Penghalusan Citra Lokal Adaptif Pada B-Spline Hirarki

PENGHALUSAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA B-SPLINE HIRARKI
TESIS SURIATI 117038082
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

PENGHALUSAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA B-SPLINE HIRARKI
TESIS Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah
Magister Teknik Informatika SURIATI 117038082
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

PERSETUJUAN

Judul Tesis Kategori Nama Mahasiswa NIM Program Studi Fakultas

: Penghalusan Citra Lokal Adaptif Pada B-Spline Hirarki : Tesis : Suriati : 117038082 : Magister Teknik Informatika : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing:


Pembimbing 2

Pembimbing 1

(Dr. Syahril Efendi, MIT)

(Prof. Dr. Herman Mawengkang)

Diketahui/disetujui oleh Program Studi S2 Teknik Informatika Ketua,
(Prof. Dr. Muhammad Zarlis) NIP. 19570701 198601 1003

Universitas Sumatera Utara

PERNYATAAN
PENGHALUSAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA B-SPLINE HIRARKI TESIS
Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya. Medan, 3 Januari 2014 Suriati 117038082
Universitas Sumatera Utara

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS


Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama

: Suriati

NIM

: 117038082

Program Studi : Magister Teknik Informatika

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

PENGHALUSAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA B-SPLINE HIRARKI

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan/atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 3 Januari 2014

Suriati 117038082
Universitas Sumatera Utara

Telah diuji pada Tanggal: 3 Januari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang Anggota : 1. Dr. Syahril Efendi, M.IT
2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis 3. Dr. Mahyuddin K.M. Nasution, M.IT 4. Dr. Zakarias Situmorang, M.Kom.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Pengolahan citra digital merupakan bagian penting dalam bidang Informatika, khususnya di bidang multimedia. Citra digital yang diperoleh melalui proses pembesaran citra perlu dihaluskan dengan cara yang sesuai, sehingga hasil perbesaran merupakan citra yang menghampiri keadaan citra asal. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode penghalusan citra akibat proses pembesaran dengan memperhatikan keadaan lokal untuk citra gambar alamiah. Metode B-Spline dengan interpolasi kuadratik dalam dimensi dua dikombinasikan dengan proses hirarkhi dengan memperhatikan daerah yang perubahannya cepat. Prosedur dilakukan menentukan terlebih dahulu lokasi citra yang perubahan warnanya cepat, kemudian pada kawasan yang ditemukan dilakukan transformasi terhadap setiap 3 × 3 titik di permukaan citra yang membentuk bujur sangkar. Fungsi Kuadratik digunakan sebagai transformasi. Pemrograman menggunakan Matlab dikembangkan dan dikenakan kepada citra berukuran bervariasi menurut perubahan warna dan ukuran gambar yang diperbesar dua kali dengan jenis jpeg. Hasil proses penghalusan dianalisis dengan menunjukkan grafik nilai warna. Dengan implementasi menggunakan tiga citra yang mempunyai karakteristik yang berbeda, diperoleh bahwa hasil penghalusan menuju kepada gambar aslinya. Kata kunci : Citra, B-Spline, Adaptif.
Universitas Sumatera Utara
i

ABSTRACT
LOCAL ADAFTIVE IMAGE REFINEMENT ON HIERARCHICAL B-SPLINE
Digital image processing is an important part in the field of Information Technology, especially in the field of multimedia. Digital image is obtained through the process of enlargement of the image needs to be smoothed in an appropriate manner, so that the magnification of an image over to the state of the original image. This research aims to develop a method of smoothing the image due to the enlargement process with regard to local circumstances natural picture images. B - Spline method with quadratic interpolation in two dimensions combined with hierarchy process with attention to areas that change rapidly. The procedure was performed to determine beforehand the location of the image which changes color rapidly, then the transformation region found on every 3 × 3 a point on the surface to form a square image. Quadratic functions are used as transformation. Programming using MATLAB developed and applied to the image size varies according to changes in the color and size of the image is enlarged twice with jpeg types. Results were analyzed with the smoothing process chart shows the color value. In the implementation using three images that have different characteristics, the results obtained that leads to smoothing the original image. Keywords : Image, B-Spline

Universitas Sumatera Utara
ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih atas segala karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyediakan tesis sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tesis ini berjudul ”PENGHALUSAN CITRA LOKAL ADAPTIF PADA B-SPLINE HIRARKI”. Tesis ini merupakan persyaratan tugas akhir pada Program Studi Magister Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM &H, M.Sc. (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Muhammad Zarlis selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara dan juga Ketua Program Studi Magister Teknik Informatika yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Teknik Informatika di Fasilkom-TI Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan arahan dalam penulisan tesis ini
Seluruh Staf Pengajar pada Fasilkom-TI USU yang dengan sungguh-sungguh telah berusaha memberikan ilmunya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Seluruh Staf Administrasi Program Studi Magister Teknik Informatika USU yang telah memberikan bantuan dan pelayanan yang baik kepada penulis.
Rekan-rekan seperjuangan, mahasiswa angkatan 2011/2012 atas kerja sama, kebersamaan dan bantuannya dalam mengatasi berbagai masalah selama perkuliahan berlangsung. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, 3 Januari 2014 Penulis,
Suriati
Universitas Sumatera Utara
iii

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap (berikut gelar) : Dra. Suriati


Tempat dan Tanggal Lahir : Sungai Basa, 19 Agustus 1962

Alamat Rumah

: Jl. Air Bersih Ujung 229,

: Kompleks Residence No.12, Medan

Telepon/Faks/HP

: 081396861961

Email

: suriati 19@yahoo.com

Instansi Tempat Bekerja

: Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan


Alamat Kantor

: Jl. HM Joni 70, Medan

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Neg. Sungai Basa

TAMAT: tahun 1974

SLTP : SMP Neg. 2 Medan

TAMAT: tahun 1979

SLTA : SMA Hang Tuah Belawan TAMAT: tahun 1982

S1 : Matematika USU

TAMAT: tahun 1988


S2 : Teknik Informatika USU TAMAT: tahun 2014

Universitas Sumatera Utara
v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

Halaman i ii
iii v vi viii x

BAB 1 PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Batasan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Kontribusi Penelitian

1 2 2 3 3


BAB 2 LANDASAN TEORI

4

2.1 Citra digital

4

2.1.1 Ukuran File Citra

7

2.1.2 Ruang Warna

8

2.2 Sistem Pengolahan Citra

8


2.2.1 Definisi Pengolahan Citra

10

2.2.2 Operasi Pengolahan Citra

11

2.2.3 Pembagian permukaan

12

2.3 Formulasi B-spline kuadratik

13

2.3.1 Persamaan matriks untuk permukaan spline bikuadratik

13


2.4 Interpolasi Warna

14

2.5 Spline

16
Universitas Sumatera Utara
vi

2.6 Spline hirarki 2.6.1 Ruang B-Spline produk tensor 2.6.2 Ruang dan domain tersarang 2.6.3 B-spline basis hirarkis
2.7 Penghalusan Hirarki Adaptif 2.8 Matlab untuk pengolahan citra
2.8.1 Jenis data dan konversi 2.8.2 Perintah di Matlab untuk pengelolaan citra

17 17 18 18 19 20 20 21

BAB 3 METODE PENELITIAN

23


3.1 Langkah-Langkah Penelitian 3.1.1 Proses Perbesaran citra 3.1.2 Proses pembagian permukaan
3.2 Formulasi B-spline kuadratik 3.2.1 Penentuan persamaan matriks spline bikuadratik 3.2.2 Pengembangan Program Proses Interpolasi dengan Matlab 3.2.3 Analisis hasil proses dengan Matlab

23 23 24 26 26 27 30

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

31

4.1 Hasil penghalusan 4.1.1 Proses penghalusan untuk citra pemotretan yang homogen 4.1.2 Proses penghalusan untuk citra hasil lukisan 4.1.3 Proses penghalusan untuk citra pemotretan yang heterogen 4.1.4 Analisis terhadap penghalusan

31 31 31 32 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

39

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

39 39 40

Universitas Sumatera Utara
vii

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

2.1 Jenis Data dalam Matlab

20

2.2 Konversi citra dalam Matlab

21

4.1 Sampel nilai komponen warna merah Red dari gambar lukisan

37

4.2 Nilai komponen warna merah Red dari hasil pembesaran sebelum dihaluskan

37

4.3 Nilai komponen warna merah Red setelah penghalusan pertama

37

4.4 Nilai komponen warna merah Red setelah penghalusan kedua

38

Universitas Sumatera Utara
viii

DAFTAR GAMBAR

Judul

Halaman

2.1 Array dari piksel keabuan dalam baris dan kolom

4

2.2 Array dari piksel dalam koordinat (x, y)

5

2.3 Array dari piksel dengan nilai antara 0 (hitam) - 255 (putih)

6

2.4 Array dari piksel warna dalam baris dan kolom

6

2.5 Citra bunga

7

2.6 Model penjumlahan dari RGB

8

2.7 Matriks representasi citra dalam RGB

9

2.8 Model sistem pengolahan citra

10

2.9 Proses dalam pengolahan citra

11

2.10 Bikubik

14

2.11 Citra RGB dengan kanal Merah, Hijau dan Biru

15

2.12 Daerah interpolasi

15

2.13 Langkah-langkah interpolasi

16

2.14 Mekanisme Model Spline

16

2.15 Spline kuadratik di setiap sub interval

17

2.16 Domain tersarang untuk hirarki spline

19

2.17 Pemilihan fungsi basis dengan prosedur iterasi

20

3.1 Skema pixel citra sebelum dan setelah perbesaran

24

3.2 Diagram alir proses penghalusan

25

3.3 Pengembangan Bikubik

27

4.1 Citra berukuran 30 × 30, 75 × 98 dan 205 × 154

32

4.2 Citra berukuran 30 × 30 dan 60 × 60

33

4.3 Citra berukuran 60 × 60 dari penghalusan pertama dan kedua

34

4.4 Citra berukuran 75 × 98 dan perbesarannya 150 × 196

35

4.5 Citra berukuran 150 × 196 dari penghalusan pertama dan kedua

35

4.6 Citra berukuran 205 × 154 dan perbesarannya 410 × 308

36

Universitas Sumatera Utara

ix

4.7 Citra berukuran 410 × 308 dari penghalusan pertama dan kedua
4.8 Sampel citra asli, perbesaran dua kali dan hasil pemrosesan pertama dan kedua

36 38

Universitas Sumatera Utara
x

ABSTRAK
Pengolahan citra digital merupakan bagian penting dalam bidang Informatika, khususnya di bidang multimedia. Citra digital yang diperoleh melalui proses pembesaran citra perlu dihaluskan dengan cara yang sesuai, sehingga hasil perbesaran merupakan citra yang menghampiri keadaan citra asal. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode penghalusan citra akibat proses pembesaran dengan memperhatikan keadaan lokal untuk citra gambar alamiah. Metode B-Spline dengan interpolasi kuadratik dalam dimensi dua dikombinasikan dengan proses hirarkhi dengan memperhatikan daerah yang perubahannya cepat. Prosedur dilakukan menentukan terlebih dahulu lokasi citra yang perubahan warnanya cepat, kemudian pada kawasan yang ditemukan dilakukan transformasi terhadap setiap 3 × 3 titik di permukaan citra yang membentuk bujur sangkar. Fungsi Kuadratik digunakan sebagai transformasi. Pemrograman menggunakan Matlab dikembangkan dan dikenakan kepada citra berukuran bervariasi menurut perubahan warna dan ukuran gambar yang diperbesar dua kali dengan jenis jpeg. Hasil proses penghalusan dianalisis dengan menunjukkan grafik nilai warna. Dengan implementasi menggunakan tiga citra yang mempunyai karakteristik yang berbeda, diperoleh bahwa hasil penghalusan menuju kepada gambar aslinya. Kata kunci : Citra, B-Spline, Adaptif.
Universitas Sumatera Utara
i

ABSTRACT
LOCAL ADAFTIVE IMAGE REFINEMENT ON HIERARCHICAL B-SPLINE
Digital image processing is an important part in the field of Information Technology, especially in the field of multimedia. Digital image is obtained through the process of enlargement of the image needs to be smoothed in an appropriate manner, so that the magnification of an image over to the state of the original image. This research aims to develop a method of smoothing the image due to the enlargement process with regard to local circumstances natural picture images. B - Spline method with quadratic interpolation in two dimensions combined with hierarchy process with attention to areas that change rapidly. The procedure was performed to determine beforehand the location of the image which changes color rapidly, then the transformation region found on every 3 × 3 a point on the surface to form a square image. Quadratic functions are used as transformation. Programming using MATLAB developed and applied to the image size varies according to changes in the color and size of the image is enlarged twice with jpeg types. Results were analyzed with the smoothing process chart shows the color value. In the implementation using three images that have different characteristics, the results obtained that leads to smoothing the original image. Keywords : Image, B-Spline
Universitas Sumatera Utara
ii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan pengolahan citra (yang biasanya diketahui sebagai citra digital) merupakan salah satu bagian dari kajian di Informatika yang masih dikaji oleh banyak peneliti. Sasaran dari penelitian-penelitian di bidang ini umumnya untuk memperbaiki mutu citra, atau juga untuk memberikan tambahan-tambahan efek gambar sehingga menjadi lebih menarik. Metode-metode yang telah dikembangkan di dalam pengolahan citra juga cukup banyak, seperti deteksi tepi yang dilakukan oleh Jasmani (2012). Selain itu juga ada peneliti yang melakukan pengolahan citra dengan menggabungkannya dengan pencarian pengetahuan dari citra (Lu & Yang, 2009). Sementara Chen et al. (2007) menyajikan struktur data grid-bilateral baru, yang memungkinkan pengolahan citra edge-aware yang cepat, dan dapat diaplikasikan untuk image editing, transfer dari tampilan fotografi, dan peningkatan kontras gambar medis.
Di dalam pemakaiannya, masih cukup banyak citra berbasis bitmap yang di dalam prosesnya menggunakan cara raster dengan memperhatikan letak kedudukan koordinat berdasar kordinat kartesian (x, y). Sementara dalam pemakaian tersebut masih selalu juga dilakukan proses perbesaran, sebut saja di dalam laman web, atau juga di dalam dokumen word processing yang selalu menggunakan file bitmap, seperti misalnya yang berekstensi JPG, atau juga BMG. Proses perbesaran terhadap file bitmap biasanya memberikan efek tidak halus. Hasil dari perbesaran citra akan lebih buruk ketika perbesaran dilakukan sampai lebih dari 200%.
Aokage et al. (2005) telah memperkenalkan metode interpolasi yang menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk menentukan nilai optimal dari pixel yang diinterpolasi. Sementara, Debral et al. (2011) telah menggunakan B-spline kubik di dalam penyelesaian persoalan menggunakan metode elemen hingga. B-spline (bell shaped spline) merupakan sebuah kelas khusus dari spline, yang merupakan fungsi suku banyak potong demi potong yang terhubung secara kontinu oleh segmen kurva yang lebih kecil yang memperhatikan kekontinuan yang mempunyai akibat langsung pada fungsi basis.
Pada penelitian terkait dengan pendekatan hirarkhi, Vuong et al. (2011) telah
Universitas Sumatera Utara
1

2
melakukan penghalusan lokal untuk analisis isogeometrik, yang dilakukan berdasar perluasan B-Spline hirarki. Pada penelitian tersebut diamati sifat teoritis dari ruang spline untuk menjamin sifat fundamental. Selain itu pada penelitian ini digunakan konsep analisis elemen hingga untuk mengintegrasikan ruang spline hirarki.
Pada kajian awal yang pernah dilakukan, Suriati dan Tulus (2011) telah melakukan proses pembesaran citra digital dengan mengulang tiga kali proses B-Spline. Dalam kajian tersebut dilakukan percobaan terhadap Citra digital yang diperbesar dua kali dengan jenis jpeg. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengulangan dengan menggeser proses B-Spline dapat memproduksi citra digital baru yang lebih halus. Namun demikian, proses B-Spline dilakukan tanpa memperhatikan keberagaman perubahan warna di dalam Citra. Sehingga proses belum dilakukan secara efisien. Dengan memperhatikan kajian yang dilakukan oleh Voung et al. (2011), perlu juga dipertimbangkan perlakuan penghalusan pada bagian citra dengan memperhatikan perlakuan secara lokal pada bagian yang mempunyai perubahan warna yang lebih cepat.
1.2 Perumusan Masalah
Citra digital yang diperoleh melalui proses pembesaran citra perlu dihaluskan dengan cara yang sesuai, sehingga hasil perbesaran yang lebih dari 200% merupakan citra yang menghampiri keadaan citra asal. Urutan proses penghalusan yang pernah dilakukan untuk metode penghalusan lokal baru dikenakan kepada citra yang merupakan hasil analisis isogeometrik. Oleh karenanya untuk citra yang dihasilkan dari suatu pemotretan dikaji tersendiri.
1.3 Batasan Masalah
Di dalam penelitian ini ada beberapa pembatasan masalah, yaitu
1) Citra yang diperhatikan adalah yang berjenis JPEG.
2) Software yang digunakan untuk pemrograman adalah Matlab.
3) Perbesaran yang digunakan adalah 200%.
Universitas Sumatera Utara

3 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan metode penghalusan citra akibat proses pembesaran dengan memperhatikan keadaan lokal untuk citra gambar alamiah. 1.5 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah teknik penghalusan untuk perbesaran citra digital.
Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI
Di bidang komputer, citra merupakan salah satu komponen dari multimedia yang berperan penting sebagai bentuk inforasi visual. Dengan perkembangan teknologi informasi masa sekarang ini, kebanyakan informasi disampaikan dalam bentuk gambar (citra), berbanding dalam bentuk teks. Pada sisi lain, pengolahan citra juga tidak kalah pentingnya dengan beberapa tujuan, di antaranya untuk kepentingan kerahasiaan informasi, perbaikan mutu citra, dan juga untuk keperluan variasi citra sebagai visual seni.
2.1 Citra digital Secara sederhana, citra adalah gambar pada bidang dua dimensional. McAndrew (2004) menyatakan, citra merupakan sebuah gambar yang merepresentasikan sesuatu benda. Ia bisa saja merupakan sebuah gambar seseorang, kumpulan orang-orang ataupun hewan, atau suatu adegan di luar, atau suatu microphotograph dari suatu komponen elektronik, atau hasil dari pencitraan medis. Sebuah citra juga dapat dipandang sebagai sebuah array, atau matriks, piksel persegi (elemen gambar) yang diatur dalam kolom dan baris. Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 masing-masing menunjukkan array dari piksel dalam baris dan kolom dan dalam koordinat (x, y). Sementara apabila dipandang dari sisi matematis, citra merupakan fungsi yang kontinu dari kumpulan intensitas cahaya pada bidang dua dimensional.
Gambar 2.1 : Array dari piksel keabuan dalam baris dan kolom Sumber: (ESA, 2012)
Petrou dan Bosdogianni (1999) menyatakan, bahwa array yang menggambarkan
Universitas Sumatera Utara
4

5

Gambar 2.2 : Array dari piksel dalam koordinat (x, y) Sumber: (ESA, 2012)

suatu citra dapat merupakan formulasi berikut.

 f (0, 0)

 f (0, 1) · · · f (0, N − 1)

 

f (1, 0)

f (x, y) =   

...

f (1, 1)

···

f (1, N − 1)

 

... . . .

...

  



f (N − 1, 0) f (N − 1, 1) · · · f (n − 1, N − 1)

dengan 0 ≤ f (x, y) ≤ G − 1, dimana N dan G dinyatakan sebagai dua pangkat bilangan bulat (N = 2n, G = 2m).

Dalam (8-bit) citra skala abu-abu setiap elemen memiliki intensitas yang ditetapkan berkisar dari 0 sampai 255, seperti terlihat pada Gambar 2.3 . Sebuah citra skala abu-abu adalah apa yang biasanya disebut orang citra hitam dan putih, tapi nama tersebut menekankan bahwa gambar tersebut juga akan mencakup banyak nuansa abu-abu. Suatu citra dengan warna yang benar mempunyai 24 bit kedalaman warna = 8 × 8 × 8bits = 256 × 256 × 256 warna ∼ 16 juta warna. Gambar 2.4 menunjukkan contoh citra dengan warna benar. Beberapa gambar skala abu-abu memiliki lebih jumlah keabuan, misalnya 16 bit = 65536 jumlah keabuan. Pada prinsipnya tiga citra skala abu-abu dapat dikombinasikan untuk membentuk sebuah gambar dengan 281.474.976.710.656 jumlah keabuan.

Terdapat dua kelompok umum dari citra, yaitu grafik vektor dan bitmaps (pixelbased atau citra). Beberapa format file yang paling umum adalah:

1) GIF suatu format bitmap terkompres non-destruktif 8-bit (256 warna). Kebanyakan jenis citra GIF untuk web. Format ini mempunyai berbagai substandard yang merupakan GIF animasi.
Universitas Sumatera Utara

6
Gambar 2.3 : Array dari piksel dengan nilai antara 0 (hitam) - 255 (putih) Sumber: (ESA, 2012)
2) JPEG suatu format bitmap yang sangat efisien (yaitu banyak informasi perbyte) terkompres destruktif 24 bit (16 juta warna). Cukup luas digunakan, khususnya untuk web dan internet (dengan bandwidth terbatas).
3) TIFF format bitmap standard 24 bit publikasi. Pengkompresan non-destruktif, misalnya dengan kompresi Lempel-Ziv-Welch (LZW).
4) PS Postscript, suatu format vektor standard. Format ini mempunyai banyak sub-standards dan dapat menjadi sulit memindahkan ke flatform dan sistem operasi yang berbeda.
5) PSD suatu format yang disarankan Photoshop yang menjaga semua informasi di dalam citra yang memuat semua lapisan.
Gambar 2.4 : Array dari piksel warna dalam baris dan kolom Sumber: (ESA, 2012)
Universitas Sumatera Utara

7 Pembuatan sebuah citra dapat dipandang sebagai sebuah proses berikut. Sumber cahaya menerangi sebuah objek tertentu. Kemudian objek tersebut akan memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut, yang kemudian ditangkap oleh alat optik sebagai sebuah gambar. Sebagai contoh, Gambar 2.5 menunjukkan citra bunga hasil pemotretan.
Gambar 2.5 : Citra bunga Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat (Murni, 1992): 1. optik berupa foto, 2. analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, 3. digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.
2.1.1 Ukuran File Citra Ukuran file suatu citra bergantung kepada ukuran dan tipe citranya. MacAndrew (2004) telah menemukan besar informasi yang digunakan di dalam tipe citra yang berbeda dengan ukuran yang bervariasi. Untuk
Universitas Sumatera Utara

8
citra biner berukuran 512 × 512, jumlah bit yang digunakan adalah 512 × 512 × 1 = 262.144 = 32768 bytes. Pada sisi lain, suatu citra keabuanmembutuhkan ukuran yang sama, yaitu 512 × 512 × 1 = 262.144 bytes. Sementara untuk citra warna setiap piksel dikaitkan dengan 3 bytes informasi warna. Suatu citra berukuran 512 × 512 membutuhkan 512 × 512 × 3 = 786.432 bytes. 2.1.2 Ruang Warna
Untuk komunikasi sains, dua ruang warna utama adalah RGB dan CMYK. Model warna RGB berkaitan sangat erat dengan cara kita memandang warna dengan r, g dan b reseptor di retina mata. RGB menggunakan jumlahan pencampuran warna dan merupakan model warna dasar yang digunakan dalam televisi atau media lainnya yang memproyeksikan warna dengan cahaya. Ini adalah model warna dasar yang digunakan dalam komputer dan untuk grafik web, tetapi tidak dapat digunakan untuk produksi cetak. Warna-warna sekunder RGB - cyan, magenta, dan kuning yang dibentuk dengan mencampur dua warna primer (merah, hijau atau biru) dan mengecualikan warna ketiga. Merah dan hijau menggabungkan untuk membuat kuning, hijau dan biru untuk membuat cyan, dan biru dan merah membentuk magenta. Kombinasi merah, hijau, dan biru dalam intensitas penuh membuat putih, seperti terlihat pada Gambar 2.6 . Sebuah citra dalam gabungan warna RGB dapat direpresentasikan kepada tiga matriks yang masing-masing mewakili R, G dan B, seperti pada Gambar 2.7 .
Gambar 2.6 : Model penjumlahan dari RGB
2.2 Sistem Pengolahan Citra Suatu sistem pengolahan citra terdiri dari suatu sumber cahaya untuk mengiluminasi adegan, suatu sistem sensor dan suatu interface antara sistem sensor dan komputer. Di antara masing-masing perangkat ini, antar muka mengkonversi informasi analog ke dalam data digital yang dapat difahami oleh komputer (Erhardt-Ferron, 2000). Kesemuanya ini terjadi pada bagian khusus dari piranti keras, frame grabber, yang
Universitas Sumatera Utara

9
Gambar 2.7 : Matriks representasi citra dalam RGB Sumber: (McAndrew, 2004)
juga menyimpan citra. Banyak tipe dari piranti keras frame grabber yang dipasok dengan prosesor sinyal, demikian sehingga bagian penghitungan yang sangat intensif dari program pemngolahan citra dapat dilakukan dalam waktu yang efisien. Biasanya paket frame grabber berisi siatu library dari routine yang dapat disambungkan ke dalam program pengguna. Hasil dari suatu pengolahan citra akan ditransfer ke dunia luar dengan satu atau lebih antar muka I/O, layar monitor dan peralatan outpus yang normal seperti printer, harddisk, dan lain-lain. Gambar 2.8 menunjukkan sistem pengolahan citra.
Universitas Sumatera Utara

10
Gambar 2.8 : Model sistem pengolahan citra 2.2.1 Definisi Pengolahan Citra Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.
Pengolahan Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra (image compression). Pemrosesan citra mencakup pengubahan alamiah suatu citra yang terkait dengan salah satu yang berikut:
1) Memperbaiki informasi berbasis gambarnya untuk tujuan interpretasi manusia, 2) Mengubah citra sehingga lebih sesuai untuk persepsi mesin otonom. Penting sekali merealisasikan bahwa kedua aspek ini merepresentasikan hal yang terpisah tetapi merupakan hal yang serupa di dalam pengolahan citra. Suatu prosedur yang memenuhi kondisi pertama (prosedur yang membuat siatu citra terlihat lebih baik) bisa saja merupakan prosedur yang paling buruk untuk memenuhi yang kedua.
Universitas Sumatera Utara

11
Manusia menyukai citra yang tajam, bersih dan rinci, sementara mesin citranya yang sederhana dan rapi (McAndrew, 2004).

Citra ✲

Pengolahan Citra

✲ Citra

Gambar 2.9 : Proses dalam pengolahan citra
2.2.2 Operasi Pengolahan Citra
Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila (Jain, 1989):
1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra. Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan citra antara lain: perbaikan kontras gelap/terang, perbaikan tepian objek (edge enhancement), penajaman (sharpening), pemberian warna semu (pseudocoloring), penapisan derau (noise filtering).
2. Pemugaran citra (image restoration). Operasi ini bertujuan menghilangkan/ meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra, yaitu: penghilangan kesamaran (deblurring), dan penghilangan derau (noise).
3. Pemampatan citra (image compression). Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.
4. Segmentasi citra (image segmentation). Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.
Universitas Sumatera Utara

12

5. Analisis citra (image analysis). Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekalilingnya.
6. Rekonstrusi citra (image reconstruction). Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis.

Menurut Petrou dan Bosdogianni (1999), operator didefinisikan dalam bentuk fungsi penyebaran titik. Fungsi penyebaran titik merupakan operator yang diperoleh ketika operator dikenakan kepada suatu titik sumber, yaitu

O[sumber titik] = fungsi penyebaran titik,

(2.1)

atau

O[δ(x − α, y − β)] = h(x, α, y, β).

(2.2)

dengan δ(x − α, y − β) adalah sumber titik dari kecerahan 1 yang berpusat pada titik (α, β). Jika operator pada Persamaan 2.2 adalah linear, yaitu ika sumber titik adalah a kali kecerahan, maka hasilnya akan a kali lebih besar, yaitu

O[aδ(x − α, y − β)] = ah(x, α, y, β).

(2.3)

2.2.3 Pembagian permukaan

Tempelan ini dapat dibagi ke dalam empat sub-tempelan, yang dapat dibangkitkan

dari 16 titik sub-kendali yang tunggal. Di sini difokuskan pada skema subdivisi hanya

untuk

satu

dari

empat

(sub

tempelan

yang

sesuai

dengan

0



u, v



1 2

),

sebagaimana

yang lainnya secara simetri. Gambar berikut mengilustrasikan 16 titik yang dihasilkan

oleh sub pembagian ke dalam empat sub tempelan. Kenneth (2000) telah menurunkan

rumusan transformasi terkait dengan ini, seperti berikut.



P′

=

1

4

 

3 1 0

 P′0,0

=

 

P′1,0



P′2,0

1 3 3
P′0,1 P′1,1 P′2,1

 0 P0,0

0

 

P1,0



1 P2,0

 P′0,2

P′1,2

 



P′2,2

P0,1 P1,1 P2,1



T

P0,2 P1,2

1

 

4

 

3 1

1 3

0

0

 



P2,2 0 3 1

(2.4)

Universitas Sumatera Utara

dimana P′i,j ditulis sebagai

P′0,0

=

1 16

(3(3P0,0

+

P1,0)

+

(3P0,1

+

P1,1))

P′0,1

=

1 16

((3P0,0

+

P1,0)

+

3(3P0,1

+

P1,1))

P′0,2

=

1 16

(3(3P0,1

+

P1,1)

+

(3P0,2

+

P1,2))

P′1,0

=

1 16

(3(P0,0

+

3P1,0)

+

(P0,1

+

3P1,1))

P′1,1

=

1 16

((P0,0

+

3P1,0)

+

3(P0,1

+

3P1,1))

P′1,2

=

1 16

(3(P0,1

+

3P1,1)

+

(P0,1

+

3P1,1))

P′2,0

=

1 16

(3(3P1,0

+

P2,0)

+

(3P1,1

+

P2,1))

P′2,1

=

1 16

((3P1,0

+

P2,0)

+

3(3P1,1

+

P2,1))

P′2,2

=

1 16

(3(3P1,1

+

P2,1)

+

(3P1,2

+

P2,2))

13

2.3 Formulasi B-spline kuadratik

Andaikan terdapat suatu fungsi dengan dua variabel bebas yang dinyatakan dalam bentuk tabulasi sejumlah berhingga titik, yang akan diinterpolasi untuk semua variabelnya. Interpolasi dua-dimensi adalah masalah interpolasi dalam array nilai tabular dua-dimensi. Nilai fungsi f (a1,i, a2,j) diketahui untuk i = 1, · · · , n1 dan j = 1, · · · , n2, dan akan dicari nilai f (x1, x2) pada suatu titik sembarang (x1, x2) di dalam daerah yang ditutupi oleh tabel. Jika titik-titik tabular diplot pada suatu bidang, maka akan terbentuk verteks-verteks grid segi empat.

Suatu spline adalah sebuah suku banyak berorder k potong demi potong (paling

tinggi derajat k − 1) yang didefinisikan pada interval [a, b]; a = x0 < x1, · · · , < xN−1

dengan h = xi+1 − xi, i = 0, · · · , N − 1. Spline u(x) biasanya dideskripsikan di

dalam representasi B-spline sebagai u(x) =

N i=1

αiβik

(x)

dengan

βik

adalah

fungsi

spline khusus berorder k yang disebut B-spline, yang mempunyai sifat khusus yang

mempunyai pendukung kompak (Fletcher, 1988).

2.3.1 Persamaan matriks untuk permukaan spline bikuadratik
Untuk pelaksanaan secara teknis, perlu diformulasikan permukaan spline dalam bentuk matriks. Perhatikan permukaan diskrit yang dinyatakan seperti pada Gambar
Universitas Sumatera Utara

14

2.10 . Permukaan tersebut dapat dipandang sebagai B-spline seragam bikuadratik

P(u, v) yang didefinisikan oleh array 3 × 3 dari titik-titik kendali seperti pada per-

samaan 3.2.

 P0,0

P

=

 

P1,0



P2,0

P0,1 P1,1 P2,1

 P0,2

P1,2

 



P2,2

(2.5)

P0,0◦✭✭✭✭✭✭◦❤P❤0,❤1 ❤❤❤◦ P0,2

P1,0◦

◦✭P✭1,✭1 ✭✭✭◦❈ P1,2
❈❈

❈❈


P2,0◦✭✭✭✭✭✭✭◦❈

P2,1


◦❈

P2,2

Gambar 2.10 : Bikubik

Dalam bentuk matriks, persamaan 3.3 berikut dapat digunakan, yaitu

P(u, v) =

1 u u2

 1

MP

MT

 

v

 



v2

dengan



1

M

=

1 2

  

−2

1

1 2 −2

 0

0

 



1

(2.6)

2.4 Interpolasi Warna
Neagoe et al. (2012) telah memperkenalkan algoritma interpolasi warna yang berdasar RGB (Red, Green, Blue), seperti ditunjukkan di dalam Gambar 2.11 . Suatu daerah yang dibangun oleh pixel 2 × 2 dikenakan pada setiap tiga kanal tersebut. Dengan memaksakan daerah 2 × 2 atas citra sumber, terdapat empat nilai input yang diekstrak untuk mesin statistik yang melakukan interpolasi, seperti pada Gambar 2.12 . Kelima nilai output yang dihasilkan digunakan untuk membangun citra dengan skema seperti pada Gambar 2.13 . Suatu citra berukuran w dan h menghasilkan sejumlah (w − 1) × (h − 1) vektor input untuk daerah interpolasi dan citra terinterpolasi yang dihasilkan mempunyai (2w − 1) × (2h − 1) pixel. Citra yang diinterpolasikan
Universitas Sumatera Utara

15 terhadap warnadibangkitkan dengan memadukan tiga kanal fundamental monokrom yang direkonstruksi menggunakan algoritmayang diperhatikan ke dalam sebuah citra.
Citra RGB

Kanal Merah (R)

Kanal Hijau (G)

Kanal Biru (B)

Gambar 2.11 : Citra RGB dengan kanal Merah, Hijau dan Biru Sumber: (Vuong, 2011)
Pixel Input Pixel Input
Gambar 2.12 : Daerah interpolasi

Universitas Sumatera Utara

Kanal Monokrom

Citra Sampel

Daerah Interpolasi

Citra Terinterpolasi

16

Gambar 2.13 : Langkah-langkah interpolasi
2.5 Spline
Suatu spline dapat digunakan untuk menanggulangi masalah yang muncul ketika suatu taksiran dilakukan menggunakan polinomial berderajat tinggi yang diakibatkan oleh banyaknya titik data yang diberikan (Yang et al., 2005). Spline digambarkan sebagai pelat lentur tipis yang dilekatkan pada setiap titik-titik data yang digambarkan sebagai pin. Dengan lekatnya pelat tersebut pada setiap pin yang diberikan, dapat diasumsikan bahwa kedudukan bagian pelat pada setiap pin adalah sama dengan kedudukan pin. Dengan asumsi bahwa pelat tidak patah pada setiap posisi pin, maka kemiringan dari suatu bagian pelat dan bagian lain di setiap posisi pin adalah sama. Selain itu juga lengkungan mereka di setiap posisi pin adalah sama. Gambar 2.14 mengilustrasikan mekanisme ini.
Gambar 2.14 : Mekanisme Model Spline Sumber: (Vuong, 2011)
Secara matematik, spline kuadratik dapat dibangun oleh sejumlah kurva kuadratik yang didefinisikan pada setiap interval yang berjumlah n − 1 interval. Gambar 2.15 menunjukkan kurva fi,i+1(x) yang didefinisikan pada sub interval [xi, xi+1]. Sehubungan dengan spline kuadratik, dapat dipandang bahwa spline tersebut merupakan kuadratik potong demi potong. Dengan penamaan kurva di atas, kita mem-
Universitas Sumatera Utara

17
punyai sebanyak n − 1 kurva, yaitu f1,2(x), f2,3(x), · · · , fn−1,n(x) yang masing-masing bentuk kuadratik dengan koefisien-koefisien yang tidak sama.
Gambar 2.15 : Spline kuadratik di setiap sub interval Sumber: (Vuong, 2011)
2.6 Spline hirarki Satu-satunya persyaratan filosofis yang mencirikan pendekatan hirarkis adalah sifat daya halus dari fungsi basis yang mendasari yang didefinisikan pada ruang pendekatan bersarang. Kontrol lokal penghalusan ini dicapai melalui prosedur adaptif yang secara eksklusif didasarkan pada perbaikan. Voung et al. (2011) dalam karyanya mempertimbangkan ruang B-spline hirarki, tetapi keluarga fungsi dasar yang lain yang menunjukkan sifat analog dan juga memungkinkan penghalusan adaptif juga dapat digunakan untuk menentukan hirarki spline yang cocok untuk analisis. Voung juga menunjukkan bagaimana membangun sebuah polinomial basis tak-negatif potong demi potong yang disusun dari yang didukung secara lokal yang juga dapat dimodifikasi untuk membentuk partisi dari unit. Selain itu, telah diuraikan bahwa pembangunan hirarkis spline basis langsung mengakibatkan sifat bersarang dari hirarki ruang yang sesuai.
2.6.1 Ruang B-Spline produk tensor Suatu ruang B-spline produk tensor B didefinisikan dengan menentukan derajat polinomial (p, q) dan vektor simpul horizontal dan vertikal
U = {u0 ≤ u1 ≤ · · · ≤ un+p+1} , V = {v0 ≤ v1 ≤ · · · ≤ vm+q+1} , yang memuat nilai real parametrik tak negatif sedemikian sehingga
0 ≤ µ(U, u) ≤ p + 1, dan 0 ≤ µ(V, v) ≤ q + 1 merupakan multipisiti dari nilai parameter di dalam vektor simpul. Dalam hal ini multiplisiti µ(X, x) adalah nol jika nilai x yang diberikan bukan simpul di X. Ruang
Universitas Sumatera Utara

18

B direntang oleh produk tensor B-spline

Ni,j(u, v) = Ni,p,U (u)Nj,q,V (v),

dengan



1 Ni,0,U (u) =

untuk ui ≤ u < ui+1,

0 selainnya,

(2.7)

Ni,p,U (u)

=

u − ui ui+p − ui

Ni,p−1,U

(u)

+

ui+p+1 − u ui+p+1 − ui+1

Ni+1,p−1,U

(u)

(2.8)

untuk i = 0, · · · , n, dan sama untuk Nj,q,V (v) dengan mengganti i, p, u di dalam (2.7)

dan (2.8) dengan j, q, v untuk j = 0, · · · , m, fungsi basis B-spline univariat baku.

Sembarang fungsi B-spline f (u, v) ∈ B dapat digambarkan sebagai

nm

f (u, v) =

di,jNi,j(u, v),

i=0 j=0

dengan

[u, v] ∈ [up, un+1] × [vq, vm+1].

2.6.2 Ruang dan domain tersarang
Perhatikan barisan berhingga dari N ruang B-spline bivariat (B)l=0,··· ,N−1 yang dianggap tersarang,
B0 ⊂ B1 ⊂ · · · ⊂ BN−1, bersama dengan barisan berhingga N himpunan buka terbatas (Ωl)l=0,··· ,N−1 dengan
ΩN−1 ⊆ ΩN−2 ⊆ · · · ⊆ Ω0 = ∅,
yang mendefinisikan domain tersarang untuk hiraiki spline, seperti terlihat pada Gambar 2.16 .
2.6.3 B-spline basis hirarkis
Perhatikan support dari setiap fungsi f yang dibatasi pada domain Ω0 dengan mendefinisikan
supp f = {(x, y) : f (x, y) = 0 ∧ (x, y) ∈ Ω0}.
Basis K dari ruang spline hirarkis secara rekursif dibentuk seperti berikut.

(i) Inisialisasi: K0 = {τ ∈ N 0 : supp τ = ∅}

Universitas Sumatera Utara

19

Gambar 2.16 : Domain tersarang untuk hirarki spline Sumber: (Vuong, 2011)
(ii) Konstruksi Kl+1 dari Kl: secara rekursif.

dengan dan (iii) K = KN−1.

Kl+1 = KAl+1 ∪ KBl+1, l = 0, · · · , N − 2, KAl+1 = {τ ∈ Kl : supp τ Ωl+1} KBl+1 = {τ ∈ N l+1 : supp τ ⊆ Ωl+1}

Gambar 2.17 menunjukkan langkah inisialisasi semua fungsi basis dari basis Bspline dasar N yang supportnya memotong Ω0, sementara di dalam langkah rekursif, pertama diperhatikan KAl+1, dan ditambahkan semua fungsi basis τ dari level sebelumnya yang supportnya tidak keseluruhannya termuat di dalam Ωl+1. Kemudian Ωl+1 ditutupi oleh fungsi basis yang telah halus dalam N l+1 yang termuat di dalam KBl+1.

2.7 Penghalusan Hirarki Adaptif
Dengan memperhatikan ruang spline yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam pendekatan hirarki yang digabungkan kepada penghalusan lokal dimisalkan asumsi berikut.

Universitas Sumatera Utara

20

(a) Langkah 0

(b) Langkah 1

(c) Langkah 2

Gambar 2.17 : Pemilihan fungsi basis dengan prosedur iterasi

1. Domain parameter adalah suatu domain empat persegi atau tanpa mengurangi keumuman merupakan bujur sangkar satuan,

Ω0 = [0, 1]2.

(2.9)

2. Batas daerah yang dihaluskan selalu dicocokkan dengan garis simpul dari Bl−1 3. Derajat (p, q) tidak berubah selama penghalusan hiraiki.

2.8 Matlab untuk pengolahan citra
Matlab merupakan satu perangkat lunak yang di dalamnya pengguna dapat menuliskan program sesuai keperluannya. Kemampuan Matlab dalam menghitung persoalan numerik telah dinyatakan baik oleh penggunanya. Dengan perkembangan kemampuan Matlab, software ini juga banyak digunakan untuk pengolahan citra. Cukup banyak fungsi-fungsi yang telah disediakan di dalam software ini.

2.8.1 Jenis data dan konversi

Elemen-elemen di dalam matriks Matlab bisa mempunyai jenis data yang berbeda. Tabel 2.1 merupakan jenis data yang paling umum.

Tabel 2.1 : Jenis Data dalam Matlab

Jenis Data

Deskripsi

Range

int8 8-bit integer -128 - 127

uint8

8-bit unsigned integer

0 - 255

int16

16-bit integer

-32768 - 32768

uint16

16-bit unsigned integer

0 - 65535

double Double precision real number Machine specific

Universitas Sumatera Utara

21

Meskipun variabel a dan b memiliki nilai numerik yang sama, mereka adalah tipe data berbeda-beda. Satu pertimbangan penting adalah bahwa operasi aritmatika tidak diizinkan dengan tipe data int8, int16, uint8 dan uint16.

Sebuah citra keabuan dapat terdiri dari piksel yang nilainya adalah tipe data uint8. Citra-citra ini karenanya cukup efisien dalam hal ruang penyimpanan, karena setiap piksel hanya membutuhkan satu byte. Namun, operasi aritmatika tidak diizinkan pada tipe data citra uint8 dan harus dikonversi ke double sebelum aritmatika dicoba. Tabel 2.2 menunjujkan konversi jenis data yang dapat digunakan.

Tabel 2.2 : Konversi citra dalam Matlab

Fungsi

PEnggunaan

Format

ind2gray gray2ind rgb2gray gray2rgb rgb2ind ind2rgb

Indexed to Greyscale Greyscale to indexed
RGB to greyscale Greyscale to RGB RGB to indexed Indexed to RGB

y=ind2gray(x,map); [y,map]=gray2ind(x);
y=rgb2gray(x); y=gray2rgb(x); [y,map]=rgb2ind; y=ind2rgb(x,map);

2.8.2 Perintah di Matlab untuk pengelolaan citra
Di dalam pengelolaan citra perlu beberapa perintah Matlab, seperti misalnya pembacaan citra, menampilkan citra, dan menyimpan citra. Citra dibaca dalam lingkungan Matlab menggunakan fungsi imread dengan sintaks seperti berikut

imread(’namafile’)

Parameter nama file adalah string yang berisi nama lengkap file dari file citra (termasuk ekstensi dari file juga harus disertakan). Berikut adalah contoh perintah imread dalam Matlab.

>> i = imread(’bungamawar.jpg’);

Perintah di atas merupakan pembacaan file dengan nama bungamawar dan berekstensi jpg, dan kemudian disimpan ke dalam variabel i dengan jenis matriks.
Citra ditampilkan di desktop Matlab dengan menggunakan fungsi imshow, yang mempunyai sintaks seperti berikut.

imshow(f, G)

Universitas Sumatera Utara

22
dengan f adalah array citra dan G adalah jumlah level intensitas yang digunakan untuk menampilkannya. Jika G diabaikan, maka akan digunakan intensitas default, yaitu 256.
Menyimpan citra ke dalam temat penyimpanan digunakan perintah imwrite, yang sintaks dasarnya sepaerti berikut: imwrite(f, ’namafile’) String yang digunakan untuk nama file haruslah nama yang mudah dikenali.
Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan pengembangan metode penghalusan yang telah dilakukan oleh Voung et al. (2011) dengan mempertimbangkan kepada citra hasil pembesaran yang pernah dikaji oleh penulis sebelumnya dalam (Suriati dan Tulus, 2011).
3.1 Langkah-Langkah Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut:
1) Penelitian diawali dengan mengumpulkan referensi yang terkait dengan permasalahan yang diangkat, yaitu interpolasi yang dikaitkan dengan warna citra, penentuan daerah yang akan dilakukan interpolasi untuk setiap tingkat penghalusan, dan pemrograman yang sesuai untuk menghitung nilai-nilai warna.
2) Rumus B-spline diturunkan untuk hampiran kuadratik dan kubik. Rumus ini diturunkan dengan memperhatikan spline untuk daerah dua dimensional, dan dinyatakan dalam bentuk matriks yang setiap elemennya merupakan nilai piksel-piksel yang diperhatikan.
3) Program menggunakan piranti lunak MATLAB dibangun untuk menghitung nilainilai piksel dengan menggunakan B-spline yang diaplikasikan kepada setiap daerah terpilih pada setiap tingkat kekasaran.
3.1.1 Proses Perbesaran citra
Setelah program dibangun, maka proses penghitungan dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut:
1) Disiapkan citra dengan ukuran w × h.
2) Citra asal diperbesar dengan variasi perbesaran (s), sehingga ukuran file hasil adalah sw × sh.
3) Untuk contoh perbesaran 200%, setiap nilai titik asal (x, y) kepada titik baru (2x − 1, 2y − 1), dengan x = 1, · · · , w dan y = 1, · · · , h. Dengan demikian masih ada tersisa tiga titik yang belum diketahui nilainya, yaitu (2x − 1, 2y), (2x, 2y − 1), dan (2x, 2y). Gambar 3.1 merupakan contoh perbesaran citra berukuran 4 × 5 menjadi 8 × 10 dan letak titik-titik yang sesuai akibat perbesaran. Universitas Sumatera Utara
23

24

Citra 8 × 10 12345

6 7 8 9 10

Citra 4 × 5 12345

✘✘✘✘✘✘✿ 11

12

13

14

15

6 7 8 9 10

11 12 13 14 15

16 17 18 19 20

16 17 18 19 20

Gambar 3.1 : Skema pixel citra sebelum dan setelah perbesaran

4) Dilakukan tiga perlakuan antara lain:
a. Interpolasi dilakukan dengan menggunakan rata-rata, b. Interpolasi dilakukan dengan menggunakan B-spline, c. Interpolasi dilakukan dengan menggunakan kombinasi rata-rata dan B-spline
derajat. Dicari daerah dengan perubahan yang cukup besar, yaitu dengan perubahan dengan gradien lebih besar dari 1, kemudian dikelompokkan ke dalam interpolasi derajat tiga. Untuk daerah dengan perubahan dengan gradien kurang dari 1 digunakan interpolasi derajat dua.
5) Percobaan dilakukan untuk sebanyak lima citra dengan ukuran yang berbeda, dan variasi yang berbeda.
6) Analisis dilakukan terhadap waktu proses terhadap ketiga perlakuan.

Untuk lebih lengkapnya, langkah-langkah pengerjaannya dilakukan seperti pada diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.2
Formulasi B-Spline yang digunakan dalam penepitian ini merujuk kepada fungsi transformasi yang telah diurai di Bab 2, seperti berikut.

3.1.2 Proses pembagian permukaan

Ketika sistem membaca input berupa citra, maka dihitung terlebih dahulu ukuran citra

oleh sistem. Kemudian dilakukan iterasi untuk membangun tempelan yang dapat dibagi

ke dalam empat sub-tempelan. Dari 16 titik sub-kendali yang tunggal dibangkitkan sub-

tempelan tersebut. Skema subdivisi hanya untuk satu dari empat (sub tempelan yang sesuai

dengan

0



u, v



1 2

),

sebagaimana

yang

lainnya

secara

simetri.

Universitas Sumatera Utara

25





✒Mulai ✑


Input Citra dengan ukuran w × h

❄ Baca pixel p(i, j), i = 1, · · · , w, j = 1, · · · , h

❄ Citra diperbesar s kali, s ≥ 2



Sediakan Citra dengan ukuran sw × sh Isi pixel pada posisi (s(i − 1) + 1, s(j − 1) + 1) dengan p(i, j), i = 1, · · · , w; j = 1, · · · , h.

   ❅❅



For i = 1, · · · , w; For j = 1, · · · , h . Hitung: Selisih |(s(i − 1) + 1, s(j − 1) + 1) − (s(i + 1) + 1, s(j + 1) + 1)|

Ya ❄

✏€€✏✏€S€✏eli