Pengaruh Panjang Strand terhadap Kualitas Oriented Strand Board dari Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan strand bambu tali dan perekat isosianat
A. Kebutuhan strand bambu tali
Berat strand

= volume papan x kerapatan x

100
100 + kadar perekat

= 25 x 25 x 1 x 0,7 x 100
105
= 625 x 0,7 x 0,95
= 415,62 gram  kondisi KA partikel 0%
Strand KA (7%)

= 107 x 415,62 + 10% spilasi
100
= 1,07 x 415,62 + 41,56
= 486,2 gram  untuk membuat 1 papan


Untuk membuat 15 papan, maka membutuhkan strand bambu tali
sebanyak
15 x 486,2 gram = 7293 gram

7,3 kg strand

B. Kebutuhan perekat isosianat
Berat perekat

= kadar perekat x berat strand x
1
+ 10% spilasi
solid content
= 0,05 x 486,2 x 100 + spilasi 10%
98
= 0,05 x 486,2 x 1,02 + spilasi 10%
= 24,8 + 2,48
= 27,28 gram
27,3 gram  untuk membuat 1 papan


Untuk membuat 15 papan, maka membutuhkan perekat isosianat sebanyak :
15 x 27,3 gram = 409,5 gram
Kebutuhan bahan baku untuk setiap lapisan.

Strand
Perekat

Face 25%
(gram)

Core 50%
(gram)

Back 25%
(gram)

121,55

243,10


121,55

27,3

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Dokumentasi penelitian

Pemotongan strand

Strand yang sudah dipotong

Pengempaan OSB

Penyusunan strand

Ukuran strand

Perekat isosianat


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan N. Hadjib. 2011. Sifat papan partikel dari kayu kulit manis
(Cinnamomum burmanii BL). Jurnal Penelitian Hasil Hutan 29(2):
128-141.
Adrin, F. Febrianto, S. Sadiyo. 2013. Sifat-sifat Oriented Strand Board dari Strand
Bambu dengan Perlakuan Steam pada Berbagai Kombinasi Perekat.
J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 11 (2):109-119.
[APA] American Plywood Association. 2009. Oriented Strand Board : Product
Guide. The Enginered Wood Association. Enginered Wood Association.
USA. Washington.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Produksi Kehutanan. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
Berlian, N.V.A. dan E. Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Bowyer J.L., J.G. Haygreen. 2003. Forest Product and Wood Science. Iowa State
University. Iowa.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations,Forestry
Department, [INBAR] International Network for Bamboo and Rattan.
2005. Global Forest Resources Assessment Update 2005.Indonesia.
Country Report on Bamboo Resources. Forest Resources Assessment
Programme Working Paper (Bamboo). FAO. Jakarta.
Febrianto, F., I. Purnamasari, Arinana, A. Gumilang, N.H. Kim. 2013. Steaming
Effect on Natural Durability of Bamboo Oriented Strand Board against
Termites and Powder Post Bettle. J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis
Vol. 11 (2):161-169.
Ginting, S. 2009. Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Iswanto, A. H. 2014. Karakterisasi Kulit Buah Jarak (Jatropha cureas L) dan
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Papan Partikel Berkualitas.
Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Iswanto, A.H., F. Febrianto, Y.S. Hadi, S. Ruhendi, D. Hermawan. 2013. The
Effect of Pressing Temperature and Time on the Quality of Particle Board
Made from Jatropha Fruit Hulls Treated in Acidic Condition. Makara Seri
Teknologi 17(3): 145-151.

Universitas Sumatera Utara


Iswanto, A.H., F. Febrianto, I. Wahyudi, W.J. Hwang, S.H. Lee, J.H. Kwon,
S.M. Kwon, N.H. Kim, T. Kondo. 2010. Effect of pre-treatment
technique on physical, mechanical and durability properties of
oriented strand board made from Sentang wood (Melia excelsa Jack).
J. Fac. Agr. 55(2):371- 377.
Ibrahim, M.A. dan F. Febrianto. 2013. Properties of Oriented Strand Board
Made From Mixing Bamboo. ARPN Journal of Science and
Technology 3(9):937-962.
JSA. 2003. Japanese Industrial Standard JIS A 5908 Particleboard. Japanese
Standard Association. Tokyo. Japan.
Kuklewski, K.M, P.R. Blankenhorn dan L.E. Rishel. 1985. Comparison of
selected physical and mechanical properties of red maple (Acer rubrum L.)
and aspen (Populus grandidentata Michx.) flakeboard. Wood and
Fiber Sci. 17(1): 11-21.
Maloney, T.M. 1993. Modern Particleboard and Dry Process fiberboard
manufacturing. Miller Freeman Inc. San Francisco.
Marra A.A. 1992. Technology of Wood Bonding: Principle in Practise.
Van Nostrand Reinhold. New York
Moslemi, A.A. 1974 Particleboard: Technology. Vol 2 of Particleboard. Southern

Illinois University Press (USA).
Mustafa, S. 2011. Karakteristik Sifat Fisika dan Mekanika Bambu Petung
Pada Bambu Muda, Dewasa dan Tua. Universitas Gajah Mada.Yogyakarta
Mutia, T., S. Sugesty, H. Hardiani, T. Kardiansyah, H. Risdianto. 2014. Potensi
Serat dan Pulp Bambu Untuk Komposit Peredam Suara. Jurnal Selulosa
4(1):25-36.
Nugroho, N., E.T. Bahtiar, D.P. Lestari, D.S. Nawawi. 2013. Variasi Kekuatan
Tarik dan Komponen Kimia Dinding Sel pada Empat Jenis Bambu. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 11(2):153-160.
Nuryawan, A. 2008. Sifat Fisik dan Mekanik Oriented Strand Board dari Kayu
Akasia, Eukaliptus dan Gmelina Berdiameter Kecil. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Hutan 1(2): 60-66
Plantamor. 2014. Klasifikasi Bambu Tali (Gigantochloa apus) diakses dari:
http://www.plantamor.com/index.php?plant=618 [11 Desember 2014].
Rowell, R.M. 2006. Acetylation of wood. Journey from analytical technique to
commercial reality. Forest Products Journal. 56(9):4-12.

Universitas Sumatera Utara

Saad, S. Dan Hilal. 2012. Pengaruh Komposisi Face-Core terhadap Sifat Fisik dan

Mekanis Oriented Strand Board dari Bambu dan Eceng Gondok. Jurnal
Perennial 8(2):75-79.
Samad, M. S., V. Burhanudin, L. Wardani. 2005. Buku Ajar Perekat dan
Perekatan Kayu. Fakultas Kehutanan Unlam. Universitas Lambung
Mangkurat. Banjarbaru.
[SBA] Structural Board Association. 2005. Oriented Strand Board in Wood Frame
Construction. Structural Board Association. Ontario. Canada.
Setyawati, D., Y.S. Hadi, M.Y. Massijaya, N. Nugroho. 2006. Kualitas Papan
Komposit Berlapis Finir Dari Sabut Kelapa dan Plastik Polietilena Daur
Ulang: Variasi Ukuran Partikel Sabut Kelapa. Jurnal Perennial 2(2):5-11.
Suchland, O. and Woodson G. E. 1991. Fiberboard Manufacturing Practices in
the United States. Forest Products Research Society. Agriculture
Handbook 640, pp. 263.
Sujarwo, W., G.E. Arinasa, dan I.N Peneng. 2010. Potensi Bambu Tali Sebagai
Obat di Bali. Prosiding Seminar Nasional “Pengembangan Teknologi
Berbasis Bahan Baku Lokal”. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun
Raya “Eka Karya” Bali. Bali. Hlm. 129-137
Sulastiningsih MI, S. Ruhendi, Y.M. Massijaya, W. Darmawan, A. Santoso.
2013. Respon Bambu Andong (Giganthochloa pseudoarundinaceae)
terhadap Perekat Isosianat. J. Ilmu dan Teknologi Kayu

Tropis 11(2):140-152.
Sumardi, I., Y. Kojima, S.Suzuki. 2008. Effects of Strand Length and Layer
Structure on Some Properties of Strandboard Made From Bamboo. Journal
of wood science 54 (2):128-133

Universitas Sumatera Utara

METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan Mei
2015. Pembuatan OSB dilakukan di Workshop Teknologi Hasil Hutan dan
pengujian sifat fisis dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan,
Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pengujian sifat mekanis di Laboratorium Keteknikan Kayu, Departemen
Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi gergaji, oven,
parang, timbangan, pengempa panas, kaliper, timbangan digital, plat besi,
aluminium foil, UTM (Universal Testing Machine), dan kamera. Bahan-bahan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.)
berumur 3-5 tahun yang diperoleh dari usaha dagang bambu di Sunggal dan
perekat iosianat jenis H3M dengan solid content 98%.
Prosedur Penelitian
Secara umum pembuatan OSB meliputi persiapan bahan baku,
pengeringan bahan baku, formulasi perekat, pengempaan panas, pengkondisian
pemotongan dan pengujian. OSB yang akan dibuat berukuran 25 x 25 x 1 cm
dengan kerapatan target 0,7 gcm-3. Selanjutnya alur kerja disajikan pada
Gambar 1.

10
Universitas Sumatera Utara

Persiapan bahan baku
(bambu tali yang telah dikuliti dan
dibuang ruasnya)

Pembuatan strand dengan ukuran lebar 3 cm,
tebal 1 mm dan panjang
5, 10, 15, 20, 25 cm


Pengeringan strand
dalam oven pada suhu
±1030C hingga KA 7%

Pencampuran strand dengan perekat
isosianat dengan kadar perekat 5%

Pembentukan lembaran OSB dengan
perbandingan face:core:back = 1:2:1

Dikempa dengan suhu 1600C , 5 menit dan
tekanan 25 kgcm-2

Pengkondisian selama
2 minggu

Pemotongan contoh uji

Pengujian JIS A 5908 (2003)

Sifat fisis
1. Kerapatan
2. Kadar air
3. Pengembangan tebal
4. Daya serap air

Sifat mekanis
1. MOE
2. MOR
3. IB

Gambar 1. Bagan alur penelitian

11
Universitas Sumatera Utara

Persiapan bahan baku
Bambu tali yang digunakan berumur 3 tahun lebih dan didapatkan dari
usaha dagang bambu di Sunggal, Medan. Bambu dipotong menjadi ukuran 2
meter, kemudian dikuliti, dan setiap ruasnya dipotong, selanjutnya dibuat strand
dengan panjang 5, 10, 15, 20, dan 25 cm serta lebar 3 cm dan tebal 1 mm. Data
geometri strand disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Geometri strand bambu tali
5
5,13 ± 0,10
3,06 ± 0,09
0,12 ± 0,005
44,71 ± 2,26

10
10,26 ± 0,33
3,05 ± 0,08
0,11 ± 0,003
92,85 ± 4,01

Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tebal (cm)
Slenderness
Ratio (p/t)
Aspect Ratio
1,68 ± 0,06
3,36 ± 0,13
(p/l)
Keterangan: p= panjang, l= lebar, t= tebal

Panjang strand (cm)
15
20
15,12 ± 0,39
20,06 ± 0,16
3,07 ± 0,07
3,07 ± 0,06
0,10 ± 0,005
0,10 ± 0,004
138,20 ± 8,25
183, 53 ± 7,96
4,92 ± 0,17

6,54 ± 0,16

25
25,03 ± 0,30
2,99 ± 0,04
0,10 ± 0,004
235,60 ± 10,96
8,38 ± 0,11

Pengeringan strand
Strand yang sudah dibuat dijemur di bawah sinar matahari dan kemudian
disimpan dengan menggunakan plastik pada tempat tertutup. Hal ini berguna
untuk menjaga KA tetap stabil. Strand kemudian dikeringkan dalam oven hingga
mencapai KA ± 7%.
Proses pembuatan papan
OSB dibuat dengan model 3 lapis (three layer particleboard) dengan arah
susunan antar lapisan saling tegak lurus atau bersilangan dengan perbandingan
jumlah bahan baku masing-masing lapisan face:core:back adalah 1:2:1

12
Universitas Sumatera Utara

A. Persiapan strand dan perekat isosianat
Strand yang sudah mencapai KA ±7% dikeluarkan dari plastik dan perekat
isosianat dimasukkan ke dalam tabung spray gun.
B. Pencampuran strand dan perekat isosianat
Strand kemudian dimasukkan kedalam rotary blender dan disemprot
dengan perekat isosianat menggunakan spray gun agar perekat lebih merata
penyebarannya. Kadar perekat yang digunakan adalah 5%.
C. Pembentukan lapisan
Strand yang sudah dicampur perekat isosianat kemudian disusun di dalam
cetakan secara manual menggunakan tangan. Arah susunan strand setiap lapisan
saling bersilangan. Gambar 2 adalah simulasi model lapisan OSB

Gambar 2. Simulasi model lapisan OSB
D. Pengempaan
Strand yang sudah disusun di dalam cetakan kemudian dikempa
menggunakan pengempa panas. Pengempaan strand di dalam cetakan diatur
dengan suhu sebesar 1600C selama 5 menit dan tekanan 25 kgcm-2 mengacu pada
penelitian Iswanto et al. (2010).

13
Universitas Sumatera Utara

E. Pengkondisian
Papan yang sudah selesai dikempa kemudian dilakukan pengkondisian
selama 2 minggu. Pengkondisian ini dilakukan selama 2 minggu agar OSB lebih
baik ikatan antar lapisannya dan lebih stabil.
Pemotongan contoh uji
Dimensi contoh uji yaitu (5 cm x 20 cm) untuk uji MOE dan MOR,
(10 cm x 10 cm) untuk kerapatan dan kadar air, (5 cm x 5 cm) untuk Internal
Bond (IB), serta (5 cm x 5 cm) untuk pengembangan tebal (PT) dan daya serap air
(DSA). Berikut Gambar 3 menunjukkan pola pemotongan untuk sampel uji sifat
fisis dan mekanis papan.
Keterangan:
A = contoh uji MOE & MOR (5 cm x 20 cm)
B = contoh uji kerapatan dan KA (10 cm x 10 cm)
C = contoh uji PT dan DSA (5 cm x 5 cm)
D = contoh uji IB (5 cm x 5 cm)

A

C

D

B

Gambar 3. Pola contoh uji OSB
Pengujian Sifat Fisis Papan Berdasarkan Standar JIS A 5908 (2003)
Pengujian sifat fisis dan mekanis OSB ini dilakukan berdasarkan standar
JIS A 5908 (2003).
Kerapatan
Kerapatan dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara contoh uji.
Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm ditimbang beratnya (B), lalu diukur
panjang di 2 titik, lebar di 2 titik, dan tebalnya di 4 titik, kemudian dirata-ratakan
14
Universitas Sumatera Utara

untuk menentukan volume contoh ujinya (V). Nilai Kerapatan dapat dihitung
dengan rumus:

ρ

= B/V

Keterangan :
ρ = kerapatan (gcm-3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
V = volume contoh uji kering udara (cm3)
Kadar air (KA)
Contoh uji kadar air berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm yang digunakan
adalah sama dengan contoh uji kerapatan. Contoh uji ditimbang (BA), selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2)0C selama 24 jam hingga
beratnya konstan. Contoh uji didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang
(BKO). Nilai kadar air papan dihitung dengan rumus:
KA (%) =

BA – BKO x 100%
BKO

Keterangan:
KA
= kadar air (%)
BA
= berat awal contoh uji (g)
BKO = berat kering oven contoh uji (g)
Pengembangan tebal (PT)
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Contoh uji dalam kondisi
kering udara diukur rata-rata dimensi tebal pada 4 titik pengukuran (T0).
Selanjutnya contoh uji direndam dalam air dingin selama 24 jam, lalu diukur
kembali rata-rata dimensi tebal pada 4 titik pengukuran (T1). Nilai pengembangan
tebal dihitung dengan rumus:

15
Universitas Sumatera Utara

PT (%) = T1 - T0 x 100%
T0
Keterangan:
PT
= pengembangan tebal (%)
T1
= tebal contoh uji setelah perendaman (g)
T0
= tebal contoh uji sebelum perendaman (g)
Daya serap air (DSA)
Daya serap air papan dilakukan dengan mengukur selisih berat sebelum
(B0) dan setelah perendaman (B1) dalam air dingin selama 24 jam. Contoh uji
berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm sama dengan contoh uji pengembangan tebal. Daya
serap air tersebut dihitung dengan rumus:
DSA (%) = B1 – B0 x 100
B0
Keterangan:
DSA = daya serap air (%)
B0
= berat contoh uji sebelum perendaman (g)
B1
= berat contoh uji setelah perendaman (g)
Pengujian Sifat Mekanis Papan Berdasarkan Standar JIS A 5908 2003
Keteguhan rekat internal
Contoh uji keteguhan rekat internal (internal bond) berukuran 5 cm x 5 cm
x 1 cm. Contoh uji diukur dimensi panjang dan lebar untuk mendapatkan luas
permukaan. Kemudian contoh uji dilekatkan pada dua blok besi dengan perekat
epoksi dan dibiarkan mengering selama 24 jam. Cara pengujian internal bond
seperti pada Gambar 4.

16
Universitas Sumatera Utara

Arah beban
Balok besi
Contoh uji

Arah beban
Gambar 4. Pengujian keteguhan rekat internal
Keteguhan rekat tersebut dihitung dengan rumus:
IB = P/A
Keterangan:
IB
= keteguhan rekat internal (kgcm-2)
P
= beban maksimum (kg)
A
= luas permukaan contoh uji (cm2)

Modulus patah (MOR)
Modulus patah (MOR) adalah sifat mekanis papan yang menunjukkan
kekuatan dalam menahan beban.Untuk memperoleh nilai MOR, maka pengujian
pembebanan dilakukan sampai contoh uji patah. Pengujian MOR dilaksanakan
bersamaan dengan pengujian MOE. Contoh uji berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm.
Gambar 5 adalah gambar pengujian modulus patah (MOR) dan modulus
elastisitas (MOE).

17
Universitas Sumatera Utara

P

L
Gambar 5. Pengujian modulus patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE)
Nilai MOR dihitung dengan rumus:
MOR =

3PL
2bh2

Keterangan:
MOR = modulus patah (kgcm-2)
P
= beban maksimum (kg)
b
= lebar contoh uji (cm)
h
= tebal contoh uji (cm)
L
= jarak sangga (cm)
Modulus elastisitas (MOE)
Pengujian modulus elastisitas dilakukan bersama-sama dengan pengujian
modulus patah, sehingga contoh ujinya sama. Pada saat MOE dicatat besarnya
defleksi yang terjadi pada setiap perubahan beban tertentu.
Rumus yang digunakan adalah:
MOE =

ΔPL3
ΔY 4bh3

Keterangan:
MOE = modulus elastisitas (kgcm-2)
ΔP
= perubahan beban yang digunakan (kg)
L
= jarak sangga (cm)
ΔY
= perubahan defleksi pada setiap perubahan beban (cm)
b
= lebar contoh uji (cm)
h
= tebal contoh uji (cm)

18
Universitas Sumatera Utara

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) non faktorial. Perlakuan terhadap partikel terdiri dari 1 perlakuan yakni
panjang strand dan 5 taraf ukuran panjang yang berbeda (5 cm, 10 cm, 15 cm, 20
cm, 25 cm) dengan 3 ulangan, sehingga jumlah papan yang dibuat sebanyak 15
papan. Model statistik linier dari rancangan percobaan ini dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut:
Yij = μ + αi + ℇij

Keterangan:
Yij
= respon pengamatan pada panjang strand ke–i dan ulangan ke-j
μ
= nilai rata-rata umum
αi
= pengaruh panjang strand ke-i
ℇij
= sisaan acak dari panjang strand taraf ke-i dan ulangan ke-j
Adapun hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Panjang strand tidak berpengaruh terhadap kualitas
yang
dihasilkan.
H1 : Panjang strand berpengaruh terhadap kualitas OSB yang dihasilkan

OSB

Untuk mengetahui pengaruh panjang strand terhadap sifat fisis dan
mekanis papan maka dilakukan analisis keragaman (analysis of variance).
Analisis keragaman tersebut menggunakan kriteria uji sebagai berikut:
a.

Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima atau perbedaan panjang strand tidak
memberikan pengaruh pada kualitas OSB yang dihasilkan.

b.

Jika Fhitung > Ftabel maka H1 diterima atau perbedaan panjang strand
memberikan pengaruh terhadap kualitas OSB yang dihasilkan.
Selanjutnya

untuk

mengetahui

perbedaan

antar

perlakuan

maka

dilanjutkan dengan pengujian dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan
(DMRT). Kemudian setelah data hasil pengujian untuk setiap respon yang diuji
19
Universitas Sumatera Utara

dianalisis, lalu dibandingkan dengan persyaratan JIS A 5908 (2003) dengan
maksud untuk mengetahui apakah sifat-sifat papan yang dibuat memenuhi standar
atau tidak.
Skoring
Skoring digunakan untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik dari
seluruh perlakuan yang ada. Berikut merupakan contoh tabel skoring yang
digunakan pada penelitian ini.
Tabel 2. Contoh tabel skoring.
Sifat Fisis dan Mekanis
OSB
3

Kerapatan (g/cm )
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Kadar Air (%)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Pengembangan Tebal (%)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Daya Serap Air (%)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
MOR (Kg/cm2)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
MOE (Kg/cm2)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Internal Bond (Kg/cm2)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Total Skor

5

10

-

-

Panjang strand (cm)
15
20
-

-

25
-

Langkah-langkah pengisian skor:
1. Nilai dari masing-masing sifat fisis dan mekanis diisi sesuai dengan data
yang didapatkan.

20
Universitas Sumatera Utara

2. Kemudian pada baris “Nilai rata-rata” diisi dengan angka 1 sampai 5.
Angka 1 untuk nilai sifat fisis dan mekanis yang paling rendah dan angka
5 untuk nilai sifat fisis dan mekanis yang paling tinggi.
3. Untuk baris standar “JIS A 5908 (2003)” diisi dengan angka 1 dan 0.
Angka 1 diisi apabila perlakuan memenuhi standar dan angka 0 apabila
perlakuan tidak memenuhi standar.
4. Pada baris “Total skor” yang dijumlahkan adalah angka dari“Nilai ratarata” dan angka dari “Standar JIS A 5908 (2003)”.
5. Total skor yang paling tinggi adalah perlakuan yang terbaik dari seluruh
perlakuan.

21
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Geometri Strand
Parameter yang diukur dalam geometri strand adalah slenderness ratio dan
aspect ratio. Slenderness ratio merupakan rasio antara panjang partikel dan
tebalnya. Rasio ini menggambarkan orientasi partikel dan kekuatan papan
(Maloney, 1993). Partikel dengan slenderness ratio yang tinggi akan lebih mudah
diorientasikan sehingga kekuatan papan yang dihasilkan akan meningkat serta
memerlukan sedikit perekat per luasan permukaan untuk mengikat strand.
Aspect ratio merupakan rasio antara panjang partikel dan lebarnya.
Partikel akan sulit terorientasi apabila memiliki nilai aspect ratio (partikel
berbentuk

persegi).

Untuk

memperoleh

orientasi

papan

yang

bagus maka besarnya nilai aspect ratio minimal tiga (Maloney, 1993).
Berdasarkan hasil penelitian ini, strand berukuran panjang 20 cm
menghasilkan

sifat

bending

yang

paling

baik

dibandingkan

dengan

ukuran yang lain. Ilustrasi sebaran hasil pengukuran SR dan AR untuk strand
berukuran panjang 20 cm disajikan pada Gambar 6 dan 7.
Nilai slenderneses ratio dari strand bambu yang dihasilkan pada penelitian
ini untuk ukuran panjang strand 5, 10, 15, 20 dan 25 masing-masing 44,70;
92,85; 138,20; 183,53; 235,60. Sementara nilai aspect ratio untuk masing-masing
ukuran strand sebesar 1,68; 3,36; 4,92; 6,54; 8,38. Moslemi (1974) menyatakan
bahwa nilai SR yang tinggi menghasilkan area kontak dengan perekat yang
semakin

baik

antar

lapisan

sehingga

meningkatkan

sifat

mekanis

dan dapat mengurangi kebutuhan perekat pada OSB yang dibuat selanjutnya

22
Universitas Sumatera Utara

menurut Maloney (1993) aspect ratio sebesar 3 cukup untuk menghasilkan papan
dengan sifat-sifat yang bagus.

Gambar 6. Distribusi slenderness ratio strand dari bambu tali
(Gigantochloa apus Kurz.)

Gambar 7. Distribusi aspect ratio strand dari bambu tali
(Gigantochloa apus Kurz.)

23
Universitas Sumatera Utara

Sifat Fisis Oriented Strand Board (OSB)
Kerapatan
Nilai pengaruh panjang strand terhadap kerapatan OSB ditunjukkan pada
Gambar 8. Nilai rata-rata kerapatan OSB yang dihasilkan berkisar antara 0,61
sampai 0,69 gcm-3. Nilai kerapatan tertinggi dihasilkan oleh OSB yang terbuat
dari strand dengan panjang 15 cm dan 20 cm yaitu 0,69 gcm-3, sedangkan yang
terendah dihasilkan oleh OSB yang terbuat dari strand dengan panjang 5 cm yaitu
0,61 gcm-3.
Kerapatan oleh

Maloney (1993)

digolongkan menjadi

3

yaitu:

rendah < 0,4 gcm-3; sedang 0,4-0,8 gcm-3; dan tinggi > 0,8 gcm-3. OSB yang
dihasilkan termasuk dalam golongan kerapatan sedang yaitu berkisar antara 0,40,8 gcm-3 (Maloney, 1993). Hasil sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
panjang strand tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan pada selang
kepercayaan 95%.
Tabel 3. Sidik ragam terhadap kerapatan dan kadar air pada OSB
No
1
2

Parameter
Kerapatan
Kadar air

F-Hitung
2,09
28,50

Probabilitas
0,15
0,00

Keterangan
Tn
*

Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%; Tn=tidak berpengaruh nyata

Nilai kerapatan OSB masih berada di bawah kerapatan target yang
ditetapkan sebesar 0,70 gcm-3. Kerapatan sasaran yang tidak tercapai disebabkan
oleh ketebalan papan setelah pengkondisian yang dihasilkan lebih besar dari
ketebalan target yakni 1 cm. Kondisi ini dikenal dengan istilah springback. Pada
penelitian ini nilai springback yang dihasilkan rata-rata sebesar 22,74%. Maloney
(1993) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan papan
partikel diantaranya adalah jenis bahan yang digunakan, berat jenis bahan yang

24
Universitas Sumatera Utara

digunakan, ukuran partikel, proses pengeringan bahan baku, perekat yang
digunakan, peralatan yang digunakan, dan proses pengempaan. Nilai kerapatan
OSB yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908 (2003) yang
mensyaratkan nilai kerapatan berkisar antara 0,40-0,90 gcm-3 (JSA, 2003).

JIS A 5908 (2003)
Kerapatan 0,4 - 0,9 gcm-3
1,00
0,90
0,80

Target Density 0,7 gcm-3

Keraptan (gcm-3)

0,70
0,60
0,50
0,40
0,30
0,20
0,10

0,61

0,63

0,69

0,69

0,65

5

10

15

20

25

0,00

Panjang strand

Gambar 8. Pengaruh panjang strand terhadap kerapatan OSB

Kadar Air
Nilai pengaruh panjang strand terhadap kadar air OSB ditunjukkan pada
Gambar 9. Nilai rata-rata kadar air papan partikel yang dihasilkan berkisar antara
3,10% sampai 4,08% dimana nilai KA tertinggi terdapat pada OSB yang memiliki
panjang strand 5 cm yaitu 3,10% dan nilai terendah pada OSB dengan panjang
strand 25 cm yaitu 4,08%. Hasil sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
panjang strand berpengaruh nyata terhadap kadar air pada selang kepercayaan
95%. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa OSB dengan panjang strand 5 cm
berbeda nyata dengan tipe OSB yang lainnya, demikian juga OSB dengan panjang

25
Universitas Sumatera Utara

strand 10 cm. Sementara untuk OSB dengan panjang strand 15 cm, 20 cm, dan 25
cm tidak terdapat perbedaan yang nyata.

JIS A 5908 (2003)
KA 5-13%

14

Kadar Air (%)

12
10
8
6
4
2

c

b

a

a

a

4,08

3,57

3,20

3,14

3,10

5

10

15
Panjang strand (cm)

20

25

0

Gambar 9. Pengaruh panjang strand terhadap kadar air OSB
Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat bahwa nilai KA papan dengan
panjang strand 5 cm memiliki nilai tertinggi yaitu 4,08% dikarenakan nilai
kerapatan OSB dengan panjang strand 5 cm-nya rendah sedangkan KA papan
dengan panjang strand 25 cm memiliki nilai terendah yaitu 3,10%. Semakin
tinggi kerapatan maka nilai KA akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Abdurrachman dan Hadjib (2011) bahwa semakin tinggi kerapatan
papan maka jumlah rongga kosong akan semakin sedikit sehingga air semakin
sedikit yang masuk dan sebaliknya. Dapat dilihat bahwa semakin panjang strand
pada OSB maka nilai kadar air menurun. Hal ini diduga karena sifat dari serat
bambu yang lurus dan sejajar dengan arah panjang strand yang menjadikan air
tidak mudah masuk kebagian tengah dari strand bambu apabila strand semakin

26
Universitas Sumatera Utara

panjang. Sebaliknya apabila strand semakin pendek maka semakin mudah air
masuk sampai ke bagian tengah dari strand tersebut.
Selain itu nilai kadar air yang rendah ini diduga karena pada saat
pengkondisian OSB tidak dikeluarkan dari dalam plastik penyimpanan. Selain itu
faktor lain yang menyebabkan kadar air OSB rendah adalah karena penggunaan
isosianat sebagai perekat dan tingginya suhu pada saat pengempaan, isosianat
memiliki salah satu keunggulan yakni tahan terhadap kelembaban udara,
sedangkan panas dari kempa juga akan mengurangi kadar air yang ada didalam
strand . Nilai kadar air papan yang dihasilkan belum memenuhi standar JIS A
5908 (2003) yang mensyaratkan nilai kadar air berkisar antara 5-13%.
Pengembangan Tebal (PT)
Nilai pengembangan tebal OSB ditunjukkan pada gambar 10. Nilai
rata-rata PT OSB yang dihasilkan berkisar antara 12,40-21,79%. Nilai PT
disajikan pada Gambar 10.

JIS A 5908 (2003)
PT ≤ 25 %

30
25

PT (%)

20
15
10

b

a

b

c

c

14,86

12,40

15,13

21,79

20,43

5

10

15

20

25

5
0
Panjang strand (cm)

Gambar 10. Pengaruh panjang strand terhadap pengembangan tebal OSB

27
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Gambar 10, OSB yang memiliki nilai PT tertinggi dan
terendah masing-masing dihasilkan oleh OSB yang terbuat dari strand dengan
panjang 20 cm yaitu 21,79% dan 10 cm yaitu 12,40%. Hal ini terjadi karena pada
OSB dengan panjang strand 20 cm memiliki nilai springback sebesar 18,53%
sehingga menyebabkan bertambahnya rongga yang ada pada OSB tersebut.
Sedangkan OSB dengan panjang strand 10 cm memiliki nilai springback 17,79%
yang menjadikannya memiliki rongga yang lebih sedikit daripada OSB dengan
panjang strand 20 cm. Selain itu, terjadinya overlapping pada saat penyusunan
strand pada proses pencetakan papan menambah jumlah rongga kosong yang ada
sehingga nilai PT juga akan semakin meningkat. Berikut ini merupakan gambar
korelasi antara internal bond dan pengembangan tebal.

Pengembangan Tebal (%)

25
y = 1,5372x2 - 71,248x + 837,84
R = 0,874

20
15
10
5
0
0
15

17

19

21

23

25

Internal Bond (kgcm-2)

Gambar 11. Korelasi internal bond dengan pengembangan tebal

Pada Gambar 11 menunjukkan korelasi yang kuat antara internal bond
dengan pengembangan tebal secara polinomial. Semakin tinggi internal bond
maka nilai PT papan mengalami penurunan. Hal ini dapat terlihat dari internal
28
Universitas Sumatera Utara

bond terendah pada OSB memiliki nilai PT tertinggi. Sedangkan untuk internal
bond tertinggi pada OSB memiliki nilai PT terendah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Iswanto (2014) bahwa korelasi antara PT dan IB adalah negatif
sehingga semakin tinggi IB akan menyebabkan nilai PT semakin rendah dan
sebaliknya. Sidik ragam terhadap pengembangan tebal dan daya serap air pada
OSB dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sidik ragam terhadap pengembangan tebal dan daya serap air pada OSB
No
1
2

Parameter
Pengembangan tebal
Daya serap air

F-Hitung
47,84
9,67

Probabilitas
0,00
0,00

Keterangan
*
*

Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%; Tn=tidak berpengaruh nyata

Pada Tabel 4 hasil sidik ragam menunjukkan bahwa panjang strand
berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan OSB pada selang
kepercayaan 95%. Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa OSB dengan
panjang strand 20 cm dan 25 cm tidak menunjukkan perbedaan nyata antar satu
sama lainnya, tetapi menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan OSB yang
memiliki panjang strand 15 cm, 10 cm dan 5 cm. Sementara untuk panjang strand
15 cm dan 5 cm tidak berbeda nyata, namun menunjukkan perbedaan nyata
dengan panjang strand 10 cm. Dari hasil keseluruhan menunjukkan bahwa nilai
PT OSB yang dihasilkan sudah memenuhi standar JIS A 5908 (2003) yang
mensyaratkan nilai pengembangan tebal maksimum 25% (JSA, 2003).
Daya Serap Air (DSA)
Nilai daya serap air OSB ditunjukkan pada gambar 12. Nilai rata-rata DSA
OSB yang dihasilkan berkisar antara antara 46,91% sampai 53,24%. Nilai DSA
tertinggi dan terendah masing-masing dihasilkan oleh papan yang terbuat dari
strand dengan panjang 15 cm yaitu 53,24% dan 10 cm yaitu 46,91%. Berdasarkan

29
Universitas Sumatera Utara

Gambar 12, DSA papan tergolong tinggi dengan rata-rata DSA mencapai 50%.
Walaupun perekat yang digunakan isosianat yang memiliki ketahanan
dalam penggunaan eksterior akan tetapi daya serap yang dihasilkan masih cukup
tinggi. Hal ini dikarenakan dalam pembuatan papan tidak menggunakan bahan
aditif penolak air. Selain itu kandungan hemiselulosa yang terkandung dalam
bambu tali cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rowell (2006) bahwa
hemiselulosa paling berpengaruh terhadap penyerapan air, tetapi selulosa, lignin
dan kristal selulosa juga berpengaruh. Kandungan hemiselulosa yang terdapat
pada bambu tali sebesar

15,90%, selulosa 66,05% dan lignin sebesar 14,16%

(Mutia et al., 2014). Nilai DSA disajikan pada Gambar 12.

100
90

Daya serap air (%)

80
70
60
50
40
30
20

bc

a

c

ab

c

10

51,14

46,91

53,24

48,50

53,17

5

10

15
Panjang strand (cm)

20

25

0

Gambar 12. Pengaruh panjang strand terhadap daya serap air OSB
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa panjang strand berpengaruh

terhadap nilai DSA. Untuk hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa OSB
dengan panjang strand 5 cm, 15 cm dan 25 cm tidak berbeda nyata satu sama

30
Universitas Sumatera Utara

lainnya, tetapi menunjukkan perbedaan nyata dengan OSB dengan panjang strand
10 cm dan 20 cm. JIS A 5908 (2003) tidak mensyaratkan DSA dalam standarnya.
Sifat Mekanis Oriented Strand Board (OSB)
Modulus of Rupture (MOR)
Nilai MOR ditunjukkan pada Gambar 13. Nilai rata-rata MOR yang
dihasilkan berkisar antara 274,33 kgcm-2 sampai 402,57 kgcm-2. Nilai MOR
tertinggi dan terendah masing-masing dihasilkan oleh papan yang terbuat dari

MOR (kgcm-2)

strand dengan panjang 20 cm yaitu 402,57 kgcm-2 dan 15 cm yaitu 274,33 kgcm-2.

650
600
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

JIS A 5908 (2003)
MOR ≥ 244 kgcm-2

b

a

a

b

b

363,70

275,31

274,33

402,57

380,73

5

10

15
Panjang strand (cm)

20

25

Gambar 13. Pengaruh panjang strand terhadap MOR OSB
Nilai MOR dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang
digunakan, daya ikat perekat dan panjang serat. Salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap nilai MOR adalah geometri strand. Strand dengan
slenderness ratio (SR) yang tinggi akan menghasilkan area kontak yang lebih baik
antar lapisan sehingga meningkatkan sifat mekanis yang dihasilkan serta

31
Universitas Sumatera Utara

memerlukan lebih sedikit perekat dalam setiap luasan permukaan untuk mengikat
strand. Nilai SR yang baik adalah sebesar 150, selain slenderness ratio untuk
memperoleh orientasi papan yang bagus maka besarnya nilai aspect ratio yang
baik adalah minimal tiga (Maloney, 1993). Nilai rata-rata SR terbesar dihasilkan
oleh panjang strand 25 cm yaitu sebesar 235,60 dan nilai SR terendah dihasilkan
oleh panjang strand 5 cm yaitu sebesar 44,71. Sedangkan untuk nilai rata-rata AR
terbesar dihasilkan oleh panjang strand 25 cm yaitu sebesar 8,38 dan nilai AR
terendah dihasilkan oleh panjang strand 5 cm yaitu sebesar 1,68.
Tabel 5. Sidik ragam terhadap nilai MOR, MOE dan IB pada OSB
No
1
2
3

Parameter
MOR
MOE
IB

F-Hitung
3,72
7,09
0,36

Probabilitas
0,04
0,00
0,82

Keterangan
*
*
Tn

Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%; Tn=tidak berpengaruh nyata

Pada Tabel 5 hasil sidik ragam menunjukkan bahwa panjang strand
berpengaruh nyata terhadap nilai MOR OSB pada selang kepercayaan
95%. Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa OSB dengan panjang
strand 5 cm 20 cm dan 25 cm tidak terdapat perbedaan yang signifikan, tetapi
ketiganya memiliki perbedaan dengan 2 tipe OSB lainnya yang memiliki panjang
strand masing-masing 10 cm dan15 cm. Dari hasil keseluruhan menunjukkan
bahwa nilai MOR OSB yang dihasilkan sudah memenuhi standar JIS A 5908
(2003) yang mensyaratkan nilai MOR minimal 244 kgcm-2 (JSA, 2003).
Modulus of Elasticity (MOE)
Nilai MOE ditunjukkan pada gambar 14. Nilai rata-rata MOE OSB yang
dihasilkan berkisar antara 51.575,74 kgcm-2 sampai 78.349,75 kgcm-2. Nilai
MOE tertinggi dan terendah masing-masing dihasilkan oleh papan yang

32
Universitas Sumatera Utara

terbuat dari strand dengan panjang 20 cm yaitu 78.349,75 kgcm-2 dan 15 cm
yaitu 51.575,74 kgcm-2.

MOE (kgcm-2)

JIS A 5908 (2003)
MOE ≥ 40790 kgcm-2
100000
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0

a

ab

a

b

ab

59268,54

61605,35

51575,74

78349,75

66545,32

5

10

15
Panjang strand (cm)

20

25

Gambar 14. Pengaruh panjang strand terhadap MOE OSB
Selain jenis perekat, daya ikat perekat dan panjang serat geometri strand
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nilai MOE. Strand dengan
slenderness ratio (SR) tinggi akan menghasilkan area kontak yang lebih baik
antar lapisan sehingga meningkatkan sifat mekanis yang dihasilkan serta
memerlukan lebih sedikit perekat dalam setiap luasan permukaan untuk mengikat
strand. Selain slenderness ratio, aspect ratio merupakan tolak ukur baik atau
tidaknya kualitas dari OSB. Aspect ratio yang baik adalah minimal tiga untuk
memperoleh orientasi papan yang bagus (Maloney, 1993). Nilai rata-rata SR
terbesar dihasilkan oleh panjang strand 25 cm yaitu sebesar 235,60 dan nilai SR
terendah dihasilkan oleh panjang strand 5 cm yaitu sebesar 44,71. Sedangkan
untuk nilai rata-rata AR terbesar dihasilkan oleh panjang strand 25 cm yaitu

33
Universitas Sumatera Utara

sebesar 8,38 dan nilai AR terendah dihasilkan oleh panjang strand 5 cm yaitu
sebesar 1,68.
Hasil sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa panjang strand
berpengaruh nyata terhadap nilai MOE. Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa OSB dengan panjang strand 10 cm 20 cm dan 25 cm tidak terdapat
perbedaan yang signifikan, tetapi ketiganya memiliki perbedaan dengan 2 tipe
OSB lainnya yang memiliki panjang strand masing-masing 5 cm dan15 cm. Dari
hasil keseluruhan menunjukkan bahwa nilai MOE yang dihasilkan telah
memenuhi standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan nilai MOE minimal
40.790 kgcm-2.
Internal Bond (IB)
Nilai internal Bond OSB ditunjukkan pada Gambar 15. Nilai rata-rata IB
papan yang dihasilkan berkisar antara 1,22 kgcm-2 sampai 3,62 kgcm-2. Nilai IB
tertinggi dan terendah masing-masing dihasilkan oleh papan yang terbuat dari

Internal Bond (kgcm-2)

strand dengan panjang 10 cm yaitu 3,62 kgcm-2 dan 25 cm yaitu 1,22 kgcm-2.

7,0
6,5
6,0
5,5
5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0

JIS A 5908 (2003)
IB ≥ 3,059 kgcm-2

3,62

4,44

4,14

3,48

3,30

5

10

15
Panjang strand (cm)

20

25

Gambar 15. Pengaruh panjang strand terhadap IB OSB
34
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Gambar 15, pada panjang strand 25 cm nilai IB menurun.
Hal ini diduga karena pada saat proses pembentukan lapisannya terjadi
overlapping antar strand sehingga menyebabkan terjadinya celah pada struktur
lapisan OSB, adanya celah inilah yang menyebabkan nilai IB rendah. Kondisi ini
ditunjukkan oleh Gambar 16.

b

a

Gambar 16. Sisi tebal OSB a) panjang strand 10 cm yang utuh;
b) panjang strand 25 cm yang bercelah
Pada OSB dengan panjang strand 10 cm menunjukkan rapatnya susunan
strand sehingga menjadikan nilai IB tinggi, sedangkan pada OSB dengan panjang
strand 25 cm menunjukkan renggangnya susunan strand sehingga menjadikan
nilai IB rendah. Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa pembentukan lapisan
dan pencampuran yang baik akan menghasilkan kekuatan ikatan antar strand yang
semakin kuat pula dan demikian juga sebaliknya.
Pada Tabel 5 hasil sidik ragam menunjukkan bahwa panjang strand tidak
berpengaruh

nyata

terhadap

nilai

IB

OSB

pada

selang

kepercayaan

95%. Nilai IB yang dihasilkan sudah memenuhi standar JIS A 5908 (2003) yang
mensyaratkan nilai IB minimal 3,059 kgcm-2.

35
Universitas Sumatera Utara

Rekapitulasi Skor Penilaian
Hasil dari rekapitulasi penilaian terhadap OSB disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Scoring OSB dengan berbagai panjang strand
Panjang strand (cm)
Sifat Fisis dan Mekanis
OSB
5
10
15
20
3

Kerapatan (g/cm )
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Kadar Air (%)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Pengembangan Tebal (%)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Daya Serap Air (%)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
MOR (Kg/cm2)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
MOE (Kg/cm2)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Internal Bond (Kg/cm2)
 Nilai Rata-Rata
 JIS A5908(2003)
Total Skor

25

0,61
1
1
4,08
1
0
14,86
4
1
51,14
3
0
363,70
3
1
59268,54
2
1
3,62
3
1

0,63
2
1
3,57
2
0
12,40
5
1
46,91
5
0
275,31
2
1
61605,35
3
1
4,44
5
1

0,69
4
1
3,20
3
0
15,13
3
1
53,24
1
0
274,33
1
1
51575,74
1
1
4,14
4
1

0,69
4
1
3,14
4
0
21,79
1
1
48,50
4
0
402,57
5
1
78349,75
5
1
3,48
2
1

0,65
3
1
3,10
5
0
20,43
2
1
53,17
2
0
380,73
4
1
66545,32
4
1
1,22
1
0

22

29

22

30

25

Keterangan:
Nilai Rata-Rata: 1-5
Standar JIS A 5908 (2003): Memenuhi= 1 Tidak memenuhi=0

Berdasarkan Tabel 6, hasil total skoring yang ditinjau dari nilai rata-rata
yang dihasilkan dan pencapaian standar JIS A 5908 (2003) dari sifat fisis dan
mekanis

memperlihatkan

bahwa

OSB

yang

terbuat

dari

strand

dengan panjang 20 cm merupakan OSB dengan kualitas terbaik dibandingkan
dengan karakteristik sifat OSB yang memiliki panjang strand 5, 10, 15, dan
25 cm.

36
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Perlakuan panjang strand dapat meningkatkan beberapa sifat fisis dan
mekanis OSB seperti kerapatan, MOE serta MOR dari OSB. Pengaruh panjang
strand terhadap sifat fisis OSB yaitu parameter kerapatan dan pengembangan
tebal telah memenuhi standar JIS A 5908 (2003), sedangkan kadar air tidak
memenuhi standar. Sementara terhadap sifat mekanis untuk parameter MOR,
MOE dan IB dari OSB telah memenuhi standar. Berdasarkan hasil rekapitulasi
didapatkan bahwa OSB yang terbuat dari strand dengan panjang 20 cm
merupakan OSB dengan kualitas terbaik dibandingkan dengan karakteristik sifat
OSB yang memiliki panjang strand 5, 10, 15, dan 25 cm.
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh tebal strand untuk
memperbaiki parameter yang belum memenuhi standar pada OSB tersebut.

37
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Bambu Tali
Bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki
kandungan lignoselulosa melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk
dijadikan sebagai bahan pengganti kayu karena pertumbuhannya lebih cepat dari
kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan papan partikel. Namun, dalam
penelitian ini bambu dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan OSB. Prospek
pengembangan OSB dari bambu di Indonesia cukup baik karena ketersediaan
kayu gergajian dan kayu lapis di pasaran yang semakin sedikit sedangkan bambu
banyak ditemukan (Adrin et al., 2013).
Saat ini, bambu menjadi bahan alternatif pengganti kayu karena memiliki
kelebihan seperti cepat tumbuh, mudah diproduksi dan diolah, memiliki sifat
mekanis yang baik, serta dapat menjadi bahan baku beberapa produk
(Febrianto et al., 2013). Menurut Mustafa (2011), secara umum bambu
merupakan material yang bersifat ortotrofik, yaitu memiliki sifat yang berbeda
pada 3 arah sumbu yaitu longitudinal, radial, dan tangensial. Tapi bambu juga
merupakan bahan yang bersifat biologis serta perbedaan sifat karakteristik bambu
disebabkan beberapa faktor, antara lain: jenis bambu, umur bambu, keadaan
tanah, keadaan lingkungan, dan bagian batang bambu. Berdasarkan pernyataan
Nuryawan et al. (2008) pemberian beban searah serat membutuhkan beban yang
lebih besar dibandingkan dengan arah memotong serat sehingga serat bambu yang

4
Universitas Sumatera Utara

lurus menjadikannya lebih tahan terhadap beban yang besar dibandingkan dengan
jenis serat yang acak.
Dari 75 genus yang terdiri atas 1.500 spesies bambu di seluruh dunia, 10
genus atau 125 jenis diantaranya terdapat di Indonesia, antara lain : Arundinaria,
Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus,
Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Namun tidak selamanya
merupakan tanaman asli Indonesia. Pada umumnya bambu ditemukan
di

tempat-tempat

terbuka

dan

daerahnya

bebas

dari

genangan

air

(Berlian dan Rahayu, 1995).
Bambu tali (Gigantochloa apus) secara taksonomi adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae

Genus

: Gigantochloa

Spesies

: Gigantochloa apus Kurz.

(Plantamor, 2014).
Bambu tali diduga berasal dari Burma, dan sekarang tersebar di seluruh
kepulauan Indonesia. Bambu tali umumnya tumbuh di dataran rendah hingga
ketinggian 1.000 mdpl. Bambu tali berbatang kuat, liat dan lurus sehingga cocok

5
Universitas Sumatera Utara

dijadikan bahan baku kerajinan (Berlian dan Rahayu, 1995).
Bambu merupakan bahan alternatif yang tepat karena sifat atau
kekuatannya yang mirip dengan kayu serta merupakan sumber daya alam yang
dapat diperbaharui. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan
bahwa bambu berumur 3-5 tahun memiliki kekuatan yang baik apabila digunakan
sebagai komponen struktural. Bambu merupakan kumpulan rumput-rumputan
berbentuk pohon kayu atau perdu yang tumbuh lurus ke atas, kadang-kadang
memanjat, dan bercabang-cabang (Mustafa, 2011).
Bambu tali (Gigantochloa apus) merupakan jenis bambu dengan rumpun
rapat berbentuk simpodial dan tegak lurus sehingga bambu ini mudah diolah
menjadi berbagai macam bentuk mulai dari perkakas, tiang, papan laminasi serta
strand untuk OSB. Bambu ini banyak tersebar di Indonesia mulai dari dataran
rendah hingga dataran tinggi sehingga bambu ini memiliki potensi yang besar
untuk dimanfaatkan (Sujarwo et al., 2010).
Oriented Strand Board
SBA (2005) menyatakan oriented strand board (OSB) adalah panel
struktur yang cocok untuk penggunaan yang luas dalam bidang konstruksi dan
industri. Panel berbentuk lembaran ini dibuat dari strand yang dipotong tipis dari
pohon berdiameter kecil dan cepat tumbuh dan disatukan dengan perekat dan
dikempa panas. Sucshland dan Woodson (1991) menyatakan bahwa geometri atau
bentuk dari suatu strand memiliki peranan penting dalam sifat papan yang
dihasilkan yang berkaitan dengan tekanan didapat pada saat pembuatan OSB yang
berpengaruh pada kerapatan yang akan dihasilkan. Selain itu lamanya waktu
pengempaan dan juga suhu pengempaan juga berpengaruh pada kualitas papan

6
Universitas Sumatera Utara

yang akan dihasilkan (Iswanto et al., 2013).
Bentuk geometri dari strand sangat berpengaruh terhadap sifat–sifat
kekuatannya (Maloney, 1993) yaitu:
1. Sifat mekanis seperti kelenturan, kuat tarik internal bond, kuat tahan baut,
dan

kuat pegang paku.

2. Selain itu juga penampakan luarnya seperti kehalusan permukaan dan
sisinya

mempengaruhi pada finishing.

3. Respon terhadap kadar air dan kelembaban udara.
4. Sifat

permesinannya

pelobangan,

atau

pengolahan

pembentukan, dan pengampelasan

seperti

penggergajian,

.

Cara membuat strand, pertama kali bambu dipotong setiap ruasnya
kemudian dipotong menurut ukuran yang diinginkan serta dikupas kulitnya agar
menghasilkan strand dengan daya rekat yang baik. Ukuran geometri strand adalah
lebar 2,5 cm dengan panjang 7 cm. Ukuran ini tidak mutlak (Ginting, 2009).
Perekat Isosianat
Perekat merupakan hal penting dalam pembuatan OSB karena perekat
berperan sebagai pengikat elemen-elemen kayu pembentuknya. Perekat isosianat
adalah

perekat

yang

mampu

merekatkan

berbagai

jenis

sirekat

(adherens). Keunggulan dari isosianat adalah kebutuhan penggunaan yang
lebih sedikit, suhu kempa rendah, waktu kempa singkat, serta toleran dengan
partikel berkadar air tinggi, stabilitas dimensi tinggi dan tidak mengandung
formaldehida (Marra, 1992).
Perekat isosianat juga memiliki keunggulan yang lebih dari tipe perekat
lainnya karena reaktivitasnya yang tinggi, kekuatan ikatan serta daya tahan yang

7
Universitas Sumatera Utara

tinggi sehingga menghasilkan produk dengan sifat fisis dan mekanis yang sangat
baik. Dari sifat–sifat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan perekat
isosianat memiliki pengaruh yang besar terhadap produksi OSB dengan kekuatan
serta daya tahan yang tinggi (Adrin et al., 2013).
Perekat isosianat umum digunakan untuk pembuatan OSB walaupun biaya
pembuatannya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan PF
(phenol formaldehida). Tapi, ikatan pada OSB dari isosianat memiliki sifat yang
lebih baik dibandingkan dengan OSB yang terbuat dari perekat PF ketika terkena
kelembaban. Tidak seperti PF, isosianat tidak hanya membentuk ikatan mekanis
antara bagian kayu, tapi juga dapat membentuk ikatan kovalen dengan bagian
kayu. Ikatan kimia ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan ikatan mekanis,
sehingga dalam pembuatan OSB dapat mengurangi penggunaan perekat isosianat
untuk

mencapai

kekuatan

yang

sama

atau

lebih

tinggi

(Ibrahim dan Febrianto, 2013).
Hasil penelitian Nuryawan et al. (2008) pada OSB yang menggunakan
perekat isosianat memiliki kualitas sifat fisis dan mekanis yang terbaik
dibandingkan menggunakan perekat PF. Perekat isosianat memiliki reaktivitas
yang tinggi, serta kekuatan ikatan dan daya tahan yang tinggi sehingga dapat
menghasilkan produk dengan sifat fisis dan mekanis yang sangat baik. Selain itu
perekat isosianat juga memiliki sifat cepat kering, memiliki pH netral dan kedap
terhadap pelarut organik serta memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan
berbagai macam kayu (Saad dan Hilal, 2012).
Panjang Strand
Panjang strand memiliki pengaruh besar dalam pembuatan OSB. Semakin

8
Universitas Sumatera Utara

panjang suatu strand maka semakin besar nilai slenderness yang dimiliki strand
tersebut serta semakin besar nilai aspect ratio yang dimiliki strand tersebut.
Menurut Moslemi (1974), nilai slenderness yang tinggi menghasilkan area kontak
dengan perekat yang semakin baik antar lapisan sehingga meningkatkan sifat
mekanis dan dapat mengurangi kebutuhan perekat pada OSB yang dibuat.
Sedangkan nilai aspect ratio yang lebih dari satu menurut Maloney (1993) dapat
memudahkan dalam penyusunan lapisan pada saat pembuatan OSB. Penelitian
yang dilakukan oleh Kuklewski et al. (1985) menyatakan bahwa nilai aspect ratio
pada suatu strand yang mencapai dua dapat menghasilkan OSB dengan sifat fisis
dan mekanis yang sangat baik.

9
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Industri kehutanan di Indonesia saat ini menghadapi beberapa masalah
yang kompleks yaitu terbatasnya kayu bulat yang dapat dihasilkan per tahunnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (2013) menjelaskan bahwa produksi
kayu bulat untuk pertukangan dan komposit tahun 2012 sebanyak 25,33 juta m3
dan mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 23,22 juta m3.
Kondisi ini mengakibatkan sulitnya untuk memenuhi peningkatan
permintaan kebutuhan kayu yang ada, sehingga perlu dicari bahan baku alternatif
pengganti kayu untuk memenuhi industri perkayuan dan komposit. Beberapa
alternatif
dengan

telah

dilakukan

memanfaatkan

(oriented

strand

dalam

rangka

perkembangan

board),

papan

mengatasi

teknologi

semen,

papan

hal

komposit
serat,

itu,

yaitu

seperti

OSB

dan

lain–lain

(Iswanto et al., 2010).
Seiring timbulnya berbagai isu lingkungan serta tuntutan konsumen akan
produk

yang

berkualitas,

maka

pemanfaatan

bahan-bahan

non-kayu

berlignoselulosa, seperti bambu sebagai bahan baku OSB, dapat menjadi salah
satu alternatif untuk mensubstitusi kebutuhan akan kayu sekaligus mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan (Setyawati et al., 2006). Bambu sebagai
material non-kayu mengandung lignoselulosa yang dapat dipertimbangkan
sebagai bahan baku komposit seperti OSB. Menurut SBA (2005) OSB adalah
panel struktur yang cocok untuk penggunaan yang luas dalam bidang konstruksi
dan industri. Panel berbentuk lembaran ini dibuat dari strand yang dipotong dari

1
Universitas Sumatera Utara

pohon berdiameter kecil dan cepat tumbuh dan disatukan dengan perekat dan
dikempa panas. APA (2009) menyebutkan bahwa OSB dibuat dengan pola saling
tegak lurus mirip kayu lapis untuk menghasilkan panil struktur yang kuat dan
keras. OSB disusun oleh strand yang tipis dan berbentuk persegi panjang dengan
arah yang teratur satu sama lain. OSB disatukan dengan perekat tahan air.
Menurut Sulastiningsih et al., (2013), bambu di Indonesia terdiri atas 160
jenis; 38 jenis di antaranya merupakan jenis introduksi dan 122 jenis merupakan
tanaman asli. Menurut data FAO & INBAR (2005), luas tanaman bambu di
Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 2,1 juta ha yang terdiri atas 0,7
juta

ha

luas

tanaman

bambu

di

dalam

kawasan

hutan

dan

1,4 juta ha luas tanaman bambu di luar kawasan hutan.
Pemahaman atas sifat-sifat bambu diperlukan karena akan digunakan
sebagai bahan baku, khususnya dalam pembuatan OSB. Sifat-sifat OSB
dipengaruhi oleh struktur lapisan, panjang strand, jenis perekat dan arah susunan
strand (Sumardi et al., 2008) . Penggunaan bahan baku yang sesuai dengan