IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 TERAS.

IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK
KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII
DI SMP NEGERI 1 TERAS

Artikel Publikasi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Diajukan Oleh :
LAILA FITRI NUR HIDAYAH
A310120229

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
MARET, 2016

i

ii

iii


0

IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK
KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII
DI SMP NEGERI 1 TERAS

Laila Fitri Nur Hidayah, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Skripsi, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Email: laila2f229font@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan penilaian autentik dan implementasinya,
menganalisis dan menemukan solusi dari kendala pelaksanaan penilaian autentik kompetensi berbicara kelas
VII di SMP Negeri 1 Teras. Penelitian ini termasuk penelitian studi kasus. Peneliti mencari penjelasan
mengenai masalah, kejadian, atau situasi yang berkenaan dengan implementasi penilaian kompetensi berbicara
kelas VII di SMP Negeri 1 Teras kemudian peneliti mencari solusi sebagai pemecahan masalah tersebut. Data
dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan deskriptif kualitatif. Berdasarkan
hasil penelitian, kurang bervariasinya instrumen penilaian yang digunakan oleh guru mapel juga menjadi faktor
kurang efektifnya implementasi penilaian autentik kompetensi berbicara di SMP Negeri 1 Teras. Padahal,
tidak seluruh SK KD menyamaratakan semua nilai aspek yang diujikan. Kendala yang dihadapi langsung

dalam implementasi penilaian autentik adalah alokasi waktu. Kompetensi berbicara membutuhkan waktu yang
lebih karena perlu mempersiapkan penampilan sebelum penilaian. Jadi, dalam proses penilaian, guru harus
cermat memilih strategi pembelajaran yang tepat.
Kata kunci : Implementasi,penilaian autentik, kompetensi berbicara.

ABSTRACT
The purpose of this study to investigate the implementation of authentic assessment and implementation,
analyze and find solutions to implementation constraints authentic assessment of competence speak in class VII
SMP Negeri 1 terrace. This research was a case study. Researchers are looking for an explanation of the issues,
events, or circumstances relating to the implementation of competency assessment speak in class VII SMP Negeri
1 Terrace then researchers look for a solution as the solution of the problem. The data in this study is qualitative.
Data analysis techniques used qualitative descriptive. Based on the results of the study, less varied assessment
instruments used by subject teachers also contribute to the lack of effective implementation of authentic assessment
of competence to speak in SMP Negeri 1 terrace. In fact, not all SK KD generalize all grades aspects tested.
Constraints faced directly in the implementation of authentic assessment is the allocation of time. Competence talk
takes much as it needs to prepare for the appearance before the vote. In the assessment process, teachers must
carefully choose appropriate learning strategies.
Keywords:Implementation , authentic assessment, competence speak.

1


1. PENDAHULUAN
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013:231) menyebutkan bahwa dalam ruang lingkup
mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra
yang melingkupi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Empat aspek dalam mata
pelajaran tersebut hanya kemampuan membaca dan menulis saja yang sering diujikan oleh guru karena
mudah dalam penilaiannya. Penilaian kompetensi berbicara sering dihindari guru karena tidak ada
ketentuan baku atau bersifat terlalu abstrak. Hanya ada beberapa kompetensi berbicara yang jelas
ketentuan penilainnya salah satunya adalah pidato, sedangkan kompetensi berbicara tidak dapat hanya
diujikan dengan tertulis atau hanya sekedar menjawab pertanyaan melainkan siswa harus unjuk tampil dan
dinilai secara berkelanjutan.
Rahmawati dan Nuraini (2014:4-5) mengatakan bahwa sebelum adanya kajian dan perubahan
silabus di lingkungan PBSID FKIP UMS, pemahaman tentang macam-macam keterampilan berbicara
tersebut biasanya dinilai dengan teknik tes, sedangkan keterampilan berbicara yang dinilai dengan teknik
unjuk kerja khusus hanya keterampilan berpidato. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian berbicara
belum dilakukan sepenuhnya dengan model penilaian autentik. Setelah ada perubahan kurikulum PBSID
sekaligus diikuti silabus, penilaian keterampilan berbicara yang dinilai dengan teknik unjuk kerja
disesuaikan dengan kurikulum 2006 yang sedang berlaku di sekolah menengah, meskipun teknik tes tetap
dilaksanakan saat UTS untuk mengukur pemahaman teori mahasiswa.
Majid (2012: 186) mengkaji bahwa penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh

para guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui
berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa
tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Penilaian dapat dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Menurut Dirman dan Cicih (2014:64)
penilaian tes dapat berupa tertulis dan lisan, sedangkan nontes dapat berupa observasi, wawancara, skala,
sikap, angket, chek list, dan ranting scale.
Pentingnya kompetensi berbicara juga dikemukakan Tarigan (2008:15) yang mendefinisikan
berbicara adalah kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk mengekspresikan,
menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara merupakan sutau bentuk
prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik,
secara luas berbicara dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol manusia.
Penelitian-penelitian sebelumnya juga telah mengemukakan pentingnya penilaian autenti
kompetensi berbicara. Antara lain adalah Bruce B. Frey, Schmitt, dan Justin (2012:12) dalam penelitiannya
yang berjudul “Defining Authentic Classroom Assessment” mendeskripsikan bahwa “The authenticlabel
is often placed on assessments that are performance-based or involve cognitively-complex tasks, without
regard to whether the tasks are similar to those valued outside the classroom.” Pendapat Bruce ini sejalan
dengan penelitian ini karena kompetensi berbicara di dalam kelas oleh sebagian guru bisa diteskan dengan
instrumen tes tulis. Namun, di luar kelas hal itu tidak dapat diterima karena tuntutan di luar kelas
kompetensi berbicara memang harus dipraktikkan secara langsung.
Sukma, dkk (2013:9) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Alat Evaluasi Bahan Ajar

Bahasa Bali SMP Kelas VII Semester Genap Berdasarkan Karakteristik Penilaian Autentik” dapat
disimpulkan bahwa hasil kualitas alat evaluasi dipengaruhi oleh ketidaksesuaian alat evaluasi dengan
karakteristik penilaian autentik. Penyebab ketidaksesuaian alat evaluasi dengan karakteristik penilaian
autentik adalah penyebab pertama, soal yang dibuat belum mengarah ke kompetensi yang akan diukur.
Misalnya, latihan dalam kompetensi menyimak diberikan tugas menyalin aksara latin ke aksara Bali.
Jadi, penyebab pertama ketidakkonsistenan alat evalusi tersebut menimbulkan penyebab kedua yaitu
soal tersebut belum sesuai dengan rumusan indikator mata pelajaran. Penyebab ketiga, guru lebih
cenderung membuat tes uraian, tes menjodohkan, tes menandai kata, tes mengenai proses pembentukan
kata, dan tes sebagian besar berbentuk tes objektif. Perbedaan dengan penelitian ini adalah mata pelajaran
yang digunakan adalah Bahasa Indonesia dan penelitian ini mengkhususkan kompetensi berbicara.

2

Anggreni, dkk (2014:9) dalam penelitain yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Master
dan Asesmen Autentik Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Payangan” bahwa
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan assesmen autentik mempunyai hasil belajar
IPA yang lebih baik dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan assesmen
konvensional. Persamaan dalam penelitian ini adalah assesmen autentik yang digunakan memperhitungkan
bahan ajar dan kompetensi yang akan dicapai, sedangkan konvensional tidak keseluruhan
memperhitungkan aspek kompetensi dalam penilaian yang dilakukan.

Nik Azmah Nik Yusuff, dkk (2014:27) dalam penelitiannya yang berjudul “Primary School
Pupils: Acquisition of Science Process Skills Via Hands on Activities and Authentic Assessment”. The
pupils acquisition of science process skills have increased tremendously and their interests and motivation
in science were high. They were able to put into application the skills and knowledge gained from handson learning to solve and understand real life problems. Therefore science teachers should perceive hands
on experimentation as a vehicle to capture pupils‟ interests and favourable attitudes toward science.
Science teachers should be trained on how to implement authentic assessment creatively in their
classroom assessment.Dalam hal ini, guru juga harus mengikuti perkembangan zaman seperti yang terjadi
pada siswa sehingga keduanya saling berkesinambungan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penilaian autentik dan implementasinya,
menganalisis dan menemukan solusi dari kendala pelaksanaan penilaian autentik kompetensi berbicara
kelas VII di SMP Negeri 1 Teras. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengembangkan penilaian autentik
kompetensi berbicara di mata pelajaran Bahasa Indonesia agar penilaian dapat dilakukan secara optimal.
Selain itu, penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa calon pendidik dan para guru untuk
dapat mengimplemantasikan secara langsung penilaian autentik kompetensi berbicara.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian studi kasus. Subjek penelitian dalam studi kasus bisa individu,
kelompok, lembaga, atau golongan masyarakat tertentu. Peneliti mencari penjelasan mengenai masalah,
kejadian, atau situasai yang berkenaan dengan imlementasi penilaian kompetensi berbicara kelas VII di
SMP Negeri 1 Teras kemudian peneliti mencari solusi sebagai pemecahan masalah tersebut. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, penelitian lapangan, simak dan catat,
dokumentasi, pustaka, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Pertama, mencermati SK KD yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Kedua, merumuskan aspek-aspek
penilaian berdasarkan kompetensi yang ingin dicapai. Ketiga, menentukan instrumen penilaian yang tepat.
Keabsahan data ini dilakukan proses triangulasi. Dari tiga jenis triangulasi, dipilih keabsahan data dengan
pendekatan triangulasi sumber untuk mengungkap dan menganalisis masalah-masalah yang dijadikan
obyek penelitian.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penilaian autentik kompetensi berbicara di SMP N 1 Teras seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya bahwa guru Bahasa Indonesia hanya menggunakan penilaian unjuk kerja dan tes tulis. Di sisi
lain, menurut Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti dan Laili (2012:23-43) berdasarkan dokumen
KTSP, ada tujuh teknik penilaian yang dapat digunakan dalam penilaian kelas yaitu: penilaian unjuk kerja,
penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian portofolio, dan penilaian
diri. Masih banyak penilaian autentik lain yang dapat digunakan selain unjuk kerja. SMP N 1 Teras pada
semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 menerima mahasiswa PPL dari UMS. Banyak inovasi penilaian
autentik yang dilakukan.

3


3.1 Penilaian autentik kompetensi berbicara yang digunakan oleh mahasiswa PPL UMS kelas VII
semester ganjil di SMP N 1 Teras.
SK
:2. Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan bercerita dan
menyampaikan pengumuman.
KD
: 2.1 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan
kata dan kalimat efektif.
Skala Penilaian
Nama Siswa : __________
Kelas : _________
No
Aspek yang dinilai
Nilai
1
1.

2.
3.

4.
5.

2

3

4

a. Suara
b. Lafal
c. Intonasi
d. Jeda
e. Tempo
Pilihan kata
Penggunaan kalimat efektif
Isi cerita
Keruntutan cerita
Jumlah
Skor Maksimum

Nilai
= Skor yang dicapai x 100
Skor maksimal

KD
: 2.2 Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan
kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana.
Daftar cek (Chek-list)
Siswa : __________
Kelas : _________
No.
1.

2.
3.
4.

Aspek yang Dinilai
a. Suara
b. Lafal

c. Intonasi
d. Jeda
e. Tempo
Pengunaan kalimat lugas
Kesederhanaan kalimat
Isi
Skor yang dicapai
Skor maksimum
Keterangan:
Baik mendapat skor 2
Tidak baik mendapat skor 1
Sangat tidak baik 0
Belum maju Ø (kosong)
Nilai
= Skor yang dinilai x 100
Skor maksimal

4

Baik

Tidak Baik

Kelas VII, Semester I
SK
: 6. Mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita.
KD
: 6.1 Bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang
tepat.
Skala Penilaian
Nama Siswa : __________
Kelas : _________
Aspek yang dinilai
No
1.
2.
3.
4.
5.

Nilai
1

2

3

4

a. Suara
b. Lafal
c. Intonasi
Gestur
Mimik wajah
Isi cerita (pokok-pokok cerita)
Keruntutan cerita
Jumlah
Skor Maksimum
Nilai
= Skor yang dicapai x 100
Skor maksimal
KD
: 6.2 Bercerita dengan alat peraga
Skala Penilaian Fleksibel
Nama Siswa

Nilai
1
(1-50)

No.

Jumlah
2
(1-25)

3
(1-25)

1.
2.
3.
4.
Keterangan
:
Penggunaan alat peraga
Sikap dan penampilan
Isi cerita (pokok-pokok cerita)
Penilaian yang dia atas jelas penekanannya, jika dibanding unjuk kerja yang memukul rata segala
aspek kemampuan dalam kompetensi berbicara, dengan penilaian di atas maka dapat disesuaikan dengan
KD yang mengutamakan aspek tertentu. Contohnya pada KD 6.2 yang dinilai bukan hanya kemampuan
siswa secara lisan dalam bercerita, tetapi kemampuan siswa menggunakan alat peraga. Hal tersebut sesuai
dengan tuntutan KD 6.2. Penilaian tersebut tidak dapat dilakukan dengan tes tulis, tetapi hanya bisa
dilakukan dengan tes lisan.
Pada pemilihan instrumen penilaian autentik, pendidik harus memperhatikan indikator
pencapaian kompetensi sehinggga aspek yang dinilai dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Penilaian
autentik yang dapat diterapkan meliputi penilaian ujuk kerja, penilaian sikap, dan penilaian produk. Jenis
penilaian autentik yang lain dapat pula diterapkan tergantung kebutuhan penilaian. Aspek ujuk kerja yang
digunakan dalam pengembangan instrumen penilaian pada penelitian ini adalah daftar cek (check-list),
skala penilaian, dan skala penilaian fleksibel.

5

Daftar cek (check-list) dapat digunakan jika aspek yang nilai secara umum dan tidak memerlukan
penilaian secara terperinci. Skala penilaian dapat digunakan untuk menampilkan rentang nilai yang lebih
banyak sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan siswa. Skala penilaian fleksibel
pendidik dapat menentukan skor maksimal dari masing-masing aspek. Penilaian sikap digunakan untuk
menggambarkan perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam
merespon sesuatu atau objek. Terakhir adalah penilaian produk, penilaian ini digunakan terhadap proses
pembuatan dan kualitas suatu produk.
3.2 Kekurangan implementasi penilaian penilaian autentik kompetensi berbicara kelas VII semester
ganjil di SMP N 1 Teras.

KD 6.1 bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat di
silabus yang disusun oleh guru mapel, menggunakan teknik penilaian tes tulis dan bentuk penilaian uraian.
Jika dicermati, pada KD tersebut jelas bahwa harus diujikan secara lisan. Pada implementasinya tetap
dilakukan penilaian lisan, tetapi penilaan yang dilakukan menggunakan skala penilaian. Seperti yang telah
dikemukanan sebelumnya, bahwa skala penilaian digunakan untuk mengukur aspek yang bobotnya sama.
Pada penilaian ini aspek yang dinilaioleh guru mapel adalah (1) ketepatan siswa menyebutkan pokokpokok cerita, (2) ketepatan siswa merangkai pokok-pokok cerita, (3) kemampuan siswa urutan yang baik,
suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Pada KD 6.1 jelas bahwa dari ketiga aspek tersebut,
lebih ditekankan pada aspek ke tiga. Skala penilaian tidak tepat digunakan pada KD ini karena instrumen
penilaian yang tepat ialah skala penilaian fleksibel.
KD 6.2 bercerita dengan alat peraga pada silabus instrumen penilaian siswa diminta bercerita
berdasarkan gambar sebuah gunung meletus. Hal tersebut bisa saja dilakukan, tetapi kurang tepat. Siswa
seharusnya bercerita dengan wayang kreasi, tongkat, boneka dan lain-lain. Pedoman penskoran juga
mengalami kesalahan yang hampir seruma dengan KD 6.1, bahkan lebih fatal pada KD 6.2.
Aspek yang dinilai pada KD 6.2 (1) pokok-pokok cerita, (2) rangkaian pokok-pokok cerita, dan
(3) Alur cerita. Indikator nomor 3 tertulis mampu bercerita dengan menggunakan alat peraga berdasarkan
pokok-pokok cerita. Aspek penilaian nomor tiga seharusnya berisi kemampuan siswa bercerita
menggunakan alat peraga. Aspek alat peraga justru ditiadakan dalam aspek penilaian. Pada 6.2 dari ketiga
aspek yang telah dikemukakan, masing-masing memiliki bobot skor yang berbeda. Aspek utama ialah
kemampuan siswa menggukanan alat peraga, sedangkan aspek lain hanya penunjang.
3.3 Kesimpulan implementasi penilaian autentik kompetensi berbicara kelas VII semester ganjil di SMP
N 1 Teras.
Impementasi penilaian autentik yang digunakan guru mapel Bahasa Indonesia di SMP N 1 Teras
sudah terlaksana meski ada beberapa kekurangan. Dari 2 SK 4 KD yang diajarkan 50% penilaian autentik
yang digunakan kurang tepat, sehingga penilaian kompetensi berbicara tidak efektif. Kesalahan yang
terjadi hampir serupa yaitu tidak sesuainya KD, indikator, dan aspek penilaian yang digunakan.
3.4 Kutipan dan Acuan
3.4.1 Penilaian Autentik

Majid (2012: 186) mengatakan bahwa penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi
oleh para guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui
berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa
tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Senada dengan
Majid, menurrut Muslich dalam Sufanti dan Laili (2012:12) penilaian autentik adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar
siswa.

6

Penilaian kompetensi berbicara dapat dilakukan dengan penilaian autentik. Nurgiyantoro
(2008:251) mendefinisikan istilah “penilaian” dalam bahasa Indonesia dapat bersinonim dengan “evaluasi”
(evaluation) dan kini juga populer istilah “asesmen” (assessment). Ada banyak definisi penilaian yang
dikemukakan orang yang walau berbeda rumusan, pada umumnya menunjuk pada pengertian yang
hampir sama. Dalam penilaian autentik siswa tidak hanya dituntut memahami aspek pengetahuan,
melainkan juga apa yang dapat dilakukan dengan pengetahuannya itu. Model penilaian autentik,
yang di dalamnya terdapat model portofolio, kini menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Penilaian
autentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa
dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak sematamata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan
selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan
sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran.
Ada beberapa manfaat lain penggunaan penilaian autentik, sebagaimana dikemukakan Mueller
dalam Nurgiyantoro (2008: 255-256) yaitu sebagai berikut. Pertama, penggunaan penilaian autentik
memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator
capain kompetensi yang dibelajarkan. Kedua, penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk
mengkonstruksikan hasil belajarnya. Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa
yang telah dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan mengingat saja yang
kurang bermakna. Ketiga, penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran,
belajar, dan penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Keempat, penilaian autentik memberi
kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap
paling baik.
Penilaian dapat dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Menurut Dirman dan Cicih (2014:64)
penilaian tes dapat berupa tertulis dan lisan, sedangkan nontes dapat berupa observasi, wawancara, skala,
sikap, angket, chek list, dan ranting scale. Dirman dan Cicih (2014: 109) menambahkan bahwa asesemen
autetik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum
dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah
atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya.
3.4.2

Penilaian Menurut Kurikulum 2006
Kurikulum sekolah di Indonesia mulai tahun ajaran 2004/2005 menggunakan kurikulum 2004
yang berbasis kompetensi. Tahun 2006/2007 kurikulum yang dipakai berganti dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Dalam penyusunan kurikulum, membutuhkan visi misi sebagai dasar penyusunannya.
Mulyadi dalam TIM MKDK (2011:43-44) mengemukakan bahwa perumusan misi adalah suatu usaha
untuk menyusun peta perjalanan, sedangkan visi adalah jalan pikiran yang melampaui realitas sekarang,
sesuatu yang kita ciptakan yang belum pernah ada sebelumya, suatu keadaan yang akan kita wujudkan yang
belum pernah kita alami sebelumnya. Perumusan visi misi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut TIM MKDK (2011:26-47) secara hierarkis tujuan pendidikan ada empat, yaitu: tujuan
pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional. Salah satu tujuan
pendidikan adalah tujuan instruksional, yaitu tujuan yang ingin dicapai setelah siswa mempelajari suatu
pokok bahasan tertetu. Penilaian kelas dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Penilaian kelas yang
dikenal dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara substansial sama dengan Penilaian
Berbasis Kelas (PBK) dalam Kurikulum Berbasis Kompensi (KBK) atau Kurikulum 2004 Standar
Kompetensi.
Wahyuni dan Abd Syukur (2012:2) mengemukakan bahwa asesmen (dalam kurikulum 2006
disebut dengan penilaian) adalah proses pengumpulan informasi tentang peserta didik (melalui berbagai

7

sumber bukti), berkenaan dengan apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka dapat dilakukan.
Informasi ini digunakan sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan. Asesmen harus memenuhi dua
persyaratan, yaitu mengukur kompetensi dan harus mempunyai efek yang menguntungkan terhadap
proses belajar.
Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan guru yang berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran
(Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti dan Laili, 2012:11). Sementara itu, Supranata dan Muhammad
dalam Sufanti dan Laili (2012:11) mendefinisikan penilaian kelas adalah penilaian yang dilakukan guru
dalam rangka pembelajaran. Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti dan Laili (2012:21)
mengemukakan bedasarkan dokumen KTSP, ada tujuh teknik penilaian yang dapat dilakukan dalam
penilaian kelas, yaitu: penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian
produk, penilaian portofolio, dan penilaian diri.
Suwandi dalam Sufanti dan Laili (2012:11) menyatakan bahwa penilaian kelas merupakan proses
pengumpulan dan penggunaan informasi serta hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru untuk
menentapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang
diterapkan, yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar yang
terdapat dalam kurikulum. Penilaian kelas dapat dilakukan di dalam kelas dan atau di luar kelas, seperti
laboratorium maupun lapangan.
Penilaian kelas merupakan proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan,
penyusunan alat evaluasi, pengumpulan informasi melalui bukti yang menunjukkan pencapaian hasil
belajar, pengolahan, dan penggunaan informasi hasil belajar (Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti
dan Laili, 2012:12). Kegiatan perencanaan meliputi kegiatan pemahaman dengan cermat tentang KD,
indikator, dan penentuan teknik evaluasi yang digunakan untuk mengukur ketercapaian KD tersebut. Jika
guru memilih teknik penilaian unjuk kerja, maka alat penilaian yang disusun adalah petunjuk atau perintah,
lembar pengamatan, dan pedoman penskoran, dan sebagainya.
Penilaian kelas memiliki beberapa fungsi, menurut Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti
dan Laili (2012:16) sebagai berikut. (1) Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah
menguasai suatu kompetensi. (2) Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta
didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program,
pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan). (3) Menemukan kesulitan
belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang
membantu guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remidial atau pengayaan. (4) Menemukan
kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses
pembelajaran berikutnya. (5) Sebagai kontrol bagi guru dan sekolah tentang perkembangan peserta didik
3.4.3

Kompetensi Berbicara

Tarigan (2008:15) mendefinisikan berbicara adalah kemampuan dalam mengucapkan bunyibunyi artikulasi untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Berbicara merupakan sutau bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis,
neurologis, semantik, dan linguistik, secara luas berbicara dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling
penting bagi kontrol manusia. Setiap orang yang berbicara tentu mempunyai tujuan yakni menyampaikan
pikiran dan perasaan secara efektif. Tarigan (2008:15) mengatakan bahwa sebagai alat sosial, pada dasarnya
berbicara mempunyai tiga maksud umum yaitu sebagai berikut:
1. memberitahukan dan melaporkan (to inform);
2. menjamu dan menghibur (to entertain);
3. membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).

8

4. PENUTUP
Penelitian yang berjudul „Implementasi Penilaian Autentik Kompetensi Berbicara di SMP Negeri
1 Teras‟ ini dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi penilaian kompetensi berbicara pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Teras sudah diimplementasikan dengan baik. Namun, masih
kurang karena sarana dan prasarana yang ada tidak dimanfaatkan dengan baik seperti laboratorium bahasa.
Kurang bervariasinya instrumen penilaian yang digunakan oleh guru mapel juga menjadi faktor kurang
efektifnya implementasi penilaian autentik kompetensi berbicara di SMP Negeri 1 Teras. Ada beberapa
KD yang tidak efektif menggunakan instrumen tersebut, dampaknya alokasi waktu pembelajaran tidak
sesuai dengan RPP yang telah disusun. Padahal, tidak seluruh SK KD menyamaratakan semua nilai aspek
yang diujikan.
Kendala yang dihadapi langsung dalam implementasi penilaian autentik adalah alokasi waktu.
Kompetensi berbicara membutuhkan waktu yang lebih dibanding kompetensi lain karena peserta didik
perlu mempersiapkan penampilannya sebelum dinilai. Pada proses penilaian, guru harus cermat memilih
strategi pembelajaran yang tepat agar penilaian kompetensi berbicara dapat dilakukan dengan

maksimal.
5. DAFTAR PUSTAKA
Anggreni, Ni Made Dyan. Nyoman Dantes dan I Made Candiasa. 2014.“Pengaruh
Model Pembelajaran Master dan Asesmen Autentik Terhadap Hasil Belajar
IPA Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Payangan”. e- Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan.Volume 4 Tahun 2014. Halaman 1-11.
Dirman. Cicih Juarsih. 2014. Penilaian dan Evaluasi: dalam rangka implementasi standar proses
pendidikan siswa. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Frey, Bruce B.Schmitt, dan Justin. 2012. “Defining Authentic Classroom Assessment”.
Practical Assessment, Research & Evaluation. Vol. 17. No. 2, Januari 2012.
Halaman 1-18.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Majid, Abdul. 2012. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.
Bandung: PT Remaja Rosdaskarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2008. “Penilaian Otentik”. Dalam Cakrawala Pendidikan,
November 2008, Th. XXVII, No. 3. Halaman 250-161.
Rahmawati, Laili Etika dan Nuraini Fatimah. 2014. “Pengembangan Model Penilaian
Autentik Kompetensi Berbicara”. Varia Pendidikan. Vol. 26. No. 1, Juni 2014.
Halaman 1-10.
Sufanti, Main dan Laili Etika Rahmawati. 2012. Teori Evaluasi Pengajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

9

Sukma, Wirani. Nengah Martha dan M Sutama. 2013. “Analisis Alat Evaluasi Bahan
Ajar Bahasa Bali SMP Kelas VII Semester Genap Berdasarkan Karakteristik
Penilaian Autentik.e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Volume 2 tahun 2013. Halaman 110.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
TIM MKDK. 2011. Manajemen Pendidikan: Konsep dan Implementasi. Surakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yusuff, Nik Azmah Nik. dkk. 2014. “Primary School Pupils: Acquisition of Science
Process Skills Via Hands on Activities and Authentic Assessment”.Jurnal
Pendidikan Sains & Matematik Malaysia. Vol.4 No.1 Juni 2014. Halaman 15-28
/ ISSN 2232-0393
Wahyuni. Abd Syukur. 2012. Asesmen Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Refika Aditama.

10