Identifikasi Risiko Pada Jeruk Siam (Citrus Nobilis L) Dengan Pendekatan Failur Mode And Effect Analysis (Fmea) Dan Fishbone Diagrams

IDENTIFIKASI RISIKO PADA JERUK SIAM (Citrus nobilis L)
DENGAN PENDEKATAN FAILUR MODE AND EFFECT
ANALYSIS (FMEA) DAN FISHBONE DIAGRAMS
DI KABUPATEN KARO

AGUS TIAWAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Risiko pada
Jeruk Siam (Citrus nobilis L) dengan Pendekatan Failur Mode and Effect Analysis
(FMEA) dan Fishbone Diagrams di Kabupaten Karo adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsii ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Agus Tiawan
NIM H34134065

ABSTRAK
AGUS TIAWAN. Identifikasi Risiko pada Jeruk Siam (Citrus nobilis L) dengan
Pendekatan Failur Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fishbone Diagrams di
Kabupaten Karo. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.
Petani di Kabupaten Karo mengalami kendala fluktuasi produktivitas jeruk
siam sehingga mengindikasikan adanya suatu risiko. Tujuan penelitian ini untuk
menganalisis tingkat risiko pada jeruk siam, mengidentifikasi sumber-sumber
risiko prioritas penanganan dan menganalisis tindakan untuk mengendalikan
risiko yang dapat dilakukan petani jeruk siam. Analisis risiko menggunakan
metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan Fishbone Diagrams.
Analisis ini dapat membantu dalam pemilihan tindakan alternatif. Hasil penelitian
yang diperoleh pada jeruk siam di Kabupaten Karo terdapat 12 risiko yang

menjadi prioritas penanganan. Proses identifikasi penyebab risiko prioritas
menggunakan diagram sebab-akibat dengan merinci penyebab kegagalan risiko
yang meliputi keadaan alam, hama dan penyakit tanaman jeruk, serta lingkungan
bisnis. Alternatif strategi yang dapat dilakukan, pertama, petani jeruk seharusnya
melakukan sanitasi lahan dan memasang perangkap lalat buah. Kedua, petani
perlu menerapkan pupuk organik hasil fermentasi dan melakukan perawatan
tanaman. Ketiga petani seharusnya bergabung dengan kelompok tani untuk
memperoleh informasi pasar.
Kata kunci : diagram tulang ikan, FMEA, risiko produksi

ABSTRACT
AGUS TIAWAN. Risk Identification of Jeruk Siam (Citrus nobilis L) with Failur
Mode and Effect Analysis (FMEA) and Fishbone Diagrams in Karo Regency.
Supervised by ANNA FARIYANTI.
Farmers in Karo face productivity fluctuations from commoditie jeruk siam
which indicate a risk. The objectives of this research are to analyze the level of risk,
to indentificate the source of risk, and to analyze the alternative of risk management
handling in jeruk siam. The method used to analyze the level of risk is FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis) and Fishbone Diagrams. That tools can find
the alternative of strategy. The research results was 12 priority handling risk of

jeruk siam in Karo. Identified process in risk priority case using fishbone
diagrams (causal) to detailing the cause of the failure risks, include pests and
diseases of citrus, input and technical of production, and business environment.
The alternative of strategy are, first, farmers should sanitation of land and setting a
trap fruit flies. Second, farmers need to implementating organic fertilizers and
take care of their plants. Third, farmers should join a farmers group to acquire
market information.

Key words: fishbone diagrams, FMEA, production risk

IDENTIFIKASI RISIKO PADA JERUK SIAM (Citrus nobilis L)
DENGAN PENDEKATAN FAILUR MODE AND EFFECT
ANALYSIS (FMEA) DAN FISHBONE DIAGRAMS
DI KABUPATEN KARO

AGUS TIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Topik yang dipilih dalam
penilitian ini adalah risiko bisnis, dengan judul Identifikasi Risiko pada Jeruk
Siam (Citrus nobilis L) dengan Pendekatan Failur Mode and Effect Analysis
(FMEA) dan Fishbone Diagrams di Kabupaten Karo. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis risiko prioritas yang dihadapi oleh para petani jeruk di Kabupaten
Karo. Selain itu bertujuan untuk menganalisis sumber-sumber risiko yang menjadi
prioritas penanganan oleh petani jeruk serta untuk menentukan tindakan usulan yang
dapat mengurangi risiko pada budidaya jeruk siam di Kabupaten Karo.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihakpihak yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, yakni:

1 Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing skripsi dan memberi
pengarahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
2 Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dan Bapak Rahmat
Yanuar, SP, MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah
memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki skripsi ini.
3 Ibu Ir Popong Nurhayati MM selaku dosen evaluator proposal penelitian dan
memberikan pengarahan kepada penulis untuk mempermudah proses
pengumpulan data di lapangan. Serta Agil Setyawan selaku pembahas seminar
yang memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan karya
ilmiah ini kepada penulis.
4 Kepada staf Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo khususnya di
bagian produksi, para staf Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan
dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Karo dan beberapa petani jeruk siam yang
memberikan informasi tambahan kepada penulis.
5 Kedua orangtua tercinta, yaitu Bapak Baharman dan Ibu Mariyah serta adik
penulis Sri Lestari dan Hendara Sahputra yang telah memberikan motivasi,
dukungan moral dan spiritual hingga akhir penulisan skripsi ini. Semoga ini
menjadi persembahan yang membanggakan untuk kalian.
Kegiatan penelitian merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan
dalam proses penyelesaian pendidikan pada program studi sarjana di Departemen

Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Akhirnya, penulis berharap
semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pihak
yang berkepentingan pada umumnya.

Bogor, Januari 2016
Agus Tiawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Jeruk
Sumber-Sumber Risiko Produksi Tanaman Hortikultura
Metode Analisis Pengukuran Risiko Agribisnis

Strategi Pengelolaan Risiko Agribisnis
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Potensi Wilayah
Sosial dan Ekonomi Kependudukan Kabupaten Karo
Potensi Pertanian dan Komoditas Unggulan
Standar Prosedur Operasional (SPO) Jeruk Siam Karo
Karakeristik Sumber Daya Manusia
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tingkat Risiko Jeruk Siam di Kabupaten Karo
Identifikasi Sumber-sumber Risiko Prioritas Penanganan Jeruk Siam
Tindakan Pengendalian Risiko
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vii
vii
1
1
3
5
5
6
6
6
7
9
10

10
14
16
16
16
16
17
25
25
26
27
29
31
36
36
38
46
49
49
49

50
52
61

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13

14
15
16
17
18

19
20

Perkembangan jeruk siam berdasarkan indikator produksi tertinggi
di lima provinsi di Indonesia dari tahun 2010-2014
Perkembangan komoditas jeruk siam berdasarkan indikator luas
panen, produksi, dan produktivitas di Sumatera Utara dari tahun
20010-2014
Jumlah rumah tangga pertanian dan jumlah tanaman jeruk siam yang
diusahakan menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2013.
Perkembangan tanaman jeruk berdasarkan luas tanam, luas panen,
luas serangan hama dan penyakit, dan total produksi jeruk siam di
Kabupaten Karo dari tahun 2011-2014
Jenis, sumber data, dan metode analisis yang digunakan dalam
penelitian
Kriteria skala penilaian FMEA untuk tanaman jeruk siam di
Kabupaten Karo.
Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan untuk tanaman jeruk
siam di Kabupaten Karo
Hasil konversi penentuan probabilitas kegagalan tanaman jeruk siam
di Kabupaten Karo
Menilai tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan untuk tanaman
jeruk siam di Kabupaten Karo.
Menilai tingkat kemungkinan deteksi dari setiap kesalahan atau
dampaknya untuk tanaman jeruk siam di Kabupaten Karo
Jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis
kelamin di Kabupaten Karo tahun 2013
Data penduduk, rumah tangga dan rumah tangga pertanian di
Kabupaten Karo pada tahun 2013.
Status pendidikan dan jenis kelamin responden yang berperan dalam
pemberian informasi permasalahan jeruk siam di Kabupaten Karo
Pengalaman bertani jeruk siam oleh petani responden tahun 2015
Rata-rata penggunaan input produksi jeruk siam untuk lima tahun
setelah penanaman di Kabupaten Karo
Hasil penilaian skor Occurrence, Severity,dan Detection risiko
produksi jeruk siam di Kabupaten Karo.
Pengelompokan sumber risiko jeruk siam yang menjadi prioritas
penanganan di Kabupaten Karo
Kondisi kerugian akibat erupsi gunung sinabung pada komoditas
jeruk siam dari indikator luas pertanaman di Kabupaten Karo pada
tahun 2013-2014.
Data kerugian jeruk siam akibat erupsi gunung sinabung dilihat dari
indikator keuangan di Kabupaten Karo pada tahun 2013-2014.
Tindakan usulan untuk pengendalian dan penangan risiko kritis yang
teridentifikasi pada jeruk siam di Kabupaten Karo

1

1
2

4
17
19
19
20
20
21
26
26
32
33
34
37
39

44
44
47

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Risiko Produksi Jeruk
Siam
Kerangka diagram fishbone
Potensi buah-buahan berdasarkan indikator luas yang dihasilkan (ha)
per komoditas tahun 2013 di Kabupaten Karo
Perbandingan produksi buah-buahan dengan produksi jeruk siam
(ton) di Kabupaten Karo tahun 2013
Cabai merah (tanda panah merah) sebagai tanaman sela pada
tanaman jeruk
a) proses sortasi di gudang, b) proses sortasi di keranjang, c) proses
pengemasan buah jeruk siam
Risiko hama tanaman jeruk yang menjadi prioritas penanganan oleh
petani di Kabupaten Karo
Kondisi buah jeruk yang terserang hama lalat buah
Risiko penyakit tanaman jeruk yang menjadi prioritas penangan di
Kabupaten Karo
Risiko teknis dan input produksi jeruk yang menjadi prioritas
penangan di Kabupaten Karo
Sumber risiko lingkungan bisnis yang dihadapai dalam budidaya
jeruk siam di Kabupaten Karo
Perkembangan harga jeruk siam di Kabupaten Karo tahun 2014
Contoh perangkap lalat buah yang digunakan petani jeruk di
Kabupaten Karo

15
23
27
28
33
35
40
40
41
42
45
46
48

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Luas tanam dan luas panen produksi jeruk siam di Kabupaten Karo
dari tahun 2010-2014
Jumlah produksi jeruk siam di Kabupaten Karo dari tahun 20102014
Data curah hujan di Kabupaten Karo dari tahun 2010-2014
Penilaian skor occurance dari responden pada risiko produksi jeruk
siam di Kabupaten Karo 2015
Penilaian skor severity dari responden pada risiko produksi jeruk
siam di Kabupaten Karo 2015
Penilaian skor detectibility dari responden pada risiko produksi jeruk
siam di Kabupaten Karo 2015
Diagram pareto risiko jeruk siam di Kabupaten Karo
Luas serangan hama dan penyakit pada jeruk siam di Kabupaten
Karo dari tahun 2010-2014

53
54
55
56
57
58
59
60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis dimana berbagai jenis jeruk banyak
dibudidayakan salah satunya adalah jeruk siam. Jeruk siam tersebar di seluruh
Indonesia, dengan sentra produksi utama terdapat di provinsi Sumatera Utara,
Kalimantan Barat, Bali, Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara. Data jeruk siam
berdasarkan indikator produksi tertinggi di lima provinsi di Indonesia dari tahun
2009-2014 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan jeruk siam berdasarkan indikator produksi tertinggi di lima
provinsi di Indonesia dari tahun 2010-2014
Tahun (Ton)
Lokasi
2010
2011
2012
2013
2014
Sumatera Utara
781 513
573 980
350 354
326 322
500 243
Jawa Timur
267 061
315 133
362 680
514 855
568 774
Kalimantan Barat
145 671
109 335
171 558
154 304
187 015
Bali
96 868
98 743
129 265
140 582
98 524
Sulawesi Tenggara
96 281
36 902
38 242
53 421
37 033
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2015)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi komoditas jeruk siam
tertinggi berada di provinsi Sumatera Utara dengan produksi tertinggi terjadi pada
tahun 2010, tetapi pada tahun 2014 produksi tertinggi terjadi di provinsi Jawa
Timur. Produksi jeruk siam di Sumatera Utara terlihat berfluktuasi dan produksi
terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 326 322 ton kemudian mengalami
peningkatan pada tahun 2014 tetapi belum maksimal, hal ini disebabkan
terjadinya penurunan luas panen jeruk. Data komoditas jeruk siam berdasarkan
indikator luas panen, produksi, dan produktivitas di Sumatera Utara dari tahun
2010-2014 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan komoditas jeruk siam berdasarkan indikator luas panen,
produksi, dan produktivitas di Sumatera Utara dari tahun 20010-2014
Tahun
Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
2014
Luas Panen
ha
10 982
8 901
7 913
7 982
7 875
Produksi
ton
781 513 573 980 350 354 326 322 500 243
Produktivitas ton/ha/tahun
71.16
64.48
44.28
40.88
63.52
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2015)

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa penurunan luas panen jeruk siam di
Sumatera Utara terus terjadi sampai tahun 2014. Hal ini menyebabkan
produktivitas mengalami fluktuasi dimana produktivitas tertinggi terjadi pada
tahun 2010 yaitu sebesar 71.16 ton/ha/tahun, kemudian mengalami penurunan
produktivitas ditahun selanjutnya dan kembali meningkat di tahun 2014.
Penurunan luas panen dan fluktuasi produktivitas jeruk siam ini disebabkan

2
serangan hama dan penyakit tanaman yang tinggi pada saat itu di Sumatera Utara.
Barus (2011) menyatakan bahwa isu mengenai jeruk siam yang paling menonjol
terjadi di Sumatera Utara adalah serangan hama lalat buah. Pada akhir tahun 2011
serangan ini semakin parah sehingga menyebabkan petani jeruk mengalami gagal
panen mencapai 50 persen lebih terutama petani jeruk yang ada di Kabupaten
Karo.
Kabupaten Karo merupakan salah satu wilayah andalan provinsi Sumatera
Utara dalam perkembangan sektor pertanian terutama produk hortikultura seperti
sayur-mayur, buah-buahan dan tanaman hias. Sektor pertanian di Kabupaten Karo
merupakan bagian terpenting dalam perekonomian Kabupaten Karo. Menurut
BPS Kabupaten Karo (2014), peranan sektor pertanian terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Karo pada tahun 2013 sekitar 60.54 persen untuk harga
berlaku. Sektor-sektor yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Karo
yaitu sektor pertanian dan industri yang berbasis pertanian. Khusus komoditi
buah-buahan yang dibudidayakan cukup luas di Kabupaten Karo salah satunya
komoditas jeruk siam. Berikut jumlah rumah tangga (RT) pertanian dan jumlah
tanaman jeruk siam yang dibudidayakan menurut kabupaten/kota di Sumatera
Utara tahun 2013, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah rumah tangga pertanian dan jumlah tanaman jeruk siam yang
diusahakan menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2013.
Jumlah RT Pertanian
Jumlah Tanaman
Lokasi
(KK)
(pohon)
Kab. Nias
75
374
Kab. Mandailing Natal
181
43 872
Kab. Tapanuli
480
62 596
Kab. Toba Samosir
177
18 271
Kab. Asahan
389
56 951
Kab. Simalungun
4 884
1 528 669
Kab. Dairi
2 652
1 062 300
Kab. Karo
14 147
6 014 852
Kab. Deli Serdang
932
230 507
Kab. Langkat
776
318 421
Kab. Humbang Hasundutan
54
20 348
Kab. Pakpak Bharat
887
204 054
Kab. Serdang Bedagai
721
41 738
Kab. Samosir
16
21 369
Kab. Batubara
63
1 020
Kab. Padang Lawas Utara
124
857
Kab. Padang Lawas
25
46 275
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2015

KK : Kepala keluarga
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah rumah tangga petani dan
jumlah pohon jeruk siam yang dibudidayakan terbanyak berada pada Kabupaten
Karo yaitu sebesar 14 147 RT dan 6 014 852 pohon jeruk. Jika di konversi dalam

3
luasan hektar (ha) dimana 1 ha setara dengan 400 pohon dengan jarak tanam 5 m
x 5 m maka luasan lahan yang diusahakan mencapai 15 037.13 ha. Banyaknya
rumah tangga petani melakukan budidaya jeruk siam di Kabupaten Karo didukung
oleh iklim yang sesuai dan jenis varietas yang banyak disukai oleh para petani.
Menurut Setyobudi (2010) menyatakan bahwa jeruk siam banyak dibudidayakan
petani karena memiliki keunggulan yaitu mudah tumbuh, beradaptasi luas, cepat
menghasilkan (1.5-2 tahun) dan produktivitasnya tinggi.
Jeruk siam dari Kabupaten Karo merupakan salah satu komoditas
unggulan daerah yang akan dikembangkan pemerintah dengan pendekatan
program OVOP (One Village One Product). Program pemerintah ini diusulkan
untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah koperasi. Melalui program
ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani jeruk yang ada di
Kabupaten Karo. Hal ini juga didukung oleh Tobing et. al. (2013) yang
menyatakan bahwa jeruk siam merupakan komoditas unggulan daerah maupun
nasional dan salah satunya di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Melihat kondisi banyaknya rumah tangga petani di Kabupaten Karo yang
melakukan budidaya jeruk siam serta menjadi salah satu produk unggulan daerah,
potensi produksi jeruk siam di Kabupaten Karo cukup besar sehingga memerlukan
peningkatan baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas sehingga menjadi produk
unggulan daerah yang mampu bersaing di pasaran. Salah satu potensi yang harus
ditingkatkan yaitu pada sektor kegiatan on farm karena diduga memiliki risiko
yang besar. Agribisnis tidak terlepas dari risiko produksi dimana produksi
komoditi agribisnis banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor alam yang sulit
dikendalikan oleh petani sehingga dapat menimbulkan kerugian (Fahmi 2013).
Indikasi suatu risiko dapat dilihat dari fluktuasi hasil produksi yang
diperoleh pada suatu usaha dalam periode tertentu. Menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2005), keberhasilan
pengembangan agribisnis jeruk di proses produksi sangat ditentukan oleh
ketersediaan bibit bermutu dan agroinput pada saat dibutuhkan, dan ditunjang oleh
industri jasa dan pendukung lainnya seperti industri kemasan, transportasi dan
informasi. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu adanya analisis risiko pada
jeruk siam untuk mempermudah dalam pengambilan keputusan kegiatan produksi
atau keputusan tindakan mengurangi risiko yang akan dihadapai sehingga dapat
menurunkan tingkat risiko dan menurukan tingkat kerugian akibat adanya risiko.
Perumusan Masalah
Salah satu komoditas hortikultura dari Kabupaten Karo yang mengalami
penurunan produksi adalah jeruk siam. Keadaan Kabupaten Karo pada komoditas
jeruk siam perlahan-lahan menurun sejalan dengan perdagangan bebas yang telah
disepakati melalui berbagai perjanjian kerjasama perekonomian antara Indonesia
dengan negara-negara. Gultom (2010) menyatakan perdagangan bebas,
berdampak terhadap meluasnya produk pertanian impor ke Sumatera Utara.
Komoditas maupun produk pertanian asal Kabupaten Karo biasanya mendominasi
pasar di Sumatera Utara perlahan-lahan mulai tergeser dengan masuknya produk
impor terutama pada komoditas buah-buahan terutama jeruk siam.

4
Belakangan ini sebagian besar kebun jeruk di Kabupaten Karo diserang
berbagai jenis hama dan penyakit sehingga mengakibatkan produksi dari tanaman
jeruk tersebut menurun. Serangan hama tersebar di beberapa kecamatan di Tanah
Karo, akibat serangan hama ini ribuan ton buah jeruk busuk dan gugur ke tanah,
sehingga membuat para petani mengalami kerugian yang cukup besar. Hal ini
menjadi perhatian penting oleh pemerintah untuk membantu menjaga sentra
produksi jeruk di Sumatera Utara. Informasi tanaman jeruk berdasarkan luas
tanam, luas panen, luas serangan hama dan penyakit dan total produksi jeruk siam
di Kabupaten Karo dari tahun 2011-2014 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perkembangan tanaman jeruk berdasarkan luas tanam, luas panen, luas
serangan hama dan penyakit, dan total produksi jeruk siam di Kabupaten
Karo dari tahun 2011-2014
Tahun
Indikator
Tanaman Jeruk Siam
2011
2012
2013
2014*
14 483.66
16 094.58
14 450.46 13 005.70
Luas tanam jeruk (ha)
8 454.62
7 450.98
6 710.00
6 567.59
Luas panen (ha)
502 494.00 250 129.00 193 525.80 270 838.12
Total produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
59.43
33.57
28.84
41.24
Luas serangan hama dan
579.70
5 335.70
8 075.20
1 262.10
penyakit (ha)
Persentase Luas tanam
dengan luas serangan hama
4.00
33.15
55.88
9.70
dan penyakit (%)
Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo 2015 (diolah)

* : angka sementara
Berdasarkan informasi dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa luas tanam jeruk,
luas panen jeruk, dan total produksi secara umum mengalami penurunan
( Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penurunan luas tanamn, luas panen dan produksi
secara umum disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Hal ini terlihat dari
persentase serangan hama dan penyakit semakin meningkat dari tahun 2011
sampai 2013 bahkan mencapai 55.88 persen dari luas tanam jeruk. Pada tahun
2014 serangan mulai menurun tetapi produksi yang dihasilkan masih belum
maksimal. Berdasarkan informasi dari hasil wawancara penurunan serangan hama
dan penyakit terjadi akibat dari bencana alam yang terjadi di Kabupaten Karo
yang merubah lingkungan habitat hama dan penyakit menjadi tidak sesuai lagi
untuk berkembang. Secara rinci serangan hama dan penyakit tanaman jeruk siam
dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari Lampiran 8 terlihat bahwa lalat buah
memiliki luas serangan hama tertinggi dibandingkan dengan hama lainnya. Hal ini
mengakibatkan produktivitas jeruk siam di Kabupaten Karo dari tahun 2011
hingga 2014 mengalami fluktuasi.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara (2003)
menyatakan bahwa permasalahan jeruk dari Karo adalah mutu buah yang rendah.
Rendahnya mutu ini disebabkan oleh penanganan pra panen dan pasca panen yang
belum optimal seperti tingginya tingkat serangan hama dan penyakit, teknik
pemupukan dan pemangkasan yang belum mengikuti teknologi yang tersedia.

5
Sebagai komoditi utama dan produk khas dari Karo, peningkatan mutu jeruk perlu
mendapat perhatian khusus sehingga mampu bersaing di pasaran. Pinem et al.
(2007) juga menyatakan bahwa permasalah jeruk di Karo yang paling mendasar
adalah rendahnya mutu buah. Terdapat empat komponen yang menyebabkan
rendahnya mutu buah yaitu organisme pengganggu tanaman (OPT), penanganan
teknis budidaya yang kurang baik, penangan panen dan pascapanen yang kurang
baik, sistem pemasaran yang masih tidak merangsang peningkatan mutu jeruk
petani.
Dari permasalahan diatas terlihat beberapa gangguan penerapan sistem
agribisnis dalam pengelolaan tanaman jeruk siam di Karo terutama di sektor on
farm yang terindikasi adanya risiko produksi yang cukup besar. Menurut Tobing
et.al (2015) menyatakan bahwa besarnya kontribusi agribisnis jeruk dalam
perekonomian, mengharuskan tersedianya varietas unggul baik mutu maupun
produktivitas yang sesuai dengan kebutuhan konsumen untuk menghadapi era
pasar bebas. Untuk mencapai keseimbangan perekenomian tersebut, maka
produksi jeruk perlu terus ditingkatkan. Berdasarkan perumusan diatas,
disimpulkan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1 Bagaimana tingkat risiko yang dihadapi petani dalam usahatani jeruk siam di
Kabupaten Karo?
2 Mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang menjadi prioritas penanganan
dalam memproduksi jeruk siam di Kabupeten Karo?
3 Bagaimana tindakan yang dapat diusulkan dan dapat diterapkan untuk
mengendalikan risiko pada jeruk siam di Kabupaten Karo?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1 Menganalisis tingkat risiko pada jeruk siam di Kabupaten Karo.
2 Mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang menjadi prioritas penanganan
pada jeruk siam di Kabupaten Karo.
3 Menganalisis tindakan usulan untuk mengendalikan risiko pada jeruk siam di
Kabupaten Karo.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi pihak-pihak
terkait, seperti:
1 Bagi petani jeruk penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan masukan
bagi petani dalam mengambil kebijakan pengendalian risiko yang terbaik bagi
manajemen risiko produksi.
2 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk peningkatan potensi diri
dan sebagai bahan tambahan pengalaman, informasi serta wawasan baru
mengenai manajemen risiko di usaha pertanian jeruk.

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Jeruk
Jeruk merupakan tanaman tahunan dan memiliki berbagai jenis atau
varietas. Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok
(Citrus reticulata/nobilis L.), jeruk Siam (C. microcarpa L. dan C.sinensis. L)
yang terdiri atas Siam Pontianak, Siam Garut, Siam Lumajang, dan Siam Medan,
jeruk manis (C. auranticum L. dan C.sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica),
jeruk besar (C.maxima Herr.) yang terdiri atas jeruk Nambangan-Madium dan
Bali. Jeruk untuk bumbu masakan yang terdiri atas jeruk nipis (C. aurantifolia),
jeruk Purut (C. hystrix) dan jeruk sambal (C. hystix ABC). Pracaya (2009)
menyatakan bahwa penamaan jeruk seringkali disebut dengan nama daerah
asalnya seperti jeruk medan karena berasal dari Medan, jeruk manis pacitan
karena berasal dari Pacitan, jeruk sunkist karena asalnya dari perusahaan Sunkist
Growers dari California dan lain-lain.
Syarat tumbuh jeruk yang baik untuk daerah tropis berada di daerah 20-40
o
LU dan 20-40 oLS dan dapat ditanam pada hingga ketinggian 2 000 m dpl dengan
temperature tumbuhnya antara 25-30 oC. Syarat lainnya yaitu sinar matahari yang
cukup karena sangat diperlukan untuk memperoleh pertumbuhan jeruk yang
maksimal dan dapat meminimalkan serangan hama dan penyakit tanaman.
Tanaman jeruk memerlukan banyak air, terutama pada saat berbunga tetapi tidak
tahan genangan sehingga drainase air harus baik. Selain itu tanaman jeruk dapat
ditanam pada semua jenis tanah dengan pH sekitar 5-6 dan cukup bahan organis
(Pracaya 2009).
Buah jeruk manis mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi seperti banyak
mengandung vitamin C yang dimanfaatkan sebagai kesehatan, makanan olahan
dan sebagainya. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian (2005) menyatakan bahwa pada tahun mendatang industri
yang paling banyak dibutuhkan dan menarik investor adalah industri
bibit/agroinput, budidaya, pengemasan, industri sari buah dan derivatnya, dan
informasi yang memanfaatkan kemajuan pesat teknologi informasi. Sehingga
keberhasilan pengembangan agribisnis jeruk di proses produksi sangat ditentukan
oleh ketersediaan bibit yang bermutu serta agroinput pendukung tersedia dengan
baik.

Sumber-Sumber Risiko Produksi Tanaman Hortikultura
Sumber-sumber risiko pada usaha produksi pertanian sebagian besar
berasal dari faktor-faktor teknis seperti perubahan suhu, hama dan penyakit,
penggunaan input serta kesalahan teknis dari tenaga kerja. Terdapat beberapa
penelitian yang menganalisis risiko pada komoditi hortikultura seperti Jamilah
dan Nurhayati (2011), Andessa (2014), Rachmi (2014), Situmeang (2011)
Noormalahayati (2014), Sari (2012) dan Puspitasari (2011) yang masing-masing
peneliti menemukan sumber risiko pada produksi wortel dan bawang daun, jamur
tiram putih, pembibitan bunga krisan, cabai merah keriting, bayam hidroponik,
pembenihan melon, dan produksi mentimun.

7
Hasil penelitian Jamilah dan Nurhayati (2011) menyimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi wortel dan bawang daun adalah faktor
iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, tingkat kesuburan lahan,
efektifitas penggunaan input, dan keterampilan sumber tenaga kerja yang kurang.
Penulis menyatakan faktor-faktor tersebut mempengaruhi fluktuasi produksi
wortel dan bawang daun di kawasan Agropolitan Cianjur. Penelitian lain dalam
kaitannya dengan analisis risiko produksi oleh Andessa (2014) menyimpulkan
bahwa sumber risiko pada usaha budidaya jamur tiram putih diantaranya hama
dan penyakit, cuaca dan iklim serta sumberdaya manusia. Tiga sumber risiko
produksi tersebut menurut penulis akan mempengaruhi terjadinya kegagalan
produksi serta produktivitas jamur tiram putih. Demikian juga dengan hasil
penelitian Rachmi (2014) menyimpulkan bahwa sumber risiko produksi pada
pembibitan di perusahaan ini adalah risiko kualitas air, sumber risiko kualitas
sekam, sumber risiko cuaca yang tidak menentu, dan sumber risiko kualitas
mother plant.
Hasil penelitian dari Situmeang (2011) tentang risiko produksi
menjelaskan bahwa usahatani cabai merah keriting mengindikasikan adanya risiko
produksi khususnya yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng, Bogor. Penulis
menyatakan bahwa risiko produksi tersebut meliputi hama dan penyakit, kondisi
cuaca dan iklim, tenaga kerja dan kondisi tanah. Sedangkan Noormalahayati
(2014) menyatakan sumber risiko produksi pada usahatani bayam meliputi iklim
dan cuaca, serangan hama dan penyakit, dan kematian bibit. Khusus risiko pada
buah-buahan dari penelitian terdahulu yaitu dari Sari (2012) yang menyatakan
bahwa risiko pada pembenihan melon mengindikasikan adanya risiko produksi
seperti kondisi cuaca dan iklim, hama dan penyakit, kegiatan produksi benih, dan
keterampilan tenaga kerja. Sedangkan dari Puspitasari (2011) menyatakan bahwa
risiko produksi mentimun pada musim tertentu dipengaruhi oleh risiko musim
sebelumnya. Risiko produksi mentimun dipengaruhi oleh penggunaan input produksi,
dimana pupuk daun dan buah dapat meningkatkan risiko produksi, sedangkan benih,
pupuk kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, dan pestisida mengurangi risiko produksi.
Semua risiko produksi di beberapa sektor hortikultura yang dipaparkan
tersebut akan mempengaruhi hasil produksi sehingga menyebabkan kerugian.
Pada penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa sumber risiko produksi
yang banyak dihadapi pada usaha tanaman hortikultura adalah serangan hama dan
penyakit, cuaca dan iklim, kualitas input produksi, dan keterampilan tenaga kerja
atau sumberdaya manusia. Beberapa variabel dari penelitian terdahulu kembali
digunakan dalam penelitian ini untuk menjadi acuan mengidentifikasi sumbersumber risiko jeruk di Kabupaten Karo. Variabel yang digunakan diantaranya
keadaan alam, hama dan penyakit tanaman, input produksi, serta sumberdaya
manusia.

Metode Analisis Pengukuran Risiko Agribisnis
Pengukuran risiko dilakukan untuk mengukur pengaruh sumber-sumber
risiko terhadap suatu kegiatan bisnis melalui penggunaan suatu alat analisis
tertentu. Beberapa alat analisis yang digunakan dalam pengukuran risiko
kuantitatif adalah koefisien variasi (coefficient variation), ragam (variance) dan

8
simpangan baku (standard deviation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama
lain, jika nilai ketiga indikator tersebut semakin kecil maka risiko yang dihadapi
kecil. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengukuran risiko produksi
adalah mengenai risiko produksi cabai keriting merah oleh Situmeang (2011)
menyatakan bahwa pada dasarnya ukuran yang tepat untuk melihat besar risiko
pada usahatani cabai merah keriting adalah menggunakan koefisien variasi. Dari
hasil pengukuran risiko yang dilakukan penulis diperoleh hasil koefisien variasi
sebesar 0.5 yang artinya untuk setiap satu satuan hasil yang diperoleh dari
usahatani cabai merah keriting, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0.5.
Dapat juga diartikan untuk setiap satu kilogram cabai merah keriting yang
dihasilkan, akan mengalami risiko sebesar 0.5 kg pada saat terjadi risiko produksi.
Hasil penelitian Jamilah dan Nurhayati (2011) dengan hasil pengukuran
risiko dengan menggunakan metode ukuran coefficient variation berdasarkan
return produktivitas, bahwa risiko produksi wortel di kawasan agropolitan Cianjur
sebesar 0.26 atau 26 persen. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang
diperoleh petani wortel, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0.26
satuan atau 26 persen. Sementara itu, risiko produksi yang dihadapi petani bawang
daun di kawasan agropolitan Cianjur adalah sebesar 0.29 atau 29 persen. Artinya,
untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh petani bawang daun, maka
risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0.29 satuan atau 29 persen.
Berbeda dengan metode penelitian yang dilakukan oleh Andessa (2014)
mengenai risiko produksi jamur tiram putih selain melihat dari koefisien variasi
yaitu menggunakan metode Z-score. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
penulis menyatakan bahwa probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko pada
jamur tiram putih dengan menggunakan metode Z-score, diperoleh nilai
probabilitas masing–masing sumber risiko produksi dari yang terbesar sampai
yang terkecil yaitu : a) perubahan cuaca b) penyakit dan c) sumberdaya manusia.
Sedangkan Noormalahayati (2014) menggunakan alat analisis metode diagram
tulang ikan (fish bone diagram ) dan evaluasi risiko dengan metode FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis) dalam penelitiannya pada komoditas bayam.
Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah desain kualitatif dengan
menghasilkan nilai prioritas risiko dan nilai skor risiko. Berdasarkan hasil analisis,
penulis menyimpulkan nilai skor risiko tertinggi didominasi dari kegiatan
produksi.
Hasil penelitian dari Sari (2012) melakukan analisis dengan pengukuran
risiko tunggal dan risiko portofolio. Berdasarkan dengan analisis tunggal risiko
yang paling tinggi pada pembenihan melon adalah benih melon varietas MAI 119,
sedangkan nilai risiko paling rendah terjadi pada benih melon varietas SUMO.
Hasil pengukuran dari risiko portofolio yang dilakukan oleh penulis risiko
tertinggi terjadi pada kombinasi varietas MAI 119 dan SUMO, sedangkan nilai
risiko yang paling rendah terjadi pada kombinasi LADIKA dan SUMO. Penelitian
terdahulu lainnya yang dilakukan oleh Puspitasari (2011) menganalisis risiko
timun dilihat dari pada variance error sebelumnya dimana jika semakin tinggi
risiko produksi sebelumnya, maka akan semakin tinggi risiko ada musim
berikutnya dan dalam penelitian ini penulis juga melakuan analisis pendapatan.
Berdasarkan peninjauan dari penelitian terdahulu maka penelitian yang
akan dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan. Dari penelitian terdahulu
beberapa penelitian menggunakan perhitungan rata-rata kejadian berisiko,

9
standard deviation, z-score, probabilitas dan VaR. Sedangkan dalam penelitian ini
sama dengan penelitian Noormalahayati dimana desain yang akan digunakan
adalah desain kualitatif dengan menggunakan metode diagram tulang ikan (fish
bone Diagram ) dan evaluasi risiko dengan metode FMEA (Failure Mode and
Effect Analysis). Perbedaannya adalah komoditas yang dianalisis yaitu jeruk siam
yang merupakan tanaman tahunan.

Strategi Pengelolaan Risiko Agribisnis
Strategi pengelolaan risiko perlu dilakukan untuk menekan dampak yang
ditimbulkan risiko. Pengelolaan risiko menurut Fahmi (2013) antara lain 1)
memperkecil risiko, 2) mengalihkan risiko, 3) mengontrol risiko dan 4) pendanaan
risiko. Untuk menghidari risiko yang timbul dalam kegiatan bisnis yang dilakukan
perlu dilakukan alternative-alternatif dalam pengambilan keputusan. Keputusan
yang diambil adalah yang dianggap realistis dan tidak akan menimbulkan masalah
nantinya. Tindakan seperti ini dianggap sebagai bagian dari strategi bisnis.
Menurut Andessa (2014) dengan analisis risiko produksi pada jamur tiram
putih menyatakan bahwa strategi penanganan risiko produksi jamur tiram putih
yang digunakan adalah strategi preventif dan mitigasi. Strategi preventif
dilakukan untuk mencegah terjadinya sumber risiko. Strategi mitigasi dilakukan
untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat sumber risiko. Penelitian
lainya yang berhubungan dengan risiko produksi adalah Situmeang (2011) dengan
analisis risiko produksi cabai keriting merah menyatakan bahwa strategi
penanganan risiko produksi yang dapat dilakukan pada usahatani cabai merah
keriting adalah strategi preventif yaitu pencegahan terencana yang dilakukan
sebelum berproduksi mulai dari pola tanam, penyemaian dan perawatan.
Menurut Noormalahayati (2014) menyatakan strategi penangan risiko pada
bayam hidroponik yang digunakan adalah strategi preventif dan mitigasi. Menurut
penuluis strategi preventif yang dapat dilakukan oleh PT Kebun Sayur Segar
dalam proses produksi adalah memperbaiki dan memelihara greenhouse untuk
memanipulasi cuaca. Sedangkan Strategi mitigasi yang dapat dilakukan yaitu,
diversifikasi produk sayuran hidroponik nondaun yang lebih kuat dan tidak rentan
rusak saat penanaman. Hasil penelitian dari Sari (2012) menyatakan strategi
pengelolaan risiko yang diterapkan oleh CV MGA berdasarkan sumber-sumber
risiko yang ada antara lain pengelolaan risiko produksi yang disebabkan kondisi
cuaca yang sulit untuk diprediksi, hama dan penyakit, kesalahan pada kegiatan
produksi benih, dan tenaga kerja yang kurang terampil dan teliti. Selain itu,
pengelolaan risiko juga dilakukan dengan upaya diversifikasi. Sedangkan
Puspitasari (2011) menyatakan strategi pengelolaan risiko timun yang harus
dilakukan oleh petani adalah harusmengikuti standar oprasional prosedur serta
melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja yang ada.
Dari penelitian terdahulu yang menggunakan metode FMEA (Failure
Mode and Effect Analysis) dan diagram tulang ikan (fish bone Diagram ) yang
menjadi refrensi dalam melakukan penelitian ini. Kemudian mencari nilai risiko
kritis untuk menentukan risiko yang menjadi perioritas penangan oleh

petani. Selanjutnya dilakukan analisis risiko dengan menggunakan grafik pareto.
Grafik pareto dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan
kunci dari penyelesaian masalah. Penggunaan diagram sebab akibat digunakan
untuk mengeksplor setiap sumber risiko yang menjadi prioritas penanganan dan
menjadi langkah awal untuk memberikan tindakan usulan bagi petani maupun
pemerintah dalam mengurangi atau meminimalkan risiko pada jeruk siam.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko
Risiko dapat diartikan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu
keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil
berdasarkan pertimbangan pada saat ini. Definisi risiko (risk) menurut Robison
dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian (merugikan) yang
dapat diukur oleh pengambil keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu
kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman
dalam mengelola suatu usaha. Menurut Harwood et al. (1999) risiko adalah
kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian dimana terdapat berbagai
kemungkinan suatu peristiwa seperti kemungkinan menghasilkan pendapatan
diatas atau dibawah rata-rata pendapatan yang diharapkan.
Pemahaman mengenai bagaimana risiko dapat diukur merupakan titik awal
untuk membantu pelaku bisnis dalam membuat berbgai macam pilihan yang
sesuai dengan berbagai strategi untuk situasi yang dihadapi. Pelaku bisnis dan
pihak lain sebagai decision maker dalam pengambilan keputuasan sering
menggunakan data historis dan informasi sekarang tentang harga, hasil, kondisi
cuaca, dan variabel lain untuk memperkirakan risiko masa depan. Salah satu
konsep untuk mengukur suatu risiko adalah pendekatan peluang terhadap suatu
kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan. Pendekatan ini
memberikan gambaran bagaimana distribusi kemungkinan dapat digunakan untuk
menandai hasil dengan aneka pilihan penuh risiko. Penjelasan ini menunjukkan
bahwa dalam analisis risiko terkait dengan periode waktu ke depan.
Risiko lebih banyak digunakan dalam konteks pengambilan keputusan,
karena risiko diartikan sebagai peluang akan terjadinya suatu kejadian buruk
akibat suatu tindakan. Semakin tinggi tingkat ketidakpastian suatu kejadian,
semakin tinggi pula risiko yang disebabkan oleh pengambilan keputusan itu.
Dengan demikian, identifikasi sumber risiko sangat penting dalam proses
pengambilan keputusan. Menurut Ligeon et al. (2008) menyatakan bahwa setiap
petani (pelaku bisnis) dalam mengembangkan usahanya dengan potensi
peningkatan pendapatan mereka dihadapkan dengan peningkatan risiko dalam
proses alokasi sumber daya. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa risiko
adalah adanya penyimpangan dari hasil yang diharapkan atas suatu asset yang
dapat diukur.

11
Jenis-jenis Risiko
Menentukan sumber risiko merupakan hal yang penting karena
mempengaruhi cara penanggulangnya. Menurut Harwood et al (1999), terdapat
beberapa jenis-jenis risiko yang dapat dihadapi oleh petani, yaitu :
1 Risiko produksi. Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi
diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang
yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan
cuaca, kesalahan sumberdaya manusia
2 Risiko Pasar atau Harga. Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya
adalah barang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu,
permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat,
persaingan, dan lain-lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga
antara lain harga dapat naik akibat dari inflasi.
3 Risiko Kebijakan. Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara
lain adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini
sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan
suatu usaha. Contohnya adalah kebijakan tarif ekspor.
4 Risiko Finansial. Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain
adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran
usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari
krisis ekonomi dan sebagainya.
Soedjana (2007) menyatakan, faktor risiko di bidang pertanian berasal dari
produksi, harga dan pasar, usaha dan finansial, teknologi, kerusakan, sosial dan
hukum, serta manusia. Berikut penjelasan risiko-risiko di bidang pertanian yaitu :
1 Risiko produksi terjadi karena akibat dari faktor yang sulit diduga, seperti
cuaca, penyakit, hama, variasi genetik, dan waktu pelaksanaan kegiatan.
2 Risiko harga dan pasar biasanya dikaitkan dengan keragaman dan
ketidaktentuan harga yang diterima petani dan yang harus dibayarkan untuk
input produksi. Jenis keragaman harga yang dapat diduga antara lain adalah
trend harga, siklus harga, dan variasi harga berdasarkan musim.
3 Risiko usaha dan finansial berkaitan dengan pembiayaan dari usaha yang
dijalankan, modal yang dipengaruhinya serta kewajiban kredit.
4 Risiko teknologi berkaitan dengan perubahan yang tejadi setelah pengambilan
keputusan dan akibat cepatnya kemajuan teknologi. Adopsi teknologi baru
yang terlalu cepat atau terlalu lambat merupakan risiko yang harus dihadapi.
5 Risiko kerusakan merupakan sumber risiko tradisional, misalnya kehilangan
harta karena kebakaran, angin, banjir atau pencurian.
6 Risiko faktor manusia berkaitan dengan perilaku, kesehatan, dan sifat-sifat
seseorang yang tidak terduga sehingga dapat mengakibatkan risiko dalam
usahatani. Kehilangan pekerja utama pada saat keahliannya diperlukan dapat
mempengaruhi tingkat produksi yang akan dicapai.
Pengukuran Risiko
Penilaian risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang
terjadi dalam suatu kegiatan bisnis. Risiko memiliki kemungkinan untuk terjadi
atau tidak terjadi dan peluangnya dapat diukur oleh para pembuat keputusan
sehingga pengambil keputusan dapat menilai tingkat risiko untuk membuat

12
strategi ataupun cara penanggulangnnya. Menganalisis dampak risiko dapat
dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Analisis risiko kualitatif memprioritaskan risiko yang telah diidentifikasi
untuk pengambilan tindakan selanjutnya. Hal-hal yang diperlukan dalam
menganalisis dampak risiko secara kualitatif adalah data risiko yang diambil dari
data historis perusahaan atau instansi, rencana manajemen risiko dan daftar risiko.
Analisis risiko kuntitatif merupakan proses untuk mengukur dampak secara
keseluruhan dengan menggunakan simulasi komputer menghasilkan skenario
risiko yang bervariasi. Salah satu analisis kuntitatif yaitu, Value at Risk (VaR),
Fault Tree Analysis (FTA) dan FMEA. Perbandingan alat analisis VaR, FTA, dan
FMEA yakni:
1 VaR memberikan estimasi kemungkinan atau probabilitas mengenai timbulnya
kerugian yang jumlahnya lebih besar daripada angka kerugian yang telah
ditentukan. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak didapat dari metoda-metoda
pengukuran risiko lainnya. VaR memperhatikan perubahan harga asset-aset
yang ada dan pengaruhnya terhadap aset-aset yang lain. Hal ini memungkinkan
dilakukannya pengukuran terhadap berkurangnya risiko yang diakibatkan oleh
diversifikasi kelompok produk atau portfolio.
2 Secara umum FTA digunakan untuk melihat reabilitas dari suatu produk.
Metode ini menggunakan probabilitas sehingga dapat menentukan mana risiko
yang harus diprioritaskan berdasarkan probabilitas kejadian terbesar. FTA ini
dapat melihat risiko yang terjadi akibat kejadian yang simultan, akan tetapi
tidak dapat mendeteksi human error, oleh karena itu penggunaan FTA ini tidak
terlalu banyak.
3 FMEA merupakan sebuah metodologi yang digunakan untuk menganalisa dan
menemukan :
a. Semua kegagalan – kegagalan yang potensial terjadi pada suatu sistem.
b. Efek-efek dari kegagalan ini yang terjadi pada sistem dan bagaimana
cara untuk memperbaiki atau meminimalis kegagalan-kegagalan atau efekefek nya pada sistem (Perbaikan dan minimalis yang dilakukan biasanya
berdasarkan pada sebuah ranking dari severity dan probability dari
kegagalan).
Keuntungan FMEA adalah produk akhir harus aman. FMEA membantu
desainer untuk mengidentifikasikan dan mengeliminasi atau mengendalikan
cara kegagalan yang berbahaya, meminimasi dari perkiraan terhadap sistem
dan penggunanya. Meningkatnya keakuratan dari perkiraan terhadap
peluang dari kegagalan yang akan dikembangkan, khususnya juga data
dari peluang realibitas didapat dengan menggunakan FMEA. Realibilitas
dari produk akan meningkat dimana waktu untuk melakukan desain akan di
kurangi berkaitan dengan melakukan identifikasi dan perbaikan dari masalahmasalah.
Strategi Pengelolaan Risiko
Setiap bisnis yang dipilih oleh para pembuat keputusan baik bisnis yang
bergerak pada sektor pertanian, peternakan, lembaga keuangan, maupun industri
akan memiliki suatu risiko. Terutama dalam sektor pertanian memiliki risiko yang
sangat besar dibandingkan dengan usaha lainnya. Secara umum risiko yang
dihadapi pelaku bisnis di bidang pertanian adalah risiko produksi seperti gagal

13
panen, serangan hama penyakit dan mutu produk yang jelek. Selain itu, risiko
harga juga menjadi kendala bagi pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya
seperti tidak laku terjual, atau terjual dengan harga yang rendah akibat
ketidakpastian mutu dan harga produk. Risiko-risiko yang muncul tersebut tidak
dapat dihilangkan tetapi hanya bisa diperkecil (diminimalisir) saja oleh para
pengambil keputusan. Sehingga para pelaku bisnis harus mebuat suatu manajemen
risiko dengan baik agar diperoleh strategi yang tepat terhadap masalah yang
terjadi.
Menurut Acharya (2006) menyatakan bahwa manajemen risiko dibidang
pertanian merupakan pembahasan yang sangat penting yang ruang lingkupnya
tidak hanya pada tingkat nasional tetapi ditingkat global juga. Sebelum melangkah
lebih jauh, manajemen harus secara jelas melihat kebutuhan perbaikan suatu
kualitas. Gaspersz (1997) menyatakan bahwa perbaikan kualitas merupakan suatu
kebutuhan yang paling mendasar bagi kelangsungan pelaku bisnis dalam era
kompetisi yang semakin ketat. Perbaikan kualitas terus-menerus dapat dilakukan
dengan menggunakan model USE PDSA, yaitu:
1 Understand quality improvement needs (memahami kebutuhan perbaikan
kualitas)
2 State the quality problem (menyatakan kualiatas yang ada)
3 Evaluate the root cause (mengevaluasi akar penyebab masalah kualitas)
4 Plan the solution (merencanakan penyelesaian masalah kualitas)
5 Do or implement the solution (melaksanakan atau menerapkan rencana solusi
terhadap masalah kualitas)
6 Study the solution results (mempelajari hasil-hasil solusi terhadap masalah
kualitas)
7 Act to standardize the solution (bertindak untuk menstandardisasikan solusi
terhadapa masalah kualitas)
Menurut Gaspersz (1997), beberapa strategi untuk menerapkan perbaikan
kualitas terus-menerus dalam suatu kegiatan bisnis adalah:
1 Mulai dengan suatu proyek contoh
2 Analisis variasi dari semua proses
3 Memperhatikan proses, tidak hanya hasil
4 Membuat proses menjadi lebih sederhana
5 Mengusahakan secara konstan melakukan investasi teknologi baru
6 Memandang masalah dan kegagalan sebagai suatu kesempatan untuk perbaikan
7 Melakukan reorganisasi termasuk realokasi sumber daya agar memudahkan
upaya perbaikan terus-menerus.
Adapun langkah-langkah program perbaikan kualitas yang dapat dilakukan
yaitu memilih dan menetapkan program perbaikan, mengemukakan alasan
mengapa memilih program tersebut, melakukan analisis situasi melalui
pengamatan situasional, melakukan pengumpulan data dan melakukan analisis
data. Setelah itu menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan sasaran
perbaikan kualitas, melaksanakan program perbaikan dalam waktu tertentu serta
melaukan studi penilaian dan terakhir mengambil tindakan berupa tindakan
korektif atas penyimpangan yang terjadi atau standardisasi terhadap aktivitas yang
sesuai.

14
Kerangka Pemikiran Operasional
Jeruk merupakan komoditas buah yang cukup menguntungkan untuk
diusahakan saat ini dan mendatang, dapat mulai dipanen rata-rata pada tahun ke
dua dengan nilai keuntungan usahataninya sangat bervariasi berdasarkan lokasi
dan jenis jeruk yang diusahakan. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan
pertanian (2005) menyatakan bahwa agribisnis jeruk jika diusahakan dengan
sunguh-sungguh mampu meningkatkan kesejahteraan petani bahkan mampu
memberikan kontribusi dalam peningkatan