Batasan Penelitian Geografis Penentuan lokasi pasar induk kabupaten Bogor berdasarkan perkembangan wilayah dan aksesibilitas

23 Tabel 1. Lanjutan No Tujuan Metode Analisis Jenis Data Sumber Data Keluaran 5. Mengkaji penentuan lokasi optimal pasar induk berdasarkan kondisi saat ini eksisting di Kabupaten Bogor dengan mempertimbang kan keberadaan pasar yang ada di Kota Bogor. Metode P- Median yang dibangun dalam software GAMS Sekunder Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, Bappeda Kab. Bogor, BPS Kabupaten dan Kota Bogor, website www.maps. google.com Lokasi optimal pasar induk berdasarkan kondisi saat ini eksisting di Kabupaten Bogor dengan mempertimbang- kan keberadaan pasar yang ada di Kota Bogor. 6. Mengkaji penentuan lokasi optimal pasar induk berdasarkan kondisi saat ini eksisting di Kabupaten Bogor. Metode P- Median yang dibangun dalam software GAMS Sekunder Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, Bappeda Kab. Bogor, BPS Kabupaten dan Kota Bogor, website www.maps. google.com Lokasi optimal pasar induk berdasarkan kondisi saat ini eksisting di Kabupaten Bogor. 7. Melihat Keterkaitan perkembangan wilayah dengan alternatif lokasi optimal pasar induk Kabupaten Bogor. Penentuan indeks prioritas Sekunder Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, Bappeda Kab. Bogor, BPS Kabupaten dan Kota Bogor, website www.maps. google.com Lokasi pasar induk paling optimal berdasarkan perkembangan wilayah dan hasil optimasi.

3.4. Batasan Penelitian

1. Komoditas yang dikaji dalam pengembangan pasar induk adalah sayuran dan buah-buahan. 2. Pengertian jarak dalam studi kasus ini mengikuti pengertian lokasi relatif, yaitu posisi yang berkenaan dengan posisi lainnya dengan menggunakan data 24 panjang jalan yang menghubungkan antar satu kecamatan dengan kecamatan lainnya yang didapatkan dari website www.maps.google.com . 3. Pengertian waktu dalam studi kasus ini mengikuti pengertian waktu relatif yaitu waktu tempuh yang berkenaan satu posisi menuju posisi lainnya dengan menggunakan kendaraan bermotor roda empat, yang didapatkan dari website www.maps.google.com . 4. Aspek masyarakat dan kelembagaan tidak menjadi pembahasan dalam penelitian ini karena diasumsikan masyarakat mendukung adanya pembangunan pasar induk di Kabupaten Bogor.

3.5. Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis skalogram, analisis deskriptif dan analisis P-Median. Analsisi skalogram digunakan untuk melihat tingkat perkembangan wilayah, analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui aliran sayuran dan buah-buahan di pasar yang ada saat ini, dan analisis P-Median digunakan untuk penentuan lokasi optimal pasar induk.

3.5.1. Skalogram

Analisis skalogram digunakan untuk untuk menentukan hirarki wilayah dalam mendukung penentuan lokasi pasar induk yang optimal. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap kecamatan didata dan disusun dalam satu tabel seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Contoh Tabulasi Data Fasilititas Umum Metode skalogram bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap kecamatan, atau menuliskan ada tidaknya fasilitas tersebut di suatu kecamatan tanpa memperhatikan jumlah atau kuantitasnya. Dengan metode Kec Populasi Mushola SD SMP SMA Puskesmas Bank Jumlah Jenis Jumlah Unit 25 ini akan diidentifikasi jenis, jumlah, dan karakteristik infrastruktur yang diperlukan sebagai fasilitas yang akan mendukung perkembangan perekonomian di suatu kecamatan. Tahap-tahap dalam penyusunan skalogram adalah : 1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas dalam unit-unit kecamatan. Data fasilitas yang merata dijumpai di seluruh kecamatan diletakkan pada tabel dengan urutan paling kiri dan seterusnya, fasilitas yang paling jarang penyebarannya diletakkan di kolom paling kanan. Angka yang dituliskan adalah jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit kecamatan. 2. Menyusun wilayah kecamatan sedemikian rupa, kecamatan yang mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap diletakkan di susunan paling atas, sedangkan kecamatan dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap diletakkan di susunan paling bawah 3. Menjumlahkan seluruh fasilitas sosial secara horizontal, baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap kecamatan 4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal, sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh kecamatan. 5. Dari hasil penjumlahan diperoleh urutan, posisi teratas merupakan kecamatan yang mempunyai fasilitas terlengkap, sedangkan posisi terbawah merupakan kecamatan dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap. 6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua kecamatan dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang persis sama, maka pertimbangan ketiga adalah jumlah penduduk. Kecamatan dengan jumlah penduduk lebih tinggi diletakkan pada posisi di atas. Metode lain yang merupakan modifikasi dari metode skalogram adalah penentuan indeks sentralitas dengan berdasarkan jumlah penduduk dan jenis fasilitas pelayanan. Secara teoritik, hirarki kecamatan ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan kecamatan secara totalitas yang tidak terbatas yang ditunjukkan oleh kapasitas infrastruktur fisiknya saja, tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia, serta kapasitas perekonomiannya. Model untuk menentukan nilai indeks perkembangan IPj suatu kecamatan adalah: 26 ′ dimana IP j : Indeks perkembangan kecamatan ke j I ij : Nilai indikator perkembangan ke i indikator ke j I ij : Nilai indikator perkembangan indikator ke i kecamatan ke j terkoreksi terstandarisasi I i min : Nilai indikator perkembangan ke i terkecil SD i : Standar deviasi indeks perkembangan indikator ke i i : Indikator yang dianalisis j : Kecamatan yang dianalisis Nilai ini akan digunakan untuk mengelompokkan kecamatan dalam kelas-kelas yang dibutuhkan atau hirarki kecamatan. Diasumsikan bahwa kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang, dan kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah. Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus, misalnya jika nilainya adalah lebih besar atau sama dengan 2x standar deviasi + nilai rata-rata, maka dikategorikan tingkat perkembangan tinggi, kemudian jika antara nilai rata-rata sampai 2x standar deviasi+nilai rata-rata maka termasuk tingkat pertumbuhan sedang, dan jika nilai ini kurang dari nilai rata-rata, maka termasuk dalam nilai pertumbuhan rendah. Secara matematis kelompok tersebut adalah: Hirarki I ≥ X + 2 Stdev Tingkat Perkembangan Tinggi X + 2 STdev Hirarki II ≥ X Tingkat Perkembangan Sedang Hirarki III X Tingkat Perkembangan Rendah Ada beberapa kelemahan yang mungkin dijumpai dalam penggunaan analisis skalogram pada penggunaan data riil. Pertama, pada umumnya batas- batas wilayah nodal tidak tepat berimpitan dengan wilayah administrasi, sehingga data-data yang digunakan dalam analisis perencanaan sering bersifat kompromistis. Kedua, kenyataan yang ditemukan adalah batas-batas wilayah ……………… …. 3-1 ……..………………………………. …….. 3-2 27 nodal tersebut mudah sekali berubah, terutama berkaitan dengan perubahan sistem transportasi Rustiadi et al., 2008.

3.5.2. Spatial Interaction Analysis The Location-allocation Model

Spatial Interaction Analysis dengan menggunakan metoda The Location- allocation Model merupakan salah satu pendekatan dari model-model optimasi dalam penentuan lokasi suatu aktifitas yang dapat meminimumkan biaya, jarak, waktu, dan faktor kendala lainnya. Location-allocation model adalah metoda untuk menentukan lokasi optimal untuk penempatan fasilitas. Metoda ini secara simultan memilih suatu lokasi yang demands-nya terdistribusi secara spasial untuk optimasi beberapa kriteria yang secara spesifik dapat diukur. Isu utama yang muncul dari masalah lokasi adalah menentukan kriteria yang cocok dan objektif. Penentuan lokasi untuk private sector facilities biasanya didasarkan pada pertimbangan yang objektif dan terukur seperti untuk meminimalkan cost atau memaksimalkan profit. Hakimi 1964 dan Swain 1970 dalam Ashar 2002 menyebutkan bahwa salah satu dari model yang paling populer untuk masalah lokasi fasilitas publik adalah metode P-Median. Masalah lokasi dapat disederhanakan dengan menghubungkan antara lokasi fasilitas dengan lokasi demands yang dapat meminimalkan bobot total jarak tempuh atau waktu tempuh sehingga dapat membantu pengguna untuk mendapatkan fasilitas terdekat. Variabel-variabel yang diperlukan dalam aplikasi metode terpilih ini meliputi: 1. Variabel jumlah simpul 2. Variabel jumlah hubungan antar simpul 3. Variabel jarak antar simpul, dan 4. Variabel bobot masing-masing simpul Variabel jarak antar simpul dapat berupa jarak fisik jaringan jalan, biaya atau waktu yang diperlukan dalam perjalanan dari simpul awal ke simpul tujuan. Jarak yang dibutuhkan dalam pehitungan ini ialah jarak terpendek dan waktu tempuh tercepat dari setiap calon pusat ke simpul-simpul lainnya. Jarak antar simpul yang diukur berarti jarak yang saling berdekatan langsung antar simpul atau simpul yang memiliki batasan langsung, demikian pula dengan waktu 28 tempuh, waktu tempuh yang diukur adalah waktu tempuh tercepat antar simpul. Efisiensi ini dikembangkan oleh Djikistra 1959 dalam Ashar 2002. Pengertian bobot merupakan suatu karakteristik yang dimiliki oleh suatu simpul yang membedakan dengan simpul lainnya, misalnya jumlah penduduk, luas bangunan, tingkat pendapatan perkapita, sehingga makin signifikan bobot tersebut, maka simpul tersebut semakin besar memberikan kontribusi terhadap penentuan lokasi di dalam sistem secara keseluruhan. Penetapan suatu bobot identik dengan kriteria yang terutama terhadap penentuan lokasi suatu fasilitas. Sehingga untuk menetapkan suatu bobot seharusnya mengetahui indikator yang mempengaruhi kebutuhan penempatan suatu fasilitas. Banardi dan Fisher 1973 dalam Ashar 2002 menyebutkan bahwa penentuan bobot dan jarak tergantung pada tiga hal, yaitu a masalah yang diselidiki, b ketersediaan data, dan c pertimbangan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diselidiki. Bobot simpul hendaknya mencerminkan jumlah penerima pelayanan number of service recipients. Dalam pengoperasiannya metoda P-Median tidak berdiri sendiri, melainkan ditunjang oleh program komputersoftware Java Applets P-Median Solver. Software P-Median Solver ini disediakan secara gratis melalui situs internet http:www.hyuan.comjavaindex.html , yang untuk mengolah datanya harus dalam keadaan on line dengan situs tersebut. Program tersebut digunakan untuk ketepatan penentuan jalur terpendek dan penentuan pusat-pusat yang dipilih dari sejumlah simpul tidak dapat dihitung secara manual. Karena jika jumlah node dan link mecapai puluhan bahkan ratusan akan sulit dan tidak efektif dengan perhitungan secara manual. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan mengingat banyaknya simpul yang akan dianalisis maka dipergunakan program GAMS. Kelebihan dari program GAMS adalah dapat dikembangkan skenario yang dibangun dan sekaligus menguji simulasi-simulasi yang digunakan.

3.5.2.1. Model Optimasi Penerapan GAMS

Model GAMS General Algebraic Modeling System digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan lokasi optimal pasar induk dengan menerapkan metoda yang digunakan dalam P-Median. Hal ini dilakukan untuk mempermudah 29 cara pengolahan data agar dapat dilakukan secara off line, sekaligus menguji simulasi-simulasi yang digunakan. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam aplikasi metode P-Median yang ditunjang program GAMS adalah sebagai berikut: 1. Simpul yang dicalonkan sebagai pusat pelayanan berasal dari simpul yang berada dalam jaringan 2. Jaringan jalan mempunyai kesamaan kualitas 3. Simpul penolong yang dipakai sebagai upaya untuk memudahkan perhitungan jarak antar simpul tidak dapat dicalonkan sebagai pusat pelayanan 4. Untuk setiap kecamatan hanya diwakili oleh 1 simpul 5. Letak simpul ditentukan berdasarkan pertimbangan lokasi pusat centroid kecamatan. 6. Kecamatan dianggap tidak mengalami pemekaran 7. Bobot simpul hendaknya mencerminkan jumlah penerima pelayanan. Terdapat beberapa istilah dalam teknik optimasi, yaitu optimasi, programming dan economization. Inti dari ketiganya sama, yaitu memaksimalkan atau meminimumkan mengoptimalkan suatu fungsi, baik yang terkendala maupun yang tanpa kendala. Istilah umum dalam pemograman ini yaitu : 1 perumusan peubah keputusan decision variables, 2 perumusan fungsi tujuan objective function, 3 perumusan fungsi-fungsi kendala constraint function, dan 4 perumusan metode estimasi parameter-parameter fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala. Fungsi tujuan adalah fungsi yang akan dioptimalkan. Fungsi kendala adalah fungsi-fungsi yang merupakan kendala fungsi yang akan dioptimasikan, dan peubah keputusan adalah peubah-peubah yang akan dicari nilai optimumnya maksimum atau minimum. Secara matematis, mengoptimalkan suatu fungsi harus memenuhi syarat- syarat tertentu. Berikut ini adalah beberapa bentuk optimasi yang didasarkan oleh jenis fungsi tujuan dan fungsi kendalanya. 1. Fungsi Tanpa Kendala Misalkan fungsi yang akan dioptimalkan, disebut fungsi tujuan, adalah Fx. Memaksimumkan atau meminimumkan berarti harus memenuhi dua persyaratan, 30 yaitu bahwa turunan pertama fungsi tersebut sama dengan nol ∂fx ∂x = 0 dan turunan kedua fungsi tersebut lebih kecil dari nol ∂ 2 fx ∂ 2 x0. Dengan menyelesaikan persamaan sesuai dengan persyaratannya akan didapat nilai peubah keputusan x yang optimum. 2. Fungsi dengan Kendala Misalkan fungsi yang akan dioptimalkan fungsi tujuan adalah Fx dan merupakan fungsi non linier. Jika kendala berbentuk suatu fungsi kendala gx merupakan suatu pertidaksamaan dan nilai-nilai x adalah bukan nilai negatif, maka optimasi fungsi tersebut disebut non linier programming. Jika Fx merupakan suatu fungsi linier, maka optimasi fungsi tersebut disebut Linier Programming. Jika fungsi kendala gx bernilai sama dengan konstanta tertentu suatu persamaan maka optimasi fungsi disebut Classical Programming. Secara notasi matematis, masing-masing bentuk optimasi fungsi adalah sebagai berikut: a. Non Linier Programming: Fungsi tujuan Fx; suatu fungsi non linier Fungsi kendala : gx ≤c; c= konstanta x≥0 b. Linier Programming : Fungsi tujuan Fx; suatu fungsi linier Fungsi kendala : gx ≤c; c= konstanta x≥0 c. Classical Programming : Fungsi tujuan Fx ; fungsi non linier atau linier Fungsi kendala : gx =c; c= konstanta x ≥0 Untuk menyelesaikan permasalahan optimasi ini digunakan persamaan Langrangian α, yaitu: α = Fx + λc – gx Untuk Clasical Programming, penyelesaian optimasi memiliki syarat bahwa turunan fungsi langrangian terhadap peubah keputusan x maupun λ adalah sama dengan nol. Secara matematis adalah sebagai berikut: • α ∂x = 0 dan ∂α αλ = 0 • sehingga F’x – λg’x = 0 dan c – gx = 0 • Jika disubstitusikan maka F’x = λg’x atau λ = F’x g’x 31 • Dengan F’x = ∂Fx ∂x dan g’x = ∂gx ∂x, maka hasil substitusi menghasilkan bahwa λ= ∂Fx ∂ gx atau λ = ∂Fx∂c • Dengan menyelesaikan sistem persamaan yang ada, maka akan diperoleh nilai x yang optimum peubah keputusan. Dari hasil penyelesaian ini, selain diperoleh nilai peubah-peubah keputusan juga diperoleh nilai λ. Nilai λ ini disebut Shadow Price, dan sesuai dengan definisi matematisnya maka Shadow Price berarti perubahan nilai fungsi tujuan Fx saat fungsinilai kendala berubah satu-satuan. Untuk non linier maupun linier programming, dimana fungsi kendala adalah suatu pertidaksamaan, maka: • ∂α∂x x = 0 dan ∂ααλ λ = 0 • Karena X ≥ 0 maka ∂α∂x x = 0 memiliki dua kemungkinan, yaitu: o Saat x = 0 tidak ada peubah keputusan = tidak ada aktivitas maka ∂α ∂x ≠ 0, dimulai kondisi seperti ini tidak atau kurang feasible. o Saat x 0 ada aktivitas maka ∂α∂x = 0, sehingga penyelesaiannya akan sama dengan classical programming. o Jika nilai ∂α∂λ = 0 dan λ 0 berarti bahwa perubahan fungsi kendala berpengaruh positif terhadap nilai fungsi tujuan. Jika ∂α∂λ ≠ 0 maka λ = 0, artinya bahwa perubahan kendala tidak mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Kondisi yang kedua ini biasanya terjadi pada sumberdaya yang berlimpah. Dalam pengembangan model optimasi ada beberapa tahapan pokok yang dilalui, antara lain : 1. Perumusan peubah keputusan, 2. Perumusan fungsi tujuan, 3. Perumusan fungsi kendala, dan 4 Perumusan metode estimasi parameter-parameter fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala. 3.5.2.1.1. Peubah Keputusan Peubah keputusan pada model optimasi dalam penelitian ini secara matematis dirumuskan sebagai berikut: F ij = Jumlah fasilitas dalam hal ini adalah pasar induk yang akan dibangun 32 Dimana i merupakan lokasi yang dilayani oleh fasilitas dan j merupakan lokasi fasilitas pasar induk yang akan dibangun.

3.5.2.1.2. Fungsi Tujuan

Fungsi tujuan pertama dilambangkan dengan huruf Za, dimana tujuan penelitian adalah minimasi biaya transportasi yang harus ditanggung untuk melayani lokasi demand i dari lokasi fasilitas j. Secara matematis, fungsi tujuan dirumuskan sebagai berikut: Zai,j = ∑ ∑ Dimana : Za ij = minimasi biaya transportasi yang harus ditanggung untuk melayani lokasi demand i dari lokasi fasilitas j. C ij = jarak antara wilayah demand ke-i dan wilayah pembangunan fasilitas ke- j. X ij = jumlah demand yang harus dilayani di lokasi i Fungsi tujuan kedua dilambangkan dengan huruf Zb, dimana tujuan penelitian adalah minimasi biaya transportasi yang harus ditanggung untuk melayani lokasi demand i dari lokasi fasilitas j dengan mempertimbangkan lokasi produksi k yang dikirimkan ke lokasi fasilitas j. Secara matematis, fungsi tujuan dirumuskan sebagai berikut: , ∑ ∑ ∑ ∑ Dimana: Zb ij = minimasi biaya transportasi yang harus ditanggung untuk melayani lokasi demand i dari lokasi fasilitas j dengan mempertimbangkan lokasi produksi k yang dikirimkan ke lokasi fasilitas j. C ij = jarak antara wilayah demand ke-i dan wilayah pembangunan fasilitas ke- j X ij = jumlah demand yang harus dilayani di lokasi i T kj = jarak antara wilayah produksi ke-k ke wilayah pasar j S kj = jumlah produksi di wilayah ke-k ……….……..3-3 ……….3-4 33 Fungsi tujuan diatas berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Sarana dan prasarana transportasi antar kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor tersedia 2. Satuan biaya transportasi per bobot per satuan jarak sama homogen ke seluruh arahrute perjalanan yang menghubungkan antar kecamatan 3. Satuan biaya transportasi per bobot per satuan waktu tempuh sama homogen ke seluruh arahrute perjalanan yang menghubungkan antar kecamatan 4. Perilaku dalam lalu lintas selalu memilih jalur terpendek berdasarkan jarak tempuh, dan juga berdasarkan waktu tempuh 5. Dalam model ini belum memperhatikan kelas jalan

3.5.2.1.3. Fungsi-Fungsi Kendala

Fungsi-fungsi kendala yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Bahwa setiap lokasi hanya dilayani oleh 1 pusat fasilitas. 2. Jumlah fasilitas yang mampu dibangun hanya satu. 3. Lokasi calon fasilitas yang ada terbatas. 4. Suatu wilayah akan terlayani jika fasilitas tersedia. 34 IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Geografis

Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6°180 - 6°4710 Lintang Selatan dan 106°2345 - 107°1330 Bujur Timur, yang berdekatan dengan Ibu kota Negara sebagai pusat pemerintahan, jasa dan perdagangan dengan aktifitas pembangunan yang cukup tinggi. Letak dan batas wilayah Kabupaten Bogor secara administratif dapat dilihat pada Gambar 2, luas wilayah untuk setiap kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan batasan wilayahnya adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, Kabupaten Kota Bekasi dan Kota Depok, Sebelah Timur : Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Provinsi Banten Bagian Tengah : Kota Bogor Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan kehutanan, yang terdiri dari 22 jenis tanah, yang meliputi jenis tanah Asosiasi LatosolMerah, LatosolCoklat Kemerahan dan Laterit Air . Iklim wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah hujan tahunan 2,500 - 5,000 mmtahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian kecil wilayah timur yang memiliki curah hujan kurang dari 2,500 mmtahun, suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor antara 20° - 30°C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25°C. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor PARUNG PANJANG GN.SINDUR 35 Tabel 3. Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Bogor No Kecamatan Luas Wilayah Ha No Kecamatan Luas Wilayah Ha 1 Babakan Madang 9.181,09 21 Jonggol 11.578,12 2 Bojonggede 2.980,98 22 Kemang 3.212,28 3 Caringin 8.474,71 23 Klapanunggal 9.639,12 4 Cariu 8.564,89 24 Leuwiliang 9.205,82 5 Ciampea 3.430,06 25 Leuwisadeng 3.464,93 6 Ciawi 4.744,26 26 Megamendung 6.198,03 7 Cibinong 4.575,68 27 Nanggung 16.414,34 8 Cibungbulang 3.535,55 28 Pamijahan 11.242,24 9 Cigombong 4.325,16 29 Parung 2.583,72 10 Cigudeg 18.846,46 30 Parung Panjang 7.070,61 11 Cijeruk 4.639,00 31 Rancabungur 2.391,21 12 Cileungsi 6.993,60 32 Rumpin 13.648,13 13 Ciomas 1.637,13 33 Sukajaya 16.011,09 14 Cisarua 7.281,03 34 Sukamakmur 18.931,00 15 Ciseeng 4.063,26 35 Sukaraja 4.452,92 16 Citeureup 6.848,82 36 Tajurhalang 2.949,95 17 Dramaga 2.445,46 37 Tamansari 4.121,64 18 Gunung Putri 6.094,74 38 Tanjungsari 15.962,49 19 Gunung Sindur 4.971,11 39 Tenjo 8.188,37 20 Jasinga 13.563,64 40 Tenjolaya 4.556,38 Sumber: Bappeda Kabupaten Bogor dan P4W LPPM IPB, 2009 Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah 298.838,304 ha terbagi kedalam 40 administrasi kecamatan 411 desa dan 17 kelurahan, dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebesar 4.251.838 jiwa, yang terdiri atas 2.185.809 laki-laki dan 2.066.029 perempuan. Topografi wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi, yaitu berupa daerah pegunungan di bagian selatan, hingga daerah dataran rendah di sebelah utara. Keberadaan sungai-sungai di wilayah Kabupaten Bogor posisinya membentang dan mengalir dari daerah pegunungan di bagian selatan ke arah utara. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki 6 enam Daerah Aliran Sungai DAS, yaitu DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, Sub DAS Kali Bekasi serta Sub DAS Cipamingkis dan Cibeet. Sungai-sungai pada masing-masing DAS tersebut mempunyai fungsi dan peranan yang sangat strategis yaitu sebagai sumber air untuk irigasi, rumah tangga dan industri serta 36 berfungsi sebagai drainase utama wilayah. Disamping itu, di Kabupaten Bogor terdapat 94 danau atau situ dengan luas total 496,28 ha serta 63 mata air. Situ-situ dimaksud berfungsi sebagai reservoir atau tempat resapan air dan beberapa diantaranya dimanfaatkan sebagai obyek wisata atau tempat rekreasi dan budidaya perikanan. Komposisi pemanfaatan lahan di Kabupaten Bogor menurut RTRW Kabupaten Bogor, yaitu : 1 Kawasan Lindung seluas 133.548,41 ha atau 44,69 , 2 Kawasan Budidaya seluas 165.289,90 ha atau 55,31 . Perincian lebih lanjut dari ruang lingkup kawasan lindung serta kawasan budidaya, yaitu : 1 Kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan terdiri dari hutan konservasi seluas 42.559,72 ha 14,24 dan hutan lindung seluas 8.745,06 ha 2,93 dari luas wilayah Daerah. Kawasan yang berfungsi lindung di luar kawasan hutan terdiri dari kawasan lindung lainnya di luar kawasan hutan, yang menunjang fungsi lindung seluas 82.243,63 ha 27,52 . 2 Kawasan budidaya di dalam kawasan hutan terdiri dari kawasan hutan produksi terbatas dan kawasan hutan produksi tetap. Kawasan budidaya di luar kawasan hutan terdiri dari kawasan pertanian, kawasan pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwisata, dan kawasan permukiman. Kawasan pertanian terdiri dari pertanian lahan basah seluas 42.789,78 ha 14,32, pertanian lahan kering, tanaman tahunan, perkebunan, peternakan dan perikanan.

4.2. Sumberdaya Manusia