PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PADA PT. X D

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PADA PT. X DALAM
MEMINIMALISASI PAJAK SESUAI PERATURAN PERPAJAKAN

Laili Zulfa
Ellybakrisuk@rocketmail.com

Dini Widyawati
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT
Basically, tax is an important source of revenue to finance government spending, both for routine
expenditures and development expenditures. As for corporate, tax is an expense that will reduce
the company’s net profit, so that the management through tax planning schemes. This study aims
to identify and learn the implementation of tax planning at PT. X. this study used descriptive
qualitative approach and case study metod. The object of this study is the corporate income tax of
PT. X with the income statement as a basis for a fiscal correction then resulting in fiscal financial
statement and taxable income that will be used for tax planning. The next step is to compare
earnings (profit) before tax planning and earnings (profit) after tax planning. The resulting
showed that before application of tax planning, tax payable is Rp132.851.711 while after tax

planning, tax payable of Rp126.321.378 for the year of 2011. Through good and proper planning,
PT. X can optimize their tax to be paid so that it can used to pay for other expenses.
Keywords: tax planning, fiscal correction, PPh Pasal 21 allowance (gross up), depreciation of fix
assets
ABSTRAK
Pada dasarnya pajak merupakan sumber penerimaan penting yang akan digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan. Sebaliknya bagi perusahaan pajak merupakan beban yang akan
mengurangi laba bersih perusahaan. Agar beban tersebut dapat ditekan seminimal
mungkin maka perlu adanya penerapan manajemen pajak yang efektif melalui
perencanaan pajak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari
penerapan perencanaan pajak penghasilan badan pada PT. X. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dan metode studi kasus. Gambaran dari
obyek penelitian adalah pajak penghasilan badan yang dikenakan terhadap perusahaan
PT. X dengan menggunakan laporan laba rugi perusahaan yang digunakan untuk
melakukan koreksi fiskal, sehingga akan menghasilkan laporan keuangan fiskal dan laba
fiskal yang akan digunakan untuk menyusun perencanaan pajak dan akan dibandingkan
laba sebelum perencanaan dan laba setelah perencanaan pajak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebelum diterapkan perencanaan pajak, pajak yang harus dibayar
adalah Rp 132.851.711 sedangkan setelah perencanaan, pajak yang harus dibayar adalah

Rp 126.321.378 pada tahun 2011. Dengan dilakukannya perencanaan pajak yang baik dan
tepat maka PT. X dapat mengoptimalkan pajak yang harus dibayar sehingga dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran yang lainnya.
Kata kunci: perencanaan pajak, koreksi fiskal, PPh Pasal 21 (gross up), penyusutan asset
tetap

PENDAHULUAN
Pajak merupakan fenomena yang saat ini berkembang di masyarakat. Hampir seluruh
kehidupan dan perkembangan dunia usaha dipengaruhi oleh ketentuan perundang-

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

2

undangan perpajakan. Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara
wajib pajak dengan pemerintah. Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil
mungkin karena dengan membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis wajib
pajak. Di lain pihak, pemerintah memerlukan dana untuk membiayai penyelenggaran
pemerintah yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak.
Perbedaan kepentingan ini menyebabkan wajib pajak cenderung mengurangi jumlah

pembayaran, baik secara legal maupun illegal. Self assessment system yang memberikan
peluang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sehingga wajib
pajak dapat mewujudkan keuntungan dalam usahanya namun tidak terlepas dari
kewajiban membayar pajak. Dalam mewujudkan keuntungan tersebut, perlu adanya upaya
mengelola kewajiban perpajakan agar beban pajak dapat ditekan.
Walaupun pajak berpengaruh terhadap seluruh kehidupan usaha dan keputusan
bisnis, tidak berarti bahwa pajak tersebut tidak dapat diminimalkan. Upaya tersebut dapat
dilakukan dengan memahami secara benar ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dan segala perkembangannya.
Upaya untuk mengelola kewajiban perpajakan tersebut dapat dilakukan secara legal
melalui perencanaan pajak (Tax Planning). Perencanaan pajak merupakan langkah awal
dalam manajemen pajak yakni dengan melakukan pengumpulan dan penelitian terhadap
peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang
dilakukan untuk meminimumkan kewajiban pajak tetapi masih berada dalam ketentuan
dan perundang-undangan perpajakan.
Bagi perusahaan, pajak penghasilan (PPh) yang dikenakan terhadap penghasilan yang
diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai beban perusahaan dalam menjalankan
usahanya. Agar beban tersebut dapat ditekan seminimal mungkin, maka perlu adanya
penerapan manajemen pajak yang efektif melalui perencanaan pajak.
Dari penjelasan tersebut, sehingga penulis tertarik untuk meneliti bagaimana

penerapan perencanaan pajak dalam meminimalisasi beban pajak pada PT. X ? Hal inilah
yang menjadi latar belakang masalah dalam penelitian ini dengan tujuan untuk
mengetahui penerapan perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT. X sesuai dengan
peraturan perpajakan.

TINJAUAN TEORETIS
Pajak
Dalam pelaksanaan UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun
2000 disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung sehingga menuntut perlunya
penyempurnaan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijaksanaan
pemerintah. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajakan tentang
Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan tersebut terakhir diatur dalam UU No. 28
Tahun 2007.
Berdasarkan Undang-undang nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara perpajakan, menjelaskan bahwa maksud dari pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
Resmi (2009:1) menyatakan terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut

lembaga pemungutnya.

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

3

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

4

1.

2.

3.

Menurut Golongannya
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib pajak dan tidak
dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
Menurut Sifatnya
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi
wajib pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik
berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak tanpa memerhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak
(Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.
Menurut Pemungutnya
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan membiayai
pengeluaran daerah. Pajak daerah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a) Pajak Propinsi

Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor.
b) Pajak Kabupaten / Kota
Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak hiburan.

Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan prosentase tertentu yang digunakan untuk menghitung
besarnya Pajak penghasilan. Tarif Pajak Penghasilan yang berlaku di Indonesia
dikelompokan menjadi dua, yaitu tarif umum sesuai Pasal 17 UU No. 7 Tahun 1983
(sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir adalah dalam UU no. 36 Tahun
2008) dan tarif lainnya.
Sistem penerapan tarif Pajak Penghasilan dibagi menjadi dua, yaitu Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri dan Wajib Pajak dalam negeri Badan dan Bentuk Usaha Tetap.
1. Tarif PPh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai Dengan Rp. 50.000.000

5%


Diatas Rp. 50.000.000 s / d Rp. 250.000.000

15%

Diatas Rp. 250.000.000 s / d Rp. 500.000.000

25%

Diatas Rp. 500.000.000

30%

Sumber Data : Undang-Undang No. 36 Tahun 2008

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

5

2.


3.

Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah 28%
(dua puluh delapan persen). Tarif tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) mulai
berlaku sejak Tahun Pajak 2010.
Tarif PPh untuk penghasilan berupa deviden yang dibagikan kepada Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan
bersifat final.

Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Waluyo, 2008:89).
Dengan kata lain pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi
atau perseorangan dan badan secara subjektif sesuai dengan kemampuan masing-masing
wajib pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu
tahun pajak.
1. Subjek Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 yang menjadi subjek
pajak adalah :

a. Orang pribadi
b. Warisan yang belum belum terbagi satu kesatuan menggantikan yang berhak
c. Badan
d. Bentuk usaha tetap (BUT)
2. Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu, setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia yang dapat di pakai untuk dikonsumsi atau menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasayang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang PPh.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
h. Royalti.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala contoh leasing.
k. Keuntungan karena pembebasan utang kecuali yang diatur pada PP 130 Tahun
2000 (atas keuntungan karena pembebasan utang debitur kecil termasuk Kukesra,
KUT, KPRSS, KUK dan kredit kecil dan hanya dapat dinikmati satu kali dalam
satu tahun pajak sampai dengan jumlah Rp 350 Juta).
l. Keuntungan karena selisih kurs dengan mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi Asuransi.

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

6

Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
Penghasilan yang Dikecualikan sebagai Objek Pajak
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
c. Warisan.
d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dariWajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan WajibPajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus.
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa.
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia.
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun.
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia.
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang
telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan

o.

3.

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

7

4.

5.

pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Biaya yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dalam rangka mengitung Penghasilan Kena
Pajak, terdiri atas:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk
biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah,
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi,
dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau penagihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam rangka menghitung Penghasilan
Kena Pajak adalah:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha dan koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali piutang tak tertagih untuk
usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha
asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya diterapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan
minimum bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

8

f.

g.

h.
i.
j.
k.

l.

6.

Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan, kecuali zakat atas penghasilan
yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang pribadi pemeluk agama
islam dan/atau Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk
agama islam kepada badan amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah.
Pajak penghasilan (PPh).
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dibolehkan untuk
dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.

Biaya yang Boleh Dikurangkan Sebesar 50%
Biaya-biaya yang boleh dikurangkan sebesar 50% (lima puluh persen) dalam rangka
menghitung Penghasilan Kena Pajak adalah :
a. Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya.
b. Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler
yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena
jabatan atau pekerjaannya.
c. Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau
sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu
karena jabatan atau pekerjaannya.
d. Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan
atau pekerjaannya.

Manajemen Pajak
Upaya untuk melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui
manajemen pajak. Sophar (dalam Suandy, 2009:9) menyatakan manajemen pajak adalah
sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak dapat
ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Tujuan manajemen pajak terbagi dua, antara lain: 1) menerapkan peraturan perpajakan
secara benar, 2) usaha efisien untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.
Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan
dilaksanakan, yaitu :
1. Memahami ketentuan peraturan perpajakan.
Dengan mempelajari peraturan perpajakan, dapat diketahui peluang-peluang yang
dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak.
2. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi persyaratan

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

9

Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam penyajian informasi
keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan dan menjadi
dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak. Dalam Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ditetapkan bahwa
WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP
Badan di Indonesia wajib melakukan pembukuan.
Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam menajemen pajak. Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat
diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya
penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban
pajak.
Zain (2008:67) menyatakan perencanaan pajak merupakan tindakan struktural yang
terkait dengan kondisi konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengadilan
setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya, tujuannya adalah bagaimana
pengendalian tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajaknya yang akan di transfer ke
pemerintah, melalui apa yang disebut penghindaran pajak (tax avoidance) yang merupakan
perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup peraturan perundang-undangan pajak
dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindakan illegal yang
melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Perencanaan pajak merupakan bagian dari manajemen memiliki beberapa manfaat
yang berguna bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha dalam mencapai laba
maksimum. Ada 4 hal yang penting diambil sebagai keuntungan dalam perencanaan pajak
yaitu :
a. Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat diefisienkan.
b. Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang dikelola secara tepat
perusahaan dapat menyusun anggaran kas lebih akurat mengestimasi kebutuhan kas
terhadap pajak.
c. Menentukan waktu pembayaran, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang
mengakibatkan dikenakannya denda atau sanksi.
d. Membuat data-data terbaru untuk mengaupdate peraturan perpajakan.

Strategi Perencanaan Pajak
Strategi mengefisiensikan beban pajak yang dilakukan oleh perusahaan haruslah
bersifat legal, supaya tidak dapat menghindari sanksi-sanksi pajak dikemudian hari. Secara
umum penghematan pajak menganut prinsip the least and latest, yaitu membayar dalam
jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undangundang dan peraturan perpajakan (Suandy, 2009:12).
Strategi yang dapat digunakan untuk mengefisienkan beban pajak adalah sebagai
berikut :
a. Pemilihan alternatif dasar pembukuan, basis kas atau basis akrual.
b. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada
karyawan.
c. Pemilihan metode penilaian persediaan.
d. Pendanaan aset tetap dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
e. Pemilihan metode penyusutan aset tetap dan amortisasi aset tidak berwujud.
f. Transaksi yang berkaitan dengan pemungutan pajak (withholding tax).

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

10

Penerapan Perencanaan Pajak
Apabila dalam tahap perencanaan pajak sudah diketahui faktor-faktor yang akan
dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah
mengimplementasikannya baik secara formal maupun material. Agar perencanaan pajak
dapat berhasil sesuai yang diharapkan, maka langkah-langkah yang dilakukan antara lain :
1. Menganalisis informasi yang ada
2. Membuat suatu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak
3. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak.
4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak
5. Memutakhirkan rencana pajak.

Rekonsiliasi Laporan Keuangan Akuntansi dengan Laporan Keuangan Fiskal
Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun sesuai dengan
standar akuntansi keuangan yang meliputi laporan laba rugi, perubahan ekuitas, neraca,
dan laporan arus kas. Sedangkan laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang
disusun sesuai dengan peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan
pajak. Undang-undang pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan,
hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu, baik dalam pengakuan penghasilan
maupun biaya.
Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara komersial dan fiskal
menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya PKP. Perbedaan ini disebabkan
adanya perbedaan kepentingan antara komersial yang mendasarkan laba, sedangkan dari
segi fiskal mendasarkan penerimaan negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal,
Wajib Pajak harus mengacu pada peraturan perpajakan, Sehingga laporan keuangan
komersial harus disesuaikan atau dibuat koreksi fiskal terlebih dahulu sebelum
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Laporan
Keuangan
Komersial

Koreksi Fiskal

Laporan
Keuangan Fiskal

Gambar 1
Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersil dengan Laporan Keuangan Fiskal

Dalam mempertimbangkan tentang materi penyusunan perencanaan pajak harus
mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan koreksi fiskal. Pada dasarnya koreksi
fiskal terjadi karena adanya penyesuaian terhadap Laporan Keuangan Nasional,
penyesuaian tersebut didasarkan pada peraturan perpajakan sehingga dapat menghasilkan
Laporan Keuangan Fiskal.
Dalam hubungan ini koreksi fiskal dapat digolongkan dalam dua jenis perbedaan

antara lain : 1) Perbedaan Waktu (timming difference) adalah perbedaan yang bersifat
sementara yang disebabkan karena adanya perbedaan waktu pengakuan
penghasilan dan biaya antara peraturan perpajakan dengan SAK, 2) Perbedaan
Tetap adalah perbedaan yang disebabkan karena transaksi-transaksi pendapatan
dan biaya diakui menurut komersial dan tidak diakui menurut fiskal.
Pemberlakuan terhadap kedua perbedaan tersebut yang juga disebut koreksi fiskal
akan mempengaruhi secara langsung terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP), dalam hal
ini koreksi fiskal dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

11

a.

Koreksi Fiskal Positif
Koreksi fiskal positif terjadinya perubahan penambahan terhadap pendapatan atau
biaya yang terdapat dalam laporan keuangan komersil yang disusun untuk
kepentingan laporan keuangan fiskal.
b. Koreksi Fiskal Negatif
Koreksi fiskal negatif ialah terjadinya perubahan pengurangan terhadap pendapatan
atau biaya yang terdapat dalam laporan keuangan komersilyang disusun untuk
kepentingan laporan keuangan fiskal.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Gambaran Obyek Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dan metode
studi kasus. Penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap masalah –masalah berupa
fakta –fakta saat ini dari suatu populasi. Sedangkan pendekatan kualitatif adalah suatu
pendekatan penelitian yang tidak memasukkan angka-angka ke dalam rumus statistik
tetapi dengan cara membaca tabel atau angka – angka yang tersedia dalam laporan
keuangan kemudian membuat uraian atau analisanya. Metode studi kasus yang digunakan
dalam penelitian pada PT. X bertujuan untuk membandingkan antara teori dengan praktek
atau kasus yang ada di lapangan mengenai bagaimana penerapan perencanaan pajak yang
bertujuan untuk meminimalkan beban pajak.
Gambaran dari obyek penelitian ini adalah pajak penghasilan badan yang dikenakan
terhadap perusahaan PT. X dengan menggunakan laporan laba rugi perusahaan.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer merupakan data
yang diperoleh langsung dari informan dan dapat diperoleh dari kalimat tertulis atau lisan,
perilaku, fenomena, peristiwa, pengetahuan atau obyek studi. Sedangkan data sekunder
dalam penelitian ini berupa Laporan keuangan yang akan digunakan untuk
membandingkan laba sebelum dan setelah perencanaan pajak.
Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan, maka metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mencatat atau mempelajari
dokumen-dokumen dari perusahaan yang dapat berupa arsip, catatan-catatan, brosur
atau keterangan lainnya yang dapat disusun menjadi suatu data.
2. Wawancara, yaitu teknik pengambilan data dengan cara melakukan tanya jawab
dengan pejabat perusahaan yang berwenang dan melalui observasi terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kebijakan perpajakan perusahaan, struktur organisasi, visi-misi
perusahaan, dan perhitungan laba rugi yang dibutuhkan dalam penyusunan penelitian
ini.
Satuan Kajian
Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal atau obyektif akan tetapi internal dan
subyektif, yaitu tanpa menggunakan tes, angket, atau eksperimen sehingga dengan
sendirinya tidak berdasarkan definisi variabel.
Satuan kajian (unit of analysis) merupakan satuan terkecil obyek penelitian yang
diinginkan sebagai klasifikasi pengumpulan data.

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

12

1.

2.

3.

Pendapatan didefinisikan sebagai aliran masuk sumber-sumber atau kenaikan aktiva
atau penurunan kewajiban dari suatu entitas (atau kombinasi dari keduanya) dari
penyerahan barang, jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi berkelanjutan
atau usaha pokok dari entitas terkait.
Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal
Laba Kena Pajak atau laba untuk tujuan pajak adalah istilah akuntansi pajak yang
digunakan untuk menunjukkan jumlah yang menjadi dasar perhitungan hutang pajak
penghasilan perusahaan.

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis Deskriptif, yaitu dengan menganalisis dan mengolah data-data laporan
keuangan dan menjelaskan bagaimana cara menerapkan perencanaan pajak dalam
upaya meminimalkan jumlah Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan.
2. Analisis Komparatif, dengan membandingkan hasil dari laporan keuangan yang telah
disusun oleh perusahaan undang-undang no. 36 tahun 2008.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Laporan Keuangan Komersial PT. X
PT. X menyusun laporan keuangan komersial setiap akhir periode yaitu 31 Desember.
Laporan keuangan komersial tersebut berisikan tentang kondisi keuangan PT. X yang akan
nampak pada tabel 2.

Keterangan
Penjualan
Harga Pokok Penjualan
HPP-Tepung Batok
HPP-Tepung Jati
HPP-Tepung Lengket
HPP-Tepung Rotan
HPP-Tepung Pinus
HPP-Tepung Komposisi
HPP-Tepung Kuning
HPP-Ampas Garu

Tabel 2
Laporan Laba Rugi Komersil dan Fiskal PT. X 2011
Koreksi Fiskal
Komersial
Beda
Beda
Tetap
Waktu
10.097.338.000

Jumlah HPP
Laba (Rugi) Kotor
Beban Operasional
Beban Pegawai
Beban Angkutan Penjualan
Beban Lain-lain:
Beban Entertainment &
Relasi
Beban Komisi
Beban Ops lainnya
Jumlah Beban Ops

Fiskal
10.097.338.000

6.330.149.132
140.449.345
1.767.892.417
7.616.853
96.195.920
39.697.094
7.027.986
24.042.704

6.330.149.132
140.449.345
1.767.892.417
7.616.853
96.195.920
39.697.094
7.027.986
24.042.704

8.413.071.451
1.684.266.549

8.413.071.451
1.684.266.549

200.335.500
6.099.300
102.351.000
242.750
309.028.550

200.335.500
557.000

5.542.300
102.351.000
242.750
308.471.550

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

13
Beban Adm & umum
Beban Gaji :
Beban Gaji dan Staff
Beban THR
Beban Insentive, Lembur,
Bonus
Beban Pengobatan
Beban Perjalanan Dinas
Beban Gedung &
Bangunan:
Beban Pem. Gedung
Beban IPEDA, IREDA, PBB
Beban Komunikasi
Beban Telephone
Beban Benda Pos
Beban Kantor:
Beban Air & Listrik
Beban Barang Cetakan
Beban Kebutuhan
Fotocopy
Beban alat-alat tulis
Beban Inventaris Kecil
Beban Pemeliharaan
Inventaris
Beban Rumah tangga
Beban Perijinan
Beban Kendaraan Umum:
Beban BBM, Parkir, Tol
Beban Pemeliharaan
Kendaraan
Beban STNK
Beban Spare part
Beban Asuransi:
Beban Asuransi Kebakaran
Beban Asuransi Kendaraan
Beban Konsultan dan
Keahlian Pihak Ke III
Beban Penyusutan:
Beban Penyusutan
Kendaraan
Beban Penyusutan
Inventaris
Jumlah BAU
Pendapatan (Beban) Lainlain
Pendapatan Jasa Giro
Penjualan Barang Bekas
Penjualan lain-lain
Beban lain-lain:
Beban Adm dan Bunga
Bank
Beban Sumbangan
Beban Lain-lain
Jumlah Pendapatan
(beban) lain-lain
Laba (Rugi) Sebelum
Pajak
Sumber : PT. X

439.839.525
28.706.500
216.758.900
1.858.889
16.825.500

20.961.525

418.878.000
28.706.500
216.758.900
1.858.889
16.825.500

1.318.880
3.948.167

1.318.880
3.948.167

7.671.995
4.624.770

7.671.995
4.624.770

149.799
526.000
1.857.766
3.919.144
1.077.400
3.321.270
1.850.000

149.799
526.000
1.857.766
3.919.144
1.077.400
3.321.270
1.850.000

1.761.000
9.193.225
2.160.000
-

1.761.000
9.193.225
2.160.000
-

6.704.084
2.351.000
22.800.000

6.704.084
2.351.000
22.800.000

2.152.500

14.970.000
4.014.978

798.208.792

779.399.767

2.622.873
6.175.005
68.000
(48.453.901)
(999.200)
-

17.122.500
4.014.978

2.622.873
6.175.005
68.000

999.200

(48.453.901)
-

(40.587.223)

39.588.023

536.441.984

556.807.209

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

14

Pada Tabel 2 merupakan laporan laba rugi komersial PT. X untuk tahun 2011.
Pendapatan PT. X berasal dari penjualan bahan jadi dan pendapatan lain-lain yang
pembayarannya secara tunai dan secara kredit. Pihak manajemen PT. X mengklasifikasikan
beban usaha menjadi 2 (dua) yaitu beban operasional dan beban administrasi dan umum.
Beban operasional PT. X merupakan beban yang berhubungan dengan beban angkutan
penjualan yang meliputi beban bongkar muat dan pengiriman. Sedangkan beban
Administrasi dan umum merupakan beban yang berhubungan dengan beban pegawai,
beban perjalanan dinas, beban gedung dan bangunan, beban komunikasi, beban kantor,
beban kendaraan umum, beban asuransi, beban konsultan dan keahlian pihak ke III dan
beban penyusutan.
Beban bongkar muat merupakan upah yang diberikan kepada tukang yang
memberikan jasa bongkar muat barang sebelum dilakukannya pengiriman. Beban
pengiriman merupakan beban ongkos kendaran, uang makan sopir serta tambahan bahan
bakar selama perjalanan pengiriman barang ke customer. Beban entertainmen dan relasi
dikeluarkan untuk menunjang pemberian kesejahteran kepada karyawan dan customer PT.
X.
Beban komisi dikeluarkan untuk potongan pembelian (discount) kepada customer PT. X
yang memenuhi syarat tertentu. Beban perjalanan dinas merupakan beban yang
dikeluarkan untuk perjalanan dinas karyawan termasuk uang makan, beban BBM, parkir,
tol, dan beban lain yang muncul saat perjalanan dinasnya. Beban pemeliharaan gedung
merupakan beban yang dikeluarkan untuk pemeliharaan atau perbaikan bangunan
meliputi pengecatan, penggantian lampu, perbaikan instalasi listrik, pembelian material
untuk perbaikan dan beban lainnya.
Beban komunikasi adalah beban yang dikeluarkan untuk pembayaran telepon, beban
benda pos, iuran bulanan internet, voucher hp dan biaya lainnya yang sejenis. Beban
keperluan kantor yang meliputi beban alat tulis kantor yang merupakan beban yang
dikeluarkan untuk pembelian barang keperluan kantor.
Beban air dan listrik merupakan beban yang dikeluarkan untuk pembayaran rekening
listrik dan rekening air setiap bulan dan kegiatan lain yang sejenis. Beban pemeliharaan
inventaris merupakan beban yang dikeluarkan untuk pemeliharaan semua inventaris
kantor berupa meja, kursi, lemari, komputer, dan inventaris kantor lainya termasuk
pembelian spare part untuk perbaikan inventaris tersebut
Biaya pemeliharaan kendaraan berupa beban yang dikeluarkan untuk pemeliharaan
atau perbaikan kendaraan perusahaan meliputi pembelian spare part untuk perbaikan,
pengecekan accu, tune up dan beban sejenis lainnya. Beban asuransi merupakan seluruh
dana yang dikeluarkan untuk pembayaran asuransi kebakaran dan kendaraan setiap
tahunnya.
Beban konsultan dan keahlian pihak ke III digunakan untuk pembayaran penyusunan
laporan pajak dan penyusunan laporan keuangan. Beban penyusutan aset tetap pada PT. X
menggunakan metode garis lurus (straight line method), metode yang sesuai dan
diperbolehkan dalam perpajakan.
Pendapatan lain-lain adalah pendapatan sehubungan dengan pihak-pihak atas
penempatan dana perusahaan meliputi pendapatan jasa giro, penjualan barang bekas dan
pendapatan yang sejenis. Beban lain merupakan beban perusahaan yang belum termasuk
ke dalam akun beban yang telah ada.
Berdasarkan pada tabel 2 yang merupakan laporan laba rugi PT. X, maka PPh terutang
yang harus dibayar akan nampak pada gambar 2.

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

15
Laba Komersial
Koreksi Fiskal
- Beda Tetap
- Beda Waktu
Jumlah Koreksi Fiskal
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang
25%xRp556.807.209
Jumlah PPh yang terutang
Kredit Pajak:
PPh 25
Jumlah Kredit Pajak

Rp 536.441.984
Rp 22.517.725
Rp (2.152.500)
5
5
0)

Rp 20.365.225
Rp 556.807.209
Rp 139.201.802
Rp 139.201.802

Rp
Rp

6.350.091
6.350.091

PPh Kurang Bayar
Rp 132.851.711
Gambar 2
Perhitungan PPh Terutang PT. X Sebelum Perencanaan Pajak

Analisis atas Koreksi Fiskal
Untuk dapat mengetahui besarnya pajak yang terutang maka perusahaan harus
melakukan koreksi fiskal terhadap laba rugi komersial. Besarnya pajak penghasilan yang
harus dibayar perusahaan dapat diketahui setelah dilakukan koreksi fiskal terhadap
laporan keuangan komersial perusahaan. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan
antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal dibagi menjadi dua, yaitu
perbedaan tetap dan perbedaan waktu.
Langkah awal yang dilakukan yaitu perusahaan harus melakukan analisis terhadap
setiap akun pada laporan tersebut atas dasar ketentuan Undang-undang perpajakan No. 36
Tahun 2008. Pada tabel 3, dapat dilihat koreksi fiskal pada laporan laba rugi komersial PT.
X yang belum menerapkan perencanaan pajak secara maksimal. Berikut akan dijelaskan
akun-akun yang ada didalam laporan laba rugi fiskal beserta penjelasan koreksi fiskalnya.
1. Penjualan PT. X tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 10.097.338.000 (tabel 3) yang diperoleh
diakui dengan metode akrual basis yang sesuai dengan ketentuan pajak sehingga tidak
perlu dilakukan koreksi fiskal.
2. Beban angkutan penjualan meliputi beban bongkar muat dan pengiriman. Beban ini
untuk keperluan mengemasi atau memuat barang hingga pelaksanaan pengirimannya
sampai dilokasi customer. Beban sejumlah Rp 200.335.500,- ini tidak perlu dikoreksi
fiskal karena menurut ketentuan dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto karena
beban berhubungan langsung dengan usaha untuk mendapatkan, menagih,
memelihara penghasilan (3M).
3. Beban entertainmen dan relasi sejumlah Rp 6.099.300 harus dikoreksi fiskal sebesar Rp
575.000,-. Beban tersebut menurut Undang-undang Pajak Nomor 9 ayat 1 tidak dapat
dijadikan sebagai pengurang bruto, rincian beban yang dikoreksi antara lain:
a. Pemberian sumbangan pernikahan sebesar Rp 500.000,b. Pembelian tiket undangan funbike sebesar Rp 75.000,4. Beban komisi sebesar Rp 102.351.000,- merupakan potongan pembelian yang diberikan
kepada customer yang memenuhi syarat tertentu. Beban ini tidak perlu dikoreksi fiskal
karena beban ini berhubungan langsung dengan usaha untuk mendapatkan, menagih,
memelihara penghailan (3M).
5. Beban operasional lainnya sebesar Rp 242.750,- merupakan beban yang dikeluarkan
untuk potongan pembelian kepada customer. Beban ini tidak perlu dikoreksi fiskal
karena beban ini berhubungan langsung dengan usaha untuk mendapatkan, menagih,
memelihara penghasilan (3M).

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

16

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.
13.

14.
15.

16.
17.

18.
19.
20.

Beban Gajisebesar harus dikoreksi fiskal sebesar Rp 20.961.565,- yang digunakan untuk
menanggung PPh Pasal 21 karyawan karena tidak diperbolehkan menjadi pengurang
penghasilan menurut ketentuan perpajakan. Untuk THR, Insentive dan Bonus
termasuk kriteria tunjangan yang diberikan kepada karyawan dalam bentuk tunai dan
tidak perlu dikoreksi fiskal karena dapat dibebankan sebagai biaya bagi perusahaan
dan menjadi pendapatan yang masuk dalam unsur gaji bagi karyawan.
Beban perjalanan dinas merupakan beban yang dikeluarkan untuk perjalanan dinas
karyawan termasuk uang makan, beban BBM, parkir, tol, dan beban lain yang muncul
saat perjalanan dinasnya sejumlah Rp 16.825.500,- tidak dilakukan koreksi fiskal
karena telah didukung bukti yang ada dan memiliki hubungan dengan 3M
penghasilan perusahaan.
Beban pemeliharaan gedung sejumlah Rp 1.318.880,- tidak dikoreksi fiskal karena
beban tersebut berhubungan langsung untuk operasional perusahaan dan tidak
melampaui batas kewajaran.
Beban IPEDA, IREDA, PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) sebesar Rp 3.948.167,diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan menurut ketentuan perpajakan,
namun untuk pajak penghasilan tidak dapat dibebankan.
Beban telekomunikasi sejumlah Rp 12.296.765,- tidak mengalami koreksi fiskal karena
telah didukung bukti yang ada dan memiliki hubungan dengan 3M penghasilan
perusahaan.
Beban pos dan materai dapat dijadikan beban pengurang penghasilan bruto karena
menurut ketentuan perpajakan mempunyai hubungan secara langsung dengan
kegiatan 3M penghasilan yang merupakan objek pajak.
Beban listrik dan air tidak dikoreksi fiskal, karena beban ini sangat penting untuk
operasional perusahaan.
Beban barang cetakan merupakan beban yang dikeluarkan untuk operasional
perusahaan seperti buku kwitansi, surat jalan dan sebagainya yang diperlukan
perusahaan sehingga tidak perlu dikoreksi fiskal.
Beban kebutuhan fotocopy tidak dikoreksi fiskal, beban ini sangat diperlukan untuk
operasional perusahaan.
Beban alat tulis kantor merupakan pengeluaran untuk pembelian keperluan kantor PT.
X yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan meliputi bollpoint, pensil,
map serta biaya sejenisnya. Seluruh biaya ini dapat dibiayakan sesuai dengan
ketentuan pajak pasal 6 ayat (1) huruf a.
Beban inventaris kecil tidak dikoreksi fiskal karena beban ini sangat dibutuhkan
untukoperasional perusahaan.
Beban pemeliharaan inventaris sejumlah Rp 1.077.400,- tidak dikoreksi fiskal karena
beban tersebut berhubungan langsung untuk operasional perusahaan dan tidak
melampaui batas kewajaran.
Beban kebutuhan rumah tangga yaitu berupa kopi, teh, gula, tisu kamar mandi
sejumlah Rp 3.321.270 (tidak dikoreksi).
Beban perijinan yaitu ijin memasang neon box (papan nama perusahaan) sejumlah
Rp1.850.000 (tidak dikoreksi)
Beban kendaraan umum termasuk beban BBM, beban pemeliharaan kendaraan, beban
stnk dan beban spare part sejumlah Rp 13.114.225,- tidak dikoreksi fiskal karena beban
tersebut berhubungan langsung untuk operasional perusahaan dan tidak melampaui
batas kewajaran.

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

17

21. Beban konsultan dan keahlian sejumlah Rp 22.800.000,- boleh menjadi pengurang
penghasilan seluruhnya karena digunakan untuk kepentingan perusahaan dalam
usaha untuk mendapatkan, menagih, memelihara penghasilan (3M).
22. Beban penyusutan aset tetap PT. X harus dikoreksi fiskal karena terdapat beban
penyusutan kendaraan yang tidak sesuai dengan pasal 11 UU Nomor 36 Tahun 2008
yang mengatur masa manfaat harta berwujud dan tarif penyusutan, baik menurut
metode garis lurus maupun saldo menurun.
PT. X membeli kendaraan Isuzu New Panther Pickup pada tahun 2007 dengan nilai
perolehan Rp 102.540.000 dan sepeda motor Honda Supra X pada tahun 2008 dengan
nilai perolehan Rp 17.220.000,-. PT. X mengakui kedua kendaraan tersebut termasuk
kelompok II dengan masa manfaat 8 tahun, tetapi sesuai dengan pasal 11 UU nomer 36
Tahun 2008 bahwa kendaraan bermotor roda 2 termasuk kelompok 1 bukan bangunan.
Sehingga beban penyusutan kendaraan sejumlah Rp 14.970.000,- perlu dikoreksi fiskal
sebesar Rp 2.152.500,- (Rp 17.122.500 – Rp 14.970.000).
23. Beban administrasi dan bunga bank merupakan beban yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008pasal 6 (1).
24. Beban asuransi sejumlah Rp 9.055.084,- dapat menjadi pengurang penghasilan bruto
tanpa harus dikoreksi.
25. Beban sumbangan sejumlah Rp 999.200,- harus dikoreksi fiskal karena beban yang
dikeluarkan tersebut menurut ketentuan Undang-Undang Pajak No. 9 ayat 1 tidak
dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Strategi Perencanaan Pajak
Dalam menghitung pajak penghasilan (PPh terutang) menggunakan tarif pengenaan
pajak yang diatur dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2008, besarnya pajak penghasilan
merupakan gabungan dari penghasilan kena pajak dan tarif kena pajak. Tarif PPh
merupakan tarif yang tidak dapat diganti jumlahnya karena tarifnya sudah ditetapkan oleh
pemerintah sedangkan penghasilan kena pajak dapat dipengaruhi jumlahnya tergantung
dari kebijakan perusahaan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak. Dengan
demikian tindakan perencanan pajak yang harus dilakukan PT. X adalah dengan
meminimalkan Penghasilan Kena Pajak. Jika Penghasilan Kena Pajak kecil maka pajak
yang terutang juga kecil begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan dari hasil koreksi pada tabel 2 diketahui bahwa PT. X belum melakukan
perencanaan pajak dengan maksimal sehingga besarnya pajak yang terutang cukup
material walaupun PT. X telah mengambil beberapa kebijakan yang tepat dalam
menjalankan usahanya. Strategi yang dapat membantu untuk mengurangi pajak PT. X
akan nampak pada tabel 3.
Tabel 3
Laporan Laba Rugi Komersil dan Fiskal Setelah Perencanaan Pajak
Keterangan
Penjualan
Harga Pokok Penjualan
HPP-Tepung Batok
HPP-Tepung Jati
HPP-Tepung Lengket
HPP-Tepung Rotan
HPP-Tepung Pinus
HPP-Tepung Komposisi
HPP-Tepung Kuning
HPP-Ampas Garu

Komersial

Koreksi Fiskal
Beda
Beda
Tetap
Waktu

Fiskal

10.097.338.000

10.097.338.000

6.330.149.132
140.449.345
1.767.892.417
7.616.853
96.195.920
39.697.094
7.027.986
24.042.704

6.330.149.132
140.449.345
1.767.892.417
7.616.853
96.195.920
39.697.094
7.027.986
24.042.704

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

18
Jumlah HPP
Laba (Rugi) Kotor
Beban Operasional
Beban Pegawai
Beban Angkutan Penjualan
Beban Lain-lain:
Beban Entertainment & Relasi
Beban Komisi
Beban Operasional Lainnya
Jumlah B.Operasional
Beban Administrasi dan
umum
Beban Gaji :
Beban Gaji dan Staff
Tunjangan Pajak
Beban THR
Beban Insentive, Lembur,
Bonus
Beban Pengobatan
Beban Perjalanan Dinas
Beban Gedung & Bangunan:
Beban Pemeliharaan Gedung
Beban IPEDA, IREDA, PBB
Beban Komunikasi
Beban Telephone
Beban Benda Pos
Beban Kantor:
Beban Air & Listrik
Beban Barang Cetakan
Beban Kebutuhan Fotocopy
Beban alat-alat tulis
Beban Inventaris Kecil
Beban Pemeliharaan Inventaris
Beban Kebutuhan Rumah
Tangga
Beban Perijinan
Beban Kendaraan Umum:
Beban BBM, Parkir, Tol
Beban Pemeliharaan
Kendaraan
Beban STNK
Beban Spare part
Beban Asuransi:
Beban Asuransi Kebakaran
Beban Asuransi Kendaraan
Beban Konsultan dan Keahlian
Pihak Ke III
Beban Penyusutan:
Beban Penyusutan Kendaraan
Beban Penyusutan Inventaris
Jumlah B.Adm&Umum
Pendapatan (Beban) Lain-lain
Pendapatan Jasa Giro
Penjualan Barang Bekas
Penjualan lain-lain
Beban lain-lain:
Beban Adm dan Bunga Bank
Beban Sumbangan
Beban Lain-lain
Jumlah Pendapatan (beban)
lain-lain
Laba (Rugi) Sebelum Pajak

8.413.071.451
1.684.266.549

8.413.071.451
1.684.266.549

200.335.500

200.335.500

5.542.300
102.351.000
242.750
308.471.550

5.542.300
102.351.000
242.750
308.471.550

418.878.000
25.122.131
28.706.500
216.758.900
1.858.889
16.825.500

418.878.000
25.122.131
28.706.500
216.758.900
1.858.889
16.825.500

1.318.880
3.948.167

1.318.880
3.948.167

7.671.995
4.624.770

7.671.995
4.624.770

149.799
526.000
1.857.766
3.919.144
1.077.400
3.321.270

149.799
526.000
1.857.766
3.919.144
1.077.400
3.321.270

1.850.000

1.850.000

1.761.000
9.193.225
2.160.000
-

1.761.000
9.193.225
2.160.000
-

6.704.084
2.351.000

6.704.084
2.351.000

22.800.000

22.800.000

14.970.000
4.014.978

2.152.500

17.122.500
4.014.978

802.369.398

804.521.898

2.622.873
6.175.005
68.000

2.622.873
6.175.005
68.000

(48.453.901)
(999.200)
(40.587.223)

(48.453.901)
(999.200)
(40.587.223)

532.838.378

530.685.878

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)

19

Pada Tabel 3 merupakan laporan laba rugi PT. X setelah perencanaan pajak untuk
tahun 2011. Berikut ini adalah penjelasan mengenai strategi yang dapat dilakukan oleh PT.
X
1. Pemilihan Alternatif Dasar Pembukuan dan Tata Cara Pembukuan
Dasar pembukuan PT. X selama ini menggunakan metode accrual basis dalam
penyusunan keuangan komersial maupun fiskal dimana pendapatan dan biaya dicatat
dan dilaporkan pada saat timbul transaksi atau pengalihan hak dan kewajiban,
meskipun uang belum diterima atau dibayar. Dalam pembukuan fiskal mengakui
adanya dua metode yaitu accrual basis dan modified cash basis, perbedaan dari dua
metode tersebut terletak pada pencatatannya. Modified cash basis adalah metode
pengakuan biaya-biaya dan pendapatan pada saat terjadi pembayaran sedangkan
accrual basis pada saat terjadi transaksi. PT. X telah tepat dalam menentukan
penggunaan metode pembukuan accrual basis sehingga biaya tersebut sudah dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto meskipun pembayaran belum dilakukan, dengan
begitu pajak yang terutang akan menjadi kecil.
2. Pemilihan Metode Penyusutan Aset Tetap
Metode penyusutan yang diperbolehkan oleh pajak adalah metode penyusutan saldo
menurun (double declining) dan garis lurus (straight line). Metode garis lurus akan
menghasilkan beban penyusutan yang selalu sama setiap tahun sedangkan metode
saldo menurun akan menghasilkan beban penyusutan yang lebih besar pada awal
tahun perolehan aset dan akan menurun pada tah