Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
hukum untuk menjerat pelaku tindak pidana narkotika ini. Terdapat undang- undang yang dapat menjadi rujukan berkaitan dengan Narkoba, Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disingkat UU Narkotika. Sanksi Pidana dalam Undang-Undaang Narkotika salah satunya adalah Sanksi
Pidana Mati, yaitu dalam Pasal 114 ayat 2 berbunyi: “Dalam hal perbuatan
menewarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan 1 sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5g, pelaku
dipidana denga n pidana mati”.
Terhadap pelaku sebagai pengedar dimungkinkan dijatuhkan sanksi pidana mati contohnya diatur dalam Pasal - pasal114, Pasal 115, Pasal 118, Pasal119 yang
disesuaikan dengan kategori atau beratnya kejahatan yang dilakukan. Kejahatan narkotika sudah masuk keseluruh sendi-sendi kehidupan maka dari itu hukuman
berupa pidana mati masih diperlukan dan harus secara konsisten diterapkan dinegara kita.
4
Putusan Mahkamah Konstitusi RI menyebutkan hukuman mati dalam Undang-Undang Narkotika tidak bertentangan dengan hak untuk hidup yang
dijamin oleh Undang-Undang dasar 1945.
5
Isi putusan Mahkamah Konstitusi RI dijelaskan bahwa penerapan sanksi pidana mati bagi para pelaku tindak pidana narkotika tidak melanggar hak asasi manusia,
karna terdapat asas derogable right yaitu hak seseorang yang bisa di batasi,
4
http:monitorindonesia.comgerpol58-gerpol9558-pks-pembatalan-vonis-mati-pemilikpabrik- narkoba-menciderai-keadilan-publik.html
5
Arief Barda Nawawi, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian Perbandingan,Citra Aditya Bakti, Bandung. 2011. h.306
akantetapi justru para pelaku tersebut telah melanggar hak asasi manusia lain,yang memberikan dampak terhadap kehancuran generasi muda di masa yang akan
datang. Pidana mati telah diatur dalam Pasal 10 KUHP yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional. Pelaksanaan pidana mati tidak bertentangan dengan
UUD 1945.
6
Upaya menafsirkan Undang-Undang Dasar 1945 tidak bisa sepotong-potong,hak setiap orang untuk hidup sebagaimana tertera dalam Pasal 28 a dan 28 i ayat 1
harus dibaca dan ditafsirkan dalam kesatuan dengan Pasal 28 j ayat 2 yaitu dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
7
Proses pelaksanaan hukuman mati di Indonesia tetap dipertahankan, tapi dalam pelaksanaannya sangat selektif dan cenderung hati-hati.Dalam hal penjatuhan
pidana mati, hakim mempunyai kebebasan besar karena Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
6
http:www.hukumpedia.comdianahijrikepatutan-penerapan-hukuman-mati-di-indonesia
7
httpindonesiabergegas.com-hukuman-mati-bagi-bandar-narkoba-melindungi-dan- menyelamatkan-bangsa-indonesia-dari-bahaya-narkoba.
Hakim yang secara khusus menjadi aktor utama dalam menjalankan aktivitas peradilan untuk memeriksa, mangadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan.
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dalam arti bahwa hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga.
Dengan demikian hakim dapat memberi keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Meskipun pada asasnya hakim itu mandiri atau bebas,
tetapi kebebasan hakim itu tidaklah mutlak, karena dalam menjalankan tugasnya hakim dibatasi olehPancasila, undang-undang dasar, peraturan perundang-
undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Itu adalah faktor-faktor yang dapat membatasi kebebasan hakim.
8
Menurut ketentuan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditentukan bahwa dalam mempertimbangkan berat
ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.Berdasarkan ketentuan tersebut,dalam menentukanberat ringannya
pidana yang akan dijatuhkan, hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan sesuai dan adil dengan
kesalahan yang dilakukannya.Selanjutnya menurut Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang HukumAcara Pidana KUHAP ditentukan bahwa
hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabiladengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
8
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, UII Press, Yogyakarta,2005, hlm.51
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Ketentuan tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.Berdasar paparan latar belakang masalah di atas,
penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh dalam bentuk skripsi dengan judul “Penjatuhan Pidana Mati Terhadap Pelaku Pengedar Narkotika”