Aturan Pemerintah Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Pulau Panggang

BAB V PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR

5.1 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Pulau Panggang

Pengelolaan sumberdaya pesisir merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini disebabkan sumberdaya pesisir sangat rentan dan sensitif terhadap perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan lingkungan yang bersifat alamiah ataupun faktor manusia yang merupakan variabel penting dalam penentuan status pemanfaatan dan potensi sumberdaya perikanan. Terdapat dua aturan yang berlaku dalam pengelolaan sumberdaya pesisir pada wilayah Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang, yaitu aturan pemerintah dan aturan lokal. Aturan pemerintah merupakan seperangkat aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Kementerian Kehutanan yang membawahi langsung Taman Nasional Kepulauan Seribu. Sedangkan aturan lokal adalah seperangkat aturan yang dibentuk oleh masyarakat baik dalam proses pembuatan, pelaksanaan, maupun pengawasan. Aturan lokal ini biasanya dibentuk berdasarkan pengetahuan lokal yang diperoleh masyarakat setempat secara turun temurun ataupun berdasarkan pengalaman mereka setelah sekian lama berinteraksi dengan lingkungan setempat.

5.1.1 Aturan Pemerintah

Pulau Panggang merupakan salah satu gugusan pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu dan termasuk dalam kawasan Taman Nasional 9 Kepulauan Seribu. Kawasan tersebut mulai ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu sejak tahun 1995. Masuknya wilayah tersebut menjadi kawasan taman nasional membuat diberlakukannya beberapa aturan yang dibuat oleh pemerintah yang bertujuan untuk menjaga kelestarian ekologis wilayah tersebut. 9 Taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1990. Oleh karena otoritasnya berada di tangan pemerintah, semua tahapan dan komponen pengelolaan sumberdaya pesisir mulai dari pengumpulan informasi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh pemerintah. Berbagai kebijakan dan perundangan telah dibuat dan diberlakukan terkait dengan pengelolaan sumberdaya pesisir. Dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil UU PWP- PPK, pemerintah mengalokasikan ruang perairan pesisir untuk dimanfaatkan, direhabilitasi dan dikonservasi, termasuk didalamnya pemanfaatan sumberdaya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil melalui pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir HP3. Dalam UU PWP-PPK juga disebutkan pemberian hak masyarakat untuk mengelola sumberdaya pesisir. Aturan yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan pengelolaan sumberdaya pesisir di Pulau Panggang utamanya mengenai pembagian zonasi laut 10 , perlindungan terhadap beberapa jenis ikan dan biota laut yang sudah dianggap langka, pengambilan terumbu karang dan pasir laut serta larangan penggunaan beberapa jenis alat tangkap yang berbahaya bagi ekologi pesisir 11 . Pengawasan dan sanksi hukum yang diberikan kepada nelayan yang menggunakan potasium juga sangat ketat dilaksanakan. Seperti yang diungkapkan oleh DD 47 tahun yang sempat menggunakan potasium, “Dulu saya dikejar-kejar sama polisi laut gara-gara pake portas potasium, sampe dibawa ke kantor polisi di Jakarta. Disana dinasehatin kalo pake portas itu bahaya buat laut, kita disuruh janji buat ga pake portas lagi. Kapok juga sih ”. Berbagai aturan dan larangan yang ada tersebut pelaksanaan serta pengawasannya dilakukan oleh pihak Taman Nasional Kepulauan Seribu TNKPS. Pada pengenalan berbagai aturan tersebut, pihak TNKPS terjun langsung ke masyarakat untuk mensosialisasikan berbagai peraturan yang ada. Sedangkan dalam tahap pengawasan, TNKPS telah memiliki petugas-petugas 10 Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 11 Lihat Undang-undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pasal 35. polisi air dan laut biasa disebut polairut yang bertugas mengawasi keadaan wilayah Kepulauan Seribu dan mengawasi pula kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Petugas polisi air dan laut juga melakukan pengawasan ekstra pada zona-zona perlindungan. Sehingga dengan melihat keberadaan petugas tersebut, nelayan dapat mengetahui bahwa wilayah tersebut terlarang untuk kegiatan penangkapan ikan. Selain keberadaan petugas polisi air dan laut, TNKPS yang berada di bawah Kementerian Kehutanan juga menempatkan rambu-rambu peringatan pada zona-zona 12 tersebut. Pembagian zonasi berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05IV-KK2004 tanggal 27 Januari 2004 tentang Zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut 13 : 1 Zona Inti Taman Nasional 4.449 Ha adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia. 2 Zona Perlindungan Taman Nasional 26.284,50 Ha adalah bagian kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai penyangga zona inti taman nasional. 3 Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional 59.634,50 Ha adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata. 4 Zona Pemukiman Taman Nasional 17.121 Ha adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan perumahan penduduk masyarakat. Pembagian zonasi tersebut menetapkan wilayah Pulau Panggang sebagai zona pemanfaatan tradisional yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat lokal dengan cara penangkapan tradisional yang tidak merusak ekosistem laut Lampiran 1. Berbagai aturan yang diberlakukan di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu tersebut dibentuk oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan partisipasi dari masyarakat setempat. Maka yang terjadi kemudian adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan peraturan-peraturan yang ada dan 12 Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 13 Buku Informasi Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu 19992000. berdampak pula pada rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut. Tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan aturan tersebut juga berarti pengabaian terhadap pengetahuan lokal local knowledge masyarakat setempat mengenai pengelolaan sumberdaya pesisir.

5.1.2 Aturan Lokal