57
5.2. Tujuan Perancangan
Perancangan ini bertujuan untuk mencari dan menemukan bentuk serta cara menghitung dimensi sambungan bambu untuk komponen rangka batang ruang yang dapat
menahan gaya tekan dan tarik pada konstruksi rangka atap.
5.3. Ruang Lingkup Perancangan
Pada perancangan ini dibatasi penggunaan pada bambu tali Gigantochloa apus Kurz dengan diameter 4 cm dan diameter 6 cm untuk konstruksi rangka atap yang
berukuran 3 m x 5 m dengan empat tumpuan dan panjang komponen yang seragam, seperti Gambar 5.2.
Gambar 5.2. Rangka atap yang direncanakan
5.4. Bahan dan Metode 5.4.1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah bambu tali Gigantocloa apus Kurz berumur 3 - 5 tahun yang berasal dari daerah Sawangan dengan diameter 4,0 – 4,5 cm dan 6,0 – 6,5 cm.
5.4.2. Metodologi
Sambungan merupakan bagian paling kritis dalam suatu struktur, karena sambungan harus dapat meneruskan beban. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil
perancangan sambungan yang optimal, perancangan perlu dilakukan dengan teliti secara bertahap. Adapun tahap-tahap perancangan Harsokoesoemo, 2000 yang biasa dilakukan
3 x 1 m 4 x 1m
Keterangan gambar : Batang atas
Batang diagonal Batang bawah
Tumpuan Daerah titik buhul
dengan 8 komponen
58 meliputi lima tahap yaitu :1Identifikasi kebutuhan; 2 Analisa masalah; 3 Perancangan
konsep; 4 Evaluasi dan 5 Perancangan detail. Selain itu, proses perancangan juga tidak dapat terlepas dari kegiatan penelitian lain, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.3. di bawah
ini.
Gambar 5.3. : Bagan alir tahapan proses perancangan
5.5. Tahap-tahap Perancangan Sambungan 5.5.1. Identifikasi Kebutuhan
Sambungan yang direncanakan merupakan sambungan untuk struktur rangka batang ruang, sehingga harus memenuhi :
1. Satu titik simpul dapat menggabungkan lebih dari empat komponen. 2. Sambungan harus dapat menerima gaya yang bekerja dan memindahkannya ke buluh
bambu, sebagai bagian utama komponen, baik beban tarik maupun tekan yang terjadi. 3. Masing-masing sambungan harus dilengkapi dengan sebuah baut lengkap dengan mur
yang dapat berputar bebas yang berfungsi sebagai alat sambung. 4. Kekuatan sambungan harus dapat dianalisa secara mekanika.
Perhitungan Struktur Rangka
Batang Ruang 3 m x 4 m Studi Literatur :
• Sifat fisik mekanik Bambu • Sambungan-sambungan Bambu
• Rangka batang ruang
Penelitian Pendahuluan :
• Sifat fisik mekanik bambu tali • Perilaku tekuk bambu tali
Perancangan Sambungan
Gaya-gaya batang : gaya tekan dan tarik maksimal
- Identifikasi kebutuhan - Analisa masalah
- Perancangan konsep - Evaluasi konsep
DIMENSI SAMBUNGAN
Analisa Mekanika Sambungan
Perancangan Detail
59
5.5.2. Analisa Masalah
Disamping mempunyai beberapa keunggulan, seperti beratnya yang relatif ringan dan faktor estetika penggunaan bambu sebagai bahan bangunan, bambujuga mempunyai
beberapa kendala, diantaranya : 1. Bambu merupakan bahan bangunan yang bersifat anisotropis, dengan sifat mekanik
terbaik dalam arah longitudinal. Bambu mempunyai kuat tekan dan kuat tarik yang cukup tinggi, tetapi kuat geser dan kuat belahnya sangat kecil.
2. Bentuk bambu yang mendekati bulat dengan lubang di dalamnya, mempunyai dimensi yang tidak seragam, baik diameter, tebal dinding, maupun jarak antar buku.
3. Kelurusan bambu terbatas.
5.5.3. Perancangan Konsep
Untuk memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada, maka perlu dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah dalam rangka pemenuhan
kebutuhan : 1. Pada satu titik sambung dapat terjadi pertemuan lebih dari empat buah batang
Gambar 5.2., sehingga sambungan harus dibuat tirus. 2. Sambungan pada titik buhul pada umumnya digunakan ball joint atau pelat yang
dibentuk Gambar 2.2.. Untuk itu alat sambung yang digunakan adalah baut, sehingga sambungan yang dibuat dapat menghimpun gaya yang bekerja pada
batang untuk diteruskan pada baut. Untuk itu perlu dipasang pasak kayu pengisi yang berfungsi untuk meneruskan gaya dari batang bambu ke baut.
3. Baut yang dipasang harus bebas berputar. Untuk itu baut harus diletakkan pada bagian dalam pasak kayu, yang sudah diberi lubang dengan diameter sedikit lebih
besar daripada diameter baut. 4. Diameter serta tebal dinding bambu tidak seragam, sehingga menyulitkan dalam
pembuatan pasak kayu, terutama jika akan digunakan perekat. Untuk mengatasi hal itu, diameter luar dipilih yang mendekati seragam. Sementara bagian dinding
sebelah dalam dibubut agar diameter seragam, sehingga pasak kayu dapat direkat dengan baik ke permukaan bambu bagian dalam.
60 5. Jarak antar buku tidak seragam. Untuk itu, sambungan yang direncanakan harus
tidak terpengaruh oleh keberadaan buku. 6. Kuat belah bambu sangat kecil, sehingga dalam mengerjakan bagian ujung bambu
yang dibuat mengerucut tirus diusahakan sesedikit mungkin belah. Selain itu, pada bagian luar perlu dipasang klem bulat yang dibuat dari pipa besi.
7. Kuat geser bambu kecil, sehingga dalam pembuatan sambungan sedapat mungkin menggunakan paku atau baut yang dipasang dengan melubangi buluh bambu.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka ada beberapa bentuk sambungan yang dapat dikembangkan, diantaranya adalah sambungan bambu yang menggunakan
pengisi kayu yang dikembangkan oleh Duff Janssen, 1981 yang menggunakan klem dibagian luarnya Gambar 2.6. dan yang dikembangkan oleh Vilalobos 1993 dengan
merekatkan pengisi kayu di bagian dalam,selanjutnya disisipkan pelat dengan bentuk yang sesuai kebutuhan Gambar 2.8..
Dengan memperhatikan sambungan yang telah dikembangkan, maka ada dua alternatif bentuk sambungan yang mungkin dibuat seperti dapat dilihat pada Gambar 5.4.
di bawah ini.
Sambungan pertama Gambar 5.4.a. direncanakan dengan menggunakan kayu pengisi yang dibubut sesuai dengan diameter dalam bambu. Kayu pengisi ini dibuat bulat
dengan bagian ujung mengerucut tirus sementara bagian dalamnya diberi lubang yang
Gambar 5.4. Alternatif sambungan gambar potongan
Baut Mur
Pasak Kayu
Epoxy Bambu
a b
Klem
61 diameternya sedikit lebih besar dari diameter baut. Selanjutnya kayu pengisi direkatkan
pada bagian dalam bambu. Sambungan kedua Gambar 5.4.b. dirancang dengan mengembangkan sambungan
yang dibuat Duff dengan penambahan perekat antara kayu pengisi dengan bambu serta penggunaan kayu pengisi yang diberi lubang lebih besar dari diameter baut, sehingga baut
dapat berputar bebas. Selanjutnya, karena sambungan yang rancang harus dapat menahan beban baik tarik maupun tekan, maka penggunaan baut harus dilengkapi dengan mur.
5.5.4. Evaluasi
Untuk mengevaluasi kedua alternatif sambungan yang direncanakan, maka hal utama yang perlu diperhatikan adalah fungsi sambungan untuk meneruskan gaya-gaya yang
bekerja. 1. Gaya tekan
Baik pada sambungan pertama, maupun pada sambungan kedua, gaya tekan yang diterima dari baut akan diteruskan ke mur, yang selanjutnya meneruskan gaya tersebut
ke pasak kayu pengisi. Pada pasak kayu, gaya tekan akan diteruskan ke dinding bagian dalam batang bambu melalui perekat. Pada waktu gaya diteruskan dari mur ke pasak
pengisi, kemungkinan terjadi geser dalam pasak, mengingat kuat geser kayu dalam arah sejajar serat rendah. Oleh karena itu, jika pada sambungan kedua diberikan ring,
yang terbuat dari pelat, antara mur dengan kayu pengisi yang diameternya sama dengan diameter luar bambu yang ditirus, maka gaya tekan dari mur akan diteruskan oleh ring
langsung ke buluh bambu. 2. Gaya Tarik
Baik pada sambungan pertama, maupun pada sambungan kedua, gaya tarik yang diterima baut, melalui kepala baut akan diteruskan ke pasak kayu pengisi. Pada pasak
kayu, gaya tarik akan diteruskan ke dinding bagian dalam batang bambu melalui perekat. Seperti halnya pada gaya tekan, kemungkinan terjadi geser dalam pasak. Oleh
karena itu, jika antara kepala baut dengan pasak kayu diberikan ring yang terbuat dari pelat dengan diameter sama dengan diameter kayu pengisi, maka gaya tarik dari baut
akan diteruskan seluruhnya ke dinding bagian dalam bambu. Jika dibandingkan antara sambungan pertama dengan kedua, maka untuk menahan gaya tarik, sambungan kedua
62 lebih baik, karena dengan adanya bambu yang mengerucut disertai klem besi di bagian
luar akan lebih kuat dalam menerima gaya tarik. Berdasarkan
evaluasi, maka bentuk sambungan yang baik direncanakan
penyempurnaan sambungan kedua dengan penambahan dua buah ring pelat. Selain itu, untuk menghindari pecahnya bambu di antara bagian yang lurus dengan bagian yang ditirus
pada saat gaya tekan diteruskan ke buluh bambu, maka penggunaan klem besi diperpanjang, sehingga bentuk yang direncanakan menjadi seperti pada Gambar 5.5.
Distribusi gaya-gaya yang bekerja pada sambungan 1. Gaya Tekan
P dari titik sambung mula-mula bekerja pada baut, lalu ke mur. Dari mur gaya dialihkan kepada ring A. Selanjutnya dari ring A gaya diteruskan menjadi gaya tekan
terbagi rata pada buluh bambu seperti terlihat pada Gambar 5.6. Ring
Ring Klem
Mur
Perekat Baut
Bambu Kayu Pengisi
Gambar 5.5. Sambungan yang direncanakan
Baut Mur
Pasak Kayu Ring A
Ring B Epoxy
Klem besi Bambu
Gambar 5.6. Distribusi gaya tekan pada sambungan.
P
tekan
63 Besarnya gaya tekan P
tekan
yang dapat dipikul oleh sambungan dapat dihitung dengan persamaan 5.1.
uj tekan
tekan
A P
. σ
= ........................................................................................ 5.1.
dengan
=
tekan
σ Tegangan tekan ijin bambu
uj
A = Luas penampang bambu bagian ujung Dalam perhitungan besarnya gaya tekan yang dapat dipikul oleh komponen secara
keseluruhan persamaan 5.1. harus dibandingkan dengan besarnya gaya tekan yang dapat diterima oleh buluh bambu dengan menggunakan persamaan 4.13. Selanjutnya
besarnya gaya yang dapat dipikul dalam perhitungan diambil P yang terkecil di antara P dari persamaan 4.13 dengan P dari persamaan 5.1.
2. Gaya Tarik : P dari titik sambung mula-mula bekerja pada baut, lalu oleh ring B gaya diteruskan ke
pasak kayu menjadi gaya tekan. Selanjutnya melalui perekat epoxy gaya tersebut dipindahkan ke buluh bambu menjadi gaya geser seperti pada Gambar 5.7.
Besarnya gaya tarik yang dapat diterima oleh sambungan ditentukan oleh besarnya gaya tarik yang dapat diterima oleh baut, besar gaya geser yang dapat diterima oleh
bidang rekat antara kayu pengisi dan dinding sebelah dalam bambu, serta besarnya gaya yang dapat diterima oleh bambu bagian dalam. Penelitian yang dilakukan oleh
Suhartono 2002 dalam Morisco 2005 tentang kuat geser bidang rekat antara kayu
P
tarik
Baut Mur
Pasak Kayu Ring A
Ring B Epoxy
Klem besi Bambu
Gambar 5.7. Distribusi gaya tarik pada sambungan
64 pengisi dan dinding sebelah dalam bambu, menggunakan perekat epoksi, memperoleh
hasil kuat geser 3 MPa sementara kuat geser dinding bambu bagian dalam diperoleh nilai 2,5 MPa.
P = π.d.h.
τ
dengan P = Kekuatan tarik sambungan kg d = Diameter dalam buluh bambu cm
h = Panjang bidang geser cm
τ
= Tegangan geser ijin buluh bambu kgcm
2
5.6. Perancangan Detail 5.6.1. Perhitungan Struktur
Perhitungan struktur dilakukan dengan SAP 2000 untuk rangka atap berukuran 3 m x 4 m dengan empat tumpuan; seperti pada Gambar 5.8. Untuk struktur tersebut
dibutuhkan 98 batang yang terdiri dari 31 batang atas, 17 batang bawah dan 58 batang diagonal, dengan 32 titik buhul.
Dalam perhitungan struktur tersebut beban yang diperhitungkan diambil sesuai dengan SNI 03-1727-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung.
Beban yang diperhitungkan adalah : 1 Berat sendiri :
Penutup atap = 15 kgm
2
Gording = 3 kgm
Gambar 5.8. Bentuk rangka batang ruang yang direncanakan.
65 2 Beban hidup = 100 kgm
2
3 Beban angin untuk atap miring sepihak dengan 0
≤
α
≤
10 = 1,2 x 25 kgm
2
Dengan menentukan panjang batang seragam yaitu satu meter, maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.1.
Batasan:
1. Baut yang digunakan berdiameter 6 mm, dengan panjang 20 cm, lengkap dengan mur hexanut.
2. Ring A dan ring B terbuat dari pelat baja dengan ketebalan 2 mm. Untuk bambu berdiameter D 4- 4,5 cm digunakan ring berdiameter 2,9 cm dengan lubang 8 mm di
tengahnya. Untuk bambu berdiameter D 6-6,5 cm digunakan ring berdiameter 5,9 cm dengan lubang berdiameter 8 mm di tengahnya.
Tabel 5.1. Besar gaya kg pada masing-masing komponen
No. Nomor posisi
komponen Keterangan
komponen atas bawah
diagonal
1 1,4,5,9,23,27,28,31 +
30 -
- 2 2,3,29,30
- 50
- -
3 6,7,8,10,13,19,22,25,25,26 +
30 -
- 5 11,12,20,21
- 60
- -
5 15,15,17,18 -
10 -
- 6 16
+ 20
- -
7 101,103,115,117 -
- 20
- 8
102,109,116 -
+ 50 -
maximum tarik 9 105,105,1006,107,111,112,
113,115 -
- 10 108,110
- +
10 -
11 201,208,251,258 -
- -
70 12 202,207,210,215,235,239,
252,257 -
- - 120
maksimum tekan 13
203,206,253,256 -
- + 50
maximum tarik 15
205,205,255,255 -
- - 30
16 209,216,233,250
- -
- 80 17 211,215,235,238
- -
+ 30
18 212,213,236,237 -
- -
20 19 217,225,225,232
- -
+ 10
20 218,223,226,231
- -
21 219,222,227,230 -
- +
20 22
220,221,228,229 -
- - 10
Keterangan : + : Gaya tarik
- : Gaya tekan
66 3. Bambu yang berdiameter D 4 – 4,5 cm, agar diameter dalamnya seragam dibubut pada
bagian ujung dalamnya sehingga diameter dalamnya d menjadi 3 cm. 4. Bambu yang berdiameter D 6 – 6,5 cm, agar diameter dalamnya seragam dibubut
pada bagian ujung dalamnya sehingga diameter dalamnya d menjadi 5 cm. 5. Pasak dibuat dari kayu meranti merah Shorea sp.yang termasuk kelas kuat II
tk
σ = 85 kgcm
2
. Perhitungan Dimensi Sambungan
1. Gaya tekan maksimum P = 120 kg Kontrol terhadap tekuk :
σ
tk
= A
P .
ω σ
tk
= 129 kgcm
2
2. Gaya Tarik Maksimum P =50 kg a. Kontrol pasak kayu :
σ
tk
= A
P
bek tk
σ = 85 kgcm
2
b. Tegangan geser yang bekerja =
2
25 .
. cm
kg h
D P
= ≤
= τ
π τ
Berdasarkan hasil perhitungan perhitungan lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 103, dimensi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Dimensi sambungan hasil perhitungan
Gaya yang bekerja bambu
φ 4 cm bambu
φ 6 cm
Tekan maksimum 120kg d = 3 cm
d =5 cm Tarik maksimum 50 kg
h = 5 cm h = 3 cm
d h
Keterangan : σ
tk
= Tegangan tekan kgcm
2
τ = Tegangan geser kgcm
2
ω = Faktor tekuk P
bek
= Gaya yang bekerja kg A = Luas penampang cm
2
D = Diameter luar cm d = Diameter dalam cm
h = Panjang bidang geser cm
D Gambar 5.9. Dimensi sambungan
67
5.7. Kesimpulan