Ketahanan Penetrasi Dan Sifat Fisik Tanah Pada Penggunaan Lahan Budidaya Monokultur

KETAHANAN PENETRASI DAN SIFAT FISIK TANAH PADA
PENGGUNAAN LAHAN BUDIDAYA MONOKULTUR

FANIYOSI NAFISAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ketahanan Penetrasi
dan Sifat Fisik Tanah Pada Penggunaan Lahan Budidaya Monokultur adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Faniyosi Nafisah
NIM A14110036

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
FANIYOSI NAFISAH. Ketahanan Penetrasi dan Sifat Fisik Tanah Pada
Penggunaan Lahan Budidaya Monokultur. Dibimbing oleh WAHYU
PURWAKUSUMA dan DWI PUTRO TEJO BASKORO
Ketahanan penetrasi tanah merupakan cerminan mudah tidaknya tanah
ditembus oleh akar tanaman. Akar tanaman harus mampu menembus tanah tanpa
adanya hambatan untuk menyerap air dan hara yang dibutuhkan tanaman.
Ketahanan penetrasi pada tanah dipengaruhi oleh kadar air tanah, tekstur, bobot
isi, dan kandungan bahan organik. Sifat-sifat tanah tersebut sampai tahap tertentu
dipengaruhi oleh penggunaan lahan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ketahanan penetrasi tanah serta kaitannya dengan sifat tanah latosol
pada penggunaan lahan budidaya monokultur; kebun buah naga, kebun jeruk,

kebun jambu dan semak belukar sebagai kontrol. Ketahanan penetrasi diukur
dengan alat penetrometer saku pada tiap-tiap penggunaan lahan. Pengamatan
lapang terhadap nilai ketahanan penetrasi yang dilakukan selama tujuh hari
berurut-urut menghasilkan pola grafik yang semakin meningkat seiring
bertambahnya hari tidak hujan. Ketahanan penetrasi tanah pada berbagai
penggunaan lahan dari tertinggi hingga terendah secara berurut-urut adalah pada
kebun jeruk, kebun buah naga, kebun jambu dan semak belukar. Ketahanan
penetrasi tanah pada kondisi kadar air tanah minimum dari tertinggi hingga
terendah secara urut pada kedua kedalaman 0-20cm dan 20-40cm adalah pada
kebun jeruk 4.45kg/cm² dan 4.08kg/cm² dengan kadar air 26.80% dan 32.78%,
kebun buah naga 4.38kg/cm² dan 3.85kg/cm² dengan kadar air 31.25% dan
36.59%, kebun jambu 4.27kg/cm² dan 3.80kg/cm² dengan kadar air 29.06% dan
38.65% dan semak belukar 4.19kg/cm² dan 3.87kg/cm² dengan kadar air 29.06%
dan 27.03%. Setiap penggunaan lahan setelah tujuh hari tidak turun hujan
mengalami peningkatan ketahanan penetrasi pada kedua kedalaman seiring
bertambahnya hari tidak hujan namun secara umum belum menghambat
perkembangan akar khususnya pada tanaman tahunan.
Kata kunci

: ketahanan penetrasi, pengunaan lahan, sifat fisik tanah.


ABSTRACT
FANIYOSI NAFISAH. Penetration Resistance and Physical Properties of Soil on
Monoculture Cultivation. Supervised by WAHYU PURWAKUSUMA and DWI
PUTRO TEJO BASKORO
Soil penetration resistance expresses the ability of soil penetrated by plant
roots. Plant roots should be able to penetrate into soil without any obstacles to
absorb water and nutrients. Soil penetration resistance is influenced by soil water
content, texture, bulk density, and organic matter content. Which are influenced to
some extent by land use type. The study aims to determine soil penetration
resistance and its relation to soil properties on monoculture farming system i.e:
dragon fruit, citrus, guava and shrubs on Latosol. Penetration resistances were
measured using a pocket penetrometer. Field observation of the penetration
resistance in seven consequtive non-rainydays showed that soil penetration
increase with time. The highest soil penetration resistance was found on citrus
land, followed by dragon fruit land, guava land and shrubs. Penetration resistance
of 0-20cm and 20-40cm soil layers under conditions of minimum soil moisture
contents from the highest to the lowest are 4.45kg/cm² and 4.08kg/cm² with a
water content of 26.80% and 32.78% on citrus land, 4.38kg/cm² and 3.85kg/cm²
with a water content of 31.25% and 36.59% on dragon fruit land, 4.27kg/cm² and

3.80kg/cm² with a water content of 29.06% and 38.65% on guava land and
4.19kg/cm² and 3.87kg/cm² with a water content of 29.06% and 27.03% on
shrubs. Penetration resistance of both soil layers on every land use increased with
time during seven consecutive non-rainydays but in general the penetration
resistance values are still in normal range for perennial crops.
Keywords: penetration resistance, land use, soil physical properties.

KETAHANAN PENETRASI DAN SIFAT FISIK TANAH PADA
PENGGUNAAN LAHAN BUDIDAYA MONOKULTUR

FANIYOSI NAFISAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Ketahanan Penetrasi dan Sifat Fisik Tanah
Pada Berbagai Penggunaan Lahan Budidaya Monokultur”. Skripsi ini merupakan
tugas akhir program sarjana pertanian (S1) di Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga Besar Oekoek tercinta yang tak pernah henti memberikan
kasih sayang, semangat, doa dan motivasi kepada penulis;
2. Ir. Wahyu Purwakusuma MSc sebagai dosen pembimbing skripsi
maupun akademik yang telah memberikan banyak arahan, kesabaran
dan nasihat;
3. Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro MSc dan Dr. Ir. Latief M Rachman MSc
MBA sebagai dosen pembimbing skripsi kedua dan dosen penguji atas

saran, arahan dan masukkannya;
4. Siti Sholichah dan Ressa Yasmine atas kerja sama, bantuan dan
pengertiannya selama penelitian bersama penulis;
5. Regina Haery, Eka Afera, Rani Yunita, Yana Kristin, Dieny, Meli,
Deni Ari, Rere Agnes, Vini Soang, Indah, Ujem, Diendra, Nisa
Latifah, Nurul, Ichsan, Ninis dan seluruh teman-teman SOILER 48
yang selalu memberikan bantuan, semangat, do’a serta keceriaan;
6. Segenap Keluarga SABISA Farm atas bantuan kepada penulis selama
penelitian;
7. Segenap keluarga Besar BLH Azimuth, khususnya angkatan IXX
Gemercik Air Mandalawangi dan kakak asuh Indrayu W Ritonga
8. Segenap Staf Laboratorium Konservasi Tanah dan Air dan
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah atas bantuannya kepada
penulis;
9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat, Aamiin.

Bogor, Maret 2016
Faniyosi Nafisah


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
1


METODE
Waktu dan tempat penelitian
Alat dan Bahan
Metode Penelitian

1
1
2
2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi umum lokasi penelitian
Sifat-sifat fisik tanah pada berbagai penggunaan lahan
Ketahanan
penetrasi
tanah
pada
berbagai
lahan


3
3
6
penggunaan
10

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

15
15
15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN


17

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Metode Analisis Sifat-Sifat Tanah
Tekstur Pada Berbagai Penggunaan Lahan
Bahan Organik Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan
Bobot Isi dan Porositas Total Pada Berbagai Penggunaan Lahan
Stabilitas Agregat Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan

Ketahanan Penetrasi Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan

3
7
8
9
10
13

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Peta Lokasi Penelitian
Kebun Buah Naga
Kebun jeruk
Kebun Jambu
Semak Belukar
Grafik Ketahanan Penetrasi Beberapa Hari Setelah Hujan
Hubungan Ketahanan Penetrasi Dengan Kadar Air Tanah

2
4
5
5
6
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Lampiran 1 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
kandungan klei kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
2. Lampiran 2 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
kandungan klei kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
3. Lampiran 3 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap bahan
organik kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
4. Lampiran 4 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap bahan
organik kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
5. Lampiran 5 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap bobot
isi kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
6. Lampiran 6 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap bobot
isi kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
7. Lampiran 7 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
porositas total kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
8. Lampiran 8 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
porositas total kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
9. Lampiran 9 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap indeks
stabilitas agregat kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
10. Lampiran 10 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap indeks
stabilitas agregat kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05

17
17
17
17
18
18
18
18
19
19

11. Lampiran 11 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-1 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
12. Lampiran 12 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-1 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
13. Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-2 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
14. Lampiran 14 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-2 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
15. Lampiran 15 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-3 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
16. Lampiran 16 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-3 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
17. Lampiran 17 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-4 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
18. Lampiran 18 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-4 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
19. Lampiran 19 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-5 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
20. Lampiran 20 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-5 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
21. Lampiran 21 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-6 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
22. Lampiran 22 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-6 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05
23. Lampiran 23 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-7 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05
24. Lampiran 24 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-7 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05

19
19
20
20
20
20
21
21
21
21
22
22
22
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah sebagai media tumbuh perakaran tanaman diharapkan dapat
memberikan kondisi yang mendukung tumbuh kembang akar. Akar tanaman
harus mampu menembus tanah tanpa adanya hambatan untuk menyerap air dan
hara yang dibutuhkan tanaman. Cerminan mudah tidaknya tanah ditembus oleh
akar tanaman disebut dengan ketahanan penetrasi tanah. Ketahanan penetrasi
tanah juga menggambarkan kepadatan dan ketahanan suatu tanah. Pemadatan atau
ketahanan tanah dapat menjadi masalah akibat terhambatnya pertumbuhan akar
tanaman sehingga berpengaruh pada menurunnya produksi tanaman. Ketahanan
penetrasi tanah dipengaruhi oleh beberapa sifat tanah seperti kadar air, kandungan
bahan organik, dan bobot isi tanah (Whalley et al. 2007) dan tekstur (To dan Kay
2005). Islami dan Utomo (1995) menyatakan bahwa pengaruh sifat fisik tanah
terhadap ketahanan penetrasi tanah berbeda-beda, karena ketahanan penetrasi
tanah terdiri atas kekuatan geser, kekuatan tarik, dan ketahanan terhadap
pemadatan. Kekuatan geser tanah dipengaruhi oleh ukuran partikel, kandungan air
tanah, dan bobot isi tanah; kekuatan tarik tanah dipengaruhi oleh jenis mineral
klei, kandungan bahan organik, dan kadar air tanah; dan pemadatan tanah
dipengaruhi oleh tingginya bobot isi tanah.
Pengolahan tanah pada setiap jenis budidaya pertanian memiliki jenis
pengolahan yang berbeda sesuai kebutuhan dan kondisi lahan yang digunakan.
Pada budidaya monokultur, pengolahan tanah akan spesifik bergantung dari jenis
tanaman yang dibudidayakan. Winanti (1996) berpendapat bahwa perbedaan
tutupan lahan mengakibatkan perbedaan sifat biofisik tanah karena setiap jenis
tanaman memiliki sistem perakaran yang berbeda. Oleh karena itu, dengan
memperhatikan potensi terbentuknya sifat biofisik tanah yang berbeda pada
beberapa penggunaan lahan budidaya monokultur maka dilakukan penelitian
untuk mengetahui kaitannya dengan ketahanan penetrasi tanah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan penetrasi tanah serta
kaitannya dengan sifat fisik tanah Latosol pada kebun buah naga, kebun jeruk,
kebun jambu dan semak belukar.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak bulan April 2015 hingga Agustus 2015 di
Tanah Latosol, Sindang Barang. Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan
University Farm IPB, Sindang Barang (Gambar 1) pada penggunaan kebun buah
naga, kebun jeruk, kebun jambu dan semak belukar dijadikan sebagai kontrol.
Analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah

2

dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh tanah terganggu
dan contoh tanah agregat utuh pada tanah Latosol dari keempat penggunaan lahan
yaitu: kebun buah naga, kebun jeruk, kebun jambu, dan semak belukar, dan
bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis di laboratorium. Alat yang digunakan
yaitu penetrometer saku (pocket penetrometer), linggis, cangkul, palu, golok,
balok kayu, alumunium foil dan peralatan laboratorium.

Gambar 1 Lokasi Penelitian

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: penetapan lokasi,
pengambilan contoh tanah, persiapan alat dan bahan, analisis karakteristik fisik
dan kimia tanah, dan pengukuran lapang serta pengolahan data.
Penetapan Lokasi
Lokasi penelitian dipilih berdasarkan perbedaan penggunaan lahan pertanian
monokultur. Dalam hal ini ditentukan di empat lokasi penggunaan lahan berbeda
yaitu: lahan buah naga, lahan jeruk, lahan jambu dan semak belukar. Adapun
semak belukar dijadikan sebagai kontrol.
Pengambilan Contoh Tanah
Contoh tanah diambil untuk keperluan analisis bahan organik, tekstur,
bobot isi, stabilitas agregat, bobot jenis partikel dan penetapan kadar air lapang.
Khusus untuk keperluan analisis bobot isi dan stabilitas agregat dilakukan
pengambilan contoh tanah utuh, sedangkan yang lainnya menggunakan contoh
tanah terganggu. Contoh tanah diambil pada setiap penggunaan lahan pada tiga
tempat berbeda yang ditentukkan secara acak untuk mewakili ulangan. Contoh
tanah diambil pada piringan tanaman pada kedalaman 0-20cm dan 20-40cm.

3

Penetapan Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Sifat-sifat tanah yang dianalisis adalah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
ketahanan penetrasi tanah diantaranya: tekstur, bobot isi, kadar bahan organik,
kadar air lapang dan stabilitas agregat. Parameter sifat fisik tanah dan metode
analisis yang digunakan terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Metode Analisis Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Sifat Fisik Tanah
Contoh Tanah
Metode
Tekstur
Terganggu
Pipet
Bobot Isi
Agregat
Clod
Bobot Jenis Partikel
Terganggu
Piknometer
Bahan Organik
Terganggu
Walkley and Black
Stabilitas Agregat
Agregat
Ayakan Kering  Basah
Kadar Air Lapang
Terganggu
Gravimetrik
Pengukuran Ketahanan Penetrasi dan Kadar Air
Pengukuran ketahanan penetrasi dilakukan dengan menggunakan alat
penetrometer saku (Pocket Penetrometer) dengan cara menusukkan penetrometer
sebanyak 10 kali dengan sudut 90° pada sisi tanah. Pengukuran dilakukan pada
kedalaman 0-20cm dan 20-40cm disetiap titik pengamatan. Pengamatan dilakukan
pada lubang berukuran ± 17cm x 17cm dengan kedalaman 40cm. Nilai yang
diperoleh dari hasil tusukkan kemudian dirata-ratakan untuk mendapat nilai
ketahanan penetrasi tanah pada setiap kedalaman.
Setiap pengukuran ketahanan penetrasi tanah diikuti dengan penetapan
kadar air tanah. Pengukuran kadar air dilakukan dengan mengambil tanah pada
titik bekas tusukkan alat penetrometer kemudian diukur secara gravimetrik di
laboratorium. Pengukuran ketahanan penetrasi tanah dan kadar air lapang
dilakukan selama tujuh hari berturut-turut tanpa hujan setelah satu kejadian hujan.
Pengolahan Data
Data sifat-sifat tanah beserta ketahanan penetrasi pada setiap penggunaan
lahan dianalisis menggunakan ANOVA dan Uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi umum lokasi penelitian
Di Indonesia latosol umumya terdapat pada bahan induk volkanik, baik
berupa tuffa atapun batuan beku. Latosol memiliki ciri solum tebal (1.5-10 m),
kemasaman masam hingga agak masam (pH H2O 4.5-6.5), bahan organik rendah
hingga agak sedang (3-10 %) di lapisan atas (Rachim dan Arifin 2011). Lokasi
penelitian berada di kebun percobaan University Farm Sindang Barang, Bogor.
Kebun Percobaaan University Farm memiliki berbagai jenis sarana kebun dan
kolam percobaan dengan luas ±9.5 ha dan kemiringan lahan (0-18%). Diantara
kebun-kebun percobaannya, terdapat beberapa kebun yang dibudidayakan secara
monokultur meliputi: kebun buah naga, kebun jeruk, dan kebun jambu.
Berdasarkan peta tanah yang dikeluarkan oleh Balittan tahun 1979, jenis tanah di

4

University Farm Sindangbarang IPB adalah Latosol coklat kemerahan dengan
bahan induk tuff andesit. Latosol merupakan tanah yang sudah terlapuk lanjut,
warna tanah merah, cokelat kemerahan, cokelat, cokelat kekuningan, atau kuning.
Kebun Buah Naga
Tanaman buah naga termasuk tanaman tropis yang mudah beradaptasi
dengan berbagai lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca. Agar tanaman buah
naga dapat tumbuh dengan baik dan maksimal, media tumbuhnya harus subur dan
mengandung bahan organik yang cukup. Drainase harus berjalan baik dan bersifat
porous, karena tanaman ini tidak tahan genangan air. Akar buah naga tidak
memiliki akar tunggal, tanaman ini hanya memiliki akar serabut yang tumbuh dan
berkembang secara mendatar (horizontal) di dalam tanah pada kedalaman sekitar
30 – 40cm atau lebih (Amalya dan Sobir 2013).

Gambar 2 Kebun buah naga
Kebun buah naga ini ditanami dengan varietas buah naga merah dan putih
yang telah berumur satu tahun (Gambar 2). Sebelumnya lahan tersebut merupakan
lapangan yang digunakan warga untuk berbagai kegiatan. Lahan seluas 0.5 ha ini
ditanami buah naga dengan jarak tanam 3x3 m. Kebun ini tengah dikembangkan
menjadi kebun agrowisata yang dikelola oleh mahasiswa, sehingga perawatan
yang berhubungan dengan pengolahan tanahnya belum begitu intensif
dibandingkan jika dikelola oleh petugas University Farm. Perawatan berupa
pemupukkan pada piringan tanaman dilakukan tiga bulan sekali dengan
pemberian pupuk kandang kotoran sapi, pupuk dasar N P K dan kapur. Adapun
perawatan pembersihan gulma dilakukan secara berkala. Pengolahan tanah
terakhir dilakukan pada akhir bulan Maret 2015.
Kebun Jeruk
Jeruk dapat tumbuh pada daerah basah dan kering. Curah hujan optimum
untuk jeruk 1500 mm per tahun. Tanah yang cocok untuk tanaman ini adalah
tanah lempung sampai lempung berpasir, serta subur dan gembur (mengandung
humus). Tanaman jeruk mempunyai akar tunggang panjang dan akar serabut
(bercabang pendek kecil) serta akar – akar rambut. Bila akar tunggang mencapai
tanah yang keras atau tanah yang terendam air, maka pertumbuhannya akan
berhenti. Tetapi bila tanahnya gembur, panjang akar tunggang bisa mencapai 4
meter. Akar cabang yang mendatar bisa mencapai 6 – 7 meter. Perakaran jeruk
manis tergantung pada banyaknya unsur hara di dalam tanah dan umumnya di
kedalaman 0,15 – 0,50 meter

5

Tanaman jeruk ini kurang lebih telah berumur 1.5 tahun dengan tinggi
rata-rata tanaman satu meter dan ditanam dengan jarak tanam 4x4 meter pada
lahan seluas 0.6 ha (Gambar 3). Pengolahan tanah di lahan ini dilakukan secara
intensif oleh petugas University Farm dengan perlakuan perawatan berupa
pembersihan gulma yang dilakukan satu bulan sekali dan pemupukkan KCL dan
pupuk kandang kotoran ayam yang dilakukan tiga bulan sekali. Kebun ini
digunakan sebagai kebun percobaan penelitian IPB sehingga selain aktivitas
perawatan, terdapat pula aktivitas yang dilakukan untuk percobaan penelitian.
Sebelumnya lahan ini merupakan lahan yang ditanami berbagai tanaman semusim
dan telah mengalami pengolahan tanah serta pemupukan yang cukup intensif.
Pengolahan tanah yang intensif dan tingginya aktivitas manusia dapat
menyebabkan pemadatan tanah yang menyebabkan ketahanan penetrasinya
meningkat. Pengolahan tanah terakhir dilakukan pada pertengahan bulan Januari
2015.

Gambar 3 Kebun jeruk
Kebun Jambu
Tanaman jambu kristal merupakan tanaman daerah tropis dan dapat
tumbuh di daerah sub-tropis dengan intensitas curah hujan yang diperlukan
berkisar antara 1000-2000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Sistem
perakaran adalah sistem akar tunggang, karena akar lembaganya terus tumbuh
menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil
dan akar pokok yang berasal dari akar lembaga disebut akar tunggang. Jambu
memiliki akar tunggang yang bercabang berkerucut panjang dan tumbuh lurus
kebawah sehingga memberi kekuatan lebih besar pada batang dan juga daerah
perakaran menjadi amat luas (Tjitrosoepomo 2007).

Gambar 4 Kebun Jambu

6

Tanaman jambu yang ditanam telah berumur 4 tahun dengan tinggi ratarata satu meter. Lahan seluas satu ha ini ditanami jambu kristal dengan jarak
tanam 4x4 meter (Gambar 4). Perawatan oleh petugas University Farm berupa
pemupukkan pada piringan tanaman dilakukan tiga bulan sekali dengan
pemberian pupuk kandang kotoran ayam, pupuk dasar NPK dan kapur selain itu
perawatan pembersihan gulma dilakukan secara berkala. Penggunaan lahan
sebelumnya ditanami tanaman semusim berupa jagung dan kacang. Pengolahan
tanah terakhir dilakukan pada bulan Januari 2015.
Semak Belukar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Semak belukar
merupakan tumbuhan perdu yang memiliki kayu-kayuan kecil dan rendah. Lahan
semak belukar merupakan tanah yang telah diusahakan, kemudian berubah
menuju hutan kembali (karena ditinggalkan dan sebagainya). Lahan yang telah
berumur 15 tahun ini merupakan lahan bekas ditanami tanaman singkong dan
talas yang telah diberakan selama 3 tahun. Tidak adanya aktivitas manusia yang
memanfaatkan lahan ini menyebabkan tumbuhnya tanaman liar seperti
rerumputan, alang-alang, pohon pisang dan singkong karet. Lahan ini dijadikan
lahan pembanding dengan penggunaan lahan budidaya monokultur lainnya untuk
melihat perbandingan ada tidaknya pengaruh pengolahan lahan terhadap
ketahanan penetrasi dan sifat fisik tanahnya.

Gambar 5 Semak Belukar
Sifat-Sifat Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan
Tekstur
Tekstur merupakan salah satu sifat tanah yang relatif konstan terhadap
waktu. Kelas ukuran butir tanah merupakan penyederhanaan dari tekstur tanah.
Berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat maka tanah
dikelompokkan ke dalam beberapa kelas tekstur. (Hardjowigeno, 2007). Tekstur
pada ke-empat penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 2.

7

Tabel 2 Tekstur pada berbagai penggunaan lahan
Pasir
Penggunaan lahan
Kedalaman
(cm)
Kebun buah naga
Kebun jeruk
Kebun jambu
Semak Belukar

Debu

Klei

Kelas
tekstur
Klei

...(%)...

0-20
20-40
0-20
20-40
0-20

15.85
19.72
14.68
14.88
12.26

25.90
24.94
32.30
29.81
35.36

58.23a
55.33a
53.01a
56.80a
52.37a

20-40

12.07

39.45

48.47a

0-20

15.07

31.38

53.55a

20-40

14.50

39.21

46.29a

Klei
Klei
Klei

Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata,
sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan
pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil analisis ragam, keempat penggunaan lahan
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Tekstur tanah pada
keempat penggunaan lahan adalah klei dengan persentase klei yang cenderung
lebih tinggi pada kedalaman 0-20cm pada kebun buah naga 58.23%, pada semak
belukar 53.55%, selanjutnya pada kebun jeruk 53.01% dan terendah pada kebun
jambu 52.37%. Pada kedalaman 20-40cm kadar klei tertinggi adalah pada kebun
jeruk 56.80%, pada kebun buah naga 55.33%, pada kebun jambu 48.47% dan
terakhir pada semak belukar 46.29%. Menurut Wesley (1973), tanah bertekstur
klei memiliki sifat kohesif yang menunjukkan suatu keadaan saling melekat satu
sama lain. Sifat kohesif pada klei menyebabkan tanah sulit diolah atau dibutuhkan
gaya yang lebih besar untuk menembus tanah tersebut. Gaya kohesif tanah akan
meningkat dengan meningkatnya kandungan klei (Baver et al 1978 dalam Afrial
2000). Lebih tingginya persentase klei dibandingkan dengan persentase debu dan
pasir pada ke-empat penggunaan lahan berpengaruh pada nilai stabilitas agregat
dan bobot isi tanah. Tanah yang didominasi oleh pasir akan memiliki banyak pori
makro, tanah yang didominasi oleh debu akan banyak memiliki pori meso, dan
tanah yang didominasi oleh klei akan banyak memiliki pori mikro. Tanah yang
semakin porus (banyak pori makro) akan mudah ditembus oleh akar dan
sebaliknya apabila semakin tidak porus maka tanah akan sulit ditembus oleh akar
(Hanafiah 2005).
Bahan Organik Tanah
Bahan organik sangat berpengaruh dalam memperbaiki sifat fisik dan
kimia tanah dan juga menunjang pertumbuhan tanaman. Pengaruh bahan organik
terhadap sifat tanah antara lain adalah meningkatkan kemampuan tanah dalam
memegang air, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya, dan
menurunkan plastisitas, kohesif, dan sifat buruk lainnya dari klei (Hakim et al.
1986). Hasil pengukuran bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan
disajikan dalam Tabel 3.

8

Tabel 3 Kandungan bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan
Bahan Organik (%)
Penggunaan lahan
0-20 cm
20-40 cm
Kebun buah naga
5.53a
3.67a
Kebun jeruk
4.08ab
3.02ab
Kebun jambu
3.31b
2.58b
Semak belukar
3.41b
2.55b
Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata,
sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan
pada taraf 5%.

Hasil uji ragam menunjukan bahwa keempat penggunaan lahan
mempunyai kandungan bahan organik yang berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Bahan organik tanah pada kebun buah naga berbeda nyata dengan kebun buah
jambu dan semak belukar. Kandungan bahan organik pada kedalaman 0-20cm
tertinggi adalah pada kebun buah naga 5.53%, selanjutnya pada kebun jeruk
4.08%, pada semak belukar 3.41% dan terendah pada kebun jambu 3.31%. Pada
kedalaman 20-40 cm kandungan bahan organik tertinggi adalah pada kebun buah
naga 3.67%, selanjutnya pada kebun jeruk 3.02%, pada kebun jambu 2.58% dan
terendah pada semak belukar 2.55%. Bahan organik pada keempat penggunaan
lahan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah. Hal ini
dikarenakan pada kedalaman 0-20cm merupakan daerah pemberian pupuk dan
tempat penimbunan serasah sehingga menghasilkan nilai bahan organik yang
lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan dibawahnya.
Kandungan bahan organik yang tinggi pada kebun buah naga di
kedalaman 0-20cm dan 20-40cm disebabkan pengaplikasian pupuk kandang yang
baru dilakukan saat pengambilan sampel tanah. Rendahnya kandungan bahan
organik pada semak belukar disebabkan karena tidak adanya aktivitas pengelolaan
tanah. Suplay bahan organik hanya didapat dari sumbangan serasah rerumputan
dan alang-alang diatasnya.
Bobot Isi dan Porositas Total
Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin tinggi bobot isi
tanah maka semakin padat yang berarti tanah semakin sulit ditembus akar
tanaman (Hardjowigeno, 2007). Porositas total merupakan salah satu sifat fisik
tanah yang penting diperhatikan dalam pemilihan media tumbuh karena
berhubungan dengan aerasi dan drainase yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Cara pengolahan tanah mempengaruhi sifat fisik tanah yang diolah.
Pengolahan tanah dirancang untuk meningkatkan porositas tanah. Porositas total
berbanding terbalik dengan nilai bobot isi. Bobot isi dan porositas total disajikan
dalam Tabel 4.

9

Tabel 4 Bobot isi dan porositas total pada berbagai penggunaan lahan
Bobot Isi (g/cm3)
Porositas Total (%)
Penggunaan lahan
0-20 cm
20-40 cm
0-20 cm
20-40 cm
Kebun buah naga
1.07a
1.10a
54.89a
54.82ab
Kebun jeruk
1.08a
1.12ab
54.07a
53.12b
Kebun jambu
1.10a
0.96b
54.41a
60.02a
Semak belukar
1.04a
1.03ab
56.09a
56.70ab
Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata,
sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan
pada taraf 5%.

Hasil uji ragam terhadap bobot isi dan porositas tanah pada keempat
penggunaan lahan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada kedalaman
0-20cm dan berbeda nyata pada kebun buah naga dan kebun jambu pada
kedalaman 20-40cm pada taraf 5%. Meskipun demikian, bobot isi cenderung lebih
tinggi pada pada kebun jambu 1.10g/cm3, diikuti pada kebun jeruk 1.08g/cm3,
selanjutnya pada kebun buah naga 1.07g/cm3 dan terendah pada semak belukar
1.04g/cm3. Pada kedalaman 20-40cm bobot isi tertinggi pada kebun jeruk
1.12g/cm3, diikuti kebun buah naga 1.10g/cm3, kemudian semak belukar
1.03g/cm3 dan terendah pada kebun jambu 0.96g/cm3.
Lebih tingginya bobot isi pada kebun jambu, kebun jeruk dan kebun buah
naga dikedalaman 0-20 cm disebabkan oleh adanya pengolahan tanah pada
kedalaman 0-20cm. Sedangkan semak belukar memiliki bobot isi rendah akibat
rendahnya aktivitas pengolahan tanah pada lahan tersebut. Pada umumnya
pengaruh pengolahan tanah hanya bersifat sementara dalam menggemburkan
tanah, selanjutnya dapat terjadi penyumbatan pori-pori tanah oleh partikel-partikel
yang hancur pada saat proses pengolahan tanah. Penyumbatan pori inilah yang
membuat tanah menjadi lebih padat sehingga bobot isi meningkat (Arsyad, 2010).
Ukuran tajuk yang kecil pada tanaman jeruk dan buah naga yang masih berumur
1.5 dan 1 tahun serta perawatan pemangkasan pada tajuk tanaman jambu turut
menyebabkan tingginya bobot isi pada permukaan tanah. Tanaman dengan ukuran
tajuk yang kecil juga menjadi agen pemadatan tanah akibat energi pukulan oleh
air hujan secara langsung pada permukaan tanah dapat memungkinkan resiko
terjadinya pemadatan tanah. Semak belukar memiliki permukaan penutup tanah
yang didominasi oleh alang-alang dan rerumputan sehingga permukaan tanah
cenderung terlindungi dari pukulan air hujan secara langsung.
Porositas total pada kedalaman 0-20 cm tertinggi terdapat pada semak
belukar 56.02%, kemudian pada kebun buah naga 54.89%, selanjutnya pada
kebun jambu 54.41% dan yang terendah pada kebun jeruk 54.07%. Porositas total
tertinggi dikedalaman 20-40 cm terdapat pada kebun jambu 60.02%, selanjutnya
pada semak belukar 56.70%, pada kebun buah naga 54.82% dan yang terendah
pada kebun jeruk 53.12%. Semakin tinggi porositas total, semakin rendah bobot
isi. Hal ini disebabkan peningkatan porositas total menjadikan tanah lebih porous
dan bobot isi lebih rendah sehingga akar tanaman akan mudah menembus tanah.
Stabilitas Agregat
Kemantapan agregat tanah didefinisikan sebagai ketahanan agregat tanah
terhadap hancuran oleh pukulan butir air hujan atau penggenangan air.

10

Kemantapan agregat tanah bergantung pada ketahanan tanah melawan daya
dispersi dan kekuatan sementasi atau pengikatan (Notohadiprawiro 1998).
Stabilitas agregat pada ketiga penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Stabilitas agregat pada berbagai penggunaan lahan
Stabilitas agregat (%)
Penggunaan lahan
Kelas Stabilitas Agregat
0-20 cm
20-40 cm
Sangat Stabil Sekali
Kebun buah naga
482.15ab
485.38a
Sangat Stabil Sekali
Kebun jeruk
398.86b
306.02b
Sangat Stabil Sekali
Kebun jambu
553.42a
303.42b
Sangat Stabil Sekali
Semak belukar
482.93ab
311.95b
Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata,
sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan
pada taraf 5%.

Hasil uji ragam menunjukan bahwa kemantapan agregat tanah pada
keempat penggunaan lahan berbeda nyata pada taraf 5%. Kelas indeks stabilitas
agregat pada keempat penggunaan lahan tergolong sangat stabil sekali. Pada
kedalaman 0-20cm, Kebun jambu memiliki stabilitas tertinggi 553.42%,
selanjutnya semak belukar 482.93%, kebun buah naga 482.15% dan terendah pada
kebun jeruk 398.86%. Pada kedalaman 20-40cm, Kebun buah naga memiliki
stabilitas tertinggi 485.38%, selanjutnya semak belukar 311.95%, kebun jeruk
306.02% dan terendah pada kebun jambu 303.42%.
Keempat penggunaan lahan pada kedalaman 0-20cm memiliki stabilitas
agregat tanah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pada kedalaman 20-40cm
sehingga permukaan tanahnya akan lebih stabil dibandingkan dengan kedalaman
20-40cm. Nilai stabilitas agragat tanah yang tinggi disebabkan oleh kandungan
bahan organik yang lebih tinggi pada kedalaman 0-20cm dibandingkan kedalaman
20-40cm. Bahan organik efektif dalam meningkatkan stabilitas agregat tanah
karena berfungsi sebagai bahan penyemen dan pengikat antar partikel tanah dalam
bentuk selaput liat yang menyelimuti agregat sehingga agregat menjadi lebih
stabil (Baver et al., 1972).
Ketahanan Penetrasi Tanah
Ketahanan Penetrasi Tanah Beberapa Hari Setelah Hujan
Pengamatan lapang terhadap nilai ketahanan penetrasi yang dilakukan
selama tujuh hari berturut-turut menghasilkan pola grafik yang semakin
meningkat seiring bertambahnya hari tidak hujan (Gambar 6). Hal ini disebabkan
karena kandungan kadar air yang semakin rendah seiring bertambahnya hari tidak
hujan. Veprakas (1984 dalam Kurnia et al. 2006) menunjukkan bahwa saat
kandungan air tanah meningkat, ketahanan penetrasi tanah menurun. Tanah akan
menjadi licin saat kadar air tanahnya tinggi. Kondisi ini memudahkan akar
tanaman untuk menembus tanah. Sebaliknya, tanah akan mengeras pada saat
kadar air tanahnya rendah. Tanah yang mengeras memiliki ikatan partikel yang
kuat sehingga akar tanaman akan sulit menembus. Ketahanan penetrasi pada ke-

11

empat penggunaan lahan baik pada kedalaman 0-20cm maupun pada kedalaman
20-40cm mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya hari tidak hujan.
Peningkatan ketahanan penetrasi pada kedalaman 0-20cm lebih tinggi
dibandingkan dengan pada kedalaman 20-40cm. Hal ini disebabkan kadar air yang
lebih rendah pada kedalaman 0-20cm dibandingkan dengan pada kedalaman 2040cm (Gambar 7). Lebih rendahnya kadar air pada kedalaman 0-20cm disebabkan
adanya proses evaporasi yang lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman 2040cm. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sofyan (2011) bahwa kadar air tanah
pada kedalaman tanah 10-20 cm lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah
0-10 cm. Hal tersebut disebabkan kedalaman tanah 0-10cm bersinggungan
langsung dengan sinar matahari, udara dan suhu, sehingga nilai evaporasinya
menjadi lebih besar. Baver et al (1972) mengemukakan bahwa kadar air tanah
akan menentukan besarnya nilai ketahanan penetrasi tanah sehingga nilai kadar air
dapat digunakan untuk menduga mampu tidaknya akar tanaman menembus tanah.

Gambar 6 Ketahanan penetrasi pada kedalaman 0-20cm (A) dan 20-40cm (B)
beberapa hari setelah hujan pada beberapa penggunaan lahan kebun buah naga (a),
kebun jeruk (b), kebun jambu (c) dan semak belukar (d) Tanah Latosol, Sindang
Barang
Hubungan ketahanan penetrasi tanah dengan kadar air dapat dimodelkan
dalam regresi (Gambar 7). Sesuai dengan Busscher et al. (1987 dalam Vaz et al.
2001) bahwa persamaan dari model regresi power merupakan persamaan yang
paling mampu memprediksi hubungan ketahanan penetrasi tanah dengan kadar
air. Hubungan ketahanan penetrasi dengan kadar air tanah telah dimodelkan
dengan persamaan yaitu y=aθ-b, dimana y merupakan ketahanan penetrasi, a dan b
merupakan konstanta, dan θ merupakan kadar air tanah; dimana setiap

12

penggunaan lahan dan kedalaman tanah memiliki konstanta yang berbeda-beda.
Semakin tinggi kadar air tanah maka semakin kecil nilai ketahanan penetrasi
tanahnya.

Gambar 7 Hubungan ketahanan penetrasi dengan kadar air tanah pada kedalaman
0-20cm dan 20-40cm beberapa hari setelah hujan pada penggunaan lahan kebun
buah naga (A), kebun jeruk (B), kebun jambu (C) dan semak belukar (D) Tanah
Latosol, Sindang Barang
Ketahanan Penetrasi Tanah dan Sifat Tanah pada Kadar Air Tertentu
Mulqueen dkk (1997) dalam Whalley (2007) menyatakan bahwa
runtuhnya tanah akibat penetrometer adalah fungsi dari kadar air tanah. Pada
kadar air yang tinggi, tanah cenderung mengalami gagal plastis dan ketahanan
penetrometer tidak sensitif terhadap bobot isi. Sedangkan pada kadar air yang
rendah, runtuhnya tanah terkait gesekan internal tanah dan ketahanan
penetrometer akan sensitif terhadap bobot isi. Ketahanan penetrasi tanah pada
hari-hari tidak turun hujan hingga hari ke tujuh setelah satu kejadian hujan
disajikan dalam Tabel 6.

13

Tabel 6 Ketahanan penetrasi tanah pada hari pertama hingga hari ke tujuh pada
berbagai penggunaan lahan
Hari Tidak Hujan
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4
Hari ke-5
Hari ke-6
Hari ke-7

Kebun Buah Naga
0-20
20-40
cm
cm
2.17c
2.13b
2.50b
2.21b
2.53bc
2.36b
3.03c
2.86b
3.28c
3.15b
4.20a
3.76a
4.38ab
3.85a

Kebun Jeruk
0-20 20-40
cm
cm
3.13a 2.78a
3.15a 2.79a
3.42a 2.80a
4.09a 3.49a
4.15a 3.63a
4.28a 3.93a
4.45a 4.08b

Kebun Jambu
0-20 20-40
cm
cm
1.75d 2.08b
2.68b 2.28b
3.21ab 2.64a
3.59b 2.78b
3.83b 3.23b
4.14a 3.38b
4.27bc 3.80b

Semak Belukar
0-20 20-40
cm
cm
2.31b 2.23b
2.36b 2.27b
2.46c 2.35b
3.06c 2.94b
3.22c 3.03b
3.54b 3.41b
4.19c 3.87b

Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata,
sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan
pada taraf 5%.

Tabel 6 Kadar air tanah pada hari pertama hingga hari ke tujuh pada berbagai
penggunaan lahan
Hari Tidak Hujan
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4
Hari ke-5
Hari ke-6
Hari ke-7

Kebun Buah Naga
0-20
20-40
cm
cm
40.76
41.23
38.04
40.82
36.81
40.57
35.39
39.81
34.12
38.93
32.64
37.93
31.25
36.59

Kebun Jeruk
0-20 20-40
cm
cm
36.57 38.99
35.25 37.73
35.33 37.23
35.56
35
33.22 34.08
28.54 33.16
26.8 32.78

Kebun Jambu Semak Belukar
0-20 20-40 0-20 20-40
cm
Cm
cm
cm
34.56 44.48 39.41
41.98
33.09 42.49 40.36
42.28
32.45 42.44 39.17
40.64
31.8 41.37 37.49
38.78
31.01 40.95 35.63
37.12
30.2 39.46 34.62
35.69
29.06 38.65 26.35
27.03

Hasil uji ragam terhadap ketahanan penetrasi pada keempat penggunaan
lahan menunjukkan hasil berbeda nyata dari hari pertama hingga hari ke tujuh
setelah satu kejadian hujan. Ketahanan penetrasi pada kedua kedalaman 0-20cm
dan 20-40cm pada hari ke tujuh dengan kondisi kadar air minimum dari yang
tertinggi secara urut adalah pada kebun jeruk 4.45kg/cm² dan 4.08kg/cm² dengan
kadar air 26.80% dan 32.78%, pada kebun buah naga 4.38kg/cm² dan 3.85kg/cm²
dengan kadar air 31.25% dan 36.59%, pada kebun jambu 4.27kg/cm² dan
3.80kg/cm² dengan kadar air 29.06% dan 38.65% dan pada semak belukar
4.19kg/cm² dan 3.87kg/cm² dengan kadar air 26.35% dan 27.03%. Tingginya
ketahanan penetrasi pada kedalaman 0-20cm dan 20-40cm pada kebun jeruk
disebabkan bobot isi yang paling tinggi (Tabel 4). Semak belukar memiliki nilai
ketahanan penetrasi paling rendah pada kedalaman 0-20cm karena memiliki bobot
isi yang rendah (Tabel 4). Begitupun dengan kebun jambu dikedalaman 20-40 cm
yang memiliki bobot isi yang paling rendah sehingga nilai ketahanan penetrasinya
pun rendah (Tabel 4).
Bahan organik tanah memiliki pengaruh terhadap bobot isi sehingga
mempengaruhi ketahanan penetrasinya. Pada kebun buah naga yang memiliki
kandungan bahan organik tertinggi pada kedalaman 0-20cm dan 20-40cm
menyebabkan ketahanan penetrasinya lebih rendah dibandingkan kebun jeruk

14

meskipun memiliki bobot isi yang cukup tinggi. Santosa (2006) menyatakan
bahwa bahan organik memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan dengan
partikel mineral tanah, sehingga semakin besar kadar bahan organik tanah maka
nilai berat isi tanah semakin kecil. Tanah dengan bahan organik yang tinggi akan
memiliki bobot isi tanah yang relatif rendah.
Ketahanan Penetrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan
Nilai ketahanan penetrasi pada penggunaan kebun buah naga, kebun jeruk,
kebun jambu dan semak belukar dipengaruhi oleh karakteristik tanah pada
masing-masing penggunaan lahan. Ketahanan penetrasi tertinggi di kedalaman 020cm adalah pada kebun jeruk karena bobot isi tanahnya tinggi (Tabel 4),
porositas total rendah (Tabel 4), dan stabilitas agregatnya rendah dibandingkan
dengan ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5). Selain itu, praktek pengolahan tanah
yang intensif dan umur penggunaan lahan yang lebih lama juga berpengaruh pada
nilai ketahanan penetrasi yang tinggi (Gambar 3). Kebun buah naga mendapatkan
kandungan bahan organik paling tinggi (Tabel 3), pengolahan tanah yang tidak
begitu intensif serta umur penggunaan yang paling muda (Gambar 2) sehingga
ketahanan penetrasi lebih rendah dibandingkan kebun jeruk. Kebun jambu dengan
nilai ketahanan penetrasi lebih rendah dari penggunaan kebun jeruk dan kebun
buah naga diduga disebabkan oleh bobot isi yang cukup tinggi (Tabel 4), porositas
total rendah (Tabel 4), dan stabilitas agregat paling tinggi dibandingkan dengan
ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5). Lamanya umur penggunaan yang mencapai
empat tahun pada kebun ini juga menyebabkan tingginya nilai ketahanan penetrasi
(Gambar 4). Semak belukar memiliki ketahanan penetrasi terendah akibat bobot
isi tanahnya yang paling rendah (Tabel 4) dan porositas total yang tinggi (Tabel
4). Porositas total yang tinggi juga menjadi salah satu faktor rendahnya nilai
ketahanan penetrasi. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf
(2000), peningkatan porositas total khususnya pori makro menjadikan tanah lebih
porus sehingga akar tanaman akan mudah menembus tanah. Selain itu, tidak
adanya aktivitas pengolahan tanah selama 3 tahun juga menyebabkan ketahanan
penetrasinya rendah (Gambar 5).
Pada kedalaman 20-40 cm, ketahanan penetrasi tertinggi hingga terendah
secara berurut-urut adalah pada penggunaan kebun jeruk, kebun buah naga, kebun
jambu dan semak belukar (Tabel 6). Kebun jeruk memiliki ketahanan penetrasi
tertinggi diduga karena bobot isi tanahnya tinggi (Tabel 4), porositas total paling
rendah (Tabel 4) dan stabilitas agregat rendah dibandingkan dengan ketiga
penggunaan lainnya (Tabel 5). Kebun buah naga memiliki kandungan bahan
organik paling tinggi (Tabel 3), stabilitas agregat yang paling tinggi dibandingkan
dengan ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5). Kebun jambu dengan nilai
ketahanan penetrasi lebih rendah dari penggunaan kebun jeruk dan kebun buah
naga diduga disebabkan oleh bobot isi rendah (Tabel 4), porositas total tinggi
(Tabel 4), dan stabilitas agregat rendah dibandingkan dengan ketiga penggunaan
lainnya (Tabel 5). Semak belukar memiliki ketahanan penetrasi terendah akibat
bobot isi tanahnya rendah (Tabel 4), porositas total tinggi (Tabel 4), stabilitas
agregat tinggi dibandingkan dengan ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5).
Kondisi masing-masing penggunaan lahan dari hari pertama hingga hari
ke tujuh memiliki nilai ketahanan penetrasi tanah yang masih bisa ditembus oleh
akar tanaman, namun untuk menembus tanah akar membutuhkan gaya yang lebih

15

besar dibandingkan hari-hari sebelumnya. Kondisi ini masih sesuai bagi akar
umumnya pada tanaman tahunan untuk melakukan penetrasi di dalam tanah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Whalley et al. (2007) menyatakan secara
umum pemanjangan akar tanaman akan terbatas pada kondisi tanah dengan
ketahanan penetrasi tanah sebesar 2.5 MPa atau 25 kg/cm2. Lebih rinci lagi pada
tanaman jagung dimana akar tanaman akan sulit ditemukan pada nilai ketahanan
penetrasi sebesar 1 MPa atau 10 kg/cm2 (Ayu 2013). Hasil penelitian Weeks et al
(2005) menyatakkan ketahanan penetrasi pada tanaman tahunan kapas dan kacang
meningkat sampai angka 3500 kPa hingga kedalaman tanah 36cm dan mulai turun
hingga kedalaman tanah 45cm. Oleh karena itu, perakaran tanaman keempat
penggunaan lahan masih belum terhambat dan pemanjangan akar masih dapat
berlangsung.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ketahanan penetrasi tanah pada penggunaan lahan budidaya monokultur
dari yang tertinggi hingga terendah secara berurut-urut pada kebun jeruk, kebun
buah naga, kebun jambu dan semak belukar. Ketahanan penetrasi disetiap
penggunaan lahan setelah tujuh hari tidak turun hujan mengalami peningkatan
seiring bertambahnya hari tidak hujan karena tanah menjadi lebih kering dan keras
namun belum menghambat perkembangan akar pada tanaman.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan penetrasi dengan
penggunaan jenis penetrometer yang berbeda karena menurut Kurnia et al (2006),
ketahanan penetrasi tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah, tetapi juga
oleh jenis penetrometer yang digunakan, khususnya sudut dan diameter ujung alat,
serta kekasaran permukaan ujung penetrometer tersebut. Semakin kasar
permukaan ujung penetrometer, semakin besar tahanan penetrasinya.

DAFTAR PUSTAKA
Amalya M dan Sobir. 2013. 20 Tanaman Buah Koleksi Eklusif. Depok: Penebar
swadaya.
Afrial H. 2000. Variabilitas spasial dari kohesif tanah in situ pada Tanah Latosol,
Darmaga, Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.Afrial H. 2000.
Variabilitas spasial dari kohesif tanah in situ pada Tanah Latosol, Darmaga,
Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Baver LD, Gardner, Gardner. 1972. Soil Physics. Canada (..): JohnWiley & Sons.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo

16

Handayanto dan Hairiah, K. 2007.Biologi Tanah. Pustaka Adipura: Yogyakarta
Hakim, N.M, Yusuf Nyakpa, A.M.Lubis, S,G.Nugroho, M.R,Saul, M.Amina
Diha, Go.Ban,Hong, H.H,Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah,
UNILA, Lampung.
Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. Semarang (ID)
: IKIP Semarang Press.
Kurnia U, Agus F, Adimihardja A, Sariah A. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode
Analisisnya. Jakarta (ID) : Departemen Pertanian.
Notohadiprawiro T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta (ID): Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Presana HC. 2014. Dinamika Ketahanan Penetrasi Pada Berbagai Penggunaan
Lahan. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Rachim DA dan Arifin. 2011. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Pustaka reka cipta:
Bandung.
To J, Kay BD. 2005. Variation in soil penetrometer resistance with soil properties
: the contribution of effective stress and implication for pedotransfer
function. Geoderma 126 : 261-276
Tjitrosoepomo, Gembong. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Pers
Vaz CMP, Bassoi LH, Hopmans JW. 2001. Contribution of water content and
bulk density to field soil penetration resistance as measured by a combined
cone penetrometer-TDR probe. Soil and Tillage Research 60 (1-2) : 35-42
Wesley LD. 1973.Mekanika Tanah. Jakarta(ID):Badan Penerbit Pekerja Umum
Weeks et al. 2005. Effect of Perennial Grasses On Soil Quality Indicator In
Cotton and Peanut Rotation In Virginia. 6321 Holland Rd. Suffolk, Virginia
USA
Whalley WR, To J, Kay BD, Whitmore AP. 2007. Prediction of penetrometer
resistance of soils with models with few parameters. Geoderma 137 (3-4) :
370-377
Winanti T. 1996. Pekarangan sebagai media peresapan air hujan dalam upaya
pengelolaan sumberdaya air. Konferensi Nasional Pusat Studi Lingkungan
BKPSL, Universitas Udayana, Denpasar Bali

17

LAMPIRAN
Lampiran 1.

Analisis Ragam dan Uji Duncan Tekstur Pada Berbagai
Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm

sumber
Penggunaan lahan
Kedalaman
Interaksi
Galat
Total
Lampiran 2.

mean square F value
21
0,23
92,8628667

Pr > F
0,8724
-

DF
3
0
0
8
11

Sum of square
236,8456917
0
0
283,6906
520,5362917

mean square F value
78,9485639
2,23
35,461325

Pr > F
0,1626
-

Analisis Ragam dan Uji Duncan Bahan Organik Pada Berbagai
Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm

sumber
Penggunaan lahan
Kedalaman
Interaksi
Galat
Total
Lampiran 4.

Sum of square
64
0
0
742,9029333
807,210225

Analisis Ragam dan Uji Duncan Tekstur Pada Berbagai
Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm

sumber
Penggunaan lahan
Kedalaman
Interaksi
Galat
Total
Lampiran 3.

DF
3
0
0
8
11

DF
3
0
0
8
11

Sum of square mean square
9,45995833 3,15331944
0
0
7 0,85278333
16,282225

F value
3,7
-

Pr > F
0,0618
-

Analisis Ragam dan Uji Duncan Bahan Organik Pada Berbagai
Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm

Sumber
Penggunaan lahan
Kedalaman
Interaksi
Galat
Total

DF
3
0
0
8
11

Sum of square mean square
2,46653333 0,82217778
0
0
2,27813333 0,28476667
5

F value
2,89
-

Pr > F
0,1024
-

18

Lampiran 5.

Analisis Ragam dan Uji Duncan Bobot Isi Pada Berbagai
Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm

Sumber
Penggunaan lahan
Kedalaman
Interaksi
Galat
Total
Lampiran 6.

DF
3
0
0
8
11

Sum of square mean square
F value Pr > F
0,0480665
0,01602217
2,73 0,1141
0
0
0,04701092
0,00587637
0,09507742

Analisis Ragam dan Uji Duncan Porositas Total Pada Berbagai
Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm

Sumber
Penggunaan lahan
Kedalaman
Interaksi
Galat
Total
Lampiran 8.

Sum of square mean square
F value Pr > F
0,00488471
0,00162824
0,36 0,7819
0
0
0,03591658
0,00448957
0,04080129

Analisis Ragam dan Uji Duncan Bobot Isi Pada Berbagai
Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm

Sumber
Penggunaan lahan
Kedalaman
Interaksi
Galat
Total
Lampiran 7.

DF
3
0
0
8
11

DF
3
0
0
8
11

Sum of square mean square F value Pr > F
6,55896667 2,18632222
0,34 0,7967
0
0
51,3148
6,41435
57,87376667

Analisis Ragam dan Uji Duncan Porositas Total Pada Berbagai
Penggun