Pelapisan apatit pada baja tahan karat lokal dan ternitridasi dengan metode sol-gel

1

PELAPISAN APATIT PADA BAJA TAHAN KARAT LOKAL
DAN TERNITRIDASI DENGAN METODE SOL-GEL

SAVITRI SEPTIARINI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

3

PELAPISAN APATIT PADA BAJA TAHAN KARAT LOKAL
DAN TERNITRIDASI DENGAN METODE SOL-GEL

SAVITRI SEPTIARINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

4

Judul : Pelapisan Apatit pada Baja Tahan Karat Lokal dan Ternitridasi dengan
Metode Sol-Gel
Nama : Savitri Septiarini
NIM : G44052497

Menyetujui:
Pembimbing I,


Pembimbing II,

Henny Purwaningsih Suyuti, M.Si.
NIP 19741201 200501 2 001

Setyanto Tri Wahyudi, M.Si.
NIP 19760731 200501 1 003

Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor,

Dr. drh. Hasim, DEA
NIP 19610328 198601 1 002

Tanggal lulus :

2

ABSTRAK

SAVITRI SEPTIARINI. Pelapisan Apatit pada Baja Tahan Karat Lokal dan Ternitridasi
dengan Metode Sol-Gel. Dibimbing oleh HENNY PURWANINGSIH SUYUTI dan
SETYANTO TRI WAHYUDI.
Logam yang telah dilapisi apatit seperti hidroksiapatit dan apatit karbonat biasanya
digunakan dalam kedokteran sebagai penyangga tulang yang patah. Baja tahan karat
adalah salah satu logam yang digunakan untuk menyangga tulang tersebut. Cangkang
telur ayam negeri dapat digunakan sebagai alternatif sumber kalsium karena mengandung
kalsium ± 70%. Kadar kalsium cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 64,09%. Sintesis apatit menggunakan 3 variabel konsentrasi asam fosfat, yaitu
0,80; 0,40; dan 0,08 M dengan masing-masing konsentrasi diberi perlakuan pemanasan
300, 600, dan 900 °C. Analisis difraksi sinar-X menunjukkan bahwa apatit yang
terkandung dalam serbuk contoh sebagian besar berupa hidroksiapatit. Hal ini terlihat dari
fase hidroksiapatit yang sebagian besar terkandung dalam serbuk contoh apatit dan
parameter kisi yang dimiliki paling mendekati data acuan hidroksiapatit. Logam yang
digunakan untuk pelapisan apatit adalah baja tahan karat lokal dan ternitridasi. Contoh
logam yang telah dilapisi apatit dipanaskan secara bertahap pada suhu 200, 400, dan 600
°C, kemudian dianalisis dengan difraksi sinar-X. Hasilnya menunjukkan bahwa contoh
logam lokal tanpa nitridasi yang telah terlapis apatit lebih baik daripada logam
ternitridasi. Hasil analisis permukaan memperlihatkan contoh logam ternitridasi yang
telah terlapis memiliki lapisan lebih merata dan lebih halus.


ABSTRACT
SAVITRI SEPTIARINI. Apatite Coating on Local Stainless Steel and Nitridated Metal
With Sol-Gel Methods. Supervised by HENNY PURWANINGSIH SUYUTI and
SETYANTO TRI WAHYUDI.
A coated metal with apatite like hydroxyapatite are usually used in medical as a proper in
broken bones. Stainless steel is the one of the metal that used to prop broken bones.
Broiler’s egg shells can be used as an alternative source of calcium because it contains ±
70% of calcium. The content of broiler’s egg shells in this research is 64,0λ%.
Apatite synthesis used three various concentration of phosphoric acid, there are

0,80; 0,40; and 0,08 M with heat treatment per concentration are 300, 600, and
900 °C. The analysis of X-ray diffraction showed that a large amount of samples
apatite are hydroxyapatite. It has shown by hydroxyapatite phase in samples and
grate parameters which are have nearest equal value with hydroxyapatite reference
data. Metal that used for apatite coating are local stainless steel and nitridated
metal. The apatite–coated metal samples are heated step by step at 200, 400, and
600 °C, then analyzed by X-ray diffraction. The analysis showed that the apatite–
coated local metal samples are better than the nitridated ones. The metal surface
analysis showed the nitridated metals which have been coated with apatite have

smoother and finer layer.

1

PENDAHULUAN
Patah tulang bisa terjadi pada usia anak
dan dewasa akibat kecelakaan. Pada usia
anak, patah tulang dapat segera pulih karena
masih memiliki cukup enzim untuk
memperbaiki jaringan tulang yang telah patah
tersebut. Namun pada usia dewasa, patah
tulang tidak dapat diatasi dengan enzim
karena jumlah dan kemampuannya telah
berkurang. Solusi yang selama ini dilakukan
dalam mengatasi patah tulang pada usia
dewasa adalah dengan menggunakan suatu
material pensubstitusi tulang, di antaranya
autograf berasal dari tubuh manusia tersebut,
allograf berasal dari tulang manusia lain,
xenograf berasal dari tulang hewan, dan

eksogenus berasal dari bahan sintetik atau
biasa disebut biomaterial (Langenati et al.
2005).
Bidang
kedokteran
selama
ini
menggunakan material logam (pen) untuk
mengatasi kejadian patah tulang. Masuknya
logam ini ke dalam tubuh ternyata
menimbulkan
efek
samping,
yaitu
pembengkakan dan rasa sakit di sekitar tulang
yang patah karena korosi logam oleh cairan
tubuh. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi
efek samping ini adalah melapisi logam
tersebut dengan biomaterial yang memiliki
biokompatibilitas dengan tubuh (Aoki 1991).

Apatit merupakan salah satu biomaterial
yang dapat digunakan untuk melapisi logam.
Apatit dapat diperoleh secara alami maupun
buatan. Apatit memiliki sifat biokompatibel
dan bioaktif. Biokompatibel berarti mampu
menyesuaikan diri dengan tubuh penerima,
sedangkan bioaktif berarti dapat menyatu
dengan tulang manusia atau matriksnya.
Kedua sifat ini dimiliki oleh apatit karena
mengandung kalsium dan fosforus yang
merupakan komponen utama tulang (Aoki
1991). Apatit yang biasa digunakan untuk
pelapisan logam adalah hidroksiapatit (HAp)
dan apatit karbonat.
Baja tahan karat produksi lokal memiliki
sifat mudah terkorosi. Salah satu upaya untuk
meminimalkan korosi ini adalah dengan
menitridasi logam tersebut, selanjutnya
melapisi dengan senyawa apatit. Nitridasi
adalah pelapisan logam dengan senyawa

nitrida. Usaha ini diharapkan dapat
memberikan nilai tambah pada logam baja
tahan karat lokal (Fermadi 2004).
Cangkang telur merupakan salah satu
sumber kalsium alami. Cangkang telur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah

cangkang telur ayam negeri karena mudah
diperoleh dan untuk mengurangi pencemaran.
Pelapisan logam dengan apatit dapat
dilakukan dengan berbagai macam metode,
seperti electrophoretic deposition (EPD),
thermal spraying, thermal decomposition, dan
sol-gel. Metode pelapisan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode sol-gel.
Metode sol gel mampu melindungi substrat
logam dari korosi oleh cairan dalam tubuh
seperti darah (Castro et al.2008). Beberapa
keuntungan dari metode sol-gel ialah
homogenitas campuran ion tinggi dan suhu

pemanasan rendah sehingga ukuran partikel
yang dihasilkan kecil (Rajabi et al. 2007).
Tujuan penelitian ini adalah melapisi
logam baja tahan karat lokal tanpa nitridasi
dan yang dinitridasi dengan apatit berupa
HAp sintetik menggunakan metode sol-gel.
Hipotesis yang diajukan adalah metode sol-gel
dapat digunakan untuk melapisi logam baja
tahan karat lokal tanpa nitridasi dan yang
dinitridasi dengan apatit berupa HAp sintetik
yang sumber kalsiumnya diperoleh dari
cangkang telur ayam negeri.

TINJAUAN PUSTAKA
Hidroksiapatit
Hidroksiapatit adalah salah satu mineral
yang dapat digunakan untuk penanaman
dalam proses penyembuhan patah tulang
karena memiliki kemiripan sifat dengan tulang
alami (Sasikumar & Vijayaraghavan 2006).

HAp terbentuk secara alami dari kalsium
apatit dengan rumus molekul Ca5(PO4)3OH
namun biasa ditulis Ca10(PO4)6(OH)2 karena
satu unit sel kristal terdiri atas 2 molekul.
HAp adalah kalsium fosfat yang mengandung
hidroksida, anggota dari kelompok mineral
dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P
sebesar 1,67. Struktur HAp adalah heksagonal
dengan dimensi sel a = b = 9,423 Å dan c =
6,881 Å serta sudut α = = = λ0° (Soejoko
& Wahyuni 2002).

Gambar 1 Struktur kristal hidroksiapatit.
(http://www.msm.cam.ac.uk)

1

PENDAHULUAN
Patah tulang bisa terjadi pada usia anak
dan dewasa akibat kecelakaan. Pada usia

anak, patah tulang dapat segera pulih karena
masih memiliki cukup enzim untuk
memperbaiki jaringan tulang yang telah patah
tersebut. Namun pada usia dewasa, patah
tulang tidak dapat diatasi dengan enzim
karena jumlah dan kemampuannya telah
berkurang. Solusi yang selama ini dilakukan
dalam mengatasi patah tulang pada usia
dewasa adalah dengan menggunakan suatu
material pensubstitusi tulang, di antaranya
autograf berasal dari tubuh manusia tersebut,
allograf berasal dari tulang manusia lain,
xenograf berasal dari tulang hewan, dan
eksogenus berasal dari bahan sintetik atau
biasa disebut biomaterial (Langenati et al.
2005).
Bidang
kedokteran
selama
ini
menggunakan material logam (pen) untuk
mengatasi kejadian patah tulang. Masuknya
logam ini ke dalam tubuh ternyata
menimbulkan
efek
samping,
yaitu
pembengkakan dan rasa sakit di sekitar tulang
yang patah karena korosi logam oleh cairan
tubuh. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi
efek samping ini adalah melapisi logam
tersebut dengan biomaterial yang memiliki
biokompatibilitas dengan tubuh (Aoki 1991).
Apatit merupakan salah satu biomaterial
yang dapat digunakan untuk melapisi logam.
Apatit dapat diperoleh secara alami maupun
buatan. Apatit memiliki sifat biokompatibel
dan bioaktif. Biokompatibel berarti mampu
menyesuaikan diri dengan tubuh penerima,
sedangkan bioaktif berarti dapat menyatu
dengan tulang manusia atau matriksnya.
Kedua sifat ini dimiliki oleh apatit karena
mengandung kalsium dan fosforus yang
merupakan komponen utama tulang (Aoki
1991). Apatit yang biasa digunakan untuk
pelapisan logam adalah hidroksiapatit (HAp)
dan apatit karbonat.
Baja tahan karat produksi lokal memiliki
sifat mudah terkorosi. Salah satu upaya untuk
meminimalkan korosi ini adalah dengan
menitridasi logam tersebut, selanjutnya
melapisi dengan senyawa apatit. Nitridasi
adalah pelapisan logam dengan senyawa
nitrida. Usaha ini diharapkan dapat
memberikan nilai tambah pada logam baja
tahan karat lokal (Fermadi 2004).
Cangkang telur merupakan salah satu
sumber kalsium alami. Cangkang telur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah

cangkang telur ayam negeri karena mudah
diperoleh dan untuk mengurangi pencemaran.
Pelapisan logam dengan apatit dapat
dilakukan dengan berbagai macam metode,
seperti electrophoretic deposition (EPD),
thermal spraying, thermal decomposition, dan
sol-gel. Metode pelapisan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode sol-gel.
Metode sol gel mampu melindungi substrat
logam dari korosi oleh cairan dalam tubuh
seperti darah (Castro et al.2008). Beberapa
keuntungan dari metode sol-gel ialah
homogenitas campuran ion tinggi dan suhu
pemanasan rendah sehingga ukuran partikel
yang dihasilkan kecil (Rajabi et al. 2007).
Tujuan penelitian ini adalah melapisi
logam baja tahan karat lokal tanpa nitridasi
dan yang dinitridasi dengan apatit berupa
HAp sintetik menggunakan metode sol-gel.
Hipotesis yang diajukan adalah metode sol-gel
dapat digunakan untuk melapisi logam baja
tahan karat lokal tanpa nitridasi dan yang
dinitridasi dengan apatit berupa HAp sintetik
yang sumber kalsiumnya diperoleh dari
cangkang telur ayam negeri.

TINJAUAN PUSTAKA
Hidroksiapatit
Hidroksiapatit adalah salah satu mineral
yang dapat digunakan untuk penanaman
dalam proses penyembuhan patah tulang
karena memiliki kemiripan sifat dengan tulang
alami (Sasikumar & Vijayaraghavan 2006).
HAp terbentuk secara alami dari kalsium
apatit dengan rumus molekul Ca5(PO4)3OH
namun biasa ditulis Ca10(PO4)6(OH)2 karena
satu unit sel kristal terdiri atas 2 molekul.
HAp adalah kalsium fosfat yang mengandung
hidroksida, anggota dari kelompok mineral
dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P
sebesar 1,67. Struktur HAp adalah heksagonal
dengan dimensi sel a = b = 9,423 Å dan c =
6,881 Å serta sudut α = = = λ0° (Soejoko
& Wahyuni 2002).

Gambar 1 Struktur kristal hidroksiapatit.
(http://www.msm.cam.ac.uk)

2

Pada umumnya kalsium fosfat hadir dalam
bentuk campuran amorf maupun berbagai
bentuk kristal. Bentuk-bentuk kalsium fosfat
ini terdiri atas 1 fase amorf dan 4 fase kristal,
yaitu kalsium fosfat amorf (KFA), trikalsium
fosfat (TKF), dikalsium fosfat dihidrat
(DKFD), oktakalsium fosfat (OKF), dan HAp.
KFA memiliki rumus kimia bervariasi, kaya
akan HPO42-, dan memiliki rasio Ca/P yang
rendah. Ion CO32-, HCO3-, Mg2+, dan lain
sebagainya dapat masuk dan mengganggu
struktur KFA. TKF (Ca3(PO4)2) merupakan
salah satu komponen yang dapat ditemukan
dalam mineral jaringan keras. DKFD
(CaHPO4.2H2O) merupakan tahap awal proses
pertumbuhan kristal hidroksiapatit. Kristal
DKFD memiliki ukuran yang kecil sehingga
dalam analisis menggunakan difraksi sinar-X
(XRD) masih tampak seperti amorf. Kristal
DKFD dapat diperoleh dari medium dengan
pH di bawah 6,6 yang kemudian mengalami
hidrolisis dan berubah menjadi OKF. OKF
(Ca8H2(PO4)5H2O) memiliki struktur yang
mirip
dengan
hidroksiapatit.
HAp
(Ca10(PO4)6(OH)2) merupakan fase kristal
yang paling stabil (Solechan 2001)
Sintesis HAp dapat dilakukan dengan
metode sol-gel yang merupakan metode
basah. Metode ini menggunakan reaksi
pencampuran 2 larutan (larutan menjadi
padatan) dan digunakan untuk memperoleh
kristal HAp yang memiliki kemurnian sangat
tinggi, komposisi yang homogen, dan ukuran
kristal yang kecil (Gusman et al. 2005)
Cangkang Telur
Cangkang telur memiliki bobot sebesar
11% dari bobot total seluruh telur. Komposisi
utama dalam cangkang ini adalah kalsium
karbonat (CaCO3), yaitu sebesar 91,00% dari
total bobot keseluruhan cangkang. Kandungan
kalsium dari cangkang telur ayam dapat
digunakan sebagai sumber yang efektif untuk
metabolisme
tulang
(Sasikumar
&
Vijayaraghavan 2006).
Tabel 1 Komposisi nutrisi cangkang telur
ayam negeri
Nutrisi
Kandungan (%)
Air
6-7
Protein
1,4-4
Lemak kasar
0,10-0,20
Kalsium karbonat
90,9
Sumber: Riyani et al. (2005)

Baja Tahan Karat (Stainless Steel, SS)
Logam SS merupakan paduan besi yang
sekurang-kurangnya mengandung 10,50%
(umumya sekitar 12-30%) kromium. Unsur
lainnya yang ada ialah nikel (22%),
molibdenum, tembaga, titanium, aluminium,
silikon, niobium, nitrogen, sulfur, sedikit
karbon, titanium, dan selenium (Trethwey &
Chamberlain 1988). Sifat yang dimiliki oleh
SS ini, yaitu tahan korosi, tahan suhu tinggi,
dan tidak mudah terkontaminasi (Schwetzer
1989). SS yang digunakan dalam penelitian
ini adalah SS lokal yang diproduksi oleh PT
Krakatau Steel Indonesia.
Nitridasi
Nitridasi merupakan perlakuan termokimia
pada logam (baja atau besi), yaitu melapisi
permukaan logam dengan senyawa nitrogen
pada suhu 500-550 °C. Proses nitridasi
dilakukan dengan memasukkan contoh ke
dalam tanur dan diharapkan seluruh
permukaan logam dapat melakukan kontak
dengan gas amonia. Logam yang telah
ternitridasi biasanya akan berwarna abu-abu,
bayang-bayang kekuningan, biru, atau ungu
(Thelning 1974).
2NH3
N2 + 3H2
Logam yang telah ternitridasi akan
memiliki tingkat korosi yang lebih rendah dan
kekerasannya lebih tinggi. Faktor-faktor yang
memengaruhi ketebalan lapisan nitrida adalah
waktu pengujian, suhu, konsentrasi nitrogen,
dan komposisi baja. Kemampuan baja untuk
menjerap nitrogen disebut nitridabilitas. Baja
yang
mengandung
unsur
aluminium,
kromium,
dan
molibdenum
akan
menghasilkan nitridabilitas yang tinggi.
Komposisi baja yang berbeda akan
mempengaruhi nitridabilitas (Thelning 1974).
Metode Pelapisan Logam
Pelapisan logam oleh apatit dapat
dilakukan dengan berbagai metode. Beberapa
metode yang telah banyak dilakukan adalah
electrophoretic deposition (EPD), thermal
spraying, thermal decomposition, dan sol-gel.
Metode EPD adalah pelapisan untuk
menempelkan suatu bahan pada permukaan
logam dengan menggunakan tegangan listrik
(Cortez PM et al. 2004). Thermal spraying
merupakan metode pelapisan logam yang
paling banyak digunakan. Metode ini dapat
mengikat apatit dengan cukup kuat pada
permukaan logam karena suhu pemanasan
yang digunakan sangat tinggi, yaitu sekitar
20.000 °C. Sementara thermal decomposition
merupakan metode pelapisan logam yang

3

dapat menghasilkan lapisan tipis hingga 1 m
(Aoki 1991).
Sol-gel adalah sebuah teknik untuk
membentuk material gelas dan keramik pada
suhu rendah. Menurut Vijayalakshmi (2006),
metode yang menggunakan suhu rendah
dalam
prosesnya
akan
menghasilkan
campuran dengan kemurnian dan homogenitas
lebih
tinggi
daripada
proses
yang
menggunakan suhu tinggi. Proses sol-gel
diawali dengan pembentukan koloid yang
memiliki padatan tersuspensi di dalam
larutannya (kondisi ini disebut sol). Sol ini
kemudian akan mengalami perubahan fase
menjadi gel, yaitu koloid yang memiliki fraksi
solid yang lebih besar daripada sol. Gel ini
kemudian akan mengalami kekakuan dan
dapat dipanaskan untuk membentuk keramik
(Dawnay et al. 1997). Material produk yang
diperoleh
akan
memperlihatkan
ketransparanan dan stabil secara kimia dan
mekanik (Collinson 1999).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri atas cangkang telur, baja
tahan karat lokal tanpa nitridasi, dan
ternitridasi.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
ialah X-Ray Diffraction (XRD) Shimadzu 160,
dan mikroskop optik Nikon
Tahapan Penelitian
Penelitian ini terbagi dalam 3 tahap
(Lampiran 1). Tahap pertama adalah sintesis
apatit meliputi preparasi cangkang telur,
penentuan kadar kalsium dalam cangkang
telur, presipitasi, dan pencirian serbuk apatit.
Tahap kedua adalah pelapisan logam dengan
apatit dan tahap ketiga adalah uji
pascapelapisan logam meliputi pencirian
lapisan apatit dengan XRD dan mikroskop
optik.
Preparasi cangkang telur (Modifikasi
Amrina 2008)
Cangkang telur diberi perlakuan meliputi
pembersihan, pengeringan, dan kalsinasi.
Perlakuan diawali dengan pembersihan
cangkang telur dari kotoran makro, eliminasi
membran
cangkang
telur
kemudian
dikeringkan di suhu kamar. Cangkang telur
yang telah kering lalu dikalsinasi pada suhu
1000 °C selama 5 jam. Cangkang telur yang
telah dikalsinasi akan berbentuk serbuk lalu

kadar kalsiumnya ditentukan dengan metode
titrimetri. Pencirian serbuk cangkang telur
dilakukan dengan XRD untuk mengetahui
fase yang terkandung di dalamnya.
Penentuan kadar kalsium dalam serbuk
cangkang telur ayam negeri menggunakan
metode titrimetri
Standardisasi EDTA dilakukan dengan
mengambil 10 ml larutan kalsium karbonat
0,1 N lalu ditambahkan 3 tetes indikator Erio
Black T kemudian dititrasi dengan larutan
EDTA 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari ungu ke merah muda. Titrasi dilakukan 3
kali. Sebanyak 0,5000 g serbuk cangkang
telur ditambahkan asam nitrat pekat sampai
berbuih dan berwarna kuning kemudian
disaring dan diambil filtratnya lalu diencerkan
dengan akuades sampai 100 ml. Kadar
kalsium ditentukan dengan mengambil
sebanyak 25 ml filtrat lalu ditambahkan 10
tetes amoniak 4 N, 2,5 ml larutan bufer pH 10,
dan 3 tetes indikator Erio Black T lalu dititrasi
dengan larutan EDTA 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna dari ungu ke merah muda.
Titrasi dilakukan 3 kali.
Presipitasi (Modifikasi Rajabi et al. 2007)
Serbuk cangkang telur dan asam fosfat
dilarutkan dalam etanol 96% sebanyak 100
ml. Ragam massa serbuk cangkang telur dan
suhu yang digunakan dapat dilihat pada Tabel
2. Presipitasi dilakukan pada suhu 37 °C
dengan pengadukan 300 rpm dan laju alir 1,0
ml/menit kemudian dipanaskan dalam
pemanas air bersuhu 60 °C selama 1 jam.
Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama
24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 °C
dengan kecepatan pengadukan 300 rpm
sampai larutan berubah menjadi gel berwarna
putih. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam
oven pada suhu 110 °C selama 24 jam
kemudian dilanjutkan pada suhu 300, 600, dan
900 °C masing-masing selama 2 jam.
Tabel 2 Kodefikasi contoh
Massa (g)
Suhu (°C)
10,4438 5,2219
300
A1
B1
600
A2
B2
900
A3
B3

1,0443
C1
C2
C3

Pencirian XRD serbuk apatit (Modifikasi
Rajabi et al. 2007)
Serbuk apatit yang diperoleh dihaluskan
dengan mortar agate. Pencirian serbuk halus
apatit ini menggunakan instrumen XRD
dengan sumber Cu dan panjang gelombang

3

dapat menghasilkan lapisan tipis hingga 1 m
(Aoki 1991).
Sol-gel adalah sebuah teknik untuk
membentuk material gelas dan keramik pada
suhu rendah. Menurut Vijayalakshmi (2006),
metode yang menggunakan suhu rendah
dalam
prosesnya
akan
menghasilkan
campuran dengan kemurnian dan homogenitas
lebih
tinggi
daripada
proses
yang
menggunakan suhu tinggi. Proses sol-gel
diawali dengan pembentukan koloid yang
memiliki padatan tersuspensi di dalam
larutannya (kondisi ini disebut sol). Sol ini
kemudian akan mengalami perubahan fase
menjadi gel, yaitu koloid yang memiliki fraksi
solid yang lebih besar daripada sol. Gel ini
kemudian akan mengalami kekakuan dan
dapat dipanaskan untuk membentuk keramik
(Dawnay et al. 1997). Material produk yang
diperoleh
akan
memperlihatkan
ketransparanan dan stabil secara kimia dan
mekanik (Collinson 1999).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri atas cangkang telur, baja
tahan karat lokal tanpa nitridasi, dan
ternitridasi.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
ialah X-Ray Diffraction (XRD) Shimadzu 160,
dan mikroskop optik Nikon
Tahapan Penelitian
Penelitian ini terbagi dalam 3 tahap
(Lampiran 1). Tahap pertama adalah sintesis
apatit meliputi preparasi cangkang telur,
penentuan kadar kalsium dalam cangkang
telur, presipitasi, dan pencirian serbuk apatit.
Tahap kedua adalah pelapisan logam dengan
apatit dan tahap ketiga adalah uji
pascapelapisan logam meliputi pencirian
lapisan apatit dengan XRD dan mikroskop
optik.
Preparasi cangkang telur (Modifikasi
Amrina 2008)
Cangkang telur diberi perlakuan meliputi
pembersihan, pengeringan, dan kalsinasi.
Perlakuan diawali dengan pembersihan
cangkang telur dari kotoran makro, eliminasi
membran
cangkang
telur
kemudian
dikeringkan di suhu kamar. Cangkang telur
yang telah kering lalu dikalsinasi pada suhu
1000 °C selama 5 jam. Cangkang telur yang
telah dikalsinasi akan berbentuk serbuk lalu

kadar kalsiumnya ditentukan dengan metode
titrimetri. Pencirian serbuk cangkang telur
dilakukan dengan XRD untuk mengetahui
fase yang terkandung di dalamnya.
Penentuan kadar kalsium dalam serbuk
cangkang telur ayam negeri menggunakan
metode titrimetri
Standardisasi EDTA dilakukan dengan
mengambil 10 ml larutan kalsium karbonat
0,1 N lalu ditambahkan 3 tetes indikator Erio
Black T kemudian dititrasi dengan larutan
EDTA 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari ungu ke merah muda. Titrasi dilakukan 3
kali. Sebanyak 0,5000 g serbuk cangkang
telur ditambahkan asam nitrat pekat sampai
berbuih dan berwarna kuning kemudian
disaring dan diambil filtratnya lalu diencerkan
dengan akuades sampai 100 ml. Kadar
kalsium ditentukan dengan mengambil
sebanyak 25 ml filtrat lalu ditambahkan 10
tetes amoniak 4 N, 2,5 ml larutan bufer pH 10,
dan 3 tetes indikator Erio Black T lalu dititrasi
dengan larutan EDTA 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna dari ungu ke merah muda.
Titrasi dilakukan 3 kali.
Presipitasi (Modifikasi Rajabi et al. 2007)
Serbuk cangkang telur dan asam fosfat
dilarutkan dalam etanol 96% sebanyak 100
ml. Ragam massa serbuk cangkang telur dan
suhu yang digunakan dapat dilihat pada Tabel
2. Presipitasi dilakukan pada suhu 37 °C
dengan pengadukan 300 rpm dan laju alir 1,0
ml/menit kemudian dipanaskan dalam
pemanas air bersuhu 60 °C selama 1 jam.
Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama
24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 °C
dengan kecepatan pengadukan 300 rpm
sampai larutan berubah menjadi gel berwarna
putih. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam
oven pada suhu 110 °C selama 24 jam
kemudian dilanjutkan pada suhu 300, 600, dan
900 °C masing-masing selama 2 jam.
Tabel 2 Kodefikasi contoh
Massa (g)
Suhu (°C)
10,4438 5,2219
300
A1
B1
600
A2
B2
900
A3
B3

1,0443
C1
C2
C3

Pencirian XRD serbuk apatit (Modifikasi
Rajabi et al. 2007)
Serbuk apatit yang diperoleh dihaluskan
dengan mortar agate. Pencirian serbuk halus
apatit ini menggunakan instrumen XRD
dengan sumber Cu dan panjang gelombang

4

1,54060 Å. Pencirian XRD dilakukan untuk
mengetahui fase yang terkandung dalam
contoh, parameter kisi kristal, dan ukuran
kristalnya

Uji mikrostruktur (Hukovic et al. 2002)
Uji mikrostruktur dilakukan dengan
mikroskop
optik
untuk mengevaluasi
permukaan apatit yang menempel pada
permukaan logam. Ukuran kristal apatit, fase
yang terdapat dalam contoh, dan parameter
kisi kristal yang menempel pada permukaan
logam dianalisis menggunakan instrumen
XRD.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri Serbuk Cangkang Telur
Cangkang telur memiliki komposisi
terbesar berupa kalsium karbonat (CaCO3).
Keberadaan ion karbonat akan memberikan
pengaruh dalam sintesis apatit HAp. Ion
karbonat dapat menempati posisi dalam
struktur HAp. Posisi pertama, yaitu
menggantikan gugus OH- membentuk apatit
karbonat tipe A (AKA) dan posisi kedua
menggantikan gugus PO43- membentuk apatit
karbonat tipe B (AKB) (Aoki 1991).
Difraktogram dari serbuk cangkang telur
disajikan pada Gambar 2. Difraktogram
tersebut memperlihatkan 2 puncak dengan
intensitas tertinggi, yaitu saat d-spacing
bernilai 2,7978 (31,9625°) dan 2,69927 Å
(33,1623°) (Lampiran 2). Intensitas tersebut
menunjukkan fase CaO sehingga komponen
utama serbuk cangkang telur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah fase CaO
(Lampiran 3). Keberadaan fase CaCO3 dalam
serbuk cangkang telur disebabkan oleh
banyaknya ion karbonat di udara yang masuk
ke dalam serbuk cangkang telur pada saat
akan dianalisis.

Ket:
Δ CaCO3
Ο CaO

Ο

200
Intensitas (arb. unit)

Pelapisan logam dengan apatit (Modifikasi
Hukovic et al. 2002)
Proses pelapisan logam dilakukan
bersamaan dengan sintesis apatit, yaitu saat
contoh berbentuk gel. Gel ini diteteskan di
atas permukaan logam polos dan ternitridasi
kemudian logam diputar dengan alat spin
coating selama 30 detik. Logam yang telah
terlapisi kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 110 °C selama 24 jam dan
pemanasan dilanjutkan kembali pada suhu
200, 400, dan 600 °C masing-masing selama 2
jam.

250

150

Ο
100

Δ

Ο

Δ
Δ
Δ

50

ΔΔ

Δ

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

o

Sudut 2q /
Gambar 2 Difraktogram
serbuk cangkang
telur ayam negeri.

Pembuatan
serbuk cangkang telur
dilakukan dengan mengkalsinasi cangkang
telur pada suhu 1000 °C selama 5 jam. Fungsi
dari
proses
ini
untuk
menghindari
terbentuknya AKA maupun AKB. Kalsinasi
ini akan menyebabkan terjadinya eliminasi
gugus fungsi karbonat (CO32-) pada struktur
HAp. Kadar kalsium dalam serbuk cangkang
telur diukur dengan metode titrimetri dan
diperoleh kalsium sebesar 64,09% dari massa
total.
Difraktogram Contoh Serbuk
Difraktogram memperlihatkan bahwa
setiap contoh sebagian besar membentuk
apatit berupa HAp (Lampiran 4). Sebagian
besar puncak XRD contoh sesuai dengan data
JCPDS (Joint Committee on Powder
Diffraction Standards) No. 090432 (Lampiran
5) untuk HAp. Difraktogram fase HAp
ditunjukan oleh puncak dengan intensitas
tertinggi yang memiliki nilai d-spacing
berturut-turut 2,807, 2,7124, dan 2,634 Å.
Oleh karena itu, untuk analisis selanjutnya
akan dibahas ukuran kristal dan parameter kisi
dari HAp.
Difraktogram serbuk HAp sintetik untuk
serbuk contoh A1, A2, dan A3 dapat dilihat
pada Gambar 3, 4, dan 5. Fase dalam contoh
A1, A2, dan A3 sebagian besar berupa HAp
walaupun 3 intensitas tertingginya tidak
berupa HAp seluruhnya. Contoh A1 memiliki
3 puncak tertinggi yang masing-masing
menunjukan fase HAp, AKB, dan AKA
dengan nilai d-spacing berturut-turut untuk
setiap fase sebesar 2,63177 (34,0384°),
2,60462 (34,4043°), dan 4,90235 Å
(18,0805°), sedangkan 3 puncak tertinggi pada
contoh A2 memiliki fase HAp dan 2 fase
AKA dengan nilai d-spacing berturut-turut
sebesar
2,63447
(34,0025°),
4,97019
(17,8317°), dan 3,12164 Å (28,5718°).
Contoh A3 memiliki 3 puncak tertinggi

4

1,54060 Å. Pencirian XRD dilakukan untuk
mengetahui fase yang terkandung dalam
contoh, parameter kisi kristal, dan ukuran
kristalnya

Uji mikrostruktur (Hukovic et al. 2002)
Uji mikrostruktur dilakukan dengan
mikroskop
optik
untuk mengevaluasi
permukaan apatit yang menempel pada
permukaan logam. Ukuran kristal apatit, fase
yang terdapat dalam contoh, dan parameter
kisi kristal yang menempel pada permukaan
logam dianalisis menggunakan instrumen
XRD.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri Serbuk Cangkang Telur
Cangkang telur memiliki komposisi
terbesar berupa kalsium karbonat (CaCO3).
Keberadaan ion karbonat akan memberikan
pengaruh dalam sintesis apatit HAp. Ion
karbonat dapat menempati posisi dalam
struktur HAp. Posisi pertama, yaitu
menggantikan gugus OH- membentuk apatit
karbonat tipe A (AKA) dan posisi kedua
menggantikan gugus PO43- membentuk apatit
karbonat tipe B (AKB) (Aoki 1991).
Difraktogram dari serbuk cangkang telur
disajikan pada Gambar 2. Difraktogram
tersebut memperlihatkan 2 puncak dengan
intensitas tertinggi, yaitu saat d-spacing
bernilai 2,7978 (31,9625°) dan 2,69927 Å
(33,1623°) (Lampiran 2). Intensitas tersebut
menunjukkan fase CaO sehingga komponen
utama serbuk cangkang telur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah fase CaO
(Lampiran 3). Keberadaan fase CaCO3 dalam
serbuk cangkang telur disebabkan oleh
banyaknya ion karbonat di udara yang masuk
ke dalam serbuk cangkang telur pada saat
akan dianalisis.

Ket:
Δ CaCO3
Ο CaO

Ο

200
Intensitas (arb. unit)

Pelapisan logam dengan apatit (Modifikasi
Hukovic et al. 2002)
Proses pelapisan logam dilakukan
bersamaan dengan sintesis apatit, yaitu saat
contoh berbentuk gel. Gel ini diteteskan di
atas permukaan logam polos dan ternitridasi
kemudian logam diputar dengan alat spin
coating selama 30 detik. Logam yang telah
terlapisi kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 110 °C selama 24 jam dan
pemanasan dilanjutkan kembali pada suhu
200, 400, dan 600 °C masing-masing selama 2
jam.

250

150

Ο
100

Δ

Ο

Δ
Δ
Δ

50

ΔΔ

Δ

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

o

Sudut 2q /
Gambar 2 Difraktogram
serbuk cangkang
telur ayam negeri.

Pembuatan
serbuk cangkang telur
dilakukan dengan mengkalsinasi cangkang
telur pada suhu 1000 °C selama 5 jam. Fungsi
dari
proses
ini
untuk
menghindari
terbentuknya AKA maupun AKB. Kalsinasi
ini akan menyebabkan terjadinya eliminasi
gugus fungsi karbonat (CO32-) pada struktur
HAp. Kadar kalsium dalam serbuk cangkang
telur diukur dengan metode titrimetri dan
diperoleh kalsium sebesar 64,09% dari massa
total.
Difraktogram Contoh Serbuk
Difraktogram memperlihatkan bahwa
setiap contoh sebagian besar membentuk
apatit berupa HAp (Lampiran 4). Sebagian
besar puncak XRD contoh sesuai dengan data
JCPDS (Joint Committee on Powder
Diffraction Standards) No. 090432 (Lampiran
5) untuk HAp. Difraktogram fase HAp
ditunjukan oleh puncak dengan intensitas
tertinggi yang memiliki nilai d-spacing
berturut-turut 2,807, 2,7124, dan 2,634 Å.
Oleh karena itu, untuk analisis selanjutnya
akan dibahas ukuran kristal dan parameter kisi
dari HAp.
Difraktogram serbuk HAp sintetik untuk
serbuk contoh A1, A2, dan A3 dapat dilihat
pada Gambar 3, 4, dan 5. Fase dalam contoh
A1, A2, dan A3 sebagian besar berupa HAp
walaupun 3 intensitas tertingginya tidak
berupa HAp seluruhnya. Contoh A1 memiliki
3 puncak tertinggi yang masing-masing
menunjukan fase HAp, AKB, dan AKA
dengan nilai d-spacing berturut-turut untuk
setiap fase sebesar 2,63177 (34,0384°),
2,60462 (34,4043°), dan 4,90235 Å
(18,0805°), sedangkan 3 puncak tertinggi pada
contoh A2 memiliki fase HAp dan 2 fase
AKA dengan nilai d-spacing berturut-turut
sebesar
2,63447
(34,0025°),
4,97019
(17,8317°), dan 3,12164 Å (28,5718°).
Contoh A3 memiliki 3 puncak tertinggi

5

berupa fase AKA dengan nilai d-spacing
berturut-turut sebesar 2,83405 (31,5430°),
2,73620 (32,7021°), dan 2,64473 Å
(33,8666°) (Lampiran 2).

spacing berturut-turut 2,81922 (31,7133°),
2,72286 (32,8668°), dan 2,63378 Å
(34,0117°).
400

Ket:
X HAp
# AKA
+ AKB

300°C

(a)

Intensitas (arb. unit)

250

300

200

(a)

x
150

#
#
x

100

250

200

x
150

#
#
x
x + #
x

100

+

x

x x

Ket:
X HAp
# AKA
+ AKB

300°C
350

Intensitas (arb. unit)

300

x

x

50

50

xx

#

+ +
x xx

40

50

0
0

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

10

20

30

60

70

80

90

60

70

80

90

80

90

Sudut 2q / o

90

o

Sudut 2q /

400

300

600°C
350

600°C

300

200

(b)

x
150

#

100

Intensitas (arb. unit)

(b)

Intensitas (arb. unit)

250

x
+ x

200

x

150

x

100

x

##x

250

+ x

+
x# #
x# x

+ x

50

+ + +

50
0
0

10

20

30

40

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

50

Sudut 2q / o

90

Sudut 2q / o
400

300

x
900°C

#

350

900°C
300

##

200

(c)

+
150

+
x x

x

100

x
#

50

##

#
x

# #
x+ +

Intensitas (arb. unit)

(c)

Intensitas (arb. unit)

250

x
250

x
#

200

150

#

x
xx +

50

x
x
+ x

x
xx x

x

0

10

20

30

40

50

60

70

+x
x

x+
+ x xx
# x xx
xx
+

xx x

x

0

0
0

x x
#

x
x

x

100

80

90

Sudut 2q / o

Gambar 3 Difraktogram contoh A1 (a),
contoh A2 (b), dan contoh A3 (c).
Dari hasil difraktogram ini dapat terlihat
bahwa terjadi pergeseran fase. Pada suhu
rendah terbentuk fase HAp sedangkan pada
suhu tinggi fase HAp berubah menjadi fase
AKA. Hal ini disebabkan ion OH- pada HAp
akan diganggu oleh ion CO3- pada pemanasan
dengan suhu tinggi.
Difraktogram serbuk contoh B1, B2, dan
B3 disajikan pada Gambar 4. Pada contoh B1
dan B2, 3 puncak tertinggi merupakan fase
HAp, AKB, dan AKA, yaitu saat d-spacing
bernilai
2,63353
(34,0150°),
2,60044
(34,4612°), dan 4,93064 Å (17,9759°) untuk
B1 sedangkan untuk B2 sebesar 2,62762
(34,0939°), 3,03316 (29,4238°), dan 4,89757
Å (18,0983°). Contoh B3 memiliki 3 puncak
tertinggi berupa fase HAp dengan nilai d-

10

20

30

40

50

60

70

Sudut 2q / o

Gambar 4 Difraktogram contoh B1 (a),
contoh B2 (b), dan contoh B3 (c).
Hasil difraktogram contoh B menunjukkan
bahwa kenaikan suhu menyebabkan fase
bergeser. Fase AKB dan AKA yang terbentuk
pada suhu rendah berubah menjadi fase HAp
pada suhu tinggi. Kondisi ini berbeda dengan
contoh A.
Difraktogram serbuk contoh C dapat
dilihat dalam Gambar 5. Contoh C1 memiliki
3 puncak tertinggi berupa fase AKB dan HAp
dengan nilai d-spacing
sebesar 3,02876
(29,4675°), 2,80622 (31,8640°), dan 2,61910
Å (34,2082°). Contoh C2 memiliki 3 puncak
tertinggi berupa fase HAp, AKB, dan AKA
dengan nilai d-spacing berturut-turut sebesar
2,62762 (34,0939°), 3,03316 (29,4238°), dan
4,89757 Å (18,0983°). Contoh C3 memiliki 3
puncak tertinggi berupa fase HAp. Nilai dspacing untuk contoh C3 sebesar 2,80788

6

(31,8448°), 2,71248 (32,9962°), dan 2,63485
Å (33,9975°). Difraktogram contoh C
memperlihatkan hal yang sama dengan contoh
B, yaitu kenaikan suhu menyebabkan fase
bergeser menjadi HAp.
350

300°C

Ket:
X HAp
# AKA
+ AKB

+

(a)

Intensitas (arb. unit)

300

250

200

150

x

+

100

x

#
#

50

x

x
+

x
+ + x

x

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

60

70

80

90

60

70

80

90

Sudut 2q / o
350

600°C

(b)

Intensitas (arb. unit)

300

250

x

200

+

150

100

x

x
+

#

+

#

50

+

x+
+

40

50

0
0

10

20

30

Sudut 2q / o
350

900°C
300

(c)

Intensitas (arb. unit)

250

x
200

x

150

100

+ +
#

+
#

50

+

x x
xx

0
0

10

20

30

40

50

Sudut 2q / o

Gambar 5 Difraktogram contoh C1 (a),
contoh C2 (b), dan contoh C3 (c).
Adanya fase AKA dan AKB dalam
pembentukan apatit HAp disebabkan apatit
biologis maupun sintetik pada suhu rendah
merupakan AKB sedangkan pada suhu tinggi
merupakan AKA (Hidayat et al. 2006).
Contoh A1, B1, dan C1 sebagian besar
memiliki fase AKB pada intensitas yang
cukup tinggi. Kenaikan suhu pemanasan
menyebabkan contoh A2, B2, C2, A3, B3, dan
C3 memiliki fase AKA yang lebih banyak
daripada ketiga contoh lainnya (Lampiran 4).
Selain itu, adanya AKA dan AKB ini
disebabkan kondisi yang melewati kondisi
super jenuh (konsentrasi Ca di atas 10mM)
(Notonegoro 2003).
Hal lain yang menyebabkan terbentuknya
fase AKA dan AKB adalah adanya ion

karbonat dari karbon dioksida di udara. Ion ini
akan terperangkap selama proses presipitasi
dan sulit untuk dihilangkan karena akan
terikat dalam kisi kristal HAp. Konsentrasi
asam fosfat yang semakin tinggi menunjukkan
semakin banyaknya fase AKA dan AKB yang
terbentuk. Kondisi ini dikarenakan pada
konsentrasi rendah ruang gerak molekul lebih
besar dan ion karbonat yang telah masuk
dapat lepas kembali setelah diberi perlakuan
pemanasan sedangkan konsentrasi tinggi
menyebabkan ruang gerak molekul lebih
sempit dan terbatas sehingga ion karbonat
yang telah masuk akan sulit untuk lepas
walaupun telah diberi perlakuan pemanasan
suhu tinggi karena ion karbonat ini telah
masuk ke dalam struktur kristal dari HAp.
Ukuran kristal HAp contoh dihitung
menggunakan persamaan Scherrer (Lampiran
6) (Cullity & Stock 2001). Ukuran kristal
berbanding terbalik dengan nilai FWHM (full
width at half maximum) (Lampiran 2). Nilai
FWHM yang semakin kecil menunjukkan
ukuran kristal yang semakin besar.
Tabel 3 Ukuran kristal contoh serbuk HAp
Kode
FWHM D(002) (nm)
contoh
A1
0,384
21,24
A2
0,576
14,18
A3
0,240
33,97
B1
0,336
24,27
B2
0,576
14,18
B3
0,288
28,32
C1
0,384
21,24
C2
0,576
14,18
C3
0,288
28,31
Berdasarkan Tabel 3 terlihat secara umum
bahwa dengan bertambahnya konsentrasi dan
suhu pemanasan maka nilai FWHM semakin
kecil sehingga ukuran kristal yang dihasilkan
semakin besar. Besarnya ukuran kristal ini
disebabkan oleh semakin mampatnya molekul
yang bereaksi sehingga ukuran molekul yang
akan dihasilkan semakin besar pula.
Parameter kisi dihitung menggunakan
metode Cohen’s (Lampiran 7) untuk sistem
non kubik karena HAp berbentuk heksagonal
(Cullity dan Stock 2001). Hasil perhitungan
parameter kisi a dan c dapat dilihat pada Tabel
4. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
sebagian besar parameter kisi contoh berada
pada kisaran parameter kisi HAp, sehingga
dapat dikatakan bahwa fase yang terkandung
dalam contoh umumnya adalah HAp.

7

Ket:
X HAp
# AKA
+ AKB

350

Logam tanpa nitridasi
300

(a)

Intensitas (arb. unit)

Tabel 4 Parameter kisi contoh serbuk HAp
Parameter kisi (Å)
Kode
contoh
a
c
A1
8,648
6,385
A2
10,433
7,663
A3
8,400
7,067
B1
9,799
7,178
B2
9,873
7,275
9,233
6,772
B3
C1
9,404
6,836
C2
9,873
7,275
C3
9,440
6,942

250

200

150

#
#

100

+
xx#
# ##

50

x
+

x x x+ x

x

x

x

+

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Sudut 2q / o
350

Logam yang dinitridasi
+

300

(b)

Intensitas (arb. unit)

Contoh A1 dan A3 memiliki beberapa fase
AKB dengan intensitas yang cukup tinggi
sehingga parameter kisi a yang dimilikinya
lebih kecil dibandingkan dengan yang lain.
Kehadiran
ion
karbonat
ini
akan
memperpendek parameter kisi a karena ion
karbonat berbentuk planar dan menggantikan
ion fosfat yang berbentuk tetrahedral (Hidayat
et al. 2006).

250

200

150

100

x

50

x

+
xx

#

x + + +x
x+

x

x

x

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Sudut 2q / o

Difraktogram Contoh Logam
Logam yang digunakan untuk dilapisi
dengan senyawa apatit HAp adalah logam
baja tahan karat lokal tanpa nitridasi (X) dan
yang telah dinitridasi (Y). Contoh serbuk
senyawa apatit yang digunakan untuk melapisi
logam tersebut adalah contoh C3. Pemilihan
contoh ini berdasarkan fase yang terbentuk,
ukuran kristal, dan parameter kisi yang
dimiliki oleh contoh C3. Contoh C3 memiliki
fase dominan berupa HAp dengan ukuran
kristal yang cukup kecil dan persen parameter
kisi yang besar. Ukuran kristal yang kecil ini
diharapkan dapat menghasilkan lapisan HAp
yang lebih halus dan homogen. Pemanasan
logam yang telah terlapisi menggunakan suhu
200, 400, dan 600 °C. Masing-masing suhu
ditahan selama 2 jam. Penahanan dan
kenaikan suhu yang teratur ini dapat
meningkatkan kekuatan ikatan antara apatit
dan permukaan logam. Proses pelapisan
logam hanya menggunakan suhu maksimal
sebesar 600 °C sedangkan proses pembuatan
serbuk apatit menggunakan suhu maksimal
sebesar 900 °C . Perbedaan ini disebabkan
oleh ketahanan logam yang rendah pada suhu
tinggi. Penelitian pendahuluan mendapatkan
hasil bahwa logam baja tahan karat lokal tidak
tahan pada suhu di atas 650 °C. Logam akan
terkorosi pada permukannya walaupun telah
mengalami proses nitridasi. Difraktogram dari
permukaan logam yang telah terlapisi dapat
dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Difraktogram lapisan contoh X (a)
dan contoh Y (b).
Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa
fase yang terbentuk pada permukaan logam
lokal tanpa nitridasi belum berupa HAp
(Lampiran 8). Contoh X memiliki 2 intensitas
tertinggi berupa fase AKA dan 1 puncak
tertinggi lainnya berupa fase HAp (Gambar
6a). Puncak AKA berada pada d-spacing
2,26368 (39.7887°) dan 2,33807 (38.472°),
sedangkan puncak HAp pada 2,02794 Å
(44.648°) (Lampiran 2). Contoh Y memiliki 3
intensitas puncak tertinggi dengan fase
berbeda-beda. Puncak pertama berupa AKB,
kedua AKA, dan ketiga HAp (Gambar 6b).
Puncak AKB berada pada d-spacing 3,04549
(29.302°), AKA pada 2,88011 (31.0257°), dan
HAp pada 1,62774 Å (56.4885°).
Kehadiran fase AKA dan AKB ini
disebabkan suhu yang digunakan dalam
proses pemanasan lapisan hanya 600 °C
sehingga ion karbonat dalam struktur HAp
belum hilang seluruhnya. Ion karbonat akan
hilang pada pemanasan dengan suhu di atas
600 °C. Kedua contoh logam ini berhasil
dilapisi
dengan
apatit.
Difraktogram
menunjukkan tidak adanya fase dari logam
baja tahan karat yang terlihat lagi (Lampiran
9).
Ukuran kristal lapisan apatit kedua contoh
dapat dilihat pada Tabel 5. Dari perhitungan
dengan persamaan Scherrer terlihat bahwa
ukuran kristal pada lapisan contoh X lebih

8

kecil dari lapisan contoh Y. Kecilnya ukuran
kristal ini disebabkan oleh bidang 002 pada
lapisan contoh X merupakan fase AKA
sedangkan pada lapisan contoh Y merupakan
fase HAp.
Tabel 5 Ukuran kristal lapisan contoh logam
Kode
FWHM D(002) (nm)
contoh
X
0,576
14,17
Y
0,288
28,31
Parameter kisi lapisan kedua contoh dapat
dilihat pada Tabel 6. Perhitungan parameter
kisi ini menggunakan metode Cohen’s. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa lapisan
contoh X memiliki parameter kisi yang
mendekati parameter kisi HAp (a = b = 9,423
Å dan c = 6,881 Å).
Tabel 6 Parameter kisi lapisan contoh logam
Parameter kisi (Å)
Kode
contoh
c
a
X
6,967
9,558
Y
6,521
8,886
Lapisan contoh Y memiliki parameter kisi a
yang kecil. Kondisi ini disebabkan oleh
banyaknya fase AKB dalam lapisan
(Lampiran 8) sehingga mengganggu struktur
HAp.
Ciri Permukaan Contoh Logam
Permukaan kedua logam sebelum terlapisi
dapat dilihat pada Gambar 7. Contoh X
diamplas terlebih dahulu sebelum dilapisi
dengan apatit. Fungsi pengamplasan ini untuk
menghilangkan pengotor yang menempel
pada permukaan logam.

tidak terlihat lagi digantikan oleh goresan
searah yang merupakan lapisan nitridasi.
Permukaan kedua contoh logam yang telah
terlapisi dapat dilihat pada Gambar 8. Goresan
halus pada contoh X sudah tertutupi dengan
apatit. Hal ini menunjukkan bahwa contoh X
berhasil terlapisi. Kondisi yang sama terjadi
juga pada contoh Y. Goresan lapisan nitridasi
sudah tertutupi oleh lapisan apatit.

a

b

Gambar 8 Foto permukaan lapisan contoh X
(a) dan lapisan contoh Y (b).
Hasil
analisis
mikroskop
optik
menunjukkan lapisan contoh Y memiliki
tekstur lebih halus dan lebih rapat dari lapisan
contoh X (Gambar 8b). Kondisi ini terlihat
dari hampir tidak adanya retakan dilapisan
apatit pada logam. Lapisan apatit sangat baik
menutupi goresan-goresan dari logam.
Lapisan contoh X mengalami retakan-retakan
kecil sehingga masih ada beberapa bagian
logam yang belum terlapisi (Gambar 8a).
Perbedaan lapisan kedua contoh ini
disebabkan oleh perbedaan kekuatan ikatan
antara apatit dengan permukaan logam. Ciri
permukaan ini menunjukkan bahwa ikatan
apatit dengan contoh Y lebih kuat dari contoh
X.

SIMPULAN DAN SARAN

a
b
Gambar 7 Foto permukaan contoh X (a) dan
contoh Y (b).
Gambar 7a menunjukkan permukaan dari
contoh logam lokal yang belum ternitridasi
dan terlapisi. Terlihat sedikit goresan halus
yang merupakan goresan dasar dari logam
baja tahan karat. Gambar 7b merupakan
permukaan dari contoh logam lokal yang telah
ternitridasi. Goresan halus pada Gambar 7a

Simpulan
Cangkang telur ayam negeri memiliki
kandungan kalsium yang cukup tinggi
sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan apatit. Ciri difraksi Sinar-X
menunjukan bahwa apatit yang terkandung
dalam serbuk contoh sebagian besar berupa
HAp. Ukuran kristal HAp meningkat dengan
semakin tingginya konsentrasi dan suhu
pemanasan . Parameter kisi HAp dipengaruhi
oleh kehadiran ion karbonat. Semakin banyak
fase AKB maka parameter kisi a semakin
pendek.
Lapisan logam ternitridasi memiliki
struktur lebih halus dari lapisan logam tanpa
nitridasi. Ukuran kristal lapisan logam

8

kecil dari lapisan contoh Y. Kecilnya ukuran
kristal ini disebabkan oleh bidang 002 pada
lapisan contoh X merupakan fase AKA
sedangkan pada lapisan contoh Y merupakan
fase HAp.
Tabel 5 Ukuran kristal lapisan contoh logam
Kode
FWHM D(002) (nm)
contoh
X
0,576
14,17
Y
0,288
28,31
Parameter kisi lapisan kedua contoh dapat
dilihat pada Tabel 6. Perhitungan parameter
kisi ini menggunakan metode Cohen’s. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa lapisan
contoh X memiliki parameter kisi yang
mendekati parameter kisi HAp (a = b = 9,423
Å dan c = 6,881 Å).
Tabel 6 Parameter kisi lapisan contoh logam
Parameter kisi (Å)
Kode
contoh
c
a
X
6,967
9,558
Y
6,521
8,886
Lapisan contoh Y memiliki parameter kisi a
yang kecil. Kondisi ini disebabkan oleh
banyaknya fase AKB dalam lapisan
(Lampiran 8) sehingga mengganggu struktur
HAp.
Ciri Permukaan Contoh Logam
Permukaan kedua logam sebelum terlapisi
dapat dilihat pada Gambar 7. Contoh X
diamplas terlebih dahulu sebelum dilapisi
dengan apatit. Fungsi pengamplasan ini untuk
menghilangkan pengotor yang menempel
pada permukaan logam.

tidak terlihat lagi digantikan oleh goresan
searah yang merupakan lapisan nitridasi.
Permukaan kedua contoh logam yang telah
terlapisi dapat dilihat pada Gambar 8. Goresan
halus pada contoh X sudah tertutupi dengan
apatit. Hal ini menunjukkan bahwa contoh X
berhasil terlapisi. Kondisi yang sama terjadi
juga pada contoh Y. Goresan lapisan nitridasi
sudah tertutupi oleh lapisan apatit.

a

b

Gambar 8 Foto permukaan lapisan contoh X
(a) dan lapisan contoh Y (b).
Hasil
analisis
mikroskop
optik
menunjukkan lapisan contoh Y memiliki
tekstur lebih halus dan lebih rapat dari lapisan
contoh X (Gambar 8b). Kondisi ini terlihat
dari hampir tidak adanya retakan dilapisan
apatit pada logam. Lapisan apatit sangat baik
menutupi goresan-goresan dari logam.
Lapisan contoh X mengalami retakan-retakan
kecil sehingga masih ada beberapa bagian
logam yang belum terlapisi (Gambar 8a).
Perbedaan lapisan kedua contoh ini
disebabkan oleh perbedaan kekuatan ikatan
antara apatit dengan permukaan logam. Ciri
permukaan ini menunjukkan bahwa ikatan
apatit dengan contoh Y lebih kuat dari contoh
X.

SIMPULAN DAN SARAN

a
b
Gambar 7 Foto permukaan contoh X (a) dan
contoh Y (b).
Gambar 7a menunjukkan permukaan dari
contoh logam lokal yang belum ternitridasi
dan terlapisi. Terlihat sedikit goresan halus
yang merupakan goresan dasar dari logam
baja tahan karat. Gambar 7b merupakan
permukaan dari contoh logam lokal yang telah
ternitridasi. Goresan halus pada Gambar 7a

Simpulan
Cangkang telur ayam negeri memiliki
kandungan kalsium yang cukup tinggi
sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan apatit. Ciri difraksi Sinar-X
menunjukan bahwa apatit yang terkandung
dalam serbuk contoh sebagian besar berupa
HAp. Ukuran kristal HAp meningkat dengan
semakin tingginya konsentrasi dan suhu
pemanasan . Parameter kisi HAp dipengaruhi
oleh kehadiran ion karbonat. Semakin banyak
fase AKB maka parameter kisi a semakin
pendek.
Lapisan logam ternitridasi memiliki
struktur lebih halus dari lapisan logam tanpa
nitridasi. Ukuran kristal lapisan logam

9

ternitridasi lebih besar dari lapisan logam
tanpa nitridasi tapi parameter kisi yang
dimilikinya lebih kecil. Hasil pencirian
permukaan kedua contoh logam menunjukkan
bahwa kedua logam terlapisi dengan lapisan
apatit.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai
suhu optimum pemanasan contoh logam yang
telah terlapisi, kekuatan ikatan lapisan dengan
logam, dan ketebalan lapisan apatit pada
logam, sehingga diperoleh hasil yang lebih
baik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Struktur hidroksiapatit.
[terhubung
berkala].
http://
www.msm.cam.ac.uk/Department/DeptInf
o/StaffProfiles/ResearchFigs/Bristowe.
jpg. [28 Juli 2009].
Amrina QH. 2008. Sintesis hidroksiapatit
dengan memanfaatkan limbah cangkang
telur: Karakterisasi difraksi sinar-X dan
scanning electron microscopy (SEM)
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Aoki H. 1991. Science and Medical
Applications of Hydroxyapatite. Institute
for Medical and Dental Engineering.
Tokyo Medical and Dental University.
Castro Y et al. 2008. Electrochemical
behaviour of silica basic hybrid coatings
deposited on SS by dipping and EPD.
Electrochimica Acta 53:6008–6017.
Collinson MM. 1999. Sol-gel strategies for
thepPreparation of selective materials for
chemical analysis. Critical Reviews in
Analytical Chemistry 29(4):289-311.
Cortez PM & Gutierrez GV. 2004.
Electrophoretic
deposition
of
hydroxyapatite submicron particles at high
voltages. Material Letters 58:1336-1339.
Cullity BD & Stock SR. 2001. Elements of XRay Diffraction. Prentice Hall, New
Jersey.
Dawnay EJC et al. 1997. Growth and
Characterization
of
Semiconductor
Nanoparticles in Porous Sol-Gel Film.
England: Department of Electrical and
Electronic Engineering, Imperial College,
London SW7 2BT.

Fermadi. 2004. Powder nitriding pada baja
karbon rendah dengan menggunakan urea
[skripsi]. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Gusman VC et al. 2005. Stoichiometric
hydroxyapatite obtained by precipitation
and sol gel processes. Revista Mexicana
De Fisica 3:284-293.
Hidayat Y et al. 2006. Spektroskopi fourier
transform infrared (FTIR) senyawa
kalsium fosfat pengaruh ion F- dan Mg2+
hasil presipitasi. Jurnal Biofisika 1:21-27.
Hukovic MM et al. 2002. An in vitro study of
Ti and Ti-alloys coated with sol-gel
derived hydroxyapatite coatings. Surface
and Coatings Technology 165:40-50.
Langenati R et al. 2005. Aplikasi
Hidroksiapatit
di
Bidang
Medis.
[terhubung berkala]. http://www.biomed.
metu.edu.tr/aplikasi-hidroksiapatit-di
bidang-medis/. [3 Maret 2009].
Notonegoro HA. 2003. Analisis spektroskopi
infra