Tradisi Ayun Pengantin Dalam Perkawinan Masyarakat Kabupaten Serang

TRADISI AYUN PENGANTIN DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT
KABUPATEN SERANG

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :
DIDI NAHTADI
1111044100094

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M

LEMBARAN PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Mei 2015

Didi Nahtadi

ABSTRAK

Didi Nahtadi. NIM (1111044100094) Tradisi Ayun Pengantin Dalam
Perkawinan Masyarakat Kabupaten Serang. Hukum Keluarga Islam, Peradilan
Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 1436 H./2015 M., x + 69 Halaman + 10 Lampiran.

Perkawinan dalam hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau mitsaqon gholidzon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Perkawinan pada prinsipnya sudah dianggap sah apabila sudah
terpenuhi syarat dan rukunnya, selain itu juga di dalam Islam tidak terdapat
pengkhususan dalam pelaksanaan perkawinan bagi sebagian orang, namun dalam
kehidupan masyarakat Kabupaten Serang dalam pelaksanaan perkawinan selain
harus memenuhi syarat dan rukunnya diharuskan juga pelaksanaan tradisi ayun
pengantin khususnya bagi pengantin yang telah ditinggal mati oleh kakak dan
adiknya, atau bisa juga pengantin tersebut dilahirkan pada bulan Safar. Tujuan utama
dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tradisi ayun
pengantin yang ada di Kabupaten Serang ditinjau dari aspek hukum.
Metodologi penelitian yang penulis gunakan adalah metode kualitatif dengan
pendekatan antropologi hukum, jenis penelitian ini adalah skripsi, kriteria dan
sumber data dari penelitian ini adalah tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat, sedangkan untuk teknik pengumpulan data penulis menggunakan teknik
wawancara langsung, observasi lapangan, dan studi dokumentasi, setelah data-data
berhasil didapatkan maka penulis menganalisis data-data tersebut untuk kemudian
ditarik suatu kesimpulan, adapun teknik analisis yang penulis gunakan adalah teknik
deskriptif-analisis.
Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan beberapa kesimpulan di

antaranya adalah tradisi Ayun Pengantin yang dilaksanakan oleh masyarakat
Kabupaten Serang tidaklah bertentangan dengan hukum, baik itu hukum Islam
ataupun hukum positif. Tradisi Ayun Pengantin dipandang sebagai sebuah ekspresi
seni atau ekspresi kegembiraan dalam sebuah perkawinan.
Kata Kunci

: Perkawinan, Ayun Pengantin, Hukum Islam

Pembimbing : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A.
Daftar Pustaka : Tahun 1974 s.d. Tahun 2015.

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puja dan puji syukur hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat beserta salam senantiasa melimpah kepada Nabi Muhammad
SAW, pembawa risalah kebenaran dan pembuka pintu gerbang kemajuan ilmu
pengetahuan, namanya akan selalu hadir dalam hati manusia, dalam setiap waktu dan
tempat sampai akhir zaman.
Skripsi ini penulis persembahakan secara khusus kepada kedua orang tua ku

tercinta yaitu: Bapak Supendi dan Ibu Jasih, yang selalu memberikan bimbingan,
dukungan, kasih sayang, dan doa untuk kesuksesan penulis. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan kesehatan, limpahan berkah, rahmat, dan kasih sayang-Nya
kepada mereka.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
jumpai,

namun

syukur

Alhamdulillah

berkat

Rahmat

dan

Hidayah-Nya,


kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas, disertai dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, baik yang langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat
teratasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh sebab itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1.

Bapak Dr. Asep Saepuddin Jahar, M.A., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
v

2.

Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Bapak Arip Purqon, M.A., sebagai
Ketua dan Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah
dan Hukum.

3.


Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., sebagai dosen pembimbing
dengan kesabaran dan ketulusan serta senantiasa meluangkan waktunya untuk
membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran-saran selama penulisan
skripsi.

4.

Segenap Bapak dan Ibu Dosen pada lingkungan program studi Ahwal
Syakhshiyyah Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.

5.

Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik, Perpustakaan Fakultas, dan
Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan
rujukan skripsi.

6.


Bapak KH. Uthob Thobroni, Lc., M.Cl., selaku kiyai Mahad UIN Jakarta,
Bapak M. Soleh Hasan, Lc., M.A., selaku pengasuh Asrama Putra UIN Jakarta,
Kak Amelia Hidayat, S.Pd., selaku pengurus beasiswa Bidikmisi UIN Jakarta,
Bapak A. Masruri, S.Psi., selaku guru tercinta di MAN Kragilan, dan semua
pihak yang berkontribusi besar dalam perjalanan hidup penulis sampai saat ini.

7.

Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A., Bapak Prof. Dr. Anies Rasyid
Baswedan, Bapak KH. Abdurrahman Wahid (Alm), dan Bapak Prof. Dr. Ing.

vi

Bacharuddin Jusuf Habibie selaku idola penulis yang telah banyak memberikan
inspirasi dalam perjalanan hidup penulis.
8.

Bapak dan Mamah, yang senantiasa memberikan dukungan penuh baik berupa
materil maupun spirituil, dan selalu mengiringi setiap langkahku dengan doa
yang tulus lagi ikhlas, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada

jenjang perguruan tinggi dengan baik. Terima kasih juga teruntuk adik-adikku
tercinta: Ade Azizi, Ahmad Munjidin, dan Atho Badruddin yang selalu
mendukung dalam setiap gerak dan langkah penulis, semoga kita semua bisa
menjadi sukses dan membahagiakan sekaligus membanggakan mamah dan
bapak.

9.

Para narasumber yang telah meluangkan waktu dan turut mendukung
suksesnya penelitian ini: Kai Jarman, Ibu Natifah, S.Sos., M.Si., Bapak H. Beni
Kusnandar, S.Sn., M.Si., Bapak KH. Muhammad Fuad, Bapak KH. Uyung
Efendi, dan Teh Kuriah.

10. Kepada senior-senior yang telah banyak membantu dan membimbing penulis
selama menempuh pendidikan di UIN Jakarta: Teh Tati Rohayati, S.Hum.,
Bang Eddy Najamuddin, S.Pd.I, Bang Ali Nurdin, S.Hum., Bang Lukman
Helmi, S.Sos., Bang Ahmad Sodik, S.Sos., Bang Saeful Manan, S.E.Sy., dan
kakak-kakak semua yang tidak bisa disebutkasn satu-persatu namanya.
11. Teman-temanku tercinta, terutama: Ika Yulita, Nita Adiyati, Yanti Susilawati,
Iim Rosadi, Zulfikar Awaludin Helmi, Daniel Alfaruqi, Syams Elias Bahri,

Hatoli, Nadia Nur Syahida, Savira Maharani, Lilis Sumyati, Muhammad Nazir,
vii

Muhammad Irpan, Rudiniarto, Luluk Muthoharoh, Nida Ikrimah, Muhammad
Lutfi Khadaffi, Nur Kumalasari, Dini Silvianingsih, Feristi Irza Rolis, Rahma
Chairunnisa, Alif Lutvi Azizah, Afda Chairunnisa, Bahari Alwasi, Zul
Fazruddin, Feri Pradana, Muhammad Priyo Atmojo, Diyono, Lilik Jalaluddin,
dan Junaidi Habibillah.
12. Lembaga, perhimpunan, dan organisasi yang telah memberikan banyak ilmu
dan pengalaman kepada penulis, terutama: Beasiswa Bidikmisi, Keluarga
Besar Peradilan Agama 2011, Lembaga Kemahasiswaan UIN Jakarta, UKM
KSR PMI Unit UIN Jakarta, Mahad UIN Jakarta, Asrama Putra UIN Jakarta,
HMB Jakarta, HMI KOMFAKSY, FORMABI UIN Jakarta, BEM Fakultas
Syariah dan Hukum, KKN Kaffah, dan UKM LDK UIN Jakarta.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah
membimbing dan membantu penulis, mendapat balasan yang berlimpah ruah dari
Allah SWT. Dan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca pada umumnya. Jazakumullah Khairon Katsiiron

Jakarta, 26 Mei 2015 M

07 Syakban 1436 H

Penulis

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................

iii


LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................

iii

ABSTRAK .........................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR .........................................................................................

v

DAFTAR ISI .....................................................................................................

ix

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................

1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................

5

C. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................

6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................

7

E. Tinjauan Pustaka ............................................................................

8

F. Metode Penelitian ...........................................................................

10

G. Sistematika Penulisan ......................................................................

13

PERKAWINAN, TRADISI, DAN DALIL HUKUM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawin ............................................... 15
B. Tujuan dan Hikmah Perkawinan .......................................................... 26
ix

C. Macam-Macam Tradisi Perkawinan dalam Masyarakat ...................... 30
D. Dalil Mashlahah Mursalah dan „Urf..................................................

36

BAB III TRADISI PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KABUPATEN
SERANG
A. Profil Masyarakat Kabupaten Serang ................................................

40

B. Tradisi Perkawinan Masyarakat Kabupaten Serang ............................ 43
C. Tata Cara Pelaksanaan Perkawinan ..................................................... 49

BAB IV HUKUM ISLAM DAN TRADISI AYUN PENGANTIN
A. Tradisi Ayun Pengantin ..................................................................

56

B. Makna Tradisi Ayun Pengantin ........................................................

59

C. Pendapat Masyarakat tentang Tradisi Ayun Pengantin ........................ 60
D. Tradisi Ayun Pengantin dalam Pernikahan Masyarakat Kabupaten
Serang Ditinjau dari Perspektif Hukum .............................................

BAB V

63

PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................

69

B. Saran .............................................................................................

70

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

72

LAMPIRAN
x

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Alquran telah menyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan atau hidup
berjodoh-jodoh adalah naluri segala makhluk Allah SWT termasuk manusia.1
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”2 Sedangkan dalam
Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan “Perkawinan menurut hukun
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon gholidzon
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.3
Kesimpulan dari pengertian di atas adalah perkawinan atau pernikahan
dalam Islam merupakan suatu akad yang kuat yang dibuat dengan sunguhsungguh antara laki-laki dan perempuan untuk mencapai tujuan bersama,
menaati Allah SWT dan melaksanakan ibadah.

1

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. ke-4, h. 12

2

Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, (Jakarta: Lembaran
Negara Republik Indonesia, 1974), h. 2
3

Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, 2001)

1

2

Dasar pensyariatan nikah adalah Alquran, sunah, dan ijmak. Namun
sebagian ulama berpendapat hukum asal perkawinan adalah mubah (boleh).
Hukum tersebut bisa berubah menjadi sunah, wajib, halal, makruh tergantung
kepada illat hukum.4
Hukum nikah menjadi sunah apabila seseorang dipandang dari segi
pertumbuhan jasmaninya wajar dan cenderung mempunyai keinginan untuk
nikah dan sudah mempunyai penghasilan yang tetap atau mapan. Hukum nikah
menjadi wajib apabila seseorang dipandang dari segi jasmaninya telah dewasa
dan dia telah mempunyai penghasilan yang tetap serta ia sudah sangat
berkeinginan untuk menikah sehingga apabila ia tidak menikah dikhawatirkan
terjerumus kepada perbuatan zina. Hukum nikah menjadi makruh apabila
seseorang secara jasmani atau umur telah cukup walau belum terlalu mendesak.
Tetapi belum mempunyai penghasilan tetap sehingga bila ia kawin akan
membawa kesengsaraan hidup bagi anak dan istrinya.5 Hukum nikah bagi
seseorang tertentu menjadi haram manakala si lelaki yang akan melaksanakan
pernikahan itu tidak memiliki kemampuan melakukan aktifitas biologis
hubungan suami istri, dan tidak memiliki kemampuan menjamin perbelanjaan
atas istrinya.6

4

Mardani, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), cet. ke-1, h. 11

5

Ibid., h. 12

6

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan Antar Madzhab,
(Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), cet. ke-1, h. 18

3

Pada prinsipnya untuk melaksanakan perkawinan menurut Kompilasi
Hukum Islam hanya ada 5 rukun yang harus dipenuhi yaitu: calon suami, calon
isteri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab dan kabul.7 Itu artinya perkawinan
atau pernikahan sudah dianggap sah dan dapat dilaksanakan apabila rukun diatas
sudah dipenuhi. Namun dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 dijelaskan bahwa “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”. Dan dalam Ayat 2
menyebutkan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku”.8 Sehingga perkawinan atau pernikahan yang dianggap
sah menurut aturan negara Indonesia selain memenuhi rukunnya juga harus
dicatat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk
agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan
bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga;
sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batinnya, sehingga timbullah
kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga.9
Islam datang untuk mencapai tujuan mulia dari perkawinan di atas, dengan
salah satu visinya yaitu hukum perkawinan. Segala sesuatu yang menunjang dan

7

Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia,
8

Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, h. 2

9

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, h. 22

4

menuntun sebuah perkawinan ke arah yang lebih baik dan sesuai harapan, diatur
dalam hukum perkawinan Islam.
Indonesia adalah negara yang dibangun oleh pilar-pilar keragaman, baik
itu etnik, budaya, adat maupun agama. Untuk yang terakhir, agama di Indonesia
hadir dan berkembang dengan segala norma yang mengikat setiap penganutnya.
Selanjutnya, norma tersebut mulai menyerap dalam institusi masyarakat. 10
Berangkat dari keragaman etnik, budaya, dan adat yang ada di Indonesia,
maka dalam hal ini juga tidak dapat terhindarkan dari praktik perkawinan yang
pada akhirnya dimasuki dan dipengaruhi oleh tradisi-tradisi tersebut.
Salah satu tradisi yang sekarang masih berlaku dan dijalankan oleh
masyarakat di antaranya adalah tradisi Ayun Pengantin. Ayun Pengantin bisa
dikatakan merupakan suatu tradisi yang unik, karena tidak semua orang yang
akan menikah bisa melaksanakan Ayun Pengantin. Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum melaksanakan tradisi Ayun Pengantin,
syarat yang paling utama adalah calon pengantin baik laki-laki atau perempuan
memiliki kakak dan adik yang terdekat dengan dia sudah meninggal terlebih
dahulu, atau bisa juga calon pengantin itu dilahirkan pada bulan Safar.
Tradisi ini dilaksanakan dengan maksud agar pasangan pengantin yang
nantinya menjadi suami istri dan memiliki keturunan bisa tetap sehat dan bisa
menjalankan rumah tangganya dengan baik. Ayun pengantin itu sendiri
10

Yayan Sopyan, Islam Negara; Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, (Jakarta: RMBooks, 2012), Cet. ke-2, h. 11

5

diibaratkan si pengantin yang posisinya berada ditengah-tengah diantara kakak
dan adiknya yang sudah meninggal, maka dengan diadakanya ayun pengantin
diharapkan si pengantin tidak mengikuti jejak kakak dan adiknya tersebut.
Tradisi bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan selama tidak
bertentangan dengan akidah dan hukum Islam. Namun permasalahnya apabila
tradisi itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam agama Islam dan
bertentangan dengan akidah, maka tradisi tersebut sudah sepantasnya
ditinggalkan oleh masyarakat. Persoalan inilah yang akan peneliti kaji dan
dalami yakni “Tradisi Ayun Pengantin dalam Perkawinan Masyarakat
Kabupaten Serang”.

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas penulis dapat mengidentifikasi
beberapa masalah yang ada dalam bahasan ini. Masalah-masalah tersebut
diantaranya adalah:
1.

Apakah yang dimaksud dengan tradisi Ayun Pengantin?

2.

Darimana asal-usul tradisi tersebut?

3.

Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi Ayun Pengantin di Kabupaten
Serang?

4.

Bagaimana masyarakat menjaga agara budaya itu tetap ada?

5.

Bagaimana perspektif hukum Islam dan hukum positif tentang tradisi Ayun
Pengantin?

6

C. Batasan Dan Rumusan Masalah
1.

Batasan Masalah
Dalam skripsi ini perlu adanya pembatasan masalah agar lingkup
bahasannya tidak terlalu luas dan melebar. Adapun batasan masalah dalam
skripsi ini adalah mengenai persoalan tradisi Ayun Pengantin yang ada di
Kabupaten Serang khususnya di Desa Dukuh Kecamatan Kragilan, tata cara
pelaksanaan tradisi perkawinan, dan bagaimana Islam serta hukum positif
memandang tradisi tersebut.

2.

Rumusan Masalah
Sesungguhnya dalam Islam tidak terdapat pembeda ataupun
pengkhususan dalam hal pelaksanaan perkawinan bagi setiap orang. Namun
dalam masyarakat Kabupaten Serang terdapat pengkhususan bagi sebagian
orang yang akan melaksanakan perkawinan yaitu dengan dilaksanakannya
ayun pengantin.
Dari rumusan masalah tersebut, penulis bermaksud mengkaji dan
mengungkapkan lebih jauh mengenai tradisi ayun pengantin yang ada di
Kabupaten Serang, adapun untuk mempermudah pembahasan ini penulis
merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
a.

Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi Ayun Pengantin?

b.

Bagaimana pandangan masyarakat tentang tradisi Ayun Pengantin?

7

c.

Bagaimana perspektif hukum Islam dan hukum positif tentang tradisi
Ayun Pengantin?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap penelitian yang dilakuakan hakikatnya memiliki tujuan dan
manfaat, dalam penulisan skripsi inipun penulis mempunyai beberapa tujuan dan
manfaat yang ingin dicapai. Adapun tujuan dan manfaat penulisan skripsi ini
adalah:
1.

Tujuan Penelitian
a.

Tujuan Umum
(1) Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan tradisi Ayun Pengantin
dalam pernikahan masyarakat Kabupaten Serang,
(2) Untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang tradisi Ayun
Pengantin,
(3) Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan hukum positif
tentang tradisi Ayun Pengantin dalam masyarakat Kabupaten
Serang tersebut.

b.

Tujuan Khusus
Untuk mendokumentasikan tradisi ayun pengantin dalam bentuk
tulisan dan penelitian agar dimasa depan tradisi ini tidak punah dan
menjadi salah satu kekayaan budaya yang ada di Indonesia.

2.

Manfaat

8

a.

Dapat memberikan sumbangan pemikiran (sebagai informasi ilmiah)
bagi akademisi tentang tradisi Ayun Pengantin dalam masyarakat
Kabupaten Serang.

b.

Diharapkan dapat jadi bahan pemikiran bagi usaha pengaturan,
penataan, peningkatan, pembinaan, pengelolaan hukum perkawinan di
Indonesia.

c.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan manfaat
bagi penulis dan masyarakat dalam memahami tradisi yang ada di
Indonesia.

E. Tinjauan Pustaka
Penulis telah mencari beberapa referensi yang terkait khususnya mengenai
tradisi Ayun Pengantin, namun penulis mengalami kesulitan dan belum bisa
menemukan penelitian yang meneliti secara khusus dan terfokus pada tradisi
Ayun Pengantin yang ada dalam perkawinan masyarakat Kabupaten Serang.
Melihat letak geografis Kabupaten Serang yang berlokasi di Provinsi Banten dan
dahulu sebelum adanya pemekaran pada tahun 2000 termasuk dalam wilayah
Provinsi Jawa Barat, maka tradisi yang adapun diyakini tidak akan terlepas dari
adat-istiadat pasundaan (Sunda). Berikut ini adalah ringkasan beberapa
penelitian dalam bentuk skripsi yang membahas dan mengkaji mengenai adatistiadat perkawinan masyarakat Sunda.

9

Pernikahan Melangkahi Kakak Menurut Adat Sunda (Studi di Desa
Cijeurey Sukabumi Jawa Barat), oleh: Nur Faizah, mahasiswa Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kelulusan tahun 2010. Skripsi ini
menjelaskan tentang proses perkawinan adat Sunda, khususnya yang ada di Desa
Cijeurey, Sukabumi. Pernikahan melangkahi kakak dalam skripsi ini adalah
penikahan yang dilakukan oleh seorang adik yang mendahului kakaknya yang
belum menikah, dalam pelaksanaan jenis pernikahan ini terdapat beberapa
tradisi-tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda di Desa Cijeurey. Prosesi
pernikahannya dimulai dengan penjemputan calon pngantin pria oleh utusan dari
pihak wanita, kemudian Ngabageakeun, dilanjutkan dengan akad nikah, setelah
itu Sungkeman, ada Wejangan dari pihak pengantin wanita, kemudian Saweran,
dilanjtkan dengan Meuleum Harupat, setelah itu Nincak Endog, dan diakhiri
dengan prosesi buka pintu. Dalam penelitian ini didapatkan suatu kesimpulan
bahwa pernikahan melangkahi Kakak dalam adat sunda tidak ada dalam syariat
Islam, sehingga tidak bisa dijadikan hukum.
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pesta Perkawinan Adat Sunda Di Desa
Sukagalih/ Kelurahan Cikalong Jawa Barat, oleh: Monika Nostalia, mahasiswa
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kelulusan tahun
2006. Skripsi ini menjelaskan tentang pesta perkawinan yang ada di dalam adat
Sunda, khususnya di Desa Sukagalih, Jawa Barat. Penulis dari skripsi ini
mencoba membawa tradisi-tradisi yang ada dalam pesta perkawinan adat Sunda
ke dalam ranah hukum Islam, setelah didapatkan data lengkap mengenai pesta

10

perkawinan adat Sunda, penulis kemudian mengambil suatu hukum dari
pelaksanaan tradisi-tradisi pesta perkawinan tersebut. Dalam penelitian ini
didapatkan suatu kesimpulan bahwa pesta perkawinan yang ada dalam adat
sunda tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Penelitian-penelitian yang penulis sebutkan di atas berbeda dengan
penelitian ini karena penelitian tersebut tidak membahas tentang tradisi Ayun
Pengantin yang mana tradisi ini digunakan ketika seorang calon pengantin yang
adik dan kakaknya telah meninggal, atau bisa juga calon pengantin tersebut
dilahirkan pada bulan Safar.

F. Metode Penelitian
1.

Jenis Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bersifat ilmiah dan dituangkan dalam bentuk skripsi,
maka untuk menunjang penelitian ini penulis berusaha mendapatkan data
yang akurat dan bukti-bukti yang benar. Penulis dalam penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif11 dengan pendekatan antropologi
hukum12 yaitu melihat dan mengamati secara langsung kehidupan
masyarakat Kabupaten Serang yang melakukan tradisi Ayun Pengantin.
11

Disebut penelitian kualitatif apabila jenis data dan analisa data yang digunakan bersifat
naratif, dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang menggunakan penalaran. (Yayan Sopyan,
Pengantar Metode Penelitian, (FSH UIN Syarif Hidayatullah), h. 26)
12

Antropologi hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dengan
kebudayaan yang khusus di bidang hukum. (Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia,
(Bandung: P.T. Alumni, 2010), cet. ke-3, h. 10)

11

2.

Sumber Data
Pada umumnya sumber data dalam sebuah penelitian terbagi menjadi
beberapa sumber. Pembagian ini dapat dibedakan antara data yang diperoleh
dari lapangan dan dari bahan perpustakaan, adapun sumber data yang
penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a.

Data Primer, yaitu data-data yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat baik yang diambil dengan wawancara, observasi, atau
lainnya. Data yang langsung dari sumber asalnya yakni perilaku
masyarakat melalui penelitian, berbagai hal yang berhubungan dengan
obyek penelitian yang dihadapi kemudian diamati dan dicatat untuk
pertama kalinya oleh peneliti. Adapun yang termasuk data primer dalam
penelitian ini adalah dokumen atau catatan yang dibuat oleh pelaku atau
saksi mata, dan bisa juga berupa kesaksian secara lisan dari pelaku atau
saksi mata yang mengetahui prihal pelaksanaan tradisi ayun pengantin.

b.

Data sekunder, adalah data-data yang dikumpulkan, diolah, dan
disajikan oleh pihak lain mencakup dokumen-dokumen resmi, bukubuku, ataupun hasil penelitian. Data sekunder diperoleh atau berasal
dari bahan perpustakaan, data ini digunakan oleh penulis untuk
melengkapi data primer.

3.

Teknik Pengumpulan Data

12

Dalam rangka melaksanakan penelitian ini agar mendapatkan data
yang tepat, digunakan metode pengumpulan data. Adapun metode
pengumpulan data yang digunakan yaitu:
a.

Wawancara, dalam hal ini adalah percakapan yang diarahkan kepada
masalah tertentu atau pusat perhatian untuk mendapatkan informasi
dengan

bertanya

langsung

pada

responden

yaitu

tokoh-tokoh

masyarakat yang menjadi panutan dalam pelaksanaan tradisi ayun
pengantin dalam perkawinan masyarakat Serang.
b.

Observasi, merupakan sebuah proses penelitian secara mendalam untuk
mengetahui tradisi perkawinan yang terjadi di masyarakat Serang yang
didalamnya terdapat tradisi ayun pengantin. Untuk observasi penulis
menggunakan pedoman observasi dengan tujuan agar penelitian lebih
terarah.

c.

Studi Dokumentasi, penelitian dalam hal ini mengumpulkan data
melalui berkas-berkas, arsip, majalah, dan dokumen penting lainnya
yang berhubungan dengan skripsi ini.

4.

Metode Analisis Data
Setelah semua data berhasil didapatkan maka tahap berikutnya yang
harus dilakukan adalah menganalisis data tersebut. Pada tahap ini data yang
dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat
digunakan untuk menjawab permasalahan.

13

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif analisis yaitu suatu teknik analisis data di mana penulis
menjabarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan.
Kemudian menganalisanya dengan pedoman pada sumber tertulis yang
didapatkan dari perpustakaan. Setelah itu disusun secara sistematis, untuk
kemudian dianalisis secara kualitatif dalam bentuk uraian, agar bisa ditarik
kesimpulan supaya dapat dicapai kejelasan mengenai permasalahan yang
sedang diteliti.

G. Sistematika Penulisan
Bagian ini adalah upaya untuk mempermudah pembahasan dan penulisan
skrispi, oleh karena itu penulis menyusun suatu sistematika penulisan seperti
yang dijelaskan di bawah ini:
Bab pertama, menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Bab I ini merupakan
landasan pemikiran dari sebuah penelitian, fungsinya adalah untuk menguraikan
dan menjelaskan bab-bab selanjutnya.
Bab kedua, menguraikan tentang perkawinan, tradisi masyarakat, dan dalil
hukumnya. Dimulai dari pengertian perkawinan secara etimologi dan
terminologi, dasar hukum perkawinan yang ada dalam hukum fikih ataupun
hukum positif Indonesia, tujuan dan hikmah dilakukannya perkawinan, macam-

14

macam tradisi perkawinan dalam masyarakat yang ada dan berlaku di beberapa
daerah di Indonesia, serta teori mashlahah mursalah dan „urf.
Bab ketiga, menguraikan tentang tradisi perkawinan pada masyarakat
Kabupaten Serang. pembahasan ini akan dimulai dari profil masyarakat
Kabupaten

Serang,

dilanjutkan dengan

tradisi

perkawinan

masyarakat

Kabupaten Serang¸ serta dibahas juga mengenai tata cara pelaksanaan
perkawinan masyarakat Kabupaten Serang.
Bab keempat, merupakan pembahasan dari hukum Islam dan tradisi Ayun
Pengantin. Di dalamnya dijelaskan mengenai pengertian tradisi Ayun Pengantin,
kemudian dibahas juga mengenai makna yang terkandung dalam tradisi Ayun
Pengantin dan tata cara pelaksanaan tradisi tersebut, setelah itu penulis juga
mencantumkan pendapat masyarakat tentang tradisi Ayun Pengantin, serta
analisis dari tradisi ayun pengantin dalam perkawinan masyarakat Kabupaten
Serang ditinjau dari perspektif hukum.
Bab kelima, adalah hasil penelitian yang berupa kesimpulan yang
menjelaskan bab-bab sebelumnya, ditambah dengan saran-saran untuk
masyarakat, pemerintah, dan peneliti selanjutnya yang tertarik melanjutkan
penelitian ini. Bab ini juga merupakan proses akhir penelitian, yang menjelaskan
seluruh tulisan tersebut secara deskriptif-analitis, yang menjadi pokok dari
bahasan-bahasan tersebut.

BAB II
PERKAWINAN, TRADISI, DAN DALIL HUKUM

Perkawinan sejatinya dilaksanakan oleh seorang laki-laki dan perempuan untuk
mencapai tujuan bersama membina rumah tangga yang bahagia lagi penuh cinta.
Pelaksanaan perkawinan yang sah menurut agama Islam adalah terpenuhinya syarat
dan rukun dari perkawinan. Pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat biasanya
juga disejajarkan dengan tradisi yang ada dan berlaku. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai perkawinan, tradisi-tradisi yang hidup dalam masyarakat, dan dalil-dalil
hukumnya.

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Secara etimologi, kawin atau nikah mempunyai arti mengumpulkan,
menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wathi’). Dalam memaknai
hakekat nikah, ada ulama yang menyatakan bahwa pengertian hakiki dari
nikah adalah bersenggama (wathi’), sedang pengertian nikah sebagai akad
merupakan pengertian yang bersifat majazy.1 Dalam bahasa Inggris nikah

Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: eLSAS,
2008), cet. ke-2, h. 3
1

15

16

serumpun dengan kata marry yang memiliki arti perform a ceremony in
which a man and woman become husband and wife.2
Perkawinan atau pernikahan menurut fikih, terdapat beberapa definisi,
di antaranya adalah:

‫ال َ ا ش عا عق ضع الشارع ليفي م ك اس م اع ال ج‬
3
. ‫الم أة ح اس م اع الم أة ال ج‬
Artinya : “Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan
syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan
perempuan dan menghalalkan bersenang-senang perempuan dengan
laki-laki
Menurut mazhab Hanafi, makna nikah yang sebenarnya (hakikat) ialah
“watha” (bersetubuh); sedangkan maknanya menurut kiasan (majazi) ialah
“akad”. Berdasarkan makna hakiki, apabila seorang laki-laki melakukan
persetubuhan dengan seorang wanita secara tidak sah (berzina) maka
perbuatan yang demikian dapat disebut “nikah” juga. Sebaliknya menurut
Syafi‟i, makna “nikah” yang sebenarnya ialah “akad”, sedangkan menurut
kiasan ialah “watha”.4
Bila menelusuri ketentuan-ketentuan hukum Islam dalam permasalahan
perkawinan di dalam kitab-kitab fikih klasik akan didapatkan suatu

Victoria Bull Ed., Oxford: Learner’s Pocket Dictionary, (Cina: Oxford University Press,
2010), cet. ke-4, h. 270
2

3
4

Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuh, (Mesir : Dar Al- Fikr, 1984), h. 6513

Peunoh Daly., Hukum Perkawinan Islam; Suatu Studai Perbandingan dalam Kalangan
Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet. ke-2, h. 105

17

kesimpulan bahwa para ulama fikih mendefinisikan suatu perkawinan sebagai
halalnya hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Keempat Imam
Mazhab, secara minimal, semuanya mendefinisikan perkawinan dengan
hubungan seksual.5
Benar bahwa di antara hal yang sangat penting dalam tujuan pernikahan
adalah untuk memenuhi kebutuhan seksual, dan karenanya hampir semua
pakar mengedepankan kelezatan seksual ini dalam definisi perkawinan
(pernikahan) yang mereka formulasikan masing-masing, namun disisi yang
lain seperti pembinaan hubungan psikis secara baik, timbal balik antara suami
istri, dan hubungan orang tua dengan anak seharusnya juga bisa ditonjolkan
dalam mengartikan kata nikah (pernikahan).6
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
menyebutkan “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.”7 Suatu ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat, mengungkapkan
adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dan wanita untuk hidup
bersama, sebagai suami istri, dengan kata lain dapat disebut “hubungan
5

Ahmad Tholabi Kharlie dan Asep Syarifuddin Hidayat., Hukum Keluarga di Dunia Islam
Kontemporer, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. Ke-1, h. 259
6

Muhammad Amin Suma., Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,
2005), h. 50
7

Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, h. 2

18

formil”. Hubungan formil ini nyata, baik bagi yang mengikat dirinya, maupun
bagi orang lain atau masyarakat. Sebaliknya, suatu ikatan batin adalah
merupakan hubungan yang tidak formil, suatu ikatan yang tidak dapat dilihat.
Walau tidak nyata, tapi ikatan itu harus ada. Karena tanpa adanya ikatan
batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh.8
Sedangkan dalam kompilasi hukum Islam disebutkan “Perkawinan
menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaqon gholidzon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah”.9
Sedangkan menurut The Moroccan Code of Personal Status (MCPS)
sebagaimana yang dikutip oleh Ziba Mir-Hosseini mendefinisikan nikah
sebagai: A legal pact through which a man and a woman unite whit the aim of
establishing a durable and command conjugal life under the authority of the
man on the basis of fidelity, purity and desire to procreate and fulfil their
reciprocal duties in security, peace and affection.10 Dari pengertian ini kita
dapati bahwa pernikahan adalah sebuah kesepakatan hukum di mana seorang
pria dan seorang wanita bersatu memiliki tujuan membangun kehidupan

8

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978), cet. ke5, h. 14-15
9

Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia,
10

Ziba Mir-Hosseini., Marriage on Trial; A Study of Islamic Family Law Iran and Morocco
Compared, (London: I.B.Tauris & Co Ltd, 1993), h. 34

19

suami-istri yang langgeng dan mengatur kehidupan atas dasar kesetiaan,
kemurnian dan keinginan untuk berkembang biak dan memenuhi tugas timbal
balik dalam keamanan, perdamaian dan kasih sayang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkawinan atau pernikahan dalam Islam
merupakan suatu akad yang kuat yang dibuat dengan sunguh-sungguh antara
laki-laki dan perempuan untuk mencapai tujuan bersama, menaati Allah SWT
dan melaksanakan ibadah.
2. Dasar Hukum
Hukum nikah (perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan
biologis antarjasmani, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan
akibat perkawinan tersebut.11 Berikut ini dijelaskan mengenai dasar hukum
dari sebuah perkawinan.
a.

Alquran
Ayat-ayat Alquran yang mengatur hal ihwal perkawinan itu ada
sekitar 85 ayat di antara lebih dari 6000 ayat yang tersebar dalam sekitar
22 surat dari 114 surat dalam Alquran. Keseluruhan ayat Alquran tentang
munakahat tersebut disepakati keberadaan (thubut) nya sebagai firman
Allah SWT atau disebut juga dengan qath’iy al-tsubut.12

11

H.M.A. Tihami, dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009) h. 12
12

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. ke-3, h. 6

20

Firman Allah AWT dalam QS. Adz- Dzariyaat (51): 49

       
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.
Dalam QS. An- Nahl (16): 72

        
      

       
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak
dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka
Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah?”.
Dalam QS. An- Nuur (24): 32

   
   
         

   

21

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi
Maha mengetahui.”
b. Hadis
Perkawinan merupakan yang disyariatkan dalam agama Islam,
merupakan suatu perjanjian yang kuat, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW yang melarang seseorang hidup sendirian tanpa kawin
karena sesungguhnya dengan perkawinan dapat memelihara diri dari
kemungkinan melakukan perbuatan yang terlarang.13 Riwayat Imam
Bukhari dari Abdul Rahman bin Yazid:

‫ ح ث ا ااعمش‬, ‫ ح ث ا أ‬, ‫حفص غيا‬
‫ح ث ا عم‬
‫ دخ مع‬: ‫ قا‬, ‫ي ي‬
‫ ع ع ال حم‬, ‫ عمارة‬: ‫ قا‬,
‫ فقا ع ه ك ا مع ال‬, ‫ع قمة اأس د ع ع ه‬
‫ يا معش‬: َ‫ فقا ل ا رس ه ه‬,‫هََ ش ا ا ا ج شيى ا‬
َ ‫ال‬
‫غض ل ص‬
ّ ‫ فا َ أ‬, َ ‫ م اس طاع ال اءة ف ي‬, ‫ش ا‬
‫ص‬
َ ‫ م ل يس طع فع ي ال‬, ‫فا َ ل جاء أحص ل ف‬
‫ )ر ا ال ار ع‬14.
( ‫ع ال حم‬
13

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), cet. ke-1, h. 24
Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Bardizbah Al-Ju‟fi Al-Bukhari,
Shahih Al-Bukhari, (Bairut: Dar Al- Fikr, 1990) hadis ke-4423 h. 127
14

22

Artinya: “Telah memberitakan kepada kami Umar ibnu Hafsh bin
Ghias, telah memberitakan ayah saya, telah memberitakan Alamsi,
dia telah berkata: didapatkan dari Abdul Rahman bin Yazid,
mengatakan: telah datang saya (kepada Rasul) dengan Alqomah dan
Alaswad serta Abdullah, maka Abdullah bertanya kepada Nabi SAW
di karenakan dia belum menemukan jodohnya yang terbaik. Maka
Rasullullah SAW bersabda kepada kami: Wahai golongan pemudapemuda! Barangsiapa diantara kamu yang ada kemampuan (kawin
dan nafkah lahir-batin), hendaklah kamu kawin, karena faedahnya
untuk menutup mata dan memelihara kemaluan (dari pekerjaan
yang maksiat-terlarang). Dan barangsiapa diantarakamu yang tak
mampu, hendaklah kamu berpuasa (menahan diri dari nafsu birahi),
karena itulah salah satu obat!”.
Hadis di atas pertegas kembali ketika Rasulullah SAW menyuruh
seorang pria agar kawin dengan seorang wanita yang sehat dan baik
akhlaknya. Hadis riwayat Abu Dawud dari Mansyur:

‫ أخ ا مس‬, ‫ار‬
‫ ح ث ا ي ي‬, ‫ا احي‬
‫ح ث ا أحم‬
‫ يع ي‬- ‫ ع م ص ر‬, ‫ا ا‬
‫سعي ا أخ م ص ر‬
: ‫ قا‬,‫يسار‬
‫ ع معق‬,‫ادا – ع معا ية ق ة‬
‫ا‬
‫ ا ي أص ام أة دا حس‬: ‫جاء رج ال ال ي هَ فق‬
‫ ))ا(( ث أ ا ال ا ية‬: ‫ أفأ ج ا؟ قا‬, ‫ ا ا ا‬, ‫جما‬
‫ ) ج اال د د فإ ي مكاث ك‬: ‫ فق‬,‫ ث أ ا ال ال ة‬, ‫ف ا‬
(‫ )ر ا ا دا د‬15.( ‫اأم‬
Artinya: “Telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim,
mengatakan kepada kami Yazid bin Harun, mengabarkan kepada
kami Mustalim bin Saiid ibnu Akhot Mansur bin Zadan dari
Mansyur – yakni Ibnu Zadan – dari Muawiyah bin Qurah, dari
Muaqil bin Yasar, telah berkata: telah datang kepada Nabi SAW.
seornag pemuda dan meminta pendapat Nabi mengenai perempuan
cantik yang dia cintai tapi tidak bisa memiliki anak. Nabi
Imam Al-Hafizh Abi Dawud Sulaiman bin Al-Asy‟ats Al-Sajastani Al-Azdi, Sunan Abi
Daud, (Bairut: Dar Al- Fikr, 1998), Hadis ke-2050, h. 310
15

23

mengatakan “tidak” dan menyuruh pria tersebut kawin dengan
wanita yang cantik dan subur. Kemudian datang kembali untuk
kedua dan ketiga kalinya (maka Nabi tetap melarang). Nabi SAW.
bersabda: Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab
dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan
bangsa-bangsa”.
c.

Ijmak Ulama
Berdasarkan dalil-dalil yang ada di atas para ulama menarik suatu
istimbat hukum untuk perkawinan. Terjadi perbedaan pendapat antara
para ulama dalam memutuskan hukum dari suatu perkawinan.
Segolongan fuqaha‟ yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat
bahawa nikah itu hukumnya sunah. Golongan Zahiriyah berpendapat
bahwa nikah itu wajib. Para ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat
bahwa nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunah untuk sebagian
lainnya dan mubah untuk segolongan yang lainnya. Demikian itu
menurut

mereka

ditinjau

berdasarkan

kekhawatiran

(kesusahan)

dirinya.16
Perbedaan pendapat itu salah satunya adalah di karenakan terjadi
perbedaan penafsiran atas ayat/hadis tentang perkawinan yang di
dalamnya terdapat kalimat perintah, apakah kaliamat perintah tersebut
harus diartikan wajib, sunnat, atau bisa juga mubah?
Menurut Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, dan Malik bin
Anas, meskipun menikah pada mulanya mungkin dianggap sebagai
16

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, h. 16

24

kebolehan/hal yang dianjurkan, namun bagi beberapa pribadi tertentu ia
dapat

menjadi

kewajiban.

Walaupun

demikian,

Imam

Syafi‟i

menganggap bahwa menikah bersifat mubah.17
Dasar pensyariatan nikah adalah Alquran, sunah, dan ijmak. Namun
sebagian ulama berpendapat hukum asal perkawinan adalah mubah
(boleh). Hukum tersebut bisa berubah menjadi sunnah, wajib, halal,
makruh tergantung kepada illat hukum.18
Hukum nikah menjadi sunnah apabila seseorang dipandang dari segi
pertumbuhan jasmaninya wajar dan cenderung ia mempunyai keinginan
untuk nikah dan sudah mempunyai penghasilan yang tetap. Hukum nikah
menjadi wajib apabila seseorang dipandang dari segi jasmaninya telah
dewasa dan dia telah mempunyai penghasilan yang tetap serta ia sudah
sangat berkeinginan untuk menikah sehingga apabila ia tidak menikah
dikhawatirkan terjerumus kepada perbuatan zina.19 Dan dia menjadi
makruh bagi seorang lelaki yang tak memiliki keinginan seksual sama
sekali atau memiliki rasa cinta kepada anak-anak atau diyakini akan
mengakibatkannya lalai dalam berbagai kewajiban agamanya karena

17

Abdur Rahman I. Doi, Perkawinan dalam Syariat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), cet.

ke-1, h. 7
18

Mardani, Hukum Perkawinan Islam, h. 11

19

Ibid., h. 12

25

pernikahannya itu.20 Hukum nikah bagi seseorang tertentu menjadi haram
manakala si lelaki yang akan melaksanakan pernikahan itu tidak
memiliki kemampuan melakukan aktifitas biologis hubungan suami istri,
dan tidak memiliki kemampuan menjamin perbelanjaan atas istrinya.21
Dari uraian tersebut penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
sesungguhnya hukum asal dari perkawinan adalah mubah (boleh), namun
pada saat-saat tertentu hukum ini bisa saja berubah sesuai dengan kondisi
dari pelaku (laki-laki atau perempuan) yang akan melaksanakan
perkawinan tersebut.
d. Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia
Dalam pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan yang
Maha Esa”.22 Sudah jelas dari pasal tersebut bisa diambil kesimpulan
bahwa Negara Indonesia memandang penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara tidak boleh lepas dari jalan Tuhan. Salah satu
realisasi dari UUD 1945 tersebut adalah dengan diadakannya peraturan
yang mengatur dalam hal perkawinan.

20

Abdur Rahman I. Doi, Perkawinan dalam Syariat Islam, h. 9

21

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan Antar Madzhab,

h. 18
22

MPR Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indenesia Tahun
1945, (Jakarta: Sekertariat Jendral MPR Republik Indonesia, 2012), cet. ke-10, h. 14

26

Pada tahun 1974 negara Indonesia dengan resmi mendeklarasikan
hukum perkawinannya yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kemajuan dalam bidang
hukum nasional ini kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Undangundang inilah yang sampai saat ini dijadikan pedoman dalam sistem
hukum perkawinan di Indonesia.
Selain yang sudah disebutkan di atas ada pula Kompilasi Hukum
Islam (KHI) yang di dalamnya juga terdapat aturan tentang hukum
perkawinan, meskipun memang dalam hal legalitas KHI hanya
ditetapkan melalui Inpres Nomor 1 tahun 1991 Tentang Kompilasi
Hukum Islam namun keberadaanya sangat membantu para hakim khusus
dalam setiap masalah perkawinan yang tidak diatur penyelesaiannya
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Tujuan dan Hikmah Perkawinan
1. Tujuan Perkawinan
Ada banyak sekali tujuan dari sebuah perkawinan, berikut tujuan dari
perkawinan yang di antaranya adalah:
a.

Ibadah kepada Allah. Bila kedua suami istri itu memperhatikan tujuan
utama ini, tujuan pokok bersatunya mereka maka dengan mudah mereka

27

akan mengerti cara saling membantu untuk mencapai tujuan ini. Suatu
tujuan yang jauh lebih besar dari pada keinginan mereka sendiri. Mereka
dapat belajar saling bertoleransi satu sama lain, mencintai Allah dalam
keluarga mereka dan terhadap yang lainnya, serta mengatasi kesulitankesulitan dan kekurangan mereka.
b.

Untuk memenuhi kebutuhan biologis yang mendasar untuk berkembang
biak. Anak-anak merupakan pernyataan dari rasa keibuan dan kebapakan.
Islam memperhatikan tersedianya lingkungan yang sehat dan nyaman
untuk membesarkan anak keturunan.23
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin seperti yang

dikutip oleh Abdul Rahman Ghazali menyebutkan bahwa tujuan perkawinan
itu ada lima.24 yaitu:
a.

Mendapatkan dan melangsungkan keturunan,

b.

Memenuhi

hajat

manusia

untuk

menyalurkan

syahwatnya

dan

menumpahkan kasih sayangnya,
c.

Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan,

d.

Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal,

23

Abdur Rahman I. Doi, Perkawinan dalam Syariat Islam, h. 4

24

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, h. 24

28

e.

Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram
atas dasar cinta dan kasih sayang.
Disebutkan dalam Undang-Undnag Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan, tujuan dari perkawian adalah terdapat dalam Pasal 1 yang
menyebutkan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.” Dari Pasal tersebut jelaslah bahwa tujuan dari perkawinan
adalah membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam Pasal 3 Kompilasi
Hukum Islam menyatakan bahwa “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmat.”
2. Hikmah Perkawinan
Hikmah perkawinan itu menurut ajaran Islam adalah untuk memelihara
manusia (pemuda) dari pada pekerjaan yang maksiat yang membahayakan
diri, harta dan pikiran.25 Sedangkan menurut Sayyid Sabiq seperti yang
dikutip oleh Abdul Rahman Ghozali, hikmah-hikmah perekawinan itu ada
banyak.26 Di antaranya adalah:

25

Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan dalam Islam; Tuntunan Keluarga Bahagia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), cet.