Development Study of Processing Cinnamon Bark Industry in West Sumatera

(1)

DI SUMATERA BARAT

IRA FITRIYENI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pengembangan Industri Pengolahan Kulit Kayu Manis di Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Ira Fitriyeni


(3)

IRA FITRIYENI. Development Study of Processing Cinnamon Bark Industry in West Sumatera. Under direction ofM. ZEIN NASUTION, MEIKA SYAHBANA RUSLI, and ANAS MIFTAH FAUZI

Cinnamon is one of agriculture product that quite much produced in West Sumatera and potential to be developed. To add the cinnamon value need to do product diversification to developed another form of refined product. The aim of this study was to review the types of cinnamon products that can be developed. The output of research is the cinnamon industry can produce some product that was the cinnamon bark as much as 45%, the cinnamon powder as much as 30% and the cinnamon bark oil as much as 25%. The cinnamon bark oil products resulting from further processing of small broken cinnamon bark (chips). Analysis study of the available technology obtained results that steam destillation method can be used to produce cinnamon bark oil. The cinnamon bark oil product results meet the quality standards of EOA. The financial analysis of cinnamon bark industry which was carried out at Solok district using indicators : Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C Ratio and Pay Back Period (PBP) were feasible. Where the processing industry would provide an increase in farmer income.


(4)

di Sumatera Barat. Dibimbing oleh M. ZEIN NASUTION, MEIKA SYAHBANA RUSLI, dan ANAS MIFTAH FAUZI.

Komoditi kayu manis adalah salah satu produk pertanian yang cukup banyak diusahakan di daerah Sumatera Barat dan potensial untuk dikembangkan. Selama ini kayu manis diolah dalam bentuk gulungan kering kulit pohon tanaman kayu manis, di mana pemasarannya lebih banyak untuk tujuan ekspor. Untuk memberikan nilai tambah, perlu dilakukan diversifikasi produk dengan mengembangkan bentuk olahan lain yaitu produk bubuk kayu manis dan minyak kayu manis. Selain memudahkan dalam pemasaran, produk dalam bentuk bubuk dan minyak kayu manis juga dapat dihindarkan dari serangan jamur dan harga yang diperoleh juga lebih tinggi.

Dalam penelitian ini dilakukan pengkajian terhadap beberapa hal yaitu kajian jenis produk kayu manis yang dapat dikembangkan, kajian terhadap teknologi pengolahan yang dapat digunakan, analisa hasil dan mutu produk yang diuji coba dan analisis finansial untuk melihat kelayakan usaha.

Dari penelitian diketahui bahwa industri kayu manis dapat memproduksi beberapa produk yaitu produk berupa kulit kering kayu manis sebanyak 45%, produk berupa bubuk kayu manis sebanyak 30% dan produk minyak kayu manis sebanyak 25% dari kapasitas bahan baku yang tersedia untuk satu industri pengolahan kayu manis. Produk minyak kayu manis dihasilkan dari pengolahan lebih lanjut terhadap kulit kayu manis berbentuk chips(potongan kecil kulit kayu manis). Kajian dengan analisa pembobotan terhadap teknologi yang tersedia memberikan hasil bahwa untuk membuat minyak kayu manis, teknologi yang tepat adalah dengan menggunakan metode penyulingan uap.

Hasil penelitian uji coba pembuatan minyak kulit kayu manis menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode penyulingan uap diperoleh rendemen sebesar 0,98 %, bobot jenis 1.010 dan kadar sinamaldehid 59,11%. Hasil uji coba ini masih memenuhi standar mutu EOA (Essentian Oil of Association).


(5)

118, 58 juta rupiah. Dengan asumsi umur proyek selama 5 tahun, evaluasi keuangan proyek tersebut menghasilkan NPV sebesar 205.870.850, PBP sebesar 1,16 tahun, net B/C 2,74, IRR 68,28% dan BEP akan dicapai pada tingkat produksi 196,75 kg per tahun (tahun pertama). Berdasarkan indikator-indikator tersebut maka industri minyak kulit kayu manis layak secara finansial.

Dengan adanya industri pengolahan kulit kayu manis yang berada di dekat sentra produksi kayu manis, dalam bentuk kemitraan antara pihak industri dan petani, akan memberikan dampak positif bagi petani kulit manis, yaitu: 1) jaminan pasar dimana hasil produksi kulit kayu manis petani akan diserap oleh industri, sehinga akan mendorong petani untuk memperluas areal penanaman kayu manis, 2) peningkatan pendapatan petani karena adanya peningkatan harga jual di tingkat petani dengan meningkatkan mutu panen agar memenuhi standar yang ditetapkan oleh industri, 3) peningkatan kualitas sumberdaya petani, dengan adanya pelatihan yang diberikan baik dari pihak industri maupun dari pemerintah, 4) peningkatan teknologi berupa perbaikan teknologi budidaya dan pasca panen.


(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

IRA FITRIYENI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, tesis dengan judul Kajian Pengembangan Industri Pengolahan Kulit Kayu Manis di Sumatera Barat dapat diselesaikan.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sangat tulus dan mendalam kepada yang terhormat Bapak M. Zein Nasution, Mapp.Sc sebagai ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, nasehat, dan dorongan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Rasa hormat dan terima kasih penulis haturkan kepada ayahanda Daher dan ibunda Yasmiarti, adik-adik sekeluarga atas bantuan, doa, semangat dan motivasinya. Penghargaan dan kebanggaan juga penulis sampaikan pada yang tercinta suamiku Isrianto dan anakku Nadya Fayza Aulia atas semua pengorbanan, pengertian dan dorongan semangat yang telah diberikan. Dan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di TIP 96 atas kerjasama dan dukungannya.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2011


(10)

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 20 November 1972 dari ayah Daher dan ibu Yasmiarti. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Padang dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Andalas melalui program mahasiswa undangan. Pendidikan pada Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang diselesaikan pada tahun 1995.

Pada tahun 1996, penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi program magister pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan bantuan dana beasiswa URGE.


(11)

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 4

1.3. Ruang Lingkup ... 4

1.4. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Tanaman Kayu Manis ... 6

2.2. Komposisi Kulit Kayu Manis ... 8

2.3. Penanganan Pasca Panen Kayu Manis ... 10

2.4. Produk Olahan Kulit Kayu Manis ... 12

2.5. Pemasaran Kulit Kayu Manis ... 17

2.6. Analisa Finansial ... 20

III. METODOLOGI 3.1. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi ... 23

3.2. Tahap Pengembangan Produk ... 23

3.3. Tahap Pengkajian Teknologi dan Uji Coba ... 24

3.4. Analisa Finansial ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kajian Pengembangan Produk ... 28

4.2. Kajian Teknologi ... 37

4.3. Kajian Kelayakan Finansial ... 52

4.4. Peluang Pengembangan Industri ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 65

5.2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(12)

1. Perkembangan volume ekspor dan nilai ekspor kulit kayu manis dari

pelabuhan Sumatera Barat ... 2

2. Perkembangan luas lahan produksi kayu manis ... 2

3. Komposisi kimia kulit kayu manis ... 9

4. Kadar minyak atsiri dari rendemen hasil penyulingan kulit kayu manis (C. Burmanii) ... 15

5. Rendemen dan kandungan sinamaldehid minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan destilasi uap dan ekstraksi CO2cair ... 17

6. Pertumbuhan produksi kayu manis di Sumatera Barat ... 29

7. Perkembangan luas lahan ... 29

8. Luas areal dan produksi perkebunan kayu manis di daerah tingkat II Sumatera Barat ... 31

9. Negara tujuan ekspor kulit kayu manis ... 33

10. Harga bahan asalan kulit kayu manis di Sumatera Barat ... 34

11. Rendemen minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan menggunakan beberapa metode penyulingan ... 39

12. Perhitungan pemilihan metode penyulingan minyak kayu manis ... 42

13. Spesifikasi alat penyulingan ... 44

14. Spesifikasi alat pemanas ... 45

15. Spesifikasi alat pendingin ... 46

16. Hasil uji coba pembuatan minyak kulit kayu manis dengan metode penyulingan uap ... 51

17. Standar mutu minyak kulit kayu manis (standar EOA) ... 52

18. Kriteria kelayakan proyek pada analisa sensitivitas ... 60

19. Pengaruh perubahan biaya terhadap BEP ... 61

20. Produksi bahan baku kulit kayu manis ... 62


(13)

1. Diagram alir pembuatan minyak atsiri ... 13

2. Format matriks keputusan Metode Perbandingan Eksponensial ... 24

3. Skenario diversifikasi produk kulit kayu manis ... 36

4. Konstruksi alat penyulingan ... 47


(14)

1. Pedoman mutu kulit kayu manis secara visual ... 69

2. Standar mutu kayu manis hasil revisi tahun 1983 ... 70

3. Perhitungan biaya investasi ... 71

4. Perhitungan biaya penyusutan ... 72

5. Struktur gaji karyawan ... 73

6. Perincian biaya operasional pada operasi penuh/tahun ... 74

7. Analisis rugi laba ... 75

8. Arus kas pengeluaran dan pemasukan ... 76

9. Analisa NPV, PBP, Net B/C dan IRR ... 77

10. Analisa BEP ... 78

11. Analisis rugi laba bila harga penjualan turun 10% ... 79

12. Analisa NPV, PBP, Net B/C dan IRR bila harga penjualan turun 10% ... 80

13. Analisa BEP bila harga penjualan turun 10% ... 81

14. Analisis rugi laba bila harga penjualan turun 20% ... 82

15. Analisis rugi laba bila harga penjualan turun 20% ... 83

16. Analisa BEP bila harga penjualan turun 20% ... 84

17. Analisis rugi laba bila harga bahan baku naik 10% ... 85

18. Analisa NPV, PBP, Net B/C dan IRR bila harga bahan baku naik 10% ... 86

19. Analisa BEP bila harga bahan baku naik 10% ... 87

20. Analisis rugi laba bila harga bahan baku naik 20% ... 88

21. Analisa NPV, PBP, Net B/C dan IRR bila harga bahan baku naik 20% ... 89


(15)

(16)

Latar Belakang

Undang-undang No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Di Sumatera Barat, potensi yang mungkin untuk dikembangkan adalah dari sektor perkebunan, selain sektor lainnya seperti pertambangan dan jasa. Sektor perkebunan merupakan penyumbang yang cukup besar bagi pendapatan daerah Sumatera Barat (21,7%).

Dari sektor perkebunan, komoditi yang memberikan sumbangan pendapatan yang cukup potensial adalah kayu manis yang memberikan nilai ekspor terbesar kedua setelah karet. Kayu manis (Cinnamomum burmanii) yang dalam perdagangan lebih dikenal sebagai casiavera merupakan tanaman asli Indonesia dan sebagian besar ditanam di daerah Sumatera Barat. Kayu manis Indonesia cukup disukai di luar negeri karena memiliki aroma yang khas.

Produk utama dari tanaman kayu manis adalah kulit kering kayu manis yang digunakan sebagai rempah-rempah untuk penyedap makanan. Dari kulit kayu manis juga dapat dihasilkan beberapa produk lain seperti bubuk kayu manis, minyak atsiri kayu manis dan oleoresin kayu manis yang banyak digunakan dalam industri makanan minuman, farmasi dan kosmetika.

Pasaran produk kayu manis terutama adalah Amerika Serikat yang mengimpor sekitar 80% dari jumlah kulit kayu manis yang tersedia untuk ekspor. Negara pengimpor lainnya adalah negara-negara di Eropa Barat, Kanada dan Singapura. Hanya sedikit dari produksi kayu manis yang digunakan untuk pasaran dalam negeri.

Volume ekspor dan nilai ekspor kayu manis mengalami fluktuasi. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor mutu, karena tingkat mutu akan menentukan harga dan penerimaan oleh konsumen di luar negeri. Perkembangan volume dan nilai ekspor kayu manis dari pelabuhan Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 1.


(17)

Tabel 1. Perkembangan volume ekspor dan nilai ekspor kayu manis

Tahun Volume ekspor (Ton) Nilai ekspor (US $000)

2004 8.896,00 5.270,00

2005 6.033,76 3.522,14

2006 8.888,86 6.104,14

2007 10.231,39 7.791,11

2008 10.231,39 7.791,11

Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)

Sebagai daerah penghasil kayu manis yang cukup potensial, perkembangan luas lahan dan produksi kayu manis di Sumatera Barat hanya sedikit mengalami peningkatan. Kecilnya peningkatan luas areal dan produksi kayu manis disebabkan karena penanaman kayu manis masih dilakukan dalam bentuk perkebunan rakyat dengan luas areal yang relatif kecil. Selain itu tanaman kayu manis masih dianggap sebagai usaha sampingan yang belum memberikan pendapatan yang besar bagi petani sehingga sulit diharapkan petani akan melakukan perluasan lahan dan peningkatan produksi. Perkembangan luas lahan dan produksi kayu manis Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan luas lahan produksi kayu manis

Tahun Luas lahan (Ha) Produksi (Ton)

2002 52.259 21.375

2003 57.611 42.248

2004 57.623 43.389

2005 57.638 45.886

2006 57.300 35.407

2007 57.800 35.231


(18)

Pengembangan kayu manis di daerah Sumatera Barat diarahkan pada perluasan areal penanaman kayu manis yang dikelola oleh rakyat. Akan tetapi permasalahan yang dihadapi saat ini yaitu rendahnya mutu kulit kayu manis serta kurangnya informasi pasar pada tingkat petani, dan belum adanya industri pengolahan kayu manis. Keadaan ini menyebabkan petani tidak menganggap tanaman kayu manis sebagai usaha yang produktif untuk meningkatkan pendapatan dan devisa negara.

Untuk memperluas daya saing komoditi kayu manis di pasar ekspor, maka diperlukan usaha untuk diversifikasi produk dengan memproduksi kayu manis dalam bentuk olahan, sehingga tidak hanya diekspor dalam bentuk gulungan kulit kering kayu manis seperti yang selama ini dilakukan. Karena itu pengembangan agroindustri pengolahan kayu manis menjadi strategis baik untuk menghadapi persaingan pasar maupun untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi komoditi kayu manis. Sehingga pada akhirnya petani kayu manis akan semakin merasakan manfaat kegiatan produksinya.

Dengan berkembangnya industri makanan dan minuman maka telah dikembangkan produk bubuk kayu manis, sedangkan minyak atsiri kayu manis telah lama diproduksi terutama di Ceylon dan Cina. Di Indonesia produksi minyak atsiri kayu manis baru dalam taraf pengembangan. Harga minyak atsiri kayu manis selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun harganya relatif tinggi dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya.

Melihat besarnya potensi kulit kayu manis di daerah Sumatera Barat, maka perlu dikaji kelayakan pendirian industri pedesaan untuk pengolahan minyak atsiri kayu manis. Dengan adanya industri olahan kayu manis, baik dalam bentuk industri skala kecil atau menengah, akan memberikan kepastian pasar bagi petani sehingga akan mendorong petani untuk lebih meningkatkan produksi dengan menambah luas areal penanamannya. Selain itu pihak industri juga dapat melakukan pembinaan mutu bagi petani dengan memberikan penekanan terhadap standar mutu tertentu bagi kulit kayu manis yang dihasilkan oleh petani, sehingga diharapkan petani akan berusaha memenuhi spesifikasi mutu yang ditetapkan dengan harga jual yang lebih baik.


(19)

Agar bisa berkembang, industri pedesaan sebagai industri kecil menengah yang berada di desa memerlukan dukungan teknologi yang baik. Pemilihan teknologi yang sesuai dengan lingkungan sosial masyarakat akan sangat menunjang usaha tersebut. Tingkat teknologi yang dibutuhkan tergantung pada sumberdaya (alam dan manusia), kemampuan teknologi yang dimiliki oleh industri, modal dan keadaan sosial masyarakat sekitar. Dengan demikian pendayagunaan potensi industri kecil dapat dilaksanakan sejalan dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji potensi pengembangan industri pengolahan kulit kayu manis. 2. Menentukan teknologi proses yang tepat untuk industri pengolahan kulit

kayu manis.

3. Menetapkan tingkat kelayakan yang menguntungkan untuk pengembangan industri pengolahan kulit kayu manis.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian pengembangan industri pengolahan kayu manis di daerah Sumatera Barat meliputi :

1. Melakukan kajian diversifikasi produk kayu manis.

2. Analisis struktur biaya dalam usaha pengolahan kayu manis yaitu pengkajian pada struktur biaya usaha tani dan pengolahan pasca panen kayu manis pada tingkat petani, analisis tata niaga dan harga pada tingkat petani, pedagang pengumpul dan pihak eksportir.

3. Kajian teknologi proses pengolahan kayu manis ditinjau dari segi teknis dan skala indsutri

4. Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan pendirian industri pengolahan kayu manis.


(20)

Hipotesis

Pengembangan industri pengolahan kayu manis pada skala kecil dapat meningkatkan pendapatan petani kulit kayu manis.


(21)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum sp)

Tanaman kayu manis (Cinnamomum sp) termasuk ke dalam famili Lauraceae yang terdiri dari 47 marga dan lebih dari 1900 species yang berbentuk pohon-pohonan dan semak. Dalam perdagangan yang terkenal antara lain

Cinnamomum zeylanicum yang berasal dari pulau Ceylon (Srilangka),

Cinnamomum cassia yang berasal dari Birma dan banyak ditanam di Cina dan

Cinnamomum burmanii yang berasal dari Indonesia, dalam perdagangan lebih dikenal sebagai casiavera eks Padang (Rismunandar, 1993)

Penanaman kayu manis yang terbesar di Indonesia adalah di daeah Sumatera Barat. Di daeah ini, tanaman ditemukan umumnya di ketinggian 600 –

1200 m dari permukaan laut. Meskipun begitu, di daerah dataran rendah masih ditemukan tanaman kayu manis. Pada umumnya tanaman yang ditanam di daerah dataran rendah pertumbuhannya lebih cepat daripada tanaman yang ditanam di daerah dataran tinggi, tetapi tebal kulit dan aromanya tidak sebaik tanaman yang ditanam di daerah dataran tinggi (Muhammad, 1973). Tanaman ini tumbuh baik di daerah lembab, dengan curah hujan antara 2000-2500 mm per tahun, dan keadaan tanah yang banyak mengandung humus, tanah gembur dan berpasir, serta tidak ada genangan air (Rismunandar, 1993).

Daun kayu manis kecil dan kaku dengan pucuk berwarna merah. Umumnya tanaman yang tumbuh di dataran tinggi warna pucuknya lebih merah dibanding di dataran rendah. Kulitnya abu-abu dengan aroma khas dan rasanya manis (Rismunandar, 1993).

Perkembangbiakan tanaman kayu manis dapat dilakukan melalui biji dan sirung. Biji diperoleh dari pohon yang sengaja diperuntukkan sebagai pohon induk. Sedangkan bibit yang berbentuk sirung adalah yang berasal dari tunas akar. Tunas diperoleh dari tunggul-tunggul bekas pemotongan batang pokok. Pada saat nampak tumbuh tunas-tunas baru, tunggul ditimbun dengan tanah. Dengan penimbunan ini tunas-tunas tersebut akan mengeluarkan akar (Rismunandar, 1993).

Pemindahan tunas dilakukan pada umur 1-2 tahun setelah pemotongan. Umumnya petani lebih banyak menggunakan bibit sirung dibandingkan dengan


(22)

bibit yang berasal dari biji, karena bibit sirung lebih cepat menghasilkan kulit pertama (Gusmailina, 1995).

Waktu panen umumnya tergantung pada beberapa faktor antara lain kesuburan lahan, perkembangan iklim selama pertumbuhan awal dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin muda tanaman dipanen, semakin rendah mutu kulit yang dihasilkan. Makin tua umur tanaman dipanen, makin tebal kulit yang diperoleh, makin tinggi produksi dan makin tinggi pula mutu kulit yang dihasilkan. Tidak ada suatu kriteria yang menyatakan kapan suatu pohon kayu manis dapat dipanen, salah satu syarat yang dapat dipakai adalah apabila kulit batang pada bagian luar sudah berwarna keabu-abuan maka pada saat itu kayu manis telah dapat dipanen (Gusmailina, 1995).

Menurut anjuran Dinas Perkebunan Daerah Tingkat I Sumatera Barat, pemungutan hasil dapat dilakukan sebagai berikut: pada umur 6 tahun dilakukan panen pertama yang diutamakan untuk penjarangan tahap pertama, pada umur 10 tahun dilakukan panen kedua yang dimaksudkan untuk penjarangan tahap kedua dan pada umur 15 tahun dilakukan panen yang sesungguhnya. Pohon yang dipotong pada umur lebih dari delapan tahun hasilnya empat kali lipat dibandingkan dengan bila dipotong pada umur kurang dari delapan tahun (Rismunandar, 1993).

Menurut Rismunandar (1993), sistem panen kayu manis yang biasa dilakukan petani adalah :

a. Sistem tebang langsung. Pada sistem ini pohon ditebang langsung pada pangkal pohon kira-kira 5 cm dari permukaan tanah. Setelah itu baru dikelupas kulitnya.

b. Sistem situmbuk. Pada sistem ini pohon dikuliti melingkari seluruh batang pada ketinggian 5 cm di atas leher akar. Kemudian seluruh kulit batang ini dikelupas hingga setinggi 80 – 100 cm. Penebangan dilakukan dua bulan kemudian.

c. Sistem pohon dipukul. Pada sistem ini sekitar dua bulan sebelum penebangan, kulit pohon dipukuli hingga memar. Sebagai reaksi akan tumbuh kulit baru yang akan menyambung retakan-retakan pada kulit. Hasil dari pembengkakan karena dipukuli ini adalah kulit menjadi lebih tebal.


(23)

d. Sistem vietnam. Pada sistem ini kulit dikelupas bentuk bujur sangkar berukuran 10 x 10 cm berselang seling. Setelah luka pada batang tertutup kembali oleh kulit baru, maka kemudian sisa kulit dapat diambil.

Cara panen dengan mengupas atau menguliti tanpa menebang pohon, memberikan dampak yang baik ditinjau dari sudut produksi. Panen dapat dipersiapkan karena kulit akan menutup kembali setelah dua tahun sehingga panen dapat berkelanjutan. Hasil juga akan meningkat karena kulit batang selalu bertambah, dan tidak diperlukan bibit baru. Setelah pohon mencapai umur lebih dari sepuluh tahun, panen dapat dilakukan dengan cara ditebang (Towaha dan Indriati, 2008).

Saat yang paling baik untuk memotong batang kayu manis adalah pada waktu kulitnya mudah mengelupas. Keadaan ini hanya bisa dicapai setelah pohon kayu manis mengalami kekeringan beberapa waktu yang disusul oleh musim hujan (Rismunandar, 1993). Kulit kayu manis yang terbaik diperoleh dari batang, makin besar batang makin banyak kulit kayu manis yang diperoleh. Sedangkan kulit yang berasal dari cabang mempunyai kualitas yang lebih rendah, oleh karena itu diusahakan sedapat mungkin agar percabangannya sedikit (Muhammad, 1973). Tanaman kayu manis dengan batang yang sedang akan menghasilkan kulit batang sebanyak lebih kurang 3 kg dan ½ kg kulit cabang. Pada tanaman yang berumur 10 tahun dapat menghasilkan lebih kurang 3 – 5 kg atau dengan jarak tanam 4x4 m akan menghasilkan lebih kurang 2000 kg kulit kayu manis kering per hektar. Bobot kering kulit kayu manis adalah 50% dari bobot basar (Muhammad, 1973).

Komposisi Kulit Kayu Manis

Kulit kayu manis kering pada umumnya mengandung minyak atsiri, pati, protein dan lain-lain. Aroma kulit kayu manis berasal dari minyak atsiri. Minyak atsiri kayu manis berada di seluruh bagian tanaman, mulai dari akar, batang, hingga daun dan bunga. Pada kulit kayu manis masih banyak terdapat komponen kimia seperti damar, pelekat, tanin (zat penyamak), gula, kalsium, oksalat dan cumarin (Rismunandar, 1993).


(24)

Tabel 3. Komposisi kimia kulit kayu manis

Komponen Kandungan

Kadar air 7,9%

Minyak atsiri 3,4%

Alkohol ekstrak 8,2%

Abu 4,5%

Abu larut dalam air 2,23%

Abu tidak dapat larut 0,013%

Serat kasar 29,1%

Karbohidrat 23,3%

Sumber : D.E. Gilliver (1971) dalam Rismunandar (1993)

Minyak atsiri diperoleh dari penyulingan kulit maupun daun kayu manis. Komponen-komponen utama minyak kulit kayu manis adalah sinamaldehid, eugenol, aceteugenol dan beberapa aldehid lain dalam jumlah yang kecil. Di samping itu juga mengandung methyl-n-amyl ketone yang juga sangat menentukan dalam flavour khusus dari minyak kayu manis (Rusli dan Abdullah, 1988). Komponen terbesar minyak atsiri dari kulit kayu manis adalah sinamal aldehid dan eugenol yang menentukan kualitas minyaknya. Kadar komponen kimia kulit kayu manis sangat tergantung pada daerah asalnya atau tempat penanamannya (Rismunandar, 1993).

Komponen kimia sinamaldehid dalam minyak casia adalah sinamal aldehid, sinamil acetate, salisil aldehide, asam sinamat, asam salisilat, o-metoksin, benzaldehide (metil salisitaldehide), methyi-o-coumaraldehyde (o-methexysinamaldehyde) dan phenilpropilasetat (Guenther, 1987).

Minyak casia mempunyai komponen sinamat aldehid yang lebih besar daripada minyak cinnamon. Kulit kayu manis mempunyai berat jenis yang mendekati berat jenis air yaitu 1.020–1.070 pada suhu 15ºC, sehingga campuran antara bagian minyak dan bagian air sulit dipisahkan. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan cara penambahan garam (salting out) atau dengan cara penyulingan


(25)

bertingkat atau dengan ekstraksi dengan pelarut yang tidak larut dalam air, tapi dapat larut dalam minyak (Hernani,1988).

Penanganan Pasca Panen Kayu Manis

Salah satu cara untuk mendapatkan kulit kayu manis yang bermutu baik adalah dengan cara penanganan pasca panen yang baik. Penanganan pasca panen kayu manis dimulai dari saat pemotongan, pengeringan sampai penyimpanan (Sadjad, 1983).

Pengolahan kayu manis yang dilakukan oleh petani rakyat biasanya hanya dengan menguliti pohon kemudian mengeringkannya. Kemudian oleh eksportir, hasil olahan rakyat tersebut dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan ulang, pemotongan, sortasi dan pengepakan. Perlakuan yang tepat pada setiap tingkat pengolahan akan menentukan mutu kulit kayu manis dan harganya (Sadjad, 1983).

1. Pengulitan

Sebelum pohon dikuliti, kulit pohon dibersihkan dari lapisan gabus dan lumut serta kotoran lain yang menempel pada kulit pohon. Selanjutnya dibuat dua irisan horizontal melingkar batang dengan jarak tertentu yang merupakan panjang potongan kulit. Irisan yang paling bawah kira-kira 10 cm di atas permukaan tanah. Kemudian di antara dua irisan horizontal yang melingkar batang dibuat dua buah irisan tegak lurus dengan jarak tertentu yang merupakan lebar potongan kulit dan seterusnya dikupas dari batang (Muhammad, 1973).

Menurut Gusmailina (1995), beberapa petani kadang-kadang ada yang melakukan pembersihan kulit setelah kulit dikelupas. Sedangkan menurut anjuran, sebaiknya pembersihan kulit dari serangan jamur/cendawan kulit batang dilakukan sebelum kulit dikelupas dari batang. Sehingga pada proses penjemuran kulit sudah bebas dari jamur-jamur kulit dan kotoran lainnya.

2. Pengikisan

Kayu manis yang sudah dikuliti selanjutnya dibersihkan bagian luarnya dengan cara mengikis sampai kulit berwarna kuning kehijauan. Pengikisan kulit dilakukan dengan pisau sampai terbuang kulit ari dan lapisan gabus sehingga yang


(26)

tertinggal adalah kulit bagian dalam. Pengikisan lebih baik bila menggunakan pisau stainless steel karena dapat mencegah terjadinya browning (Muhammad, 1973).

3. Pengeringan

Pengeringan kayu manis yang baik adalah dengan sinar matahari. Apabila cuaca baik maka setelah dua atau tiga hari kulit kayu manis sudah cukup kering dan akan mengulung dengan sendirinya dengan kadar air sekitar 14%, berwarna kuning muda sampai merah kecoklatan (Muhammad, 1973). Kebersihan tempat penjemuran perlu diperhatikan karena ikut menentukan mutu kulit kayu manis. Bila tempat penjemuran kotor, maka debu, tanah dan kotoran lainnya akan terbawa dalam kulit yang menggulung (Rismunandar, 1993).

Menurut Gusmailina (1995) untuk mengantisipasi cuaca mendung atau hujan, biasanya petani mengeringkan kulit kayu manis dengan cara tradisional yaitu diangin-anginkan dengan cara meletakkan kulit di atas rak-rak bambu atau diikat lalu digantung. Hal ini akan memakan waktu yang relatif lama serta peluang terkena serangan mikroorganisme akan besar yang akhirnya akan mengurangi mutu kulit kayu manis dan menurunkan harganya. Untuk mengurangi resiko ini, dapat dilakukan dengan pengeringan buatan sehingga pengeringan dapat dilakukan terus menerus tanpa tergantung pada iklim, dapat menghemat waktu dan tenaga, dapat menghasilkan kulit kayu manis kering yang lebih seragam dan mutu yang lebih baik (Harahap, 1977).

Menurut Efendi (1984), untuk melakukan pengeringan buatan dapat digunakan alat mekanik berupa tray drayer. Kulit kayu manis yang telah dikelupas dari batangnya dipotong-potong sepanjang 15 cm dan dibersihkan dengan cara mengikisnya, kemudian dimasukkan ke dalam alat pengering mekanik. Pengeringan yang dilakukan pada suhu 60ºC akan menghasilkan kulit kayu manis kering dengan kadar air rata-rata 6,95%. Kadar air ini akan memenuhi syarat mutu ekspor yaitu kurang dari 14%.

4. Pemotongan dan sortasi

Kulit kayu manis yang telah kering dipotong dengan ukuran 5 – 7,5 cm atau menurut keinginan konsumen dan kemudian disortir untuk memperoleh


(27)

ukuran yang benar-benar seragam dan diikat menurut ukuran panjang yang sama (Sanusi dan Isdiyoso, 1977).

5. Pengemasan

Sebelum dikemas biasanya dilakukan pengeringan ulang. Pengepakan dilakukan dengan berat dan ukuran tertentu di dalam peti yang dilapisi kertas sampul untuk kemudian diekspor (Sanusi dan Isdiyoso, 1977).

Proses pengolahan akan menentukan mutu dan harga. Selain itu, mutu kulit kayu manis juga dipengaruhi oleh umur tanaman sewaktu dipanen. Tanaman yang dipanen dua kali setahun menyebabkan mutu yang lebih rendah dibandingkan dengan mutu kulit kayu manis yang dipanen setahun sekali.

Produk Olahan Kayu Manis

Menurut Rismunandar (1993), kulit kayu manis dapat diolah menjadi beberapa produk yaitu bentuk bubuk (ground powder) yang diperoleh melalui proses penggilingan, bentuk minyak atsiri yang diperoleh melalui proses destilasi serta bentuk oleoresin yang diperoleh melalui proses ekstraksi.

1. Bubuk Kayu Manis

Bubuk kayu manis mempunyai sifat yang sama dengan kulit kayu manis karena merupakan produk lanjutan dari kulit kayu manis. Bubuk ini mengandung minyak atsiri, berasa pedas, sera mengandung bahan mineral dan kimia organik seperti protein, karbohidrat dan lemak (Rismunandar, 1993).

Untuk mendapatkan bubuk kayu manis dapat dengan menggiling kulit kayu manis kering. Selain dari penggilingan, bubuk kayu manis dapat diperoleh dari debu hasil penggergajian kulit kayu manis. Bubuk kayu manis ini biasanya dikemas dalam karung (Rismunandar, 1993).

2. Minyak kayu manis

Minyak atsiri merupakan produk samping dari tanaman kayu manis. Minyak atsiri merupakan campuran dari senyawa-senyawa yang mudah menguap yang berbeda-beda dalam hal susunan kimia maupun titik didihnya. Secara visual minyak atsiri C. Burmanii tidak berwarna sampai kuning kecoklatan dan


(28)

mempunyai bau yang sama dengan minyak C.zeylanicum tetapi kurang lembut (Mulyono, 2001).

Minyak atsiri kayu manis dapat diperoleh melalui proses penyulingan (destilasi) terhadap kulit batang, kulit cabang maupun daun kayu manis (Rismunandar, 1993). Sebelum proses penyulingan perlu dilakukan perlakuan pendahuluan berupa pengeringan dan pengecilan ukuan untuk mempercepat proses penyulingan dan memperoleh rendemen yang tinggi dengan mutu yang lebih baik (Guenther, 1987).

Gambar 1. Skema penyulingan minyak atsiri kayu manis (Rismunandar, 1993) Kulit kayu manis kering

Pengecilan ukuran

Destilasi uap

Uap (air + minyak)

Pendinginan

Pemisahan air dengan minyak

Air Minyak atsiri kulit


(29)

Ada tiga metode penyulingan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan minyak atsiri kayu manis yaitu metode penyulingan air, metode penyulingan air dan uap, serta metode penyulingan uap langsung. Pemilihan metode penyulingan tergantung pada jenis bahan yang akan disuling, dengan mempertimbangkan cara penyulingan yang paling ekonomis untuk mendapatkan minyak atsiri yang mutunya baik (Guenther, 1987).

a. Metode penyulingan air

Pada metode ini bahan langsung berkontak dengan air dan terendam dalam air mendidih. Pengisian bahan tidak boleh terlalu padat dan penuh sebab dapat meluap ke dalam kondensor atau bahan tidak dapat bergerak leluasa sehingga dapat menggumpal dan dapat menyebabkan rendemen mnyak turun. Pemanasan air dilakukan dengan sistem mantel uap sehingga bahaya hangus dapat dihindarkan, untuk itu penambahan air yang cukup selama penyulingan akan mencegah hasil yang tidak diinginkan. Metode penyulingan ini merupakan metode penyulingan yang praktis dengan peralatan penyulingan yang relatif sederhana dan murah (Guenther, 1987).

b. Metode penyulingan air dan uap

Pada penyulingan ini, bahan yang akan disuling diletakkan di atas saringan berlubang. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air tidak jauh berada di bawah saringan. Uap yang dihasilkan pada penyulingan ini selalu dalam keadaan basah dan jenuh serta bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap, tidak dengan air panas. Secara umum, pada penyulingan ini uap air jenuh akan berpenetrasi ke dalam bahan sehingga akan terbentuk campuran uap air dan minyak dalam jaringan tanaman. Selanjutnya minyak akan berdifusi ke permukaan bahan dan diuapkan. Peningkatan suhu penyulingan akan mempercepat proses difusi. Pada penyulingan ini pengisian dan keseragaman ukuran bahan harus diperhatikan sehingga uap akan mudah berpenetrasi dan merata dalam bahan. Penyulingan dengan uap dan air baik digunakan untuk bahan yang permukaannya tidak terlalu tebal dan keras, misalnya daun-daunan dan kulit yang tipis (Guenther, 1987).


(30)

c. Metode penyulingan uap

Pada metode penyulingan ini, uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap panas yang bertekanan 1 atm yang dihasilkan oleh ketel uap yang letaknya terpisah dari ketel suling. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar dan berpori yang terletak di bawah bahan olah, dan bergerak ke atas melalui bahan di atas saringan. Pada penyulingan ini, tekanan uap dalam ketel suling diatur sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Proses difusi akan berlangsung dengan baik jika uap sedikit basah. Penyulingan sebaiknya dimulai dengan tekanan rendah (1 atm), kemudian dinaikkan perlahan-lahan. Penyulingan dengan uap langsung ini baik digunakan untuk memisahkan minyak atsiri dari biji-bijian, akar dan kayu yang permukaannya keras dan biasanya mengandung minyak yang bertitik didih tinggi (Guenther, 1987).

Menurut Nurdjannah (1992), cara destilasi dan pengetahuan mengenai bahan serta cara penanganannya memegang peranan penting dalam memperoleh minyak atsiri kulit kayu manis. Minyak kulit kayu manis mengandung bahan-bahan aromatik yang larut dalam air, hal ini dapat menyebabkan rendemen yang rendah pada destilasi minyak kulit kayu manis.

Rusli, Ma’mun dan Triantoro (1990) melakukan percobaan penyulingan

minyak kulit kayu manis terhadap tiga jenis mutu kulit kayu manisCinnamomum burmanii yaitu mutu KA, mutu KB dan mutu KC. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar minyak atsiri dan rendemen hasil penyulingan Cinnamomum burmanii

Bahan Kadar air (%) Kadar minyak (%) Rendemen (%)

Mutu KA 10,97 3,59 0,86

Mutu KB 13,63 2,78 0,47

Mutu K 16,00 2,14 0,36

Sumber : Rusli, Ma’mun dan Triantoro (1990)

Kadar minyak atsiri Cinnamomum burmanii lebih rendah daripada kadar minyak atsiri Cinnamomum zeylanicum. Percobaan yang dilakukan oleh Simarmata (1989) yang melakukan penyulingan Cinnamomum zeylanicum secara


(31)

dikukus menghasilkan rendemen minyak 0,70 – 0,80%. Perlakuan sebelum penyulingan seperti kebersihan kulit kayu manis dan pengecilan ukuran mempengaruhi rendemen minyak yang dihasilkan, dimana semakin kecil ukuran bahan yang disuling maka semakin besar rendemen minyak yang akan diperoleh, karena luas permukaan bertambah besar dan difusi minyak ke permukaan bahan semakin mudah. Percobaan yang dilakukan oleh Widiyatmoko (1989), didapatkan rendemen dan mutu minyak atsiri terbaik dari perlakuan bahan yang dibersihkan, dengan ukuran panjang 1 cm dan waktu penyulingan selama 8 jam, yang menghasilkan rendemen sebesar 0,97%, bobot jenis 0,98, indeks bias 1,56 dan kadar sinamaldehid 60,47%.

Komponen aromatik minyak kulit kayu manis larut dalam air sehingga dalam proses destilasi dengan air menyulitkan proses pemisahan minyak dengan airnya. Untuk mengatasi hal ini telah ada percobaan ekstraksi minyak kayu manis dengan CO2 cair. Cara ekstraksi ini telah dilakukan oleh Tateu dan Chizzina

(1989) dengan mengekstrak bubuk kulit kayu manis Cinnamomum zeylanicum. Percobaan ekstraksi minyak kulit kayu manis dengan CO2 cair juga telah dicoba

oleh Nurdjannah dan Syarif (1991) dengan memakai kulit kayu manis dari jenis

Cinnamomum burmanii dan Cinnamomum zeylanicum, sebagai pembanding dilakukan pula penyulingan kayu manis dengan cara uap. Dari berbagai tekanan yang dicobakan pada suhu operasi antara 35 - 40ºC, tekanan yang paling cocok untuk mendapatkan minyak atsiri kulit kayu manis adalah 81,65 atm. Dari percobaan tersebut, rendemen dan kandungan sinamaldehid yang diperoleh dengan ekstrasi CO2 cair lebih besar dibandingkan dengan cara destilasi uap

(Tabel 5). Dengan uji organoleptik, minyak yang diperoleh mempunyai aroma yang lebih mendekati bahan asal. Warna dari minyak yang dihasilkan dari destilasi uap lebih kuning, sedangkan dengan destilasi CO2 cair berwarna kuning


(32)

Tabel 5. Rendemen dan kandungan sinamaldehid minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan destilasi uap dan ekstraksi CO2cair

Komposisi C. burmanii C.zeylanicum

Rendemen (%) - Destilasi uap - Destilasi CO2cair

1,04 1,75

0,80 2,04 Kadar sinamaldehid

- Destilasi uap - Destilasi CO2cair

28,42 67,68

21,40 47,00 Sumber : Nurdjannah dan Syarif (1991)

Rendemen minyak yang diperoleh dengan ekstraksi CO2 cair lebih tinggi

daripada destilasi uap, tetapi harganya lebih tinggi dan lebih sulit penerapannya terutama untuk skala kecil. Penerapan destilasi uap lebih memungkinkan karena harganya lebih rendah dan sederhana (Nurdjannah dan Sjarif, 1991).

Pemasaran Kulit Kayu Manis

Pemasaran kulit kayu manis di daerah Sumatera Barat cukup sederhana. Menurut Gusmailina (1995) umumnya di setiap desa terdapat pedagang yang menampung hasil produksi langsung dari petani. Walaupun ada sebagian petani penghasil yang menjual langsung ke ibukota kecamatan atau kabupaten, akan tetapi jumlahnya sedikit. Tahapan-tahapan yang lazim berlangsung dalam pemasaran kulit kayu manis adalah :

1. Petani –pedagang pengumpul desa – pedagang pengumpul kecamatan –

pedagang pengumpul kabupaten–eksportir.

2. Petani – pedagang pengumpul kecamatan – pedagang pengumpul kabupaten–eksportir.

3. Petani–pedagang pengumpul kabupaten–eksportir.

Menurut Dinas Perkebunan Sumatera Barat (1991), dalam mata rantai pemasaran kayu manis, petani berperan sebagai produsen kayu manis, eksportir memproses bahan asalan menjadi bahan mutu ekspor. Sedangkan pedagang


(33)

pengumpul desa/kecamatan dan pedagang kabupaten hanya sebagai pengumpul. Mengenai harga, lebih banyak ditentukan oleh pihak eksportir.

Menurut Nurdjannah (1992), petani produsen kayu manis hanya melakukan pengolahan yang sangat sederhana, yaitu mengeringkan kulit yang sudah dipanen. Kulit yang sudah dikupas atau dibersihkan dari kulit luarnya dibelah-belah dengan ukura 3-4 cm lebarnya, dikikis setelah bersih dijemur selama 2-3 hari. Pada keadaan kering kulit kayu manis akan menggulung sendiri. Lamanya penjemuran tergantung pada keadaan sinar matahari Setelah dirasa cukup kering, dilakukan sortasi menurut syarat-syarat kualitas. Kayu manis yang berasal dari petani yang dikenal sebagai kayu manis asalan mempunyai kadar air sekitar 30–35%.

Dalam proses pemasaran kulit kayu manis, resiko yang sering dialami petani adalah faktor musim yang berpengaruh dalam penurunan mutu kulit kayu manis. Jika musim penghujan maka mutu kulit kayu manis akan rendah karena banyak mengandung air, dan harga jual akan rendah. Karena pada umumnya para petani belum memiliki tempat penyimpanan yang sesuai dengan kondisi persyaratan. Strategi perdagangan yang dilakukan oleh lembaga perniagaan bertujuan untuk mengurangi resiko dan memperoleh keuntungan. Pada waktu harga kulit kayu manis turun, para petani tidak menjual kecuali bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Biasanya kulit kayu manis tersebut disimpan dulu dan baru dijual jika harga membaik (Gusmailina, 1995).

Kulit kayu manis hasil olahan petani diolah kembali oleh pedagang atau eksportir sebelum dikirim ke luar negeri. Pengolahan kembali ini dimaksudkan untuk menaikkan kualitas, supaya diperoleh harga yang lebih tinggi dan terutama juga berusaha untuk meningkatkan kebersihan serta menghilangkan jamur yang sering ditemui pada hasil olahan rakyat. Pengolahan yang dilakukan di perusahaan eksportir terdiri dari pencucian, pengeringan, pemotongan, sortasi dan pengepakan. Kayu manis yang siap ekspor mempunyai kadar air 5-6% (Nurdjannah, 1992).

Menurut Sanusi dan Isdiyoso (1977), di tingkat pedagang pengumpul desa/kecamatan dan pedagang pengumpul kabupaten, proses pengolahan yang


(34)

dilakukan biasanya adalah proses penyortiran untuk perbaikan mutu kulit kayu manis yang dihasilkan rakyat.

Grading di tingkat petani biasanya dilakukan secara visual. Faktor yang menentukan grading di tingkat petani adalah asal kulit, warna, kotoran, tebal kulit, umur panen. Dalam hal ini, grading yang dilakukan petani belum sesuai dengan yang diminta oleh pedagang eksportir, dimana kadar air, kadar kotoran, ukuran gulungan juga digunakan sebagai standar mutu (Kemala, 1980).

Mutu kulit kayu manis yang baik didapatkan dari kulit batang, kemudian kulit cabang dan ranting. Dari kulit batang akan diperoleh kualitas AA dan A/KA, dari cabang akan diperoleh kualitas B atau KB dan dari ranting kualitas C atau KC (Asfaruddin dan Kasim, 1983).

Standar mutu kulit kayu manis untuk tujuan ekspor dibagi 7 jenis mutu ekspor yaitu :

1. Kualitas AA. Cirinya gulungan rata dan licin, bentuknya seperti pipa yang panjangnya antara 50 – 60 cm dengan diameter 1 cm. Kulit berwarna coklat kekuning-kuningan dan tidak terdapat benjolan.

2. Kualitas KA. Cirinya gulungan rata dan licin, bentuknya seperti pipa tetapi lebih besar dan lebih tebal daripada AA. Warna merah tua kecoklatan, terdapat benjolan dan kotoran.

3. Kualitas KB. Cirinya gulungan tidak rata, kulit ada yang tebal dan ada yang tipis, serta mempunyai cacat dan mempunyai tonjolan-tonjolan. 4. Kualitas KC. Cirinya gulungan ada yang rata dan ada yang tidak rata. Kulit

tipis, banyak kotoran dan pecah-pecah. Umumnya berasal dari sisa KA dan KB

5. Kualitas A. Cirinya gulungan rata dan licin, kulit tipis dari KA dan tidak terdapat kotoran.

6. Kualitas B. Gulungan tidak rata dan kulit lebih tipis dari KB, agak cacat dan terdapat benjolan-benjolan.

7. Kualitas C. Cirinya kulit tipis dan pecah-pecah, merupakan pecahan dari pengepakan.

Penetapan mutu ini berdasarkan pengamatan visual dan teknis. Pengamatan visual meliputi keadaan pengikisan kulit, asal kulit, warna kulit,


(35)

panjang gulungan dan tebal kulit. Pengamatan teknis meliputi kadar minyak minimum, kadar air maksimum, kadar pasir maksimum dan kadar abu maksimum (Rismunandar, 1993).

Secara visual standar mutu yang dikeluarkan oleh Direktorat Standarisasi Mutu dari Kementerian Perindustrian dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Analisis Finansial

Menurut Sutojo (1991), aspek finansial yang perlu dikaji dalam perencanaan suatu proyek adalah jumlah dana yang digunakan untuk pembiayaan (membangun dan mengoperasikan proyek), sumber pembiayaan serta kegiatan evaluasi keuangan. Kriteria pemilihan keputusan dilakukan terhadap hal-dal yang dapat menggambarkan keadaan di masa mendatang dengan kajian waktu dari uang, fluktuasi aliran dana serta resiko yang akan dihadapi jika proyek terlaksana (Kadariyah, Karlina dan Gray, 1978).

Menurut Djamin (1984) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam analisa finansial yaitu :

a. Harga. Dalam analisa finansial, untuk mencari nilai sebenarnya dari barang dan jasa digunakan harga pasar.

b. Bunga (Interes). Dalam analisa finansial, buangan merupakan biaya proyek, oleh karena itu harus dihitung.demikian pula angsuran hutang bila mendapat pinjaman/kredit dari bank.

c. Pajak (Tax). Dalam analisa finansial, pajak merupakan biaya proyek sehingga harus dihitung.

Analisa aspek ekonomi finansial dapat didekati dengan perhitungan Break Event Point (BEP), Net Preset Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), net

B/Cratiodan Aliran Kas (Cash flow). 1. Break Event Point(BEP)

Perhitungan BEP digunakan untuk mengetahui tingkat penjualan dan produksi dalam keadaan perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan tidak rugi. Analisa BEP biasanya digunakan untuk memperkirakan barapa minimal perusahaan harus bisa menghasilkan dan menjual produknya agar tidak menderita


(36)

rugi. Variabel-variabel yang menentukan dalam perhitungan BEP adalah fix cost,

variabel cost, dan harga jual per unit (Husnan dan Suwarsono, 1997).

Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tetap selama setahun periode kerja. Biaya variabel merupakan biaya yang selalu mengalami perubahan sesuai produktivitas pabrik.

2. Net Present Value(NPV)

NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Proyek akan diteruskan jika NPV yang dihasilkan lebih besar atau sama dengan nol. Jika nilai NPV sama dengan nol berarti proyek mengembalikan persis sebesar

discount rate. Sedangkan jika nilai NPV kecil dari nol, dana proyek sebaiknya digunakan untuk penggunaan lain (Husnan dan Suwarsono, 1997).

3. Internal Rate of Return(IRR)

Menurut Sutojo (1991), IRR merupakan tingkat bunga yang bila digunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan jumlah investasi proyek (menggambarkan laba nyata proyek).

Nilai IRR suatu proyek lebih besar atau sama besar dengan nilai i (tingkat suku bunga) maka proyek layak untuk dilaksanakan, sebaliknya jika nilainya lebih kecil dari i maka proyek tidak layak.

4. NetB/Cratio

Nilai net B/C merupakan nilai yang menggambarkan perbandingan antara

benefit (manfaat) total dengan total biaya yang dikeluarkan. Nilai net B/C ratio lebih besar atau sama dengan satu berimplikasi proyek layak untuk diteruskan, sebaliknya nilai yang lebih kecil dari satu merupakan tanda proyek tidak layak untuk diteruskan (Djamin, 1984).

5. Pay Back Period

Pay Back Period merupakan jangka waktu pengembalian investasi awal proyek yaitu waktu suatu usaha dapat mengembalikan seluruh modal yang


(37)

ditanam. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba bersih ditambah penyusutan (Husnan dan Suwarsono, 1997).


(38)

III. METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan analisis finansial.

Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan survey lapangan pada bulan Mei sampai bulan September 1999. Dari studi pustaka didapatkan data sekunder yang meliputi data mengenai potensi tanaman kayu manis (luas areal, produktivitas, pola perkebunan), pola tata niaga komoditi kayu manis (lokal dan ekspor) serta berbagai kondisi optimum proses pengolahan kayu manis dari hasil-hasil penelitian terdahulu.

Melalui survey lapangan didapatkan data primer yang meliputi struktur biaya pada tingkat petani, struktur biaya pengolahan kayu manis dengan melakukan pengamatan pada industri sejenis. Selain itu juga data hasil produksi dan mutu produk melalui uji coba produksi.

Tahap Pengembangan Produk

Kajian terhadap pengembangan produk kulit kayu manis dilakukan dengan menganalisa produk-produk yang dapat dihasilkan dari bahan baku kulit kayu manis. Produk yang dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi akan dikaji untuk dikembangkan.

Untuk pengembangan produk lebih lanjut dilakukan analisa bahan baku untuk mengetahui potensi bahan baku yang tersedia pada beberapa tahun yang akan datang. Analisa potensi bahan baku dilakukan dengan menggunakan metode prakiraan berdasarkan data produksi bahan baku pada beberapa periode sebelumnya. Apabila potensi bahan baku untuk beberapa tahun yang akan datang cukup tersedia maka dilakukan proses pengembangan produk. Pemilihan produk yang akan dikembangkan juga dilakukan dengan memperhatikan potensi pasar dan kemampuan teknologi pengolahan. Terhadap produk yang terpilih kemudian akan dilakukan kajian teknologi yang dapat diterapkan dan selanjutnya dilakukan uji coba produksi.


(39)

Tahap Pengkajian Teknologi dan Uji Coba

Kajian terhadap teknologi pengolahan yang akan digunakan dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Teknologi pengolahan yang tepat kemudian akan digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan uji coba produksi.

Menurut Manning (1984), metode perbandingan eksponensial merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Penetapan keputusan dilakukan dengan format matriks seperti dapat dilihat pada Gambar 2.

Alternatif

Kriteria

Urutan prioritas

1 2 . . . m

1 2 . . . n Bobot

Gambar 2. Format matrik keputusan Metode Perbandingan Eksponensial. Pengambilan keputusan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dilakukan melalui lima tahap yang meliputi penyusunan alternatif keputusan yang akan dipilih, penyusunan kriteria-kriteria yang akan dikaji, penentuan tingkat kepentingan (bobot) tiap kriteria, penentuan skor untuk setiap alternatif dan penghitungan total skor setiap alternatif dengan persamaan sebagai berikut:

m

Total skor = Ʃ S(ij)Kj

j=1

dimana :

S(ij) = nilai skor ke-i pada kriteria ke-j


(40)

Penentuan keputusan dapat diambil berdasarkan nilai-nilai yang ada pada urutan prioritas. Alternatif keputusan dapat diambil berdasarkan urutan prioritas yang tertinggi.

Uji coba di lapangan dilakukan terhadap teknologi pengolahan yang dipilih dari hasil perhitungan MPE untuk mendapatkan gambaran hasil yang sebenarnya dari kondisi optimum laboratorium. Uji coba dilakukan dengan menggunakan alat pengolahan dari industri yang sejenis. Alat ini kemudian dicobakan untuk bahan kulit kayu manis dengan berdasarkan parameter-parameter yang sesuai dengan proses pengolahan secara laboratorium. Proses uji coba dilakukan sebanyak dua kali. Dalam tahap ini dilakukan analisa sebagai berikut: 1. Pengukuran rendemen

2. Pengukuran mutu produk

3. Penghitungan neraca massa produk Analisis Finansial

Analisis finansial terhadap industri pengolahan kulit kayu manis dilakukan dengan menghitung nilaiNet Present Value (NPV),Internal Rate of Ratio (IRR),

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Pay Back Period (PBP), Break Event Point

(BEP) dan analisa sensitivitas.

Net Present Value(NPV)

Net Present Value(NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif, dapat diartikan sebagai keuntungan yang diperoleh dari proyek. Sedangkan nilai NPV negatif menunjukkan sebagai kerugian yang didapatkan dari proyek tersebut (Husnan dan Suwarsono, 1997). NPV dapat dihitung dengan persamaan berikut :

N (Bt–Ct)

NPV = Ʃ

t=1 (1 + i )t dimana :

Bt= keuntungan kotor pada tahun ke t

Ct= biaya kotor pada tahun ke t

n = umur ekonomis i = tingkat bunga


(41)

Internal Rate of Ratio(IRR)

Internal Rate of Ratio (IRR) merupakan tingkat bunga yang menyebabkan nilai NPV sama dengan nol, sehingga nilai sekarang (present value) dari aliran uang tunai yang masuk sama dengan nilai sekarang dari aliran uang tunai yang keluar (Kadariahet al, 1978). Nilai IRR dapat dicari dengan rumus :

PV (i2–i1)

IRR = i1 +

PV + NV Dimana :

PV = NPV positif NV = NPV negatif i1 = tingkat bunga PV

i2 = tingkat bunga NV

Net Benefit Cost Ratio(Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara Present Valuetotal dari hasil keuntungan bersih terhadap Present Value dari biaya bersih (Kadariahet al, 1978). Rumus untuk menghitung net B/C adalah :

n Bt–Ct

Ʃ (untuk Bt –Ct > 0 ) t=0 (1 + i)

Net B/C =

n Ct–Bt

Ʃ (untuk Bt –Ct < 0) t=0 (1 + i)t

Pay Back Period (PBP)

Pay Back Period (PBP) atau waktu pengembalian modal merupakan jangka waktu yang dipelrukan untuk pengembalian investasi semula (Husnan dan Suwarsono, 1997).

Modal PBP =


(42)

Break Event Point(BEP)

Break Event Point (BEP) atau titik pulang pokok menunjukkan suatu kondisi dimana tingkat penjualan perusahaan tidak menguntungkan dan tidak merugikan (Husnan dan Suwarsono, 1997). Titik pulang pokok dicari dengan cara :

Biaya tetap BEP (dalam unit) =


(43)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kajian Pengembangan Produk

Produk utama tanaman kayu manis adalah kulit kering kayu manis. Kulit kering kayu manis dapat diolah lagi menjadi beberapa produk lanjutan yaitu bubuk kayu manis dan minyak atsiri kayu manis. Tujuan pengolahan lebih lanjut adalah untuk melakukan pengembangan produk dan memberikan variasi produk yang akan memberikan nilai tambah terhadap produk kulit kering kayu manis.

Untuk mengembangkan produk kayu manis menjadi beberapa produk lanjutan perlu mempertimbangkan beberapa faktor yaitu adanya ketersediaan bahan baku kayu manis yang cukup untuk menjamin kelangsungan produksi, peluang pasar serta dukungan teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah kayu manis menjadi produk lanjutannya.

4.1.1. Potensi bahan baku

Pengembangan produk kayu manis di daerah Sumatera Barat menjadi beberapa produk lanjutan yaitu bubuk kayu manis dan minyak atsiri kayu manis perlu ditunjang oleh adanya bahan baku kayu manis yang mencukupi dan tersedia secara terus menerus. Untuk itu perlu diketahui kondisi produksi kayu manis di beberapa daerah Sumatera Barat dan perkiraan produksinya untuk beberapa tahun yang akan datang.

Daerah Sumatera Barat merupakan pusat produksi tanaman kayu manis di Indonesia. Produksi tanaman kayu manis di daerah selama sepuluh tahun terakhir ini cenderung mengalami peningkatan, namun peningkatan produksi tidak begitu besar. Pertumbuhan produksi kulit kayu manis kering dapat dilihat pada Tabel 6.

Kecilnya peningkatan produksi kayu manis setiap tahun disebabkan oleh pengaruh harga pasaran produk kulit kayu manis yang juga tidak mengalami peningkatan yang berarti terutama di tingkat petani. Kondisi tersebut menyebabkan petani melakukan panen kayu manis hanya pada saat membutuhkan uang atau pada saat harga pasaran kayu manis membaik. Pada saat harga kulit kayu manis di pasaran cukup tinggi maka petani akan meningkatkan produksi tanaman kayu manisnya, sebaliknya bila harga kulit kayu manis di pasaran rendah, maka petani menunda untuk memanen tanaman kayu manisnya.


(44)

Tabel 6. Pertumbuhan produksi kayu manis di Sumatera Barat

Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan (%)

1999 20.499 -11,73

2000 18.093 -5,079

2001 17.174 24.46

2002 21.375 97,65

2003 42.248 2,70

2004 43.389 5,708

2005 45.866 -22,80

2006 35.407 0,497

2007 35.231 0,697

2008 35.407 1,087

Peningkatan harga kulit kayu manis di pasaran dapat mendorong petani untuk menigkatkan produksi kulit kayu manis dan perluasan areal penanaman kayu manis. Peningkatan produksi dan perluasan areal penanaman diperlukan untuk menjamin kelangsungan usaha pengolahan kulit kayu manis. Perkembangan luas areal penanaman kayu manis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan luas lahan

Tahun Luas lahan (ha) Pertumbuhan (%)

1999 42.317 6,094

2000 44.896 14,070

2001 51.216 2,036

2002 52.259 10,240

2003 57.611 0,020

2004 57.623 0,026

2005 57.638 -0,586

2006 57.300 0,872

2007 57.800 0,254


(45)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perkembangan luas lahan perkebunan rakyat cenderung mengalami sedikit peningkatan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penanaman kayu manis adalah dalam bentuk perkebunan rakyat yang diusahakan oleh petani dengan luas lahan yang kecil. Rendahnya peningkatan luas areal penanaman juga disebabkan karena tidak adanya insentif bagi petani untuk mendorong perluasan areal. Adanya insentif berupa jaminan pasar yang jelas dan harga yang lebih baik akan mendorong petani untuk memperluas kebunnya, untuk itu diperlukan adanya suatu industri pengolahan kayu manis yang akan menampung hasil produksi kayu manis petani.

Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan perbaikan cara budidaya dan pemeliharaan tanaman serta dengan perluasan areal penanaman dengan mempertimbangkan daerah yang potensial untuk penanaman kayu manis. Hampir di semua daerah kabupaten/kotamadya di Sumatera Barat ditanami kayu manis. Beberapa daerah kabupaten memiliki lahan penanaman kayu manis dengan luas areal yang cukup besar yaitu dengan total lahan lebih dari seribu hektar, sehingga daerah-daerah tersebut berpotensi besar untuk pengembangan usaha penanaman kayu manis. Data penyebaran areal penanaman kayu manis di Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa luas areal penanaman terbesar terdapat di daerah kabupaten Solok, Tanah Datar, Agam dan Tanah Datar. Daerah Solok mempunyai areal dengan tanaman yang belum siap panen paling besar yaitu 2.459 ha, hal ini disebabkan karena di daerah ini banyak dilakukan penanaman baru untuk tanaman kayu manis. Selain itu tanaman yang siap panen juga cukup besar yaitu 7.396 ha, dengan jumlah petani yang terlibat dalam usaha penanaman yang cukup besar yaitu hampir mencapai 50.000 KK. Dengan adanya potensi bahan baku yang cukup besar maka daerah ini sangat potensial untuk menjaga kestabilan bahan baku dan dapat mempunyai usaha produksi kulit kayu manis menjadi produk lanjutan seperti bubuk kayu manis dan minyak kayu manis.


(46)

Tabel 8. Luas areal dan produksi perkebunan kayu manis di daerah tingkat II Sumatera Barat (tahun 2007)

Kabupaten/Kotamadya Tanaman belum siap panen (Ha) Tanaman siap panen (Ha)

Jumlah (Ha) Produksi (ton)

Jumlah KK (petani) Kab. Pesisir Selatan 1.440 121 1.587 122 7.935 Kab. Solok 2.459 7.396 9.855 5.445 49.275

Kab. Swl/Sijunjung 96 572 670 729 3.350

Kab. Tanah Datar 1600 3.551 5.153 6.728 25.765 Kab. Padang Pariaman 569 4.216 4.791 5.983 23.955

Kab. Agam 613 6.970 7.583 7.244 37.915

Kab. Limapuluh Kota 1.340 1.533 2.873 1.776 14.365

Kab. Pasaman 0 582 582 657 2.910

Kab. Solok Selatan 400 3.640 4.040 5.744 20.200

Kab. Pasaman Barat 58 69 127 121 635

Kod. Padang 100 194 294 329 1.470

Kod. Solok 162 93 255 99 1.275

Kod. Sawahlunto 38 116 160 126 800

Kod. Padang Panjang 142 30 172 44 860

Kod. Bukittinggi 7 41 48 82 240

Kod. Payakumbuh 89 0 89 0 445

Jumlah 9.043 29.126 38.300 35.231 191.500

Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (2007)

Di daerah Kabupaten Agam, areal tanaman yang belum siap panen sangat kecil yaitu 613 ha, sedangkan yang siap panen lebih besar yaitu 6.970 ha. Hal ini disebabkan karena pada daerah ini lebih banyak tanaman tua atau tanaman warisan turun temurun sehingga tidak banyak dilakukan penanaman baru dan lebih banyak terdapat tanaman tua yang siap untuk dipanen. Jumlah petani yang mengusahakan penanaman kayu manis di Kabupaten Agam cukup besar, yaitu lebih dari 30.000 kepala keluarga (KK). Untuk pengembangan usaha penanaman maka daerah ini cukup potensial sebagai daerah penghasil bahan baku kayu manis untuk menunjang industri pengolahan kayu manis dengan melakukan usaha penanaman baru.

Daerah lain yang potensial adalah Kabupaten Tanah Datar, karena di daerah ini usaha penanaman kayu manis telah berkembang dengan cukup baik,


(47)

yang ditunjang oleh kebijakan pemerintah daerah yang berharap menjadikan daerah ini menjadi penghasil utama kayu manis. Di daerah ini juga telah berkembang usaha pemasaran dalam bentuk usaha koperasi.

Pemasaran

Pemasaran kulit kayu manis ditujukan untu pasaran ekspor, selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pengembangan produk kayu manis menjadi beberapa produk lanjutan diharapkan dapat membuka pasar baru bagi produk kayu manis. Sebagian besar ekspor kulit kayu manis masih dalam bentuk gulungan kulit kering, hanya sedikit ekspor dalam bentuk kayu manis bubuk. Pemasaran produk kayu manis menurut negara tujuan ekspor pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 9.

Amerika Serikat merupakan pasar yang paling penting bagi kulit kayu manis Sumatera Barat karena ekspor ke negara ini merupakan 88% dari total produksi kayu manis Sumatera Barat dengan nilai sebesar 7.678 juta US $. Pemasaran kulit kayu manis ke negara lain seperti Eropa masih lebih kecil dan mempunyai peluang untuk ditingkatkan. Harga jual kulit kayu manis untuk tujuan ekspor rata-rata adalah US$1,5/kg atau Rp. 12.000/kg (pada nilai US$ 8000).

Di dalam dunia perdagangan internasional, kulit kayu manis asal Indonesia (Cinnamomum burmanii), sangat disukai di Amerika dan beberapa negara di Eropa (Sanusi dan Isdiyoso, 1977). Oleh karena itu peluang untuk meningkatkan ekspor kulit kayu manis masih sangat besar terutama untuk pasaran Eropa, dengan memperbaiki kualitas produk kulit kayu manis agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Mutu kulit kayu manis Indonesia masih perlu ditingkatkan terutama dalam hal kebersihan dari jamur serta kadar air yang masih belum memenuhi standar. Oleh karena itu, meskipun volume ekspor kulit kayu manis Indonesia cukup besar, tetapi nilainya relatif berfluktuasi tergantung pada mutu kulit kayu manis yang dihasilkan. Agar nilai ekspor meningkat, selain memperbaiki mutu produk, maka alternatif ekspor dapat dikembangkan dalam bentuk produk olahan.


(48)

Tabel 9. Negara tujuan ekspor kayu manis (tahun 2007)

No Bahan ekspor Negara Volume (ton) Nilai (US

$) 1 Gulungan kulit kering

Kayu manis

Amerika Serikat 9.721 7.678

Thailand 1.771 1.273

Belanda 1.561 1.174

Jerman 995 888

Malaysia 982 645

Brasil 947 610

Perancis 603 489

Pakistan 601 482

Philipina 579 443

Lain-lain 4.683 3.131

Jumlah 22.443 16.813

2 Kulit kayu manis Chip (pecahan)

India 8.999 5.458

Amerika Serikat 1.185 510

Uni Emirat Arab

1.028 510

Singapura 296 131

Mesir 147 73

Brazil 144 24

Venezuela 122 21

Aljazair 115 28

Malaysia 107 90

Lain-lain 736 2.131

Jumlah 12.880 9.367

3 Bubuk kayu manis Amerika Serikat 7.397 5.142

Uni Emirat Arab

1.131 310

Belanda 771 461

Brazil 619 260

India 615 392

Kanada 560 361

Aljazair 439 158

Swedia 424 302

Singapura 421 212

Maroko 393 209

Jerman 362 250

Lain-lain 2.242 1.502

Jumlah 15.374 9.560

Total 50.696 35.740


(49)

Di pasaran Sumatera Barat, harga kulit kayu manis rata-rata lebih rendah dan cenderung tidak mengalami peningkatan yang berarti selama lima tahun terakhir. Harga kulit kayu manis di Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Harga kulit kayu manis di Sumatera Barat

Tahun Harga kulit kayu manis

2001 Rp. 4113/kg

2002 Rp.4083/kg

2003 Rp.2475/kg

2004 Rp.4117/kg

2005 Rp.3689/kg

2006 Rp.4104/kg

Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat (2007)

Untuk meningkatkan harga jual kulit kayu manis dapat dilakukan dengan peningkatan mutu di tingkat petani sehingga petani akan memperoleh peningkatan pendapatan. Namun di tingkat eksportir, harga kulit kayu manis rata-rata berkisar antara 1 – 2 US $ per kg dan sulit mencapai harga yang lebih tinggi lagi karena adanya negara pesaing yang dapat menghasilkan kulit kayu manis dengan harga yang lebih rendah. Untuk meningkatkan nilai tambah produk kulit kayu manis maka perlu dikembangkan produk lanjutan seperti minyak kulit kayu manis yang mempunyai harga jual yang lebih tinggi.

Minyak kulit kayu manis cukup banyak diminati oleh negara-negara pengimpor kayu manis seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda untuk keperluan industri makanan, kosmetika dan farmasi. Harga minyak kayu manis mencapai 240 US $ per kgnya dan jumlah kebutuhannya sekitar 200-250 ton per tahun. Selama ini kebutuhan minyak kayu manis dipenuhi oleh negara pengekspor kayu manis lainnya seperti Srilangka yang mengekspor dalam jumlah yang kecil serta Cina yang mengekspor dalam jumlah yang lebih besar tetapi mutu dan harganya lebih rendah. Indonesia sebagai pengekspor kayu manis yang cukup besar dengan mutu yang lebih baik dari Cina, mempunyai peluang untuk memenuhi kebutuhan minyak atsiri kayu manis.


(50)

Teknologi

Tingkat teknologi yang digunakan untuk mengembangkan proses pengolahan kulit kering kayu manis menjadi produk lanjutan berupa bubuk dan minyak kayu manis cukup sederhana. Untuk membuat kulit kering kayu manis hanya dengan membersihkan dan mengikis kulit kayu manis, kemudian dijemur dengan sinar matahari, setelah kering maka akan terbentuk gulungan kulit kering kayu manis. Gulungan kulit kering kayu manis kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran standar pemasaran untuk ekspor dengan gergaji pemotong.

Dari proses pemotongan dengan gergaji pemotong, akan diperoleh beberapa bentuk produk yaitu berupa gulungan kulit kayu manis yang sesuai dengan standar pemasaran ekspor. Sisa-sisa pemotongan berupa potongan-potongan kecil kulit kayu manis (chips), dan serbuk yang dihasilkan oleh proses penggergajian berupa bubuk kulit kayu manis.

Pemasaran yang dilakukan oleh eksportir selama ini adalah dengan mengemas masing-masing produk berupa gulungan kulit kering kayu manis,chips

dan bubuk kayu manis yang langsung dipasarkan.

Kulit kayu manis kualitas baik (AA), biasanya ditujukan untuk pasaran ekspor yaitu yang memenuhi persyaratan ukuran panjang tertentu, biasanya panjang 10-15 cm. Kulit kayu manis dengan mutu yang lebih rendah lebih ditujukan untuk memenuhi pasaran lokal. Data ekspor tahun 2007, diketahui ekspor dalam bentuk gulungan kulit kering sebesar lebih kurang 45% dari jumlah yang tersedia untuk ekspor. Selain itu juga diekspor kulit kayu manis dalam bentuk potongan kecil (chips) sisa pemotongan kulit kayu manis kualitas baik, yaitu sebesar lebih kurang 25% dari jumlah yang tersedia untuk ekspor. Sisanya sebesar lebih kurang 30% diekspor dalam bentuk bubuk.

Untuk pengembangan produk, bahan berupa chips (sisa potongan kulit kayu manis) dari kulit kayu manis mutu baik (AA), dapat diolah lebih dulu menjadi minyak atsiri kayu manis dan selanjutnya baru dipasarkan.

Minyak kayu manis diolah dari kulit kering kayu manis dengan cara destilasi atau penyulingan. Teknologi penyulingan minyak kayu manis juga sederhana dan telah banyak dilakukan oleh petani di Cina dan Srilangka. Metode penyulingan minyak kayu manis juga hampir sama untuk minyak atsiri lainnya


(51)

seperti minyak nilam yang telah banyak dilakukan oleh petani di Sumatera Barat sehingga dapat diterapkan oleh petani kayu manis. Harga minyak atsiri kayu manis cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dari minyak atsiri lainnya seperti minyak pala atau minyak cengkeh.

Prospek pengembangan produk kayu manis menjadi beberapa produk lanjutan dapat dilihat pada Gambar 3.

Dengan mengembangkan industri pengolahan kulit kayu manis maka industri pengolahan kulit kayu manis dapat memproduksi beberapa macam produk yaitu :

a. Produk kulit kering kayu manis sebesar 45%, bisa langsung dikemas dan dipasarkan.

b. Produk bubuk kayu manis sebesar 30%, langsung dikemas dan dipasarkan. c. Produk minyak kayu manis sebesar 25%, diolah dari chipsmenjadi minyak

kayu manis dengan proses penyulingan, baru kemudian dikemas dan dipasarkan.

R = 45% R=25%

R=30%

Gambar 3. Skenario pengembangan produk kulit kayu manis

Kulit kering kayumanis

Gergajipemotong

Potongan kulit kering kayu manis siap dipasarkan

Chips(potongan kecil kulit kayu

manis Serbuk kayu

manis

Minyak kayu

manis Bubuk kayu


(52)

Dengan melakukan pengembangan produk, maka produk yang akan mengalami pengolahan lebih lanjut adalah bahan berupa chips yang akan didestilasi menjadi minyak atsiri. Apabila produksi kulit kayu manis kering di Sumatera Barat adalah sebesar 35.231.000 kg/tahun, maka bahan yang dihasilkan berupa chips adalah sebesar 8.807.750 kg/tahun atau rata-rata sebesar 24.130,82 kg/hari. Apabila rendemen minyak rata-rata sebesar 1%, maka akan diperoleh rata-rata 241kg/hari minyak kulit kayu manis.

Pengolahan kulit kayu manis lebih lanjut menjadi minyak kayu manis akan memberikan peningkatan nilai tambah terhadap kulit kayu manis. Nilai tambah yang diperoleh adalah dari segi harga dan peningkatan teknologi yang digunakan. 4.2. Kajian Teknologi

4.2.1. Teknologi Tersedia

Pembuatan minyak kulit kayu manis dilakukan dengan cara penyulingan (destilasi) terhadap kulit kayu manis kering. Ada beberapa metode penyulingan yang umum digunakan yaitu:

a. Metode penyulingan air

b. Metode penyulingan air dan uap (sistem kukus) c. Metode penyulingan uap

Ketiga metode penyulingan tersebut telah banyak berkembang dan dikenal oleh masyarakat di daerah Sumatera Barat. Pada saat ini penyulingan yang dilakukan adalah terhadap produk minyak atsiri lainnya seperti minyak pala, minyak nilam dan yang lainnya.

Pada prinsipnya ketiga metode penyulingan tersebut dapat digunakan untuk pembuatan minyak atsiri kayu manis, dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Pemilihan metode penyulingan yang tepat akan berpengaruh terhadap hasil dan mutu minyak. Penerapan tingkat teknologi tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kemampuan teknologi yang dimiliki, modal dan kondisi sosial budaya.


(53)

Pemilihan metode penyulingan dapat dilakukan dengan penilaian secara kualitatif menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial dengan memberikan bobot terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan metode penyulingan. Kriteria yang mempengaruhi pemilihan diusahakan merupakan kriteria-kriteria kritis bagi industri pengolahan minyak kulit kayu manis. Kriteria-kriteria tersebut yaitu : 1). bahan baku, 2) sumberdaya manusia, 3) teknologi, 4) modal, 5). kondisi sosial budaya masyarakat. Sedangkan skor yang ditetapkan adalah baik (0,4), sedang (0,3), kurang baik (0,2) dan buruk (0,1).

Kriteria bahan baku didasarkan atas jenis bahan baku yang sesuai untuk metode penyulingan yang digunakan. Kriteria sumberdaya manusia didasarkan atas kemampuan sumberdaya manusia yang tersedia untuk mengoperasikan alat penyulingan. Kriteria teknologi didasarkan pada alat yang dapat memberikan hasil (rendemen) dan mutu yang baik. Kriteria modal didasarkan pada biaya yang akan digunakan untuk setiap metode penyulingan dan kriteria sosial budaya didasarkan pada dukungan masyarakat terhadap penggunaan metode penyulingan yang akan ditetapkan.

1). Bahan baku

Minyak atsiri kayu manis diperoleh dengan melakukan penyulingan terhadap bahan baku berupa kulit kering kayu manis. Untuk penyulingan bahan berupa kulit, akar, kayu atau bahan yang mempunyai permukaan yang agak keras, maka menurut Guenther (1987) sebaiknya menggunakan penyulingan uap, karena akan memberikan rendemen minyak yang lebih tinggi.

Metode penyulingan lain juga dapat digunakan tetapi rendemen minyak yang dihasilkan lebih rendah. Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil penyulingan minyak kayu manis dari beberapa metode penyulingan.


(54)

Tabel 11. Rendemen minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan menggunakan beberapa metode penyulingan

Metode penyulingan Rendemen minyak (%)

Metode penyulingan air 0,86*

Metode penyulingan air dan uap 0,97**

Metode penyulingan uap 1,04***

*Rusli, Ma’mun dan Triantoro (1990)

**Widiyatmoko (1989)

***Nurdjannah danSyarif (1991)

Dari segi biaya, penggunaan proses penyulingan dengan metode penyulingan air lebih rendah bila dibandingkan dengan metode penyulingan air dan uap au metode penyulingan uap, tetapi rendemen yang dihasilkan lebih rendah. Metode penyulingan air biasanya dapat digunakan untuk proses penyulingan dalam skala kecil dan biasanya dilakukan oleh petani di dekat lokasi penanaman bahan, karena bentuknya sederhana dan dapat dipindah-pindah. Tetapi kelemahan lainnya menurut Guenther (1987) adalah pada penyulingan air komponen minyak yangbertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen yang tidak lengkap.

Dengan menggunakan metode penyulingan air, Rusli et al (1990) melakukan penelitian penyulingan minyak kulit kayu manis pada skala laboratorium. Rendemen minyak yang diperoleh adalah 0,86%. Sedangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Widiyatmoko (1989) yang menggunakan metode penyulingan air dan uap, diperoleh rendemen minyak kulit kayu manis sebesar 0,97%.

Dibandingkan dengan penyulingan air, maka sistem penyulingan air dan uap lebih baik karena proses dekomposisi minyak lebih kecil, jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih sedikit, waktu penyulingan lebih singkat dan rendemen minyak yang dihasilkan lebih besar (Guenther, 1987).

Pada metode penyulingan uap, rendemen yang dihasilkan lebih tinggi, tetapi juga mempengaruhi senyawa aromatik yang terdapat di dalam bahan seperti sinamaldehid yang merupakan komponen utama minyak kulit kayu manis. Untuk


(55)

mengatasi hal ini, menurut Guenther (1987) dapat dilakukan dengan penggunaan tekanan yang rendah pada awal penyulingan kemudian tekanan meningkat secara bertahap sampai akhir proses, yaitu ketika komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang tertinggal. Dari penelitian dengan menggunakan proses penyulingan uap yang dilakukan oleh Nurdjannah dan Syarif (1981), diperoleh rendemen minyak kulit kayu manis sebesar 1,04%. Dari segi bahan baku yang digunakan serta rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan maka sebaiknya digunakan metode penyulingan uap.

2). Sumberdaya Manusia

Kemampuan sumberdaya manusia di daerah Sumatera Barat cukup baik dan cukup tersebar di daerah-daerah kabupaten sehingga dapat diharapkan untuk menunjang industri pengolahan kayu manis. Permasalahan yang mungkin dihadapi adalah kurangnya tenaga ahli yang mempunyai pengalaman dalam usaha pengolahan minyak kayu manis, karena untuk mengerjakan proses penyulingan minyak atsiri diperlukan suatu keahlian untuk menghasilkan mutu minyak yang baik. Namun berdasarkan pengalaman petani yang mengolah minyak atsiri lainnya, kemampuan untuk melakukam proses penyulingan dapat dilakukan melalui proses pelatihan.

Untuk menjalankan proses penyulingan dari ketiga jenis metode penyulingan yang ada pada prinsipnya hampir sama, dan dapt diterapkan oleh tenaga kerja yang ada di daerah Sumatera Barat

3). Kemampuan teknologi dan industri lain yang mendukung

Pembuatan alat penyulingan dapat dilakukan secara lokal oleh bengkel yang ada dan bahan dapat diperoleh di daerah Sumatera Barat. Alat penyulingan yang telah banyak digunakan berupa alat penyuling air atau alat penyuling air dan uap dengan bahan yang sederhana berupa drum atau dari bahan aluminium. Pembuatan alat penyulingan uap dengan bahan stainless steel juga telah dapat dikerjakan, meskipun dengan biaya yang lebih tinggi.

Penggunaan jenis bahan alat akan mempengaruhi mutu dan hasil minyak, yang terbaik adalah dari bahan stainless steel. Sebaiknya menggunakan metode


(56)

penyulingan uap dengan bahan dari stainless steel agtau kombinasi dengan bahan lain.

4). Modal

Untuk menjalan usaha industri minyak kayu manis diperlukan ketersediaan modal yang cukup besar. Industri pengolahan minyak kayu manis dapat memperoleh modal dari sisa keuntungan menjual kulit kering kayu manis dan bubuk kayu manis atau dengan kredit dari bank yang ada dan banyak tersedia di Sumatera Barat seperti bank umum sebanyak 13 buah dan Bank Perkreditan Rakyat sebanyak 104 buah.

5). Kondisi sosial budaya masyarakat

Kondisi masyarakat Sumatera Barat cukup mendukung usaha industri pengolahan kayu manis, terutama oleh petani kayu manis. Dengan adanya industri pengolahan diharapkan adanya jaminan pemasaran kulit kayu manis yang dihasilkan oleh petani, sehingga petani dapat lebih berpartisipasi sebagai pemasok bahan baku, bahkan sebagai pemilik usaha pengolahan kayu manis.

Agar usaha pengolahan kayu manis dapat dilakukan oleh petani kayu manis secara berkelompok dalam skala kecil, maka pemilihan jenis penyulingan yang tepat adalah metode penyulingan air kapasitas kecil karena dapat dipindah-pindah. Tetapi karena rendemennya kecil, maka sebaiknya menggunakan metode penyulingan uap yang dapat diusahakan oleh petani secara berkelompok.

Dari perbandingan antar kriteria tersebut didapatkan bobot kepentingan dari masing-masing kriteria. Pemberian bobot pada masing-masing alternatif alat dilakukan berdasarkan data-data kriteria pada masing-masing pilihan teknologi alat penyulingan secara objektif. Hal ini bertujuan agar tidak mempengaruhi subyektivitas penilaiannya. Nilai terbesar menunjukkan prioritas utama (pilihan terbaik) berdasarkan faktor-faktor yang ditetapkan. Hasil perhitungan pemilihan jenis penyulingan dapat dilihat pada Tabel 12.


(57)

Tabel 12. Perhitungan pemilihan metode penyulingan

Alternatif alat Kriteria Total

(1) (2) (3) (4) (5)

Destilasi air 0,2 0,2 0,3 0,3 0,3 3,80 Destilasi air dan uap 0,3 0,2 0,3 0,3 0,3 3,86 Destilasi uap 0,4 0,4 0,3 0,2 0,3 3,96 Bobot (1,0) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Berdasarkan perhitungan pemilihan metode penyulingan maka prioritas metode penyulingan yang dapat digunakan adalah metode penyulingan uap, selanjutnya metode penyulingan air dan uap serta pilihan yang terakhir adalah metode penyulingan air. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa metode penyulingan uap lebih baik daripada metode penyulingan air dan uap serta metode penyulingan air. Menurut Guenther (1987), umumnya metode penyulingan dengan uap langsung lebih baik daripada metode penyulingan dengan air, dan metode penyulingan dengan air dan uap ditinjau dari segi biaya, kecepatan penyulingan dan kapasitas produksi minyak.

Dari hasil perhitungan pemilihan metode penyulingan, yang mempunyai bobot yang lebih tinggi adalah metode destilasi uap dengan bobot skor 3,96. Dari penelitian para peneliti sebelumnya (Tabel 11) juga diketahui bahwa rendemen minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan metode penyulingan uap lebih tinggi, sehingga dalam penelitian ini akan dikembangkan proses penyulingan minyak kulit kayu manis dengan menggunakan metode penyulingan uap.

4.2.2 Uji Coba

Untuk mengembangkan usaha industri pengolahan kayu manis yang menghasilkan minyak kayu manis perlu dilakukan uji coba pembuatan minyak kayu manis dalam skala kecil. Uji coba dilakukan dengan menggunakan alat yang telah digunakan untuk proses penyulingan minyak atsiri lainnya yaitu minyak nilam. Alat yang digunakan adalah alat penyulingan uap dengan spesifikasi bahan konstruksi berupa kombinasi stainless steel untuk ketel penyuling dan pipa pendingin dan drum untuk ketel pendingin dan boiler.


(1)

Lampiran 7. Analisis Rugi Laba

No Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5

A Penerimaan

1. Produksi (kg) 453,6 518,4 648 712,8 777,6

2. Nilai (Rp. 900.000/kg) 408.240.000,00 466.560.000,00 583.200.000,00 641.520.000,00 699.840.000,00 Total penerimaan 408.240.000,00 466.560.000,00 583.200.000,00 641.520.000,00 699.840.000,00 B Biaya produksi

Biaya tidak tetap

1. Bahan baku kayu manis 226.800.000,00 259.200.000,00 324.000.000,00 356.400.000,00 388.800.000,00 2. Bahan penolong 7.854.000,00 8.976.000,00 11.220.000,00 12.342.000,00 13.464.000,00 3. Bahan kemasan 4.620.000,00 5.280.000,00 6.600.000,00 7.260.000,00 7.920.000,00 3. Bahan kemasan 4.620.000,00 5.280.000,00 6.600.000,00 7.260.000,00 7.920.000,00 4. Kebutuhan listrik 2.940.000,00 3.360.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 5. Pemasaran 1.680.000,00 1.920.000,00 2.400.000,00 2.400.000,00 2.400.000,00 243.894.000,00 278.736.000,00 348.420.000,00 382.602.000,00 416.784.000,00 Biaya tetap

1. Gaji karyawan 61.200.000,00 61.200.000,00 61.200.000,00 61.200.000,00 61.200.000,00 2. Biaya adminsitrasi 1.200.000,00 1.200.000,00 1.200.000,00 1.200.000,00 1.200.000,00

3. Penambahan kapasitas ˗ ˗ ˗ 1.185.800,00 1.185.800,00

4. Penyusutan 8.889.000,00 8.889.000,00 8.889.000,00 8.889.000,00 8.889.000,00 71.289.000,00 71.289.000,00 71.289.000,00 72.474.800,00 72.474.800,00 Total biaya produksi 315.183.000,00 350.025.000,00 419.709.000,00 455.076.800,00 489.258.800,00 Harga pokok penjualan 315.183.000,00 350.025.000,00 419.709.000,00 455.076.800,00 489.258.800,00 Laba bruto 93.057.000,00 116.535.000,00 163.491.000,00 186.443.200,00 210.581.200,00 Pajak 22.917.100,00 29.960.500,00 44.047.300,00 50.932.960,00 58.174.360,00 Laba setelah pajak 70.139.900,00 86.574.500,00 119.443.700,00 135.510.240,00 152.406.840,00


(2)

Lampiran 6. Perincian biaya operasional pada operasi penuh/tahun

No Deskripsi Volume/bulanHarga satuan Jumlah/bulan 1 Bahan baku kayu manis (kg) 5400 5000 27000000 2 Bahan pembantu

1. Bahan bakar gas (kg) 625 1000 625000

2. Bahan pendingin air (m3) 400 775 310000 Sub total

3 Bahan kemasan 11 50000 550000

4 Kebutuhan listrik (Kwh) 100 3500 350000

5 Pemasaran

6 Gaji tetap karyawan 7 Biaya administrasi 7 Biaya administrasi 8 Biaya pemeliharaan


(3)

Jumlah/tahun 324000000

7500000 3720000 11220000 6600000 4200000 2400000 61200000 1200000 1200000 1200000 412020000


(4)

Lampiran 5. Struktur gaji karyawan

No Deskripsi Jumlah Gaji/bulan Total gaji/bulanTotal gaji/tahun 1 Direktur 1 1.500.000,00 1.500.000,00 18.000.000,00 2 Manajer pabrik 1 800.000,00 800.000,00 9.600.000,00 3 Staf produksi 4 500.000,00 2.000.000,00 24.000.000,00

4 Sopir 1 400.000,00 400.000,00 4.800.000,00

5 Satpam 1 400.000,00 400.000,00 4.800.000,00


(5)

Lampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan

No Deskripsi Biaya investasi Umur ekonomis Penyusutan

1 Bangunan 48.180.000,00 20 2.409.000,00

2 Mesin produksi 14.200.000,00 10 1.420.000,00

3 Peralatan kantor 5.300.000,00 5 1.060.000,00

4 Kendaraan 40.000.000,00 10 4.000.000,00


(6)

Lampiran 3. Perhitungan biaya investasi

No Deskripsi Jumlah Satuan Harga satuan Total biaya A Pengadaan lahan

1. Pembelian tanah 400 m2 20.000,00 8.000.000,00

2. Perizinan (5%) 400.000,00

Sub total 8.400.000,00

B Bangunan

1. Kantor 36 m2 300.000,00 10.800.000,00

2. Bangunan produksi 90 m2 250.000,00 22.500.000,00

3. Gudang bahan baku 30 m2 200.000,00 6.000.000,00

4. Lantai penjemuran 144 m2 20.000,00 2.880.000,00

5. Gudang produk 18 m2 200.000,00 3.600.000,00

6. Pagar 80 m2 30.000,00 2.400.000,00

Sub total 48.180.000,00

Sub total 48.180.000,00

C Mesin dan Peralatan

1. Tangki penyuling 4 unit 1.500.000,00 6.000.000,00

2. Boiler 4 unit 450.000,00 1.800.000,00

3. Tangki pendingin 4 unit 1.000.000,00 4.000.000,00

4. Tabung penampung 4 unit 150.000,00 600.000,00

5. Tabung gas elpiji 2 unit 250.000,00 500.000,00

6. Timbangan 1 unit 300.000,00 300.000,00

7. Instalasi 1.000.000,00 1.000.000,00

Sub total 14.200.000,00

D Peralatan kantor

1. Meja dan kursi 2 unit 750.000,00 1.500.000,00

2. Lemari 1 unit 800.000,00 800.000,00

3. Telpon 1 unit 500.000,00 500.000,00

4. Komputer 1 unit 2.500.000,00 2.500.000,00

Sub total 5.300.000,00

E Kendaraan, carry pick up 1 unit 40.000.000,00 40.000.000,00 F Fasilitas listrik/air/telpon 2.500.000,00 2.500.000,00