Pengaruh Penambahan Lisin dan Metionin Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Broiler Umur 1-42 Hari

i   
PENGARUH PENAMBAHAN ASAM AMINO LISIN DAN METIONIN DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN BROILER UMUR 1-42 HARI SIKRIPSI Oleh: FERYANTO SIHOMBING 040306017
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010
i   
Universitas Sumatera Utara

ii   
PENGARUH PENAMBAHAN ASAM AMINO LISIN DAN METIONIN DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN BROILER UMUR 1-42 HARI
SIKRIPSI Oleh:
FERYANTO SIHOMBING 040306017
Proposal Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumateara Utara
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010
ii   
Universitas Sumatera Utara

 

Judul Sikripsi
Nama Nim Departemen Program Studi


: Pengaruh Penambahan Asam Amino Lisin Dan
Metionin Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan
Broiler Umur 1-42 Hari
: Feryanto Sihombing : 040306017 : Peternakan : Produksi Ternak

iii 

Disetujui Oleh :

(Prof.DR. Ir. Zulfikar Siregar, MP) Ketua

(Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA) Anggota

Mengetahui
(Prof. DR. Ir. Zulfikar Siregar, MP) Ketua Departemen

Tanggal ACC :
 


iii  Universitas Sumatera Utara

iv   
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan sikripsi ini.
Adapun judul dari sikripsi ini adalah “Pengaruh Penambahan Lisin dan Metionin Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Broiler Umur 1-42 Hari” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. DR. Ir. Zulfikar Siregar, M.P selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi yang berharga bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa sikripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan sikripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga sikripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2010
Penulis
i  iv   
Universitas Sumatera Utara

ii   
ABSTRAK
 
  FERYANTO SIHOMBING, 2010 . “Pengaruh Penambahan Asam Amino Lisin Dan Metionin Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Broiler Umur 1-42 Hari. Dibawah bimbingan Prof Dr. Ir. ZULFIKAR SIREGAR, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. ARMYN HAKIM DAULAY, MBA selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jln. Prof. Dr. A. SOFYAN No. 3 Medan mulai bulan Maret 2009 sampai Mei 2009.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penambahan asam amino lisin dan metionin dalam ransum broiler terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum broiler umur 1 - 42 hari.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam sehingga jumlah keseluruhan 100 ekor. Perlakuan tersebut yakni; Fase Starter Ro = Ransum Kontrol Produksi PT. Charoen Pokhpand, R1 = Ransum basal yang disusun sendiri tanpa penambahan asam amino lisin dan metionin, R2 = Ransum basal + 1,2 % lisin + 0,50 % metionin, R3 = Ransum basal + 1,6 % lisin + 0,75 % metionin. Fase Finisher Ro = Ransum Kontrol PT. Charoen Pokhpand, R1 = Ransum basal yang disusun sendiri tanpa penambahan asam amino lisin dan metionin, R2 = Ransum basal + 1,0 % lisin + 0,38 % metionin, R3 = Ransum basal + 1,4 % lisin + 0,63 % metionin. Data dianalisis dengan sidik ragam dengan parameter konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa rataan konsumsi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan R3 sebesar 574,816 g/ekor/minggu dan terendah pada perlakuan R0 sebesar 558,933 g/ekor/minggu. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada R0 sebesar 337,91 g/ekor/minggu dan terendah pada perlakuan R3 sebesar 272,19 g/ekor/minggu. Rataan konversi ransum tertinggi terdapat R3 2,54 dan terendah pada perlakuan R0 sebesar 1,72. Hasil penelitian terhadap penampilan ternak ayam pedaging menunjukkan penambahan asam amino pada ransum basal fase starter dan fase finisher dapat menurunkan penampilan umum ayam, tetapi tidak menunjukkan perbedaan tingkat konsumsi dibandingkan perlakuan kontrol (R0).
Kata kunci : Lisin, metionin, ayam pedaging.
         
ii   
Universitas Sumatera Utara

iii   
ABSRTRACT
FERYANTO SIHOMBING, 2010. “ The Effect Of Amino Acid Lysine And Methionin Addition In Ration 1 – 42 Days Aged Broiler Growth” under supervision of Prof. Dr. Ir. ZULFIKAR SIREGAR, MP as chief of academic supervision, and Ir. ARMYN HAKIM DAULAY, MBA, as co-academic supervision.
This research has been conducted in Biological laboratory of Husbandry Department, Faculty of Agriculture North Sumatera University Jln. Prof. Dr. A SOFYAN No. 3 Medan beginning from march to may 2009.
The objective of research would be to assess the addition of amino acid lysine and methionin in broiler ration in consumption of ration, addition of body weight and feed conversion in 1 – 42 days aged broiler.
The objective of research used complete random sampling design of four treatments with five replications, each replication consisted of five broilers, so the total was 100 broilers. The treatments were : Phase of Starter,R0 = Control ration produced by PT. Charoen Pokphand, R1 = basal ration by personal processing without addition of amnio lysine and methionin, R2 = basal ration + 1,2 % lysine + 0,50% methionine, R3 = basal ration + 1,6 % lysine + 0,75% methionine. Phase of Finisher, R0 = Control ration produced by PT. Charoen Pokphand, R1 = basal ration by personal processing without addition of amnio lysine and methionin, R2 = basal ration + 1,0 % lysine + 0,38% methionine, R3 = basal ration + 1,4 % lysine + 0,63% methionine. The data was analyzed by variance with parameters of ratio consumption, addition of body weight and conversion of ration.
The result of research indicated, that highest mean of ration consumption was found in treatment R3, 574,816 g/broiler/wk and the lowest was found in R0, 558,933 g/broiler/wk. The highest mean of body weight addition was found in R0, 337,92 g/broiler/wk and the lowest one was found in R3, 272,19 g/broiler/wk. the highest mean of feed conversion was found in R3, 2,54 and the lowest was found in treartment R0, 1,72. The result show the addition of amino acid lysine and methionin in broiler phase of starter and phase of finisher can decrease perfomance of broiler but not show different in ration consumption appeal to the control (R0)
Keywords : Lysine, Methionine, Broiler
 
 
 
 
 
iii   

Universitas Sumatera Utara

iv   
RIWAYAT HIDUP
Feryanto Sihombing, lahir di Siborongborong, Sumatera Utara, 12 Mei 1986. Merupakan anak pertama dari empat bersaudara, anak kandung dari Bapak P. Sihombing dan Ibu R. Pasaribu
Pendidikan Formal yang pernah ditempuh oleh penulis hingga saaat ini:
1. Tahun 1992 masuk SD Negeri 173271Siborongborong , lulus tahun 1998.
2. Tahun 1992 masuk SLTP Negeri 1 Siborongborong , lulus tahun 2001. 3. Tahun 1992 masuk SMA Negeri 1 Siborongborong , lulus tahun 2004. 4. Tahun 2004 diterima sebagai mahasiswa di departemen peternakan
fakultas pertanian universitas sumatera utara melalui SPMB. Kegiatan yang pernah diikuti penulis :
1. Pada tanggal 6 Juni – 31 Juli Tahun 2007 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Domba Sei Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
2. Melaksanakan penelitian sikripsi pada bulan maret 2009 hingga mei 2009 di Unit Penelitian dan Latihan Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
       
iv   
Universitas Sumatera Utara

v   
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan sikripsi ini.
Adapun judul dari sikripsi ini adalah “Pengaruh Penambahan Lisin dan Metionin Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Broiler Umur 1-42 Hari” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. DR. Ir. Zulfikar Siregar, M.P selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi yang berharga bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa sikripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan sikripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga sikripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Jauari 2010  
                                                                                          Penulis 
 
v   
Universitas Sumatera Utara

vi   
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................ i
ABSTRACT............................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR............................................................................................... iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN Latar Belakang.................................................................................. 1 Tujuan penelitian .............................................................................. 3 Hipotesis penelitian........................................................................... 3 Kegunaan penelitian ......................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA Broiler ............................................................................................... 4 Kebutuhan nutrisi broiler .................................................................. 4 Ransum broiler.................................................................................. 6 Asam Amino ..................................................................................... 7 Lisin .................................................................................................. 9 Metionin............................................................................................ 9 Konsumsi ransum ............................................................................. 10 Pertambahan bobot badan ................................................................. 12 Konversi ransum ............................................................................... 13
III. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN Tempat dan waktu penelitian ............................................................ 15 Bahan ................................................................................................ 15 Alat ................................................................................................... 15 Metode penelitian ............................................................................. 16 Parameter penelitian ......................................................................... 18 Pelaksanaan penelitian ...................................................................... 19
vi   
Universitas Sumatera Utara


vii   
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi ransum ............................................................................. 20 Pertambahan bobot badan ................................................................. 22 Konversi ransum ............................................................................... 24 Rekapitulasi penelitian...................................................................... 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................................... 29 Saran ................................................................................................. 29
VI. DAFTAR PUSTAKA
VII. LAMPIRAN                                    
vii   
Universitas Sumatera Utara

viii   
DAFTAR TABEL

 

No.Tabel

Judul Tabel

Halaman


1. Ciri Broiler ................................................................................................4 2. Kebutuhan zat makanan broiler fase starer dan fase finisher ...................6 3. Kandungan asam amino Lisin dan Metionin ............................................10 4. Rataan konsumsi umur 1-42 hari (g/eko/minggu) ...................................20 5. Analisis keragaman konsumsi ransum umur 1 – 42 hari .........................21 6. Rataan pertambahan bobot badan umur 1-42 hari
(g/ekor/minggu) .......................................................................................22 7. Analisis keragaman pertambahan bobot badan
broiler umur 1 – 42 hari ............................................................................23 8. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pertambahan bobot badan
broiler umur 1 – 42 hari. ..........................................................................24 9. Rataan konversi ransum umur 1-42 hari ..................................................26 10. Analisis keragaman konversi ransum umur 1-42 hari...............................26 11. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) konversi ransum
umur 1-42 hari...........................................................................................27 12. Rekapitulasi pengaruh penambahan asam amino lisin dan
metionin dalam ransum umur 1-42 hari ...................................................28

viii   
Universitas Sumatera Utara

ix   
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran

Halaman

1. Pertambahan bobot badan ...................................................................35

2. Konsumsi ransum................................................................................36


3. Konversi ransum .................................................................................37

4. Formula ransum untuk broiler umur 1-21 hari....................................38

5. Formula ransum untk broiler umur 22-42 hari....................................38

 
ix   
Universitas Sumatera Utara

1   
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang cukup potensial dalam bidang
pertanian dalam arti luas. Hasil samping pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku ransum ternak lokal tersedia berlimpah. Hal ini mendorong berkembangnya agribisnis perunggasan karena limbah tersebut memiliki nilai tambah yang cukup besar, ditunjang dengan majunya penelitianpenelitian yang menggunakan bahan baku lokal Indonesia.
Seiring dengan kemajuan teknologi sekarang ini, tingkat kesadaran masyarakat akan kebutuhan protein hewani makin meningkat karena dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata protein asal hewani memiliki nilai gizi yang dibutuhkan oleh tubuh kita untuk dapat bertumbuh dan berkembang dewasa serta dapat meningkatkan kecerdasan. Salah satu sumber protein asal hewani yang diminati masyarakat adalah broiler, karena harganya masih terjangkau dibandingkan ternak besar seperti sapi dan kambing.
Pada keadaan seperti ini sangat diperlukan peran dari dunia peternakan untuk memenuhi kebutuhan para konsumen dengan cara meningkatkan pemeliharaan broiler untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan daging ayam yang banyak mengandung protein dan asam amino yang dibutuhkan tubuh. Kendala yang timbul bagi peternak adalah pada ransumnya, dimana umumnya biaya ransum sangat besar yaitu mencapai 60-70% dari total biaya produksi.
1   
Universitas Sumatera Utara


2   
Sebenarnya yang dibutuhkan oleh ayam bukan protein kasar melainkan asam amino yang terkandung di dalamnya. Kandungan asam amino yang terbaik dan seimbang hanya terdapat pada bahan makanan yang bersumber dari hewani. Namun bahan makanan yang bersumber dari hewani ini harganya mahal dan pengunaannya terbatas. Untuk mengatasi masalah ini maka digunakan bahan ransum asal nabati dan hasil sampingannya. Umumnya ransum unggas yang berasal dari produk nabati mempunyai kekurangan asam amino lisin dan metionin. Keseimbangan asam amino dapat diperoleh dengan jalan mencampur bermacammacam sumber protein bahan ransum dan apabila ternyata masih kurang dapat pula ditambahkan asam amino sintesis, dalam hal ini adalah lisin dan metionin.
Biaya yang diperlukan untuk menyediakan protein di dalam makanan dapat mencapai lebih dari 60 persen dari biaya pakan unggas, penggunaan protein seoptimal mungkin sangat penting dalam pemeliharaan unggas. Pengetahuan tentang sumber-sumber pakan perlu dipelajari, antara lain mengenai : harga, ketersediaan, komposisi zat pakan termasuk asam amino dan kecernaannya dalam tubuh unggas.
Pengelolaan dan pencampuran sumber-sumber pakan yang tidak baik dapat berakibat kurang tersedianya protein atau asam amino pakan yang dapat dicerna. Hal ini disebabkan karena ketersediaan asam amino dan protein pada pakan antara lain dipengaruhi oleh: keseimbangan asam amino esensial yang tersedia dalam pakan, perlakuan panas dan kimia terhadap pakan, pencucian pakan di dalam air, kandungan serat kasar pakan, serta kandungan sumber energi lain di dalam pakan seperti lemak dan karbohidrat.
2   
Universitas Sumatera Utara

 
Tujuan Penelitian



Untuk mengkaji penambahan asam amino lisin dan metionin dalam ransum broiler terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum broiler umur 1-42 hari.

Hipotesis Penelitian Penambahan asam amino lisin dan metionin dalam ransum dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan memperbaiki nilai konversi ransum

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi bagi peneliti dan peternak broiler serta masyrakat pada umumnya, mengenai pengaruh penambahan asam amino lisin dan metionin dalam ransum broiler terhadap pertumbuhan umur 1-42 hari, serta sebagai bahan rujukan untuk penelitan selanjutnya dan bahan penulisan ilmiah lainnya.


   
Universitas Sumatera Utara

4   
TINJAUAN PUSTAKA

Broiler AA-CP 707

Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain broiler hasil rekayasa

genetik dengan ciri pertumbuhan sangat cepat, karkas tinggi dan konversi ransum

baik. Umur potong sangat singkat dengan hasil daging berkualitas baik

(Murtidjo, 1990). Broiler adalah ayam yang seluruh fase hidupnya ditentukan oleh

manusia, dipelihara dengan tujuan sebagai penghasil daging. Broiler dipasarkan

pada umur 35 - 42 hari dengan bobot hidup 1,3 - 1,6 kg/ekor. Daya hidup strain


AACP- 707 sebesar 95 - 100 %, bobot hidup umur 6 minggu 1,56 kg dan konversi

ransum 1,93 (Rasyaf, 1994).

Karakteristik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel. 1. Ciri Broiler AA CP-707 Data Biologis

Satuan

Bobot hidup umur 6 minggu

1,56 Kg

Konversi ransum

1,93

Berat bersih

70%

Daya hidup

98%

Warna kulit

Kuning

Warna bulu

Putih

Sumber : Murtidjo (1987).

Kebutuhan Nutrisi Broiler

4   
Universitas Sumatera Utara

5   
Pertumbuhan broiler tergantung pada ransum disamping tata laksana dan pencegahan penyakit. Tujuan pemberian ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan berproduksi. Untuk produksi maksimum ransum diberikan dalam jumlah cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Ransum
   
Universitas Sumatera Utara

5   
broiler harus seimbang antara kandungan protein dengan energi dalam ransum. Disamping itu kebutuhan vitamin dan mineral juga harus diperhatikan (Kartadisastra, 1994).
Rasyaf (2003) menyatakan bahwa ransum adalah campuran bahan-bahan ransum untuk memenuhi kebutuhan zat-zat nutrisi yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan itu tidak berlebihan dan tidak kurang. Ransum yang diberikan haruslah mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Tujuan utama pemberian ransum kepada ayam untuk menjamin pertambahan berat badan yang paling ekonomis selama pertumbuhan (Anggorodi, 1979).
Produktivitas broiler yang maksimal akan tercapai apabila ayam tersebut mendapatkan ransum yang seimbang kandungan asam aminonya. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa asam amino sebagai zat makanan diperlukan tubuh sama halnya seperti mineral, energi, vitamin dan asam lemak. Asam amino digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Defisiensi suatu asam amino jarang menyebabkan kematian tetapi berpengaruh langsung terhadap kesehatan ternak sehingga dapat menyebabkan kerugian yang besar. Keseimbangan asam amino dapat diperoleh dengan jalan mencampur bermacam-macam sumber protein bahan ransum dan apabila ternyata masih kurang dapat pula ditambahkan asam amino sintesis, dalam hal ini adalah lisin dan metionin.
Sesuai dengan tujuan pemelihaarannya yaitu memproduksi daging sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian ransum tidak dibatasi (ad-libitum). Broiler selama masa pemeliharannya mempunyai dua macam ransum yaitu broiler starter dan broiler finisher (Kartadisastra, 1994).
   
Universitas Sumatera Utara

6   

Perbedaan ransum yang diberikan tergantung pada kebutuhan broiler pada

fase pertumbuhannya. Kebutuhan nutrient broiler pada fase yang berbeda dapat

dilihat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Kebutuhan nutrient broiler fase starer dan fase finisher.

Zat Nutrisi

Starter

Finisher

Protein Kasar (%)

23

20

Lemak Kasar (%)

4-5

3-4

Serat Kasar (%)

3-5

3-5

Kalsium (%)

1

0,9

Pospor (%)

0,45

0,4

EM (Kkal/Kg)

3200

3200

Sumber : National Research Council (1984)

Ransum Broiler Pengertian ransum adalah makanan yang terdiri dari satu atau lebih bahan
pakan yang diberikan kepada ayam untuk kebutuhan hidup selama 24 jam. Suatu ransum dikatakan berkualitas apabila ransum ini mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh ayam yang umurnya tertentu yang dipelihara dengan tujuan yang tertentu akan membutuhkan ransum yang berbeda kandungan gizinya dengan ransum yang dibutuhkan ayam pada kelompok umur yang lain dengan tujuan yang lain pula (AAK, 1995).
Protein terdiri dari asam amino essensial dan non essensial yang keduanya digunakan untuk membangun tubuh ayam, sehingga protein dalam ransum merupakan bahan yang sangat penting untuk pertumbuhan, mengganti jaringan sel yang rusak dan untuk produksi telur. Asam amino essensial tidak dapat dibentuk dalam tubuh ayam, sehingga harus disediakan dalam ransumnya (Sarwono, 1991).
Apabila energi dalam ransum berlebihan maka konsumsi ransum akan menurun. Hal ini mengakibatkan defisiensi yang sangat hebat dari asam amino, mineral dan vitamin. Oleh karena itu untuk menyusun ransum diperlukan

   
Universitas Sumatera Utara

7   
kandungan energi dan protein yang seimbang (Sudaryani dan Santosa, 1995). Energi yang umum digunakan dalam ransum unggas adalah energi metabolisme. Tinggi rendahnya energi metabolisme dalam ransum ternak unggas akan mempengaruhi banyak sedikitnya ayam mengkonsumsi ransum (Murtidjo, 1992).
Parakkasi (1990) menyatakan bahwa ransum ternak dapat dikatakan baik bila dikonsumsi secara normal dan dapat mensuplai zat-zat makanan dalam perbandingan yang sesuai sehingga fungsi biologis dan tubuh berjalan normal. Tujuan utama pemberian ransum adalah untuk menjamin pertambahan bobot badan yang paling ekonomis selama periode pertumbuhan dan perkembangannya (Anggorodi, 1985).
Setiap protein mempunyai perbedaan dengan protein lain. Asam amino yang harus ada dalam ransum disebut asam amino essensial, asam amino yang dapat disentesis tubuh disebut asam amino non-essensial. Kekurangan protein dalam ransum dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan. Tetapi bila ransum kelebihan protein, meskipun mengandung asam amino essensial, akan mengakibatkan lambatnya pertumbuhan tubuh dan mengakibatkan asam urat dalam tubuhnya. Asam Amino
Asam amino adalah unit dasar dari struktur protein. Semua asam amino mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino (-NH2) pada posisi alfa dari rantai karbon dan satu gugusan karboksil (-COOH). Kecuali glisin, semua asam amino mempunyai atom karbon yang asimetrik, sehingga dapat terjadi beberapa isomer. Kebanyakan asam amino di alam adalah dari konfigurasi L, tetapi dalam
   
Universitas Sumatera Utara

8   
bakteria ada konfigurasi D. Fungsi asam amino sebagai komponen struktur tubuh dapat merupakan bagian dari enzyme , sebagai prekursor regulasi metabolit dan berperan dalam proses fisiologis. Fungsi biokimia ini merupakan titik utama penelitian ilmu nutrisi (Austic, 1986).
Ketidakseimbangan asam amino dapat mengakibatkan berkurangnya konsumsi ransum sehingga menurunkan kinerja karena asam amino dalam plasma berkurang sehingga asam amino yang ke otak sedikit (Cieslak dan Benevenga, 1984).
Seperti tanaman hewan mensintesis protein yang mengandung 22 macam asam-asam amino. Meskipun deminkian, tidak seperti tanaman, hewan tidak dapat mensintesis semua asam amino. Asam amino yang tidak dapat disentesis oleh hean digolongkan ke dalam asam amino essensial dan harus dipenuhi melalui ransum. Asam-asam amino yang dapat disentesis oleh hewan digolongkan kedalam asam amino non essensial. Dari asam amino non essensial ini tidak dapat disentesis asam amino essensial dengan kecepatan yang cukup untuk pertumbuhan yang maksimal. Oleh karena itu harus disediakan dalam ransum (Wahyu, 1991)
Metionin sangat diperlukan dalam masa pertumbuhan awal broiler. Nilai persyaratan metionin tersebut berkisar 0,64 sampai dengan 0,67 % untuk periode awal dan 0,44 sampai dengan 0,50 % untuk periode akhir.(Widyani,1999)
Hambatan pertumbuhan akibat defisiensi asam amino dapat diperbaiki oleh asam amino yang merupakan antagonisme dari asam amino tersebut. Contohnya apabila leusin meningkat yang mengakibatkan penghambatan pertumbuhan dapat dinetralisasi dengan penigkatan isoleusin dan valin. Kelebihan lisin akan mengambat penyerapan arginin. Sehingga dalam ransum harus
   
Universitas Sumatera Utara

9   

ditambahkan arginin. Keracunan terjadi apabila salah satu asam amnio melebihi

jumlah kebutuhannya. Kelebihan metionin berakibat mengahambat pertumbuhan

(Widodo., 2002).

Lisin Lisin merupakan sam amino penyusun protein yang dalam pelarut air

bersifat basa, juga seperti Histidin , Lisin tergolong essensial bagi ternak. Biji-

bijian serelia terkenal miskin akan Lisin. Sebaliknya biji polong-polongan kaya

akan Lisin (Wiki, 2007).

Lisin (C6H14O2N2) NH

NH

CH2 CH2 CH2 CH2 CHCOOH

HH

Lisin dibuat dari oksidasi fermentasi glukosa dengan reaksi enzymatic DL α amino caprolactam, untuk 100 g/l menjadi L Lisine HCL dalam waktu 25 jam dengan hasil 99,8 mol produk per mol substrat Baker dan Parson (1990) menyatakan bila proses fermentasi dengan mikroorganisme, maka konversi 140 g/l glukosa menjadi 56 g /l lisin dalam waktu 72 jam. Metionin

Bahan baku pembuatan metionin adalah Methyl mercaptan, acrolei dan hydrocanic acid. Produk metionin dikemas dalam bentuk kering maupun cairan (Baker dan Parson, 1990). DL metionin tingkat kemurniannya 99% berwarna putih atau krem berbetuk tepung, mengandung nitrogen 9,4% atau kadar protein kasarnya 58,78% (RPAN, 1996).

   
Universitas Sumatera Utara

10   

Metionin adalah asam amino yang memiliki atom S. Asam amino ini

penting dalam sintesa protein (dalam proses transkripsi, yang menterjemahkan

urutan basa Nitrogen di DNA untuk membentuk RNA) karena kode untuk

metionin sama dengan kode awal untuk satu rangkaian RNA. Asam amino ini

bagi ternak bersifat essensial, sehingga harus dipasok dari bahan ransum. Sumber

utama Metionin adalah buah-buahan, daging (ikan), sayuran (Jagung, kelapa),

serta kacang-kacangan (kacang kedelai) (Wiki, 2008).

Metionin (C5H11O2NS)

NH2

H3 S CH2 CH2 C

COOH

H

Tabel 3. Kandungan asam amino metionin dan lisin dalam ransum

Jenis Bahan Ransum

Lisin (%)

Metionin (%)

Jagung Kuning Bungkil Kelapa Dedak Halus Bungkil Kacang Kedelai Tepung Ikan
Sumber : National Research Council (1984)

0.18 0.29 0.17 0.72 0.18

0.20 0.64 0.27 3.20 6.50

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah zat nutrient yang ada dalam ransum tersebut. Secara biologis ayam mengkonsumsi makanan untuk proses hidupnya. Kebutuhan energi untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi asam amino dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak ayam dalam mengkonsumsi makanannya digunakan untuk kebutuhan ternak tersebut (Wahyu, 1985).

   
Universitas Sumatera Utara

11   
Pertumbuhan broiler yang cepat ada kalanya didukung oleh konsumsi ransum yang lebih banyak pula. Masalah konsumsi ransum memang harus disadari bahwa broiler ini senang makan. Bila ransum yang diberikan tidak terbatas atau ad-libitum, ayam akan makan sepuasnya hingga kenyang (Rasyaf, 2003).
Konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penyakit, defisiensi zat makanan, kondisi berdebu, terlalu padat, kotor, kondisi lingkungan yang tidak baik, vaksinasi dan pemotongan paruh, pengobatan, ribut yang tidak biasa, pemindahan, penangkapan, memasukkan ke dalam peti ayam, yang semuanya itu menciptakan cekaman (Wahyu, 1991).
Kenaikan temperatur udara akan membuat konsumsi pakan menurun. Hal ini berkaitan dengan fungsi aktivitas hormon thyroid dalam menghasilkan triiodothyornine dan thyroxine dalam darah yang akan menurun pada temperatur tinggi dan akan meningkat pada temperatur rendah, temperatur juga berefek pada aktivitas adrenalin. Konsentrasi adrenalin. Konsentrasi adrenalin dan non adrenalin dalam darah meningkat pada suhu tinggi. Efek tingginya suhu juga berpengaruh pada turunnya konsentrasi asam amino, tetapi menaikkan proses glikolisis..( Widyani, 1999)
Pada kondisi cekaman panas diet protein rendah lebih baik, karena pada kondisi ini 34 % protein berubah menjadi energi panas, sedangkan lemak hanya 17 % berubah menjadi panas, sehingga penggunaan lemak sebagai sumber energi lebih baik (Husseini dkk, 1987).
Bagi broiler jumlah konsumsi ransum yang banyak bukanlah merupakan jaminan untuk mencapai pertumbuhan puncak. Kualitas dari bahan pakan dan
   
Universitas Sumatera Utara

12   
keserasian komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan merupakan dua hal mutlak yang menentukan tercapainya performans puncak (Wahyu, 1991).
Pertambahan Bobot Badan Laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh banyaknya konsumsi
ransum dan energi yang diperoleh. Energi merupakan perintis pada produksi ternak dan hal tersebut terjadi secara alami. Variasi energi yang disuplai pada ternak akan digambarkan pada laju pertumbuhan (Donald et al, 1995).
Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan dinyatakan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap bulan (Tillman et al, 1991).
Pertumbuhan broiler dipengaruhi oleh ransum, bangsa dan lingkungan. Pertumbuhan berlangsung pada waktu tertentu dan berjalan cepat sampai ternak mencapai tingkat dewasa kelamin, setelah ini pertumbuhan berangsur-angsur turun dan sampai periode tertentu akan berhenti. Pertumbuhan ini adalah juga pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan lainnya (Anggorodi, 1995).
Kartadisastra (1994), menyatakan bahwa berat badan ayam (tergantung strainnya) akan menentukan jumlah konsumsi ransumnya. Semakin besar bobot badan ayam, semakin banyak jumlah konsumsi ransumnya. Disamping strain, jenis dan tipe ayam juga menentukan.
   
Universitas Sumatera Utara

13   
Konversi Ransum
Konversi pakan merupakan rasio antar konsumsi pakan dan pertumbuhan yang diukur pada satuan dan waktu yang sama. Konversi pakan digunakan untuk mengukur persyratan nutrient secara ekonomis (Fisher, 1983). Ransum penelitian harus diberikan secara ad-libitum untuk mengukur konversi pakan. Pertumbuhan konsumsi dan konversi menggambarkan kinerja broiler, disamping merupakan hasil interaksi antar lingkungan, produksi dan system manajamen (Reddy, 1986).
Menurut Tillman et al., (1991) semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi maka makin buruklah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya mutu ransum, temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharannya serta genetik. Konversi ransum dipengaruhi oleh kadar protein dan energi, metabolis ransum, umur, bangsa ayam, tersedianya zat dalam ransum, suhu dan kesehatan ayam (Card and Neishem, 1972)
Semakin baik mutu ransum semakin kecil pula konversi ransumnya. Baik tidaknya mutu ransum ditentukan oleh seimbang tidaknya zat-zat gizi dalam ransum itu diperlukan oleh tubuh ayam. Ransum yang kekurangan salah satu unsur gizi akan mengakibatkan ayam akan memakan ransumnya secara berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang diperlukan tubuhnya (Sarwono, 1991).
Peningkatan nilai manfaat penggunan ransum dapat diatur dengan mempertimbangkan konsumsi pakan. Pada unggas, konsumsi ransum akan dipengaruhi oleh bentuk, warna dan bau rasa. Unggas lebih senang mengkonsumsi ransum dalam bentuk butiran. Oleh sebab itu peningkatan konsumsi pakan dan
   
Universitas Sumatera Utara

14   
dilakukan dengan membentuk pakan menjadi pellet ataupun crumble (pecahan). Warna tertentu (misalnya warna merah) (Widodo., 2002).
   
Universitas Sumatera Utara

ii   
ABSTRAK
 
  FERYANTO SIHOMBING, 2010 . “Pengaruh Penambahan Asam Amino Lisin Dan Metionin Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Broiler Umur 1-42 Hari. Dibawah bimbingan Prof Dr. Ir. ZULFIKAR SIREGAR, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. ARMYN HAKIM DAULAY, MBA selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jln. Prof. Dr. A. SOFYAN No. 3 Medan mulai bulan Maret 2009 sampai Mei 2009.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penambahan asam amino lisin dan metionin dalam ransum broiler terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum broiler umur 1 - 42 hari.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam sehingga jumlah keseluruhan 100 ekor. Perlakuan tersebut yakni; Fase Starter Ro = Ransum Kontrol Produksi PT. Charoen Pokhpand, R1 = Ransum basal yang disusun sendiri tanpa penambahan asam amino lisin dan metionin, R2 = Ransum basal + 1,2 % lisin + 0,50 % metionin, R3 = Ransum basal + 1,6 % lisin + 0,75 % metionin. Fase Finisher Ro = Ransum Kontrol PT. Charoen Pokhpand, R1 = Ransum basal yang disusun sendiri tanpa penambahan asam amino lisin dan metionin, R2 = Ransum basal + 1,0 % lisin + 0,38 % metionin, R3 = Ransum basal + 1,4 % lisin + 0,63 % metionin. Data dianalisis dengan sidik ragam dengan parameter konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa rataan konsumsi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan R3 sebesar 574,816 g/ekor/minggu dan terendah pada perlakuan R0 sebesar 558,933 g/ekor/minggu. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada R0 sebesar 337,91 g/ekor/minggu dan terendah pada perlakuan R3 sebesar 272,19 g/ekor/minggu. Rataan konversi ransum tertinggi terdapat R3 2,54 dan terendah pada perlakuan R0 sebesar 1,72. Hasil penelitian terhadap penampilan ternak ayam pedaging menunjukkan penambahan asam amino pada ransum basal fase starter dan fase finisher dapat menurunkan penampilan umum ayam, tetapi tidak menunjukkan perbedaan tingkat konsumsi dibandingkan perlakuan kontrol (R0).
Kata kunci : Lisin, metionin, ayam pedaging.
         
ii   
Universitas Sumatera Utara

iii   
ABSRTRACT
FERYANTO SIHOMBING, 2010. “ The Effect Of Amino Acid Lysine And Methionin Addition In Ration 1 – 42 Days Aged Broiler Growth” under supervision of Prof. Dr. Ir. ZULFIKAR SIREGAR, MP as chief of academic supervision, and Ir. ARMYN HAKIM DAULAY, MBA, as co-academic supervision.
This research has been conducted in Biological laboratory of Husbandry Department, Faculty of Agriculture North Sumatera University Jln. Prof. Dr. A SOFYAN No. 3 Medan beginning from march to may 2009.
The objective of research would be to assess the addition of amino acid lysine and methionin in broiler ration in consumption of ration, addition of body weight and feed conversion in 1 – 42 days aged broiler.
The objective of research used complete random sampling design of four treatments with five replications, each replication consisted of five broilers, so the total was 100 broilers. The treatments were : Phase of Starter,R0 = Control ration produced by PT. Charoen Pokphand, R1 = basal ration by personal processing without addition of amnio lysine and methionin, R2 = basal ration + 1,2 % lysine + 0,50% methionine, R3 = basal ration + 1,6 % lysine + 0,75% methionine. Phase of Finisher, R0 = Control ration produced by PT. Charoen Pokphand, R1 = basal ration by personal processing without addition of amnio lysine and methionin, R2 = basal ration + 1,0 % lysine + 0,38% methionine, R3 = basal ration + 1,4 % lysine + 0,63% methionine. The data was analyzed by variance with parameters of ratio consumption, addition of body weight and conversion of ration.
The result of research indicated, that highest mean of ration consumption was found in treatment R3, 574,816 g/broiler/wk and the lowest was found in R0, 558,933 g/broiler/wk. The highest mean of body weight addition was found in R0, 337,92 g/broiler/wk and the lowest one was found in R3, 272,19 g/broiler/wk. the highest mean of feed conversion was found in R3, 2,54 and the lowest was found in treartment R0, 1,72. The result show the addition of amino acid lysine and methionin in broiler phase of starter and phase of finisher can decrease perfomance of broiler but not show different in ration consumption appeal to the control (R0)
Keywords : Lysine, Methionine, Broiler
 
 
 
 
 
iii   
Universitas Sumatera Utara

15   
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A
Sofyan No.3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Univeristas Sumatera Utara Medan, berada pada ketinggian 25 meter dar permukaan laut. Penelitian ini berlangsung selama 6 minggu mulai dari Maret sampai Mei 2009
Bahan dan Alat Bahan
1. 100 ekor ayam umur 1 hari (DOC) strain Arbor Acress- CP707 ( dengan bobot badan rata - rata 40,7 + 5gr)
2. Ransum yang terdiri dari tepung jagung, dedak halus, bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil kelapa, top mix, DCP, kapur dan minyak nabati.
3. Lisin, metionin 4. Air minum yang diberikan secara ad libitum 5. Obat-obatan 6. Vaksin (ND) 7. Rodalon 8. Gula merah. Alat 1. Kandang sebanyak 20 unit, berukuran 100cm x 100cm x 50 cm setiap
kandang berisi masing-masing 5 ekor anak ayam umur 1 hari 2. Timbangan Salter dengan skala 5 kg dengan ketelitian 0,01 gr.
15   
Universitas Sumatera Utara

16   
3. Alat penerangan lampu pijar 40 watt sebanyak 20 buah. 4. Alat tulis, buku data dan kalkulator
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diteliti adalah: Fase Starter
Ro : Ransum Kontrol Produksi PT. Charoen Pokhpand R1: Ransum basal yang disusun sendiri tanpa penambahan asam amino
lisin dan metionin R2: Ransum basal + 1,2 % lisin + 0,50 % metionin R3: Ransum basal + 1,6 % lisin + 0,75 % metionin Fase Finisher Ro: Ransum Kontrol PT. Charoen Pokhpand R1: Ransum basal yang disusun sendiri tanpa penambahan asam amino
lisin dan metionin R2: Ransum basal + 1,0 % lisin + 0,38 % metionin R3: Ransum basal + 1,4 % lisin + 0,63 % metionin Ulangan yang didapat berasal dari rumus : t (n-1) ≥ 15 4 (n-1) ≥ 15 4n- 4 ≥ 15 4n = 19 n = 4,75 n=5
   
Universitas Sumatera Utara

 
Dengan susunan sebagai berikut : R01 R11 R21 R31 R02 R12 R34 R22 R03 R32 R23 R35 R14 R04 R15 R05 R25 R33 R24 R13

17 

Model matematik percobaan yang digunakan adalah : Yij = µ + γi + εij
Dimana : i = 1, 2, 3,…i = perlakuan j = 1, 2, 3,…j = ulangan Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ = nilai tengah umum γi = pengaruh perlakuan ke-i ij = efek galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Parameter Penelitian Adapun parameter yang diukur dalam penelitian adalah:
1. Konsumsi Ransum (g/ekor) Dihitung berdasarkan jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum yang tersisa.
2. Pertambahan Berat Badan Diukur dengan menimbang bobot badan setiap minggu dikurangi dengan bobot badan minggu sebelumnya.
3. Konversi Ransum
   
Universitas Sumatera Utara

18   
Dihitung berdasarkan jumlah ransum yang dikonsumsi ayam dalam satu minggu dibagi dengan pertambahan bobot badan selama satu minggu. FCR = Konsumsi Ransum
PBB Konsumsi ransum = jumlah ransum yang diberikan PBB = Pertambahan bobot badan
Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang sistem baterai, dibuat berbentuk panggung, terdiri dari 20 unit dan setiap unit diisi 5 ekor ayam. Sebelum ayam dimasukkan, kandang dan peralatan terlebih dahulu di disinfektan dengan rodalon dan difumigasi dengan KMnO4 dan formalin. 2. Penyusunan ransum Ransum disusun sesuai dengan perlakuan yang diteliti. Penyusunan ransum dilakukan satu kali seminggu dengan tujuan menjaga kualitas dan kesegaran ransum. 3. Pemeliharaan Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum, penerangan diatur sedemikian rupa sesuai dengan kondisi yang nyaman untuk ayam. 4. Random Ayam Sebelum anak ayam umur 1 hari dimasukkan ke dalam kandang, dilakukan pengambilan secara acak yang bertujuan memperkecil nilai keragaman dan
   
Universitas Sumatera Utara

19   
dilakukan penimbangan bobot badan awal dari masing-masing anak ayam umur 1 hari dan ditempatkan sebanyak 5 ekor per unit kandang penelitian. 5. Metode penambahan asam amino 1. Dilakukan uji kandungan asam amino terhadap ransum 2. Setelah diketahui kandungan asam amino dalam ransum, kemudian
dilakukan penambahan asam amino berdasarkan jumlah dari asam amino yang dibutuhkan
   
Universitas Sumatera Utara

 
HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Konsumsi ransum

Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada dalam ransum tersebut. Konsumsi ransum dapat dihitung berdasarkan jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum dan ransum yang terbuang.

Rataan konsumsi ransum selama penelitian dapat dilihat pda Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Rataan konsumsi ransum umur 1-42 hari (g/ekor/minggu)

Perlakuan
R0 R1 R2 R3 Total Rataan

1
556,50 551,96 586,13 538,50
2233,11 558,27

2
538,56 523,16 573,33 535,20
2170,20 542,55

Ulangan 3
576,33 583,83 563,86 589,79 2313,82 578,456

4
557,83 578
551,6 648,75
2336,18 584,045

5
565,5 563,29 579,29 561,83
2269,91 567,47

Total
2794,66 2800,25 2854,22 2874,08 11323,23 2830,80

Rataan
558,93 560,05 570,84 574,81 2264,64 566,16

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi broiler tertinggi terdapat pada perlakuan R3 sebesar 574,81 g/ekor/minggu dan terendah terdapat perlakuan R0 sebesar 558,93 g/ekor/minggu.

20   
Universitas Sumatera Utara

21   

Untuk mengetahui pengaruh penambahan asam amino lisin dan metionin dalam ransum terhadap konsumsi ransum, maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Analisis keragaman konsumsi ransum umur 1 – 42 hari

SK
Perlkuan Galat Total
Keterangan :

Db JK KT F.hitung

3 932,1177
16 12571,63
19 13503,74
tn = tidak nyata KK = 1,23%

310,7059 0,395438tn 785,7266

F tabel 0.01 0.05 5,29 3,24

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan asam amino lisin

dan metionin berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi ransum

broiler. Ransum ternak dapat dikatakan baik bila dikonsumsi secara normal dan

dapat mensuplai zat-zat nutrient dalam perbandingan yang sesuai sehingga fungsi

biologis dan tubuh berjalan normal. Tujuan utama pemberian ransum adalah untuk

menjamin pertambahan bobot badan yang ekonomis selama periode pertumbuhan

dan perkembangannya.

Wahyu (1991) menambahkan bagi broiler jumlah konsumsi ransum yang

banyak bukanlah merupakan jaminan untuk mencapai pertumbuhan puncak.

Kualitas dari bahan ransum dan keserasian komposisi gizi sesuai dengan

kebutuhan pertumbuhan merupakan dua hal mutlak yang menentukan tercapainya

performans puncak

Kenaikan temperatur lingkungan pada siang hari akan mengurangi

konsumsi ayam terhadap ransum. Ini diketahui dari rata-rata suhu lingkungan pada waktu penelitian dimana pada siang hari suhu rata-rata >340 C dan pada

   
Universitas Sumatera Utara

22   
malam hari rata-rata 270 C. Hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan. Berkurangnya konsumsi ini dipengaruhi oleh fungsi aktivitas hormon dan turunnya konsentrsai asam amino. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widyani (1999) bahwa kenaikan temperatur udara akan menurunkan konsumsi pakan. Hal ini berkaitan dengan fungsi aktivitas hormon thyroid dalam menghasilkan triiodothyornine dan thyroxine dalam darah yang akan menurun pada temperatur tinggi dan akan meningkat pada temperatur rendah, temperatur juga berpengaruh pada aktivitas adrenalin. Konsentrasi adrenalin dan non adrenalin dalam darah meningkat pada suhu tinggi. Efek tingginya suhu juga berpengaruh pada turunnya konsentrasi asam amino, tetapi menaikkan proses glikolisis.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dapat dihitung dengan menimbang bobot badan setiap minggu dikurangi dengan bobot badan sebelumnya.

Rataan pertambahan bobot badan broiler selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.:

Tabel 5 : Rataan pertambahan bobot badan umur 1-42 hari g/ekor/minggu)

Perlakuan
R0 R1 R2 R3 Total Rataan

1 310,56 268,23 285,23 286,03 1150,06 287,51

2 336,33 273,1 296,36 270,92 1176,72 294,18

Ulangan 34
357.06 354,46 27606 283,76
275 248,16 273.62 249,16 1182.2 1135,56 295.57 283,8917

5 331,13 269,08 265,26 281,20 1146,68 286,6708

Total
1689.56 1370.78 1370.03 1360.95 5894,76 1473,691

Rataan
337.91 274.15 274.00 272.19 1158.26 289.56

   
Universitas Sumatera Utara

23   

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan pertambahan bobot badan broiler

yang tertinggi terdapat pada R0 sebesar 337.91 g/ekor/minggu dan terendah

terendah terdapat pada perlakuan R3 sebesar 272.19 g/ekor/minggu.

Untuk mengetahui pengaruh penambahan asam amino lisin dan metionin dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan, maka dilakukan analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 8 berikut: Tabel 8. Analisis keragaman pertambahan bobot badan broiler umur 1 – 42 hari.

SK

Db JK

KT

F.hitung

F.tabel

0.01 0.05

Perlkuan Galat

3 16281,67 5427,222 11,29204** 5,29 3,24 16 7689,98 480,6238

Total

19 23971,65

Keterangan : ** = sangat nyata

KK= 1,85%

Hasil analisis keragaman pada Tabel 8 menunjukkan bahwa F hitung lebih

besar dari F tabel ini menunjukkan bahwa pengaruh penambahan asam amino lisin

dan metionin dalam ransum broiler dalam ransum mamberikan pengaruh yang

sangat nyata (P