03/2008 Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang
dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun
terpisah dengan penggunaan komunal yang memenuhi ketentuan:
a. harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp
75.000.000,00;
b. luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2;
c. pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang
mengatur mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan
d. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai
tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak
dimiliki.
Berdasarkan Pasal 1 KMK-155/KMK.03/2001 junto Peraturan Menteri
Keuangan Nomor PMK-31/PMK.03/2008 : Rumah Susun Sederhana Milik
(RUSUNAMI) adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan
kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah
dengan penggunaan komunal yang memenuhi ketentuan :
a. luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2;
b. harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00;
c. diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak
melebihi Rp 4.500.000,00 per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP);
d. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan umum yang
mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana;
dan
e. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai
tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun sejak dimiliki.
Berdasarkan Buku Pedoman Umum Tata Laksana Penghunian Rumah
Susun Sederhana Sewa (Direktorat Jendral Perumahan dan Pemukiman 2004),
persyaratan penghuni yang dapat menyewa di rumah susun sederhana sewa untuk
golongan bawah adalah Warga Negara Indonesia yang belum memiliki rumah dan
memiliki penghasilan maksimal senilai upah minimum kota/kabupaten (UMK) di
daerah tersebut.

8

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya meningkatkan
pembangunan rumah susun sederhana sewa terutama untuk menampung
masyarakat pemukiman kumuh yang terkena dampak penataan kota, terutama
normalisasi kali Ciliwung. Persebaran rumah susun sederhana di Provinsi DKI
Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Persebaran rumah susun sederhana di Provinsi DKI Jakarta
Jakarta Selatan
Kecamatan Jml
Tebet
1
Kebayoran
Lama

Jumlah

1

2

Jakarta Pusat
Kecamatan Jml
Sawah
1
Besar
Cempaka
1
Putih
Kemayoran
1
Johar Baru
1
Tanah
3
Abang
Jumlah
7

Jakarta Barat
Kecamatan Jml
Cengkareng 3

Jakarta Utara
Kecamatan Jml
Cilincing
6

Tambora

1

Penjaringan

4

Kali Deres

1

Koja

1

Jumlah

11

Jumlah
5
Jumlah total : 43

Jakarta Timur
Kecamatan Jml
Pulo
3
Gadung
Duren
3
Sawit
Jatinegara
3
Cakung
9

Jumlah

18

Sumber: Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Provinsi DKI Jakarta (2015)

Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas
baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur
hijau dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya
tanpa bangunan. Ruang Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang terbuka suatu
kawasan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat
ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. (Permendagri No 1 Tahun 2007).
Menurut Permendagri No 1 Tahun 2007, lokasi RTH terbagi menjadi enam
kawasan peruntukan ruang kota, yaitu:
1) Kawasan pusat perdagangan meliputi taman lingkungan sekitar pusat
perdagangan;
2) Kawasan perdagangan meliputi taman lingkungan kantor, dan jalur hijau
jalan;
3) Kawasan pendidikan (sekolah/kampus) meliputi jalan lingkungan kampus,
pusat lingkungan dan taman;
4) Kawasan industri dan fasilitasnya meliputi jalur hijau jalan, taman lingkungan
pabrik;
5) Kawasan permukiman meliputi halaman rumah, taman lingkungan, fasilitas
perumahan, bantaran sungai, daerah rawan erosi, jalur hijau jalan raya dan
jalan lingkungan;
6) Kawasan pertanian dan perkebunan meliputi ladang, kebun, sawah, hutan,
cagar alam, daerah rawan erosi, bantaran sungai dan konservasi pesisir pantai.
Menurut Femy (2014), Komponen RTH berdasarkan kriteria, sasaran, dan
fungsi penting, vegetasi serta intensitas manajemennya dikategorikan dalam :
1. Taman, Fungsi utamanya adalah menghasilkan oksigen. Oleh karena itu jenis
tanaman yang dibudidayakan dipilih dari jenis-jenis yang menghasilkan
oksigen tinggi.

9

2. Jalur hijau, termasuk didalamnya adalah pepohononan peneduh pinggir jalan,
jalur hijau lainnya.
3. Kebun dan pekarangan, selain bertujuan untuk produksi, kebun dan pekarangan
hendaknya ditanam dengan jenis-jenis yang mendukung kenyamanan
lingkungan.
4. Hutan, merupakan penerapan beberapa fungsi hutan seperti ameliorasi iklim,
hidrologi, dan penangkalan pencemaran. Fungsi-fungsi ini bertujuan
mengimbangi kecenderungan menurunnya kualitas lingkungan.
5. Tempat rekreasi, Disamping jenisnya yang beragam, RTH memiliki manfaat
yang besar bagi kelangsungan hidup manusia.
Tabel 2 Alokasi dan standar kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk
No

1

250 jiwa

Taman RT

250

Luas
minimal/
kapita
(m2)
1,0

2

2.500 jiwa

Taman RW

1.250

0,5

70-80 %

3

30.000 jiwa

Taman
Kelurahan

9.000

0,3

80-90 %

4

120.000 jiwa

Taman
Kecamatan

24.000

0,2

80-90 %

Pemakaman

Disesuaik
an
144.000

1,2
0,3

80-90 %

Hutan Kota

Disesuai
kan

4,0

90-100 %

Untuk Fungsi
Tertentu

Disesuai
kan

12,5

5

Unit
Lingkungan

480.000 jiwa

Tipe RTH

Taman Kota

Luas
minimal/
unit (m2)

Luas Ruang
Hijau
(Vegetasi)/
Luas Taman
70-80 %

Vegetasi

minimal 3 pohon
pelindung
minimal 10
pohon pelindung
minimal 25 pohon
pelindung (taman aktif)
minimal 50 pohon
pelindung (taman pasif)
minimal 50 pohon
pelindung (taman aktif)
minimal 100 pohon
pelindung (taman pasif)

pohon tahunan, perdu,
semak
Strata dua (tumbuhan
pepohonan dan rumput)
Strata banyak
(tumbuhan pepohonan
dan rumput, semak dan
penutup tanah)

Sumber: disarikan dari Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (2008)

Alokasi dan standar kebutuhan, luas ruang hijau dan vegetasi RTH menurut
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 berdasarkan jumlah
penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.

Tata Ruang Hijau
Vegetasi merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan lanskap.
Vegetasi merupakan elemen lembut (soft material) yang tidak mempunyai bentuk
tetap karena selalu berubah bentuk dan ukurannya, karena tanaman merupakan
mahluk hidup yang selalu tumbuh dan berkembang dengan dipengaruhi faktor
alam dan tempat tumbuh.

10

Dalam kaitannya dengan perancangan lanskap, Hakim (2014) menyatakan
tata hijau (planting design) merupakan satu hal utama yang menjadi dasar dalam
pembentukan ruang luar. Penataan dan perancangan tanaman mencakup:
1. Habitus tanaman
Habitus tanaman adalah pengelompokan tanaman dari segi botanis/morfologis,
sesuai dengan efek ekologis dan visual. Berdasarkan botanis/morfologisnya,
tanaman dibagi menjadi:
a. Pohon : batang berkayu, percabangan jauh dari tanah, berakar dalam,
tinggi diatas 3 m
b. Perdu : batang berkayu, percabangan dekat dengan tanah, berakar
dangkal, tinggi 1-3 m
c. Semak : batang tidak berkayu, percabangan dekat dengan tanah, berakar
dangkal, tinggi 50 cm – 1 m
d. Penutup tanah : batang tidak berkayu, berakar dangkal, tinggi 20 cm -50
cm
e. Rerumputan
2. Karakter tanaman
Karakteristik tanaman dapat dilihat dari bentuk batang dan percabangannya,
bentuk tajuk, massa daun, massa bunga, warna, tekstur skala ketinggian dan
kesendiriannya.
3. Fungsi tanaman
Beberapa fungsi tanaman menurut Carpenter (1975) adalah sebagai berikut:
a. Kontrol pandangan (visual control)
b. Pembatas fisik (physical barriers)
c. Pengendali iklim (climate control)
d. Pencegah erosi (erosion control)
e. Habitat satwa (wildlife habitats), dan
f. Nilai estetis (aesthetic value)
4. Peletakan tanaman
Peletakan tanaman disesuaikan dengan tujuan perancangan tanpa melupakan
fungsi dari tanaman yang dipilih. Pada peletakan tanaman harus
mempertimbangkan kesatuan dalam desain atau unity, yaitu sebagai berikut
(Leroy dalam Hakim (2014)):
a. Variasi (variety)
b. Penekanan (accent)
c. Keseimbangan (ballance)
d. Kesederhanaan (simplicity)
e. Urutan (sequence)

Iklim Mikro
Iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara dekat permukaan bumi
(tinggi ± 2 m) (Frick dan Suskiyanto 2007). Kondisi iklim mikro bergantung pada
beberapa faktor seperti suhu, kelembaban udara, angin, penguapan. Keberadaan
vegetasi berperan penting untuk mengontrol penguapan air ke udara melalui
proses transpirasi. Tanaman atau vegetasi secara langsung memberikan pengaruh
kepada kondisi iklim mikro yang ada melalui modifikasi radiasi matahari dan

11

suhu tanah. Keberadaan tanaman juga mempengaruhi tingkat evapotranspirasi
(Villegas et al. 2010). Fungsi tanaman sebagai pengendali iklim menurut
Carpenter et al. (1975) antara lain:
1. Kontrol radiasi matahari dan suhu
Tanaman dapat menyerap panas dan memantulkan pancaran sinar matahari
sehingga dapat menurunkan suhu iklim mikro;
2. Kontrol/pengendali angin
Tanaman berguna sebagai penahan, penyerap, dan mengalirkan tiupan angin.
Jenis tanaman yang dipakai harus diperhatikan tinggi pohon, bentuk tajuk,
jenis, kepadatan tajuk tanaman serta lebar tajuk. Komposisi tanaman yang
berbeda ketinggian mampu mengurangi kecepatan angin sekitar 40-50 %.
3. Kontrol presipitasi dan kelembaban
Tanaman mampu meningkatkan kelembaban udara dan presipitasi air hujan
melalui evapotranspirasi, sehingga mempengaruhi kenyamanan sekiitar.
4. Pengendali suara
Tanaman mampu menyerap kebisingan suara. Pemilihan jenis tanaman
tergantung dari tinggi pohon, lebar tajuk dan komposisi tanaman. Penggunaan
tanaman yang tinggi pada topografi berlereng mampu mengurangi suara mobil
75% dan truk 80%. Penggunaan semak pada topografi datar mampu
mengurangi suara mobil 75% dan truk 50%.
5. Penyaring udara
Tanaman sebagai filter atau penyaring debu, bau dan memberikan udara segar.
Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Uap air ini
merupakan komponen udara yang sangat penting jika ditinjau dari segi cuaca dan
iklim. Sebagian gas-gas yang menyusun atmosfer yang dekat dengan permukaan
laut relatif konstan dari satu tempat ke tempat yang lain, sedangkan uap air
merupakan bagian yang tidak konstan, bervariasi antara 0% sampai 5%. Adanya
variabilitas kandungan uap air ini dalam udara baik berdasarkan tempat maupun
waktu penting karena (Wisnubroto et al 1983):
1. Besarnya jumlah uap air dalam udara merupakan indikator kapasitas potensial
atmosfer tentang terjadinya presipitasi,
2. Uap air mempunyai sifat menyerap radiasi bumi sehingga ia akan menentukan
cepatnya kehilangan panas dari bumi dan dengan sendirinya juga akan
mengatur temperatur, dan
3. Makin besar jumlah air dalam udara makin besar jumlah energi potensial yang
laten tersedia dalam atmosfer dan merupakan sumber terjadinya hujan angin
(storm), sehingga dapat menentukan apakah udara itu kekal atau tidak.
Menurut Brown dan Gillespie (1995), iklim mikro berkaitan erat dengan
rasa nyaman, suhu yang nyaman. Suhu yang nyaman dapat diwujudkan dengan
memahami (1) unsur-unsur iklim mikro (angin, temperatur udara) yang dapat
mempengaruhi kenyamanan suhu pada manusia; (2) unsur-unsur lanskap
(tanaman, air) yang mempengaruhi iklim mikro. Kelembaban udara adalah
banyaknya kandungan air di udara.

12

Kenyamanan Thermal
Menurut Maidita et al. (2009), kenyamanan thermal didefinisikan sebagai
suatu kondisi pikiran yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan
thermal. Kenyamanan thermal outdoor timbul dari pengaruh konfigurasi massa
bangunan terhadap pengaruh temperatur dalam sebuah kawasan, akhirnya didapat
kenyamanan thermal lingkungan kondisi fisik masing-masing ruang luar akan
memberikan dampak kenyamanan thermal yang berbeda. Sistem pembayangan,
suhu, kelembaban dan temperatur sebagai faktor-faktor pendukung kenyamanan
thermal.
Menurut Darmawan (2003) Kenyamanan klimatologis dapat diciptakan
dengan adanya :
(1) Area terbuka hijau yang luas dan lapangan terbuka yang mendapatkan sinar
matahari di waktu pagi hingga siang hari dengan bayangan sepanjang
pinggirannya,
(2) Ruang terbuka dengan permukaan keras yang berfungsi untuk tempat bermain
anak-anak dengan sedikit bayangan di waktu pagi siang tengah hari,
(3) Penahan angin terutama di tempat bermain anak-anak, meja kursi di area
permainan tersebut, area untuk nonton di dekat lapangan, dan
(4) Terdapat tempat berteduh dengan obyek pemandangan yang baik
Kenyamanan suhu terdiri dari dasar fisiologi suatu kenyamanan, efek
sampingan dari suatu ketidaknyamanan, daerah temperatur secara fisiologi,
rentang temperatur yang nyaman, empat faktor klimatik dan kenyamanan.
Ketidaknyamanan merupakan suatu proses biologi yang sederhana untuk semua
jenis makhluk yang berdarah panas untuk menstimulasi agar melakukan suatu
langkah utama untuk meretorasi kembali suatu proses pertukaran panas yang
benar. Ketidaknyamanan akan mengakibatkan perubahan fungsional pada organ
yang bersesuaian pada tubuh manusia (Femy 2011).
Kenyamanan termal sangat dibutuhkan tubuh agar manusia dapat
beraktivitas dengan baik (di rumah, sekolah ataupun di kantor/tempat bekerja).
Kenyamanan tergantung pada variabel iklim (matahari/radiasinya, suhu udara,
kelembaban udara, dan kecepatan angin) dan beberapa faktor individual/subjektif
seperti pakaian, aklimatisi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat
kesehatan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit
(Talarosa 2005)

Tata Ruang Hijau dalam Rumah Susun
Dalam perencanaan tata ruang hijau perlu dipahami aturan-aturan mengenai
intensitas pemanfaatan ruang, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), dan Koefisien
Dasar Hijau (KDH). Pengertian intensitas pemanfaatan ruang, KDB, dan KDH
berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi adalah sebagai berikut:
- Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang
ditentukan berdasarkan pengaturan Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Ketinggian Bangunan, Koefisien Dasar

13

Hijau (KDH), Koefisien Tapak Basemen (KTB), tiap kawasan bagian kota
sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota.
- KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan yang
dikuasai sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang, dan
Peraturan Zonasi.
- KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka
di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan atau
penghijauan dan luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan yang dikuasai
sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang, dan
Peraturan Zonasi.
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang dalam Rumah Susun Provinsi DKI
Jakarta sebagaimana tertuang dalam Perda No 1 Tahun 2014 Tentang Rencana
Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi adalah sebagai berikut:
1. Intensitas pemanfaatan ruang pada Rumah Susun Umum (Rumah Susun Milik
dan Rumah Susun Sewa):
a. pada PSL sangat padat dengan KDB paling tinggi 60% (enam puluh
persen), KLB paling tinggi 5,0 (lima), dan ketinggian bangunan paling
tinggi 32 (tiga puluh dua) lantai;
b. pada PSL padat dengan KDB paling tinggi 55% (lima puluh lima persen),
KLB paling tinggi 4,5 (empat koma lima), dan ketinggian bangunan paling
tinggi 24 (dua puluh empat) lantai;
c. pada PSL kurang padat dengan KDB paling tinggi 50% (lima puluh
persen), KLB paling tinggi 4,0 (empat), dan ketinggian bangunan paling
tinggi 16 (enam belas) lantai; dan
d. pada PSL tidak padat dengan KDB paling tinggi 45% (empat puluh lima
persen), KLB paling tinggi 3,5 (tiga koma lima), dan ketinggian bangunan
paling tinggi 16 (enam belas) lantai;
2. Rumah Susun Umum (Rumah Susun Milik dan Rumah Susun Sewa)
menyediakan prasarana umum dan prasarana sosial paling kurang 50% (lima
puluh persen) dari standar prasarana minimal.
Dalam Buku Pedoman Teknis Cara Tinggal di Rusun Sederhana Sewa
(Departemen Perkerjaan Umum dan JICA 2007), disebutkan bahwa taman dan
bangunan pertamanan merupakan sarana dan prasarana bersama. Dalam buku
tersebut dinyatakan fungsi tanaman adalah sebagai berikut:
a. Menahan silau dari sinar matahari, lampu atau lampu kendaraan;
b. Kontrol pandangan terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan;
c. Pembatas fisik atau pagar;
d. Penghalau atau pengendali angin;
e. Penyaring debu, bau dan memberikan udara segar;
f. Menciptakan keindahan dan meningkatkan kualitas lingkungan
Dalam hal pemanfaatan RTH (taman dan tanaman), dijelaskan hal-hal
sebagai berikut:
a. Penyewa dapat memanfaatkan taman dan tanaman yang ada di kompleks
rumah susun sesuai dengan fungsinya;

14

b. Penyewa harus merawat tanaman dan bangunan pertamanan yang terdapat
dalam taman, termasuk bangku taman, lampu taman, jalan seta