Pemanfaatan Limbah Kulit Jeruk Keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) Sebagai Bahan Penguat Nanokertas Selulosa Bakteri Dari Air Kelapa

(1)

i   

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JERUK KEPROK (

Citrus

Reticulata Blanco syn

) SEBAGAI BAHAN PENGUAT

NANOKERTAS SELULOSA BAKTERI

DARI AIR KELAPA

SKRIPSI

REISYA ICHWANI

090802043

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

   


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JERUK KEPROK (

Citrus

Reticulata Blanco syn

) SEBAGAI BAHAN PENGUAT

NANOKERTAS SELULOSA BAKTERI

DARI AIR KELAPA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

REISYA ICHWANI

090802043

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

iii   

PERSETUJUAN

Judul : PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JERUK KEPROK

(Citrus Reticulata Blanco syn) SEBAGAI BAHAN

PENGUAT NANOKERTAS SELULOSA BAKTERI DARI AIR KELAPA

Kategori : SKRIPSI

Nama : REISYA ICHWANI

Nomor Induk Mahasiswa : 090802043

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juni 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Saharman Gea Ph,D Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 196811101999031001 NIP. 195408301985032001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JERUK KEPROK (Citrus Reticulata Blanco syn) SEBAGAI BAHAN PENGUAT NANOKERTAS

SELULOSA BAKTERI DARI AIR KELAPA

SKRIPSI

Saya mengakui skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2013

REISYA ICHWANI 090802043


(5)

v   

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim, syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam berjalannya penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ibunda tercinta, Syafura Darus yang dengan doa dan kerja kerasnya yang telah membesarkan, menghidupi, menuntun, dan menemani penulis agar dapat menjadi orang yang berguna bagi dunia dan akhirat. Terima kasih Ibu, Allah memang tidak pernah tidur melihat perjuangan kita. Adinda Hasfi Rifky yang selalu memberi tawa dan menampung cerita.

2. Ayah, Armaz Ma’mun yang dengan ikhlas mendidik penulis hingga dewasa ini. Pak Saiful, Atok, Andong, Mualim dan keluarga besar Darus yang telah banyak membantu dan menjadi motivator terbesar dalam berpendidikan hingga saat ini.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S. selaku ketua jurusan kimia FMIPA USU dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M. Sc selaku sekretaris jurusan kimia.

4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S. sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Saharman Gea, Ph.D sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini.

5. Drs.Amir Hamzah, MS , sebagai dosen wali penulis, dan seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah banyak membantu selama penulis dalam masa studi untuk program sarjana di FMIPA USU.

6. Bapak Saharman Gea, Ph.D dan Ibu Mutia, yang telah memberikan dukungan dan motivasi yang luar biasa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dan dapat menjadi tim yang mewakili Sumatera Utara dalam Pekan Karya Ilmiah Nasional (PIMNAS) 2012 di Yogyakarta. Pembantu Rektor III Drs. Raja Bongsu Hutagalung beserta staf ahli yang telah ikut serta mengantarkan kami. Segenap staf Biro Kemahasiswaan Biro Rektor USU yang telah mengurus semua keperluan. DIKTI yang telah memberikan bantuan dana dalam penelitian ini.


(6)

7. Teman-teman seperjuangan kimia FMIPA USU terkhusus angkatan 2009 yang sangat luar biasa. Kakak, abang, dan adik-adik di Departemen Kimia yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu serta asisten Biokimia yang selalu memberikan semangat dan perhatiannya di Laboratorium Biokimia / KBM FMIPA USU.

8. Keluarga besar HMI Komisariat FMIPA yang telah mengajarkan arti kerjasama, kerja keras, tanggung jawab dan indahnya persaudaraan. Jayalah HMI. Yakin usaha sampai. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Allah memberikan berkahnya kepada kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Penulis


(7)

vii   

ABSTRAK

Nanogel selulosa bakteri (SB) dan selulosa dari limbah organik kulit jeruk (KJ) telah dimanfaatkankan sebagai bahan dasar pada pembuatan nanokertas. Gel SB dihaluskan dengan blender rumah tangga dan digabungkan dengan selulosa dari kulit jeruk dalam konsentrasi yang divariasikan. Kandungan selulosa dalam gel selulosa bakteri sebesar 4,53 % yang terdiri dari nanoserat selulosa dan kandungan selulosa dalam kulit jeruk sekitar 5,63 % yang berupa pulp mikroserat selulosa. Setelah penyiapan dalam bentuk kertas, karakterisasi dilakukan dengan analisis mekanik, morfologi dan termal. Hasilnya, kualitas kertas meningkat secara signifikan sebagaimana ditunjukkan dalam analisa morfologi yang menunjukkan struktur koheren nanokertas (50 SB:50 KJ) dibandingkan dengan kedua material penyusunnya dan diameter seratnya memenuhi karakteristik nanoteknologi yaitu 1-100 nm; perubahan kekuatan tarik ditunjukkan oleh besarnya modulus Young’s yang diperoleh yaitu 1,4 GPa dengan kadar air sebesar 7,142 %. Ketahanan termal nanokertas juga menunjukkan kurva yang berada diantara kurva selulosa bakteri dan kurva selulosa kulit jeruk dengan massa residu yaitu 3,05 mg.


(8)

ABSTRACT

Bacterial cellulose (BC) nanofibres combined with cellulose of orange peels organic waste (OP) have been used for the providing nanopaper. BC pellicle that has been crushed by home blender and combined with cellulose of orange peels in various concentration. The content of cellulose in bacterial cellulose pellicle is 4,53 % in nanosized and the cellulose content in the orange peels is 5,63 % in microsized. After preparing in sheet, the characterization has been done including mechanical, morphological and thermal analyses. The result shows that the quality of the sheet improved significantly as shown in morphology that display coherent structure nanopaper (50 BC:50 OP) compared to both of based materials and that have diameter 1-100 nm which is a major characteristic of nanotechnology; The mechanical properties shows the increasing of tensile strenght with Young’s modulus is 1,4 GPa in 7,142 % water content. In addition, it is also founded that the thermal analysis properties of nanopaper shows curve is between bacterial cellulose and cellulose of orange peels organic waste, with residue weight is 3,05 mg.


(9)

ix   

DAFTAR ISI

HALAMAN

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

Bab 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1

1.2. Perumusan masalah 3

1.3. Pembatasan masalah 3

1.4. Tujuan penelitian 4

1.5. Manfaat penelitian 4

1.6. Lokasi penelitian 4

1.7. Metodologi penelitian 5

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jeruk 6

  2.2. Tanaman Kelapa 7

2.3. Selulosa 8

2.3.1. Selulosa bakteri 10

2.4. Acetobacter 11

2.4.1. Acetobacter xylinum 12

2.4.2. Pembuatan Nata de Coco 13

2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Nata de Coco 15

2.5. Nanoteknologi 16

2.5.1. Nanokomposit 17

2.5.2. Nanokertas 18

2.6. Scanning electron microscope (SEM) 19

2.7. Analisis Termal 19

2.8. Kekuatan Mekanik 20

Bab 3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan bahan 22 3.1.1. Alat 22

3.1.2. Bahan 23

3.2. Prosedur penelitian 24

3.2.1. Pengambilan sampel 24

3.2.2. Pembuatan larutan pereaksi 24

3.2.3. Perbanyakan Stater Selulosa Bakteri 25


(10)

3.2.5. Purifikasi selulosa bakteri 25

3.2.6 Disintegrasi selulosa bakteri 26

3.2.7 Preparasi kulit jeruk 26

3.2.8 Isolasi selulosa dari kulit jeruk 26

3.2.9 Pencampuran selulosa bakteri dengan selulosa dari kulit jeruk 27

3.3. Parameter yang diamati 29

3.3.1. Penentuan kadar air 29

3.3.2. Uji Morfologi 29

3.3.3. Uji tensil 29

3.3.4. Uji termal 30

3.4 Bagan penelitian 31

3.4.1. Permbuatan stater selulosa bakteri 31

3.4.2. Pembuatan selulosa bakteri (Nata de coco) 32

3.4.3. Purifikasi dan disintegrasi selulosa bakteri 33

3.4.4. Isolasi Selulosa dari Kulit Jeruk keprok 34

3.4.5. Pencampuran Selulosa Bakteri yang telah dihaluskan dengan selulosa yang diisolasi dari Kulit Jeruk 35

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil penelitian 36

4.1.1. Penentuan kadar air 36

4.1.2. Pengujian Mekanik 37

4.1.3. Pengujian Degradasi termal 38

4.1.4. Pengujian Morfologi 39

4.2 Pembahasan 40

4.2.1. Pembuatan selulosa bakteri 40

4.2.2. Isolasi selulosa dari kulit jeruk 40 4.2.3. Pembuatan nanokertas 41

4.2.4. Pengujian Mekanik 42

4.2.5. Pengujian Degradasi termal 43

4.2.6. Pengujian Morfologi 43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 46

5.2 Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47


(11)

xi   

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

Gambar 2.1 Jeruk keprok 6

Gambar 2.2 Rumus molekul selulosa 9

Gambar 2.3 Bakteri Acetobacter xylinum 12

Gambar 2.4 Kurva tegangan dan regangan bahan polimer 21 Gambar 4.1 Kurva strain-stress untuk nanokertas (100 SB:0 KJ;

50 SB:50 KJ; 60 SB:40 KJ; 80 SB:20 KJ) 37 Gambar 4.2 Kurva temperatur-massa untuk nanokertas (100 SB : 0 KJ),

nanokertas (50 SB:50 KJ), dan selulosa kulit jeruk murni

(0 SB:100 KJ) 38

Gambar 4.3 Ukuran diameter dari nanokertas (50 SB:50 KJ) 39 Gambar 4.4 Proses pembuatan selulosa bakteri 40 Gambar 4.5 Proses isolasi selulosa dari kulit jeruk 41 Gambar 4.6 Hasil SEM mikrokertas (0 SB:100 KJ) 44 Gambar 4.7 Hasil SEM nanokertas (50 SB:50 KJ) 44 Gambar 4.8 Hasil SEM nanokertas (100 SB:0 KJ) 45


(12)

DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua 8

Tabel 2.2 Sumber selulosa 9

Tabel 3.1 Komposisi selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk pada

tiap-tiap variasi perbandingan 28

Tabel 4.1 Kadar air bahan penyusun nanokertas 36

Tabel 4.2 Kadar air nanokertas 36

Tabel 4.3 Modulus Young’s nanokertas 42


(13)

xiii   

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN

Lampiran 1. Ukuran diameter serat dari nanokertas (50 SB:50 KJ) 53

Lampiran 2. Foto Nanokertas 54

Lampiran 3. Foto Mikrokertas (0 SB:100 KJ) 55

Lampiran 4. Foto pengukuran ketebalan dengan mikrometer sekrup digital 55 Lampiran 5. Perhitungan kadar air nanokertas 56

             


(14)

ABSTRAK

Nanogel selulosa bakteri (SB) dan selulosa dari limbah organik kulit jeruk (KJ) telah dimanfaatkankan sebagai bahan dasar pada pembuatan nanokertas. Gel SB dihaluskan dengan blender rumah tangga dan digabungkan dengan selulosa dari kulit jeruk dalam konsentrasi yang divariasikan. Kandungan selulosa dalam gel selulosa bakteri sebesar 4,53 % yang terdiri dari nanoserat selulosa dan kandungan selulosa dalam kulit jeruk sekitar 5,63 % yang berupa pulp mikroserat selulosa. Setelah penyiapan dalam bentuk kertas, karakterisasi dilakukan dengan analisis mekanik, morfologi dan termal. Hasilnya, kualitas kertas meningkat secara signifikan sebagaimana ditunjukkan dalam analisa morfologi yang menunjukkan struktur koheren nanokertas (50 SB:50 KJ) dibandingkan dengan kedua material penyusunnya dan diameter seratnya memenuhi karakteristik nanoteknologi yaitu 1-100 nm; perubahan kekuatan tarik ditunjukkan oleh besarnya modulus Young’s yang diperoleh yaitu 1,4 GPa dengan kadar air sebesar 7,142 %. Ketahanan termal nanokertas juga menunjukkan kurva yang berada diantara kurva selulosa bakteri dan kurva selulosa kulit jeruk dengan massa residu yaitu 3,05 mg.


(15)

viii   

ABSTRACT

Bacterial cellulose (BC) nanofibres combined with cellulose of orange peels organic waste (OP) have been used for the providing nanopaper. BC pellicle that has been crushed by home blender and combined with cellulose of orange peels in various concentration. The content of cellulose in bacterial cellulose pellicle is 4,53 % in nanosized and the cellulose content in the orange peels is 5,63 % in microsized. After preparing in sheet, the characterization has been done including mechanical, morphological and thermal analyses. The result shows that the quality of the sheet improved significantly as shown in morphology that display coherent structure nanopaper (50 BC:50 OP) compared to both of based materials and that have diameter 1-100 nm which is a major characteristic of nanotechnology; The mechanical properties shows the increasing of tensile strenght with Young’s modulus is 1,4 GPa in 7,142 % water content. In addition, it is also founded that the thermal analysis properties of nanopaper shows curve is between bacterial cellulose and cellulose of orange peels organic waste, with residue weight is 3,05 mg.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konsumsi kertas dunia adalah sekitar 300 juta ton pada tahun 1996/1997 dan diperkirakan akan naik sekitar 500 juta ton pada tahun 2011 (Hurter dan riccio, 1998). Menurut asosiasi pulp dan kertas Indonesia (APKI), konsumsi kertas Indonesia mencapai 5,2 juta ton pada tahun 2011 dan akan meningkat 3-5% pada tahun 2012. Produksi kertas saat ini masih mengandalkan kayu sebagai bahan baku utama, sedangkan proses reboisasi hutan memerlukan jangka waktu yang lama dibandingkan dengan besarnya kebutuhan kertas Indonesia saat ini.

Faktanya sekitar 1 milyar ton kayu per tahun digunakan sebagai bahan bakar dan kayu bangunan (Aspinall, 1983). Dibeberapa negara, kayu tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dengan permintaan pulp dan kertas yang terus meningkat (Pahkala, 2001). Dilihat dari penggunaan bahan baku kayu yang telah berkurang untuk pembuatan pulp kertas dan bertambahnya permintaan dari masyarakat untuk produk kertas, bahan baku baru untuk pembuatan pulp seperti serat nonkayu mulai diteliti secara meluas di dunia (Ververis et. al., 2004). Selulosa bakteri (selulosa

nonkayu) dapat dijadikan sebagai solusi bahan pengganti kertas yang terbarukan.

Satu hal yang terpenting dari selulosa bakteri adalah kemurnian seratnya, yaitu tidak seperti serat selulosa yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung hemiselulosa dan lignin yang sulit untuk dihilangkan (Bielecki et. al., 2004). Untuk proses pemisahan hemiselulosa dan lignin dari pulp kertas tersebut masih menggunakan bahan-bahan kimia yang tidak ramah terhadap lingkungan.


(17)

2   

Selulosa bakteri merupakan selulosa yang terbentuk dari organisme

nonfotosintesis , dimana bakteri yang dapat menghasilkan selulosa bakteri termasuk dalam famili Acetobacter, Rhizobium, Agrobacterium dan Sarcina (Jonas dan Farah, 1998). Selulosa Bakteri adalah suatu material murah, ramah lingkungan dan merupakan hasil sintesis dengan bakteri “Acetobacter xylinum” Selulosa bakteri memiliki diameter serat sebesar 4-7 nm (Ozawa dan Kikuchi, 2006). Oleh karena ukuran diameter seratnya yang berukuran nanometer, maka kertas yang dihasilkan oleh paduan selulosa bakteri disebut dengan nanokertas.

Kertas berkekuatan tinggi telah diproduksi dari selulosa bakteri yang disintesis secara ekstraselular oleh bakteri Acetobacter xylinum. Dibandingkan dengan selulosa dari kayu, selulosa bakteri memiliki kemurnian, kristalinitas, dan kekuatan tarik yang lebih tinggi. Dengan demikian, Selulosa bakteri cocok digunakan sebagai bahan penguat pada pulp kertas dengan metode disintegrasi dan mencampurkannya dengan material berserat lainnya karena terlihat bahwa selulosa bakteri terfragmentasi pada permukaan lainnya (Yamanaka et. al., 1989; Iguchi et. al., 2000).

Dari penelitian sebelumnya, Ververis (2006) menyebutkan bahwa pencampuran biomassa alga, kulit jeruk dan lemon efektif dalam pembuatan pulp

kertas dengan penghematan sekitar 45% dari biaya bahan baku material. Gea (2010) juga meyebutkan bahwa apple dan lobak memiliki potensi sebagai alternatif pembuatan pulp kertas dan mudah diperoleh dimana-mana sebagai bahan makanan.

Sumatera Utara merupakan salah satu daerah penghasil jeruk keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) terbesar yaitu sejumlah 856.019 ton pada tahun 2010. Akibat dari konsumsi jeruk yang banyak, maka akan timbul limbah kulit jeruk yang banyak pula yang belum dimanfaatkan dan masih dibuang begitu saja. Pada penelitian ini, penulis ingin memanfaatkan limbah kulit jeruk tersebut sebagai bahan baku yang berpotensi dalam pembuatan pulp kertas. Selulosa bakteri dipadukan dengan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk untuk menghasilkan kertas berukuran nanometer (10-9 m) yang diharapkan berpotensi dalam berbagai aplikasi penggunaan kertas, misalnya sebagai bahan baku prangko, kertas sertifikat, bahan baku pembuatan uang dan kertas konvensional lainnya.


(18)

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah limbah kulit jeruk dan selulosa bakteri dapat dimanfaatkan dalam pembuatan nanokertas?

2. Apakah nanokertas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai kertas konvensional?

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini objek masalah dibatasi sebgai berikut :

1. Kulit jeruk yang digunakan adalah kulit jeruk jenis keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) yang diperoleh dari limbah rumah makan Komda, Jl.Zainul Arifin Medan. Jeruk keprok tersebut diperoleh dari Desa Siberteng, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo.

2. Air kelapa tua dan muda yang digunakan adalah air kelapa dari Pasar Tradisional Pringgan, Jl. D.I. Pandjaitan Medan.

3. Stater bakteri Acetobacter xylinum diperoleh dari hasil pengembangan industri rumah tangga Nata de coco di Tembung.

4. Waktu fermentasi gel selulosa bakteri dilakukan selama 14 hari.

5. Pembuatan nanokertas dengan pencampuran selulosa bakteri yang telah dihaluskan dan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk dengan perbandingan A(100:0%), B(80:20%), C(60:40%), D(50:50%) dan E(0:100%) berdasarkan berat keringnya.

6. Uji fisik dan mekanik dari kertas yang dihasilkan dilakukan uji morfologi dengan scanning electron microscope (SEM), uji termal dengan


(19)

4   

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Untuk memperoleh nanokertas dari hasil pencampuran antara selulosa bakteri dengan kulit jeruk dengan kualitas terbaik.

2. Sebagai upaya dalam pemanfaatan limbah kulit jeruk dan residu dari air kelapa tua.

3. Mengetahui kelayakan nanokertas sebagai alternatif kertas di pasaran, baik sebagai bahan baku uang, sertifikat, maupun perangko.

1.5. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, menjadi inisiator untuk perkembangan nanoteknologi dan informasi penelitian lebih lanjut, khususnya di Sumatera Utara Medan.

2. Bagi pemerintah dan masyarakat, penelitian ini dapat mengurangi keberadaan limbah yang terdapat di sekitar wilayah tempat tinggal.

3. Bagi pengusaha, sebagai bahan alternatif untuk memproduksi kertas dengan harga yang lebih hemat namun menghasilkan produk yang lebih berkualitas dibandingkan kertas konvensional.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan FMIPA USU, Laboratorium Penelitian FT USU, Laboratorium Geologi Kuarter Bandung, Laboratorium Politeknik Lhoksemawe, dan Laboratorium Ilmu Dasar (LIDA) USU.


(20)

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium. Ada beberapa tahapan penelitian yang dilakukan dalam pembuatan nanokertas. Adapun langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan stater selulosa bakteri

2. Penumbuhan selulosa bakteri ( Nata de coco )

3. Purifikasi dan desintegrasi selulosa bakteri ( Nata de coco ) 4. Preparasi limbah kulit jeruk

5. Isolasi selulosa dari kulit jeruk

6. Pencampuran selulosa bakteri dengan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk 7. Uji fisik dan mekanik dari kertas yang dihasilkan dilakukan dengan uji

morfologi dengan SEM (Scanning Electron Microscope), uji termal dengan TGA (Thermogravimetry Analysis), uji tensil dan uji kadar air.

Adapun variabel yang digunakan dalam pembuatan kertas adalah :

1. Variabel bebas yaitu massa selulosa bakteri yang telah dihaluskan (100:80:60:50:0%) dan massa selulosa yang telah diisolasi dari kulit jeruk (0:20:40:50:100%) dari massa keseluruhan.

2. Variabel tetap yaitu massa dari carboxyl methyl cellulose (CMC) pada setiap perbandingan 20% dari massa keseluruhan.

3. Variabel terikat yaitu karakterisasi yang dilakukan meliputi uji morfologi dengan SEM, uji termal dengan TGA, uji tensil dan uji kadar air.


(21)

6   

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jeruk

Jeruk (Citrus sp.) termasuk dalam famili Rutaceae. Buah jeruk yang masak sempurna mengandung air sebesar 77-92 %, gula 2-15 %, protein yang kurang dari 2 %, dan asam sitrat 1-2 % (Ashari, 1995). Buah jeruk telah banyak digunakan untuk menghasilkan jus dan produk makanan lainnya. Dalam proses produksi jus, sejumlah besar limbah jeruk akan dihasilkan. Oleh karena limbah jeruk mengandung bahan yang berharga, maka limbahnya harus dimanfaatkan untuk menghasilkan produk bernilai tinggi (Goto et al., 2010).

Tanaman jeruk sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Sumatera Utara adalah daerah terbesar penghasil buah jeruk. Buah jeruk dinikmati karena segar rasanya sebagai pelepas dahaga dan buah pencuci mulut. Buah jeruk dapat diolah menjadi minuman, makanan, dan obat penurun demam (AAK, 1994).

 


(22)

Daerah pusat penghasil jeruk terpenting di Indonesia adalah Garut, Malang, Cibinong yang tak berarti lagi saat ini. Beberapa daerah penghasil jeruk yang masih bertahan hingga sekarang adalah Berassitepu (Sumatera Utara), Cilacap, Madura, dan Palembang. Jeruk keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) yang tumbuh di Berastagi (Sumatera Utara) berasal dari Tiongkok Selatan yang hidup di daratan tinggi dengan sinar matahari dan curah hujan 1900-2040 mm/tahun. Jeruk ini tumbuh pada curah hujan tipe C yaitu 5-7 bulan basah dan 4-6 bulan kering (Joesoef, 1993). Buah jeruk bukan hanya daging buahnya saja yang dapat dimanfaatkan untuk makanan, tetapi kulitnya pun digunakan untuk pembuatan pektin ataupun pembuatan jelly. 500 gram kulit jeruk dapat menghasilkan 14-18 gram pektin kering. Pektin adalah senyawa polimer yang bersifat mengikat air, membentuk gel atau mengentalkan cairan (Soelarso, 1996).

2.2. Tanaman Kelapa

Indonesia merupakan salah satu negara tropika yang terkenal karena hasil kelapanya berlimpah, bahkan pernah menjadi pengekspor kelapa terbesar didunia. Tanaman kelapa merupakan tanaman asli daerah tropis, dapat ditemukan tersebar di Indonesia. Bagi Rakyat Indonesia, kelapa adalah salah satu komoditas terpenting setelah padi, dan sumber pendapatan yang dapat diandalkan dari pemanfaatan tanah pekarangan (Warismo, 1998).

Kelapa menghasilkan air sebanyak 50-150 ml per butir. Air kelapa sangat baik digunakan sebagai bahan dalam pembuatan nata, karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan, perkembangbiakan, dan aktivitas bibit nata yang berupa bakteri Acetobacter xylinum. Untuk Pertumbuhan dan aktivitasnya,

Acetobacter xylinum membutuhkan unsur makro dan mikro. Unsur makro terdiri atas karbon dan nitrogen.

Air kelapa yang baik adalah air kelapa yang diperoleh dari kelapa tua optimal, tidak terlalu tua dan tidak pula terlalu muda. Dalam air kelapa yang terlalu tua, terkandung minyak dari kelapa yang dapat menghambat pertumbuhan bibit nata


(23)

8   

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua

(Palungkun, 2001)

Sumber air kelapa (dalam 100 g)

Air kelapa muda (%)

Air kelapa tua (%)

Kalori 17,0 kal -

Protein 0,2 g 0,14 g

Lemak 1,0 g 1,50 g

Karbohidrat 3,8 g 4,60 g

Kalsium 15,0 mg -

Fosfor 8,0 mg 0,50 g

Besi 0,2 mg -

Asam askorbat 1,0 mg -

Air 95,5 g 91,50 g

Bagian yang dapat dimakan

100 g -

2.3. Selulosa

Selulosa merupakan polimer yang paling melimpah di alam. Nama Selulosa diciptakan oleh Anselme Payen, seorang ahli kimia fisika dan matematika Perancis. Selulosa adalah bahan utama dari tanaman berkayu, yang memiliki keragaman aplikasi yang berkisar dari perumahan ke kertas dan tekstil. Dapat dikatakan, selulosa adalah salah satu senyawa kimia yang paling berpengaruh dalam sejarah budaya manusia. Biasanya selulosa disertai berbagai zat lain, seperti lignin, di dinding sel tumbuhan matriks. Dalam spesies tertentu, seperti kapas, selulosa terdapat dalam bentuk murni tanpa bahan tambahan dan dalam beberapa kasus, seperti alga Valonia, selulosa hampir benar-benar dalam bentuk Kristal (Kontturi, 2005).

Selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida. Dalam selulosa, molekul glukosa dalam bentuk rantai panjang tidak bercabang yang mirip dengan amilosa. Bagaimanapun, unit-unit dari glukosa dalam selulosa terikat pada ikatan β-1,4- glikosidik. Isomer β tidak membentuk gulungan seperti isomer α, tetapi selaras dalam


(24)

baris paralel oleh ikatan hidrogen diantara kelompok hidroksil pada rantai yang berdekatan. Hal ini yang menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air. Ini memberikan struktur rigis ke dinding sel kayu dan serat yang lebih tahan terhadap hidrolisis daripada pati (Timberlake, 2008).

Gambar 2.2 Rumus Molekul Selulosa (Gortner, 1938)

Sumber selulosa nanokristalin adalah mikrokristalin selulosa (kayu), bakteri (Nata de coco), kapas, alga (Valonia) dan tunicate.

Tabel 2.2 Sumber Selulosa (Beck-Candanedo et. al., 2005)

Sumber Selulosa Panjang Jarak celah Aspek Ratio Tunicate 100 nm – micron 10-20 nm 5 to > 100 (tinggi)

Algal(Valonia) > 1000 nm 10 to 20 nm 50 to > 10 nm (tinggi)

Bacterial 100 nm – micron 5-10 x 30-50 nm 2 to > 100 (medium)

Kapas 200-350 nm 5 nm 20 to 70 (rendah)

Kayu 100 – 300 nm 3 – 5 nm 20 to 50 (rendah)

Polisakarida adalah makromolekul biologi yang terdapat luas di alam. Polisakarida dapat dibedakan berdasarkan tempat morfologinya menjadi polisakarida intraseluler dan ekstraseluler. Polisakarida intraseluler terletak didalam, atau sebagai bagian pada membran sitoplasma; dinding sel polisakarida membentuk bagian struktural pada dinding sel, dan polisakarida ekstraselular terletak diluar dinding sel. Polisakarida ekstraseluler terdapat dalam dua bentuk yaitu lendir longgar, tidak menyatu dengan sel dan lengket untuk pertumbuhan bakteri pada medium padat atau


(25)

10   

meningkatkan viskositas dalam medium cair; dan mikrokapsul atau kapsul, yang menyatu dengan dinding sel. Mereka memiliki bentuk nyata dan berdiri sendiri, yang hanya pelan-pelan diekstraksi dalam air atau garam. Oleh karena itu, memungkinkan untuk memisahkan kapsul terpisah dan mikrokapsul dari lendir longgar dengan teknik sentrifugasi.

Eksopolisakarida adalah polisakarida rantai panjang yang terdiri dari satuan cabang berulang dari gula atau gula derivatif, terutama glukosa, galaktosa dan rhamnosa dalam rasio yang berbeda. Polisakarida ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu homopolisakarida (selulosa, dekstran, mutan, pullulan, curdlan), dan heteropolisakarida (gellan dan xanthan). Homopolisakarida terdiri dari satuan berulang dari hanya satu jenis monosakarida (D-glukosa atau D-fruktosa), sedangkan heteropolisakarida terdiri dari beberapa bentuk oligosakarida, yang mengandung 3-8 monosakarida, yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme.

2.3.1. Selulosa Bakteri

Selulosa bakteri merupakan eksopolisakarida yang diproduksi oleh berbagai jenis bakteri, seperti Gluconacetobacter (sebelumnya Acetobacter), Agrobacterium, Aerobacter, Achromobacter, Azotobacter, Rhizobium, Sarcina, dan Salmonella.

Produksi selulosa dari Acetobacter xylinum pertama kali dilaporkan oleh Brown (1886) yang mengamati sel-sel istirahat Acetobacter xylinum memproduksi selulosa dengan adanya oksigen dan glukosa.

Rumus molekul selulosa bakteri (C6H10O5)n sama dengan selulosa yang berasal

dari tanaman, tetapi secara fisik keduanya memiliki fitur kimia yang berbeda. Bakteri selulosa lebih disukai daripada selulosa tanaman karena dapat diperoleh dalam kemurnian yang lebih tinggi, tingkat polimerisasi dan kristalinitas yang lebih tinggi serta kekuatan tarik dan kapasitas menahan air yang tinggi (Chawla et. al., 2008). Selulosa bakteri lebih cocok digunakan untuk memproduksi membran audio berkualitas tinggi, kertas berkualitas tinggi, fuel-cell, industri makanan, material medis seperti obat-obatan, dressing luka, kosmetik, dan tekstil (Czaja et. al., 2005; Zhou et. al., 2007).


(26)

Serat selulosa bakteri sekitar 100 kali lebih tipis daripada selulosa tanaman, yang membuatnya menjadi bahan yang sangat berpori. Selulosa bakteri dengan struktur jaringan pita yang unik memiliki dimensi pita kira-kira 3-4 nm untuk ketebalan dan 70-130 nm untuk lebar. Jaringan pita ini dibentuk dari rantai agregat menjadi sub-fibril, dimana lebarnya sekitar 1,5 nm, dan kemudian sub-fibril tersebut dikristalisasi membentuk bundel yang merupakan bentuk sementara dari struktur pita (Bielecki et. al., 2004; Jonas et. al., 1998; Yamanaka et. al., 2000).

Relatif tingginya biaya produksi selulosa dapat dibatasi pada bahan tambahan produk serta bahan kimia khusus yang digunakan. Pengurangan biaya dalam fermentasi dapat dibatasi dari biaya harga bahan baku substrat selulosa bakteri. Akibatnya, produksi selulosa bakteri selalu mungkin lebih mahal daripada sumber selulosa konvensional. Untuk alasan komersialisasi ini, keberhasilan penggunaan selulosa bakteri bergantung pada ketepatan memilih aplikasi di mana kinerja yang unggul dapat memberikannya nilai yang lebih tinggi.

Sebagai salah satu sumber selulosa yang dihasilkan dalam skala ilmiah, selulosa bakteri diproduksi secara ektraselular yang salah satunya disintesis oleh bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri gram negatif Acetobacter xylinum merupakan contoh selulosa sintesis dari bakteri prokariotik. Ini ditemukan sebagai lembaran gelatin pada permukaan yang siap dibudidayakan di dalam laboratorium sebagai sumber selulosa murni (Aspinall, 1983). Di Jepang, matriks selulosa bakteri dalam limbah industri digunakan sebagai bahan pembuatan cuka tradisional (Ozawa et. al., 2006).

2.4. Acetobacter

Sel Acetobacter sp. berbentuk elips atau tongkat yang melengkung. Kultur yang masih muda merupakan bakteri gram negatif, sedangkan kultur yang sudah agak tua merupakan bakteri dengan gram yang bervariasi. Acetobacter sp. merupakan bakteri aerob yang memerlukan respirasi dalam metabolismenya. Acetobacter sp. dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO2 dan H2O.


(27)

12   

Berbagai spesies Acetobacter sp. dapat ditemukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Bakteri inilah yang menyebabkan pengasaman jus buah-buahan (Banwart, 1981).

2.4.1. Acetobacter xylinum

Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum : Kerajaan : Bacteria

Divisio : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Pseudomonadales Famili : Pseudomonodaceae Genus : Acetobacter

Spesies : Acetobacter xylinum (Budiyanto,2002)

Bakteri Acetobacter xylinum sering ditemukan dalam hubungan simbiosis dengan berbagai tanaman seperti tanaman tebu dan kopi. Sebuah sel bakteri

Acetobacter xylinum tunggal mampu melakukan polimerisasi molekul glukosa

200.000 per detik menjadi rantai β-1,4-glikosidik yang kemudian diekskresikan ke dalam medium disekitarnya membentuk ikatan pita mikroserat menyerupai lebar dan struktur rata-rata serat tanaman dan alga.


(28)

Serat yang terbentuk di membran dengan sintase selulase dan hasilnya dikeluarkan dari baris 50-80 pori-pori seperti lembaran sepanjang sumbu longitudinal sel. Pembentukan ini menghasilkan matriks selulosa yang mengambang pada permukaan, sehingga diperkirakan bakteri Acetobacter xylinum adalah sebuah bakteri sebuah aerob obligat, yang tumbuh dengan adanya oksigen yang tinggi pada permukaan medium (Muthukumarasamy, 2001).

Pengamatan mikroskop elektron menunjukkan bahwa selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum terjadi dalam bentuk serat. Bakteri Acetobacter xylinum telah diterapkan sebagai model mikroorganisme untuk studi dasar selulosa.

Acetobacter xylinum adalah bakteri yang paling sering dipelajari sebagai sumber selulosa karena kemampuannya untuk menghasilkan tingkat polimer yang relatif tinggi dari berbagai sumber karbon dan nitrogen. Selulosa bakteri diproduksi sebagai gelatin membran dan dapat dicetak dengan berbagai bentuk dan ukuran tergantung pada teknik fermentasi dan kondisi yang digunakan (Chawla et. al., 2008).

2.4.2. Pembuatan selulosa bakteri (Nata de coco)

Beberapa tahap kegiatan dalam pembuatan selulosa bakteri adalah sebagai berikut :

1. Preparasi

Tahap preparasi terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut :

a. Penyaringan

Penyaringan bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau benda benda asing yang tercampur dengan air kelapa, seperti misalnya sisa gabut. Penyaringan yang lebih baik apabila dilakukan dengan menggunakan kain penyaring.

b. Penambahan gula pasir dan urea

Ketersediaan karbohidrat dan protein yang terdapat dalam air kelapa belum mencukupi kebutuhan untuk pembentukan selulosa bakteri, kedalam air kelapa tersebut perlu ditambahkan gula pasir 10% dan urea 0,5%.


(29)

14   

Jenis sumber karbon bisa berupa bahan seperti misalnya glukosa, laktosa, fruktosa. Demikian juga dengan jenis sumber nitrogen yang digunakan dapat berupa nitrogen organik seperti misalnya protein, maupun nitrogen anorganik seperti misalnya ammonium fosfat, ammonium sulfat, dan urea.

c. Perebusan

Perebusan dilakukan sampai mendidih dan dipertahankan selama 5-10 menit untuk meyakinkan bahwa mikroba kontaminan telah mati, dan juga menyempurnakan pelarutan gula pasir yang ditambahkan.

d. Penambahan cuka

Tujuan penambahan cuka/asam asetat adalah untuk menurunkan pH air kelapa dari sekitar 6,5 sampai mencapai pH 4,3, yang merupakan kondisi optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.

e. Pendinginan

Pendinginan paling baik dilakukan dengan cara membiarkan cairan dalam nampan selama satu malam. Hal ini sekaligus untuk mengecek ada tidaknya kontaminan yang tumbuh pada cairan.

2. Inokulasi, fermentasi, dan pengendaliannya

a. Pemberian bibit (inokulasi)

Pemberian bibit dilakukan apabila campuran air kelapa, urea, dan asam asetat/cuka telah benar-benar dingin. Bila pemberian bibit dilakukan pada waktu cairan air kelapa masih dalam keadaan panas atau hangat, maka bibit bakteri Acetobacter xylinum dapat mengalami kematian, sehingga proses fermentasi tidak dapat berlangsung.

b. Fermentasi atau pemeraman

Campuran air kelapa yang sudah diberi bibit, dibiarkan selama 14 hari agar terjadi proses fermentasi dan terbentuklah selulosa bakteri (Pambayun, 2002).


(30)

2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan selulosa bakteri (Nata de coco)

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi selulosa bakteri yang maksimal adalah sebagai berikut.

1. Jenis dan konsentrasi medium

Medium fermentasi harus mengandung banyak karbohidrat (gula) disamping vitamin dan mineral, karena pada hakekatnya selulosa bakteri tersebut adalah benang – benang halus dari sel bakteri yang kaya akan selulosa yang diproduksi dari glukosa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Selulosa bakteri merupakan hasil fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang dalam medium gula dan akan mengubah gula menjadi selulosa.

2. Jenis dan Konsentrasi starter

Pada umumnya bakteri Acetobacter xylinum merupakan starter yang lebih produktif dari jenis starter lainnya, dan konsentrasi 5-10% merupakan konsentrasi yang ideal.

3. Waktu Fermentasi

Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan selulosa bakteri umumnya 2–4 minggu. Minggu ke 4 dari waktu fermentasi merupakan waktu maksimal produksi selulosa bakteri, yang berarti lebih dari 4 minggu, kualitas selulosa bakteri yang diproduksi akan menurun.

4. Temperatur Fermentasi

Pada umumnya temperatur fermentasi untuk pembuatan selulosa bakteri adalah suhu kamar (28oC). Temperatur yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk selulosa, yang akhirnya juga menghambat produksi selulosa bakteri.

5. pH Fermentasi

Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan selulosa bakteri adalah 3–5 atau dalam suasana asam. Pada kedua sisi pH optimum, aktifitas enzim seringkali menurun dengan tajam. Suatu perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis yang amat penting bagi organisme.


(31)

16   

6. Jenis dan konsentrasi suplemen

Kandungan karbohidrat dalam bahan untuk pembuatan selulosa bakteri merupakan bahan yang terpenting. Limbah dengan kadar karbohidrat rendah jika ingin digunakan sebagai medium pembuatan nata perlu ditambahkan dengan gula pasir. 7. Tempat Fermentasi

Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk selulosa bakteri. Di samping itu, tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam kondisi steril.

Selain itu, dalam pembuatan selulosa bakteri juga harus diperhatikan bahwa selama proses penumbuhan berlangsung harus dihindari gerakan atau goncangan di sekitar tempat fermentasi. Akibat adanya gerakan atau goncangan ini, akan menenggelamkan lapisan selulosa bakteri yang telah terbentuk dan menyebabkan terbentuknya lapisan selulosa bakteri yang baru yang terpisah dari selulosa bakteri yang pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan produksi selulosa bakteri tidak standar (Budiyanto, 2002).

2.5. Nanoteknologi

''Nano'' adalah istilah yang menandakan nanometer (10-9 m). Konsep nanoteknologi diperkenalkan pertama kali oleh Richard Feynman pada tahun 1959 pada pertemuan

American Physical Society. Sejak itu, nanoteknologi telah berkembang menjadi area multidisiplin bidang ilmu terapan dan teknologi.

Nanoteknologi adalah kemampuan untuk bekerja pada skala sekitar 1-100 nm sekitar untuk memahami, membuat, mengkarakterisasi dan menggunakan suatu struktur materi, perangkat dan system dengan sifat baru yang berasal dari struktur nanometer tersebut (Roco, 2003). Akibat ukurannya, nanopartikel memiliki luas permukaan proporsional yang besar dan memiliki permukaan atom yang lebih besar dibandingkan dengan partikel berukuran mikrometer (Boccuni et al., 2008; Kahn, 2006). Kontrol yang baik terhadap sifat tersebut berdampak menuntun ke pengetahuan baru yang sesuai dengan peralatan dan teknologi baru.


(32)

Penggunaan nanoteknologi berbasis biomaterial polimer adalah nanopartikel pembawa obat, partikel miniemulsi, katalis polimer elektroda fuel cell terikat, lapis demi lapis film polimer rakitan, electrospun nanofibers, imprint lithography, polimer campuran dan nanokomposit. Bahkan di bidang nanokomposit, terdapat aplikasi beragam seperti komposit penguat, sifat penghalang, tahan api, kosmetik dan sifat bakterisida (Paul dan Robenson, 2008).

2.5.1. Nanokomposit

Komposit adalah material yang dibentuk dengan kombinasi dua atau lebih komponen. Membatasi untuk polimer, definisi komposit termasuk plastik kopolimer yang diperkuat, karet yang diisi karbon hitam, dan lain-lain. Oleh karena itu, istilah ini akan mencakup papan serat, papan berpartikel, papan keras, papan isolasi, papan semen, dan lain-lain. Papan ini memiliki persaingan dengan material teknik tradisional. Dalam komposit, serat diperlukan sebagai mendukung bahan utama. Komposit serat bersifat anisotropik dan heterogen, sehingga mekanika fraktur hanya dapat diterapkan kepada mereka dengan pemesanan tertentu (Bhatnagar, 2004).

Tidak ada pengertian yang pasti tentang material komposit, tetapi dari banyak studi yang dilakukan, memberikan beberapa indikasi untuk menjelaskan tentang pengertiannya. Ada tiga hal penting yang termasuk dalam pengertian komposit untuk penggunaannya dalam berbagai aplikasi:

1. Bahan ini terdiri dari dua atau lebih material yang berbeda sifat fisik dan mekanisnya.

2. Komposit ini dapat dibuat dengan mencampurkan material-material berbeda sifat ini dalam berbagai cara dimana pemasukan dari satu material ke dalam material lainnya dengan suatu cara terkontrol untuk memperoleh sifat optimum.

3. Sifat-sifatnya unggul, dan cukup unik jika ditinjau dari beberapa hal, dibandingkan dengan sifat dari komponen penyusunnya (Hull, 1998)

Komposit pada umumnya terdiri dari matriks dan pengisi (filler). Filler adalah fase terdispersi yang tersebar dalam matriks sebagai fase kontinu (Simonsen, 2008). Penggunaan setidaknya salah satu komponen komposit dengan dimensi nanometer


(33)

18   

(nanopartikel) akan menghasilkan nanokomposit. Nanopartikel memiliki luas permukaan lebih besar secara proporsional dari pada partikel berukuran mikrometer, dikarenakan interaksi filler dan matriks pada bahan yang dihasilkan. Selain penguat nanometer, nanopartikel memiliki fungsi lain ketika ditambahkan kedalam suatu polimer, seperti anti aktivitas mikroba, imobilisasi enzim, biosensing dan lain-lain (Henriette dan Azeredo, 2009).

Penggunaan filler berukuran nanometer sebagai bahan penguat dalam komposit biobasis telah diselidiki secara intensif. Dengan efek ukuran nanometer dan area permukaan spesifik yang tinggi, nanofiller sangat potensial digunakan sebagai penguat dalam material komposit. Muatan filler yang sangat kecil dan bersifat unik dijadikan sebagai perbandingan dengan mikrokomposit konvensional lainnya (Grunert dan winter, 2002; Samir et. al., 2005). Pada akhirnya, selulosa bakteri yang memiliki struktur jaringan yang unik pada gabungan struktur pita yang dibentuk oleh nanoserat, sering digunakan sebagai bahan penguat dalam polimer (Soykeabkaew et. al., 2009).

2.5.2. Nanokertas

Berdasarkan perkembangan nanoteknologi, terdapat kebutuhan untuk meninjau metode terdahulu, metode kimia dan metode semi-kimia dalam industri kertas dan kemasan. Nanokertas dihasilkan sebagai inovasi radikal dalam memperbaiki sifat kertas sehingga menyebabkan peningkatan nilai tambah pada produk kertas dan juga mempengaruhi pertumbuhan industri kertas (Kachlami dan Moghtader, 2012).

Istilah nanokertas menandai adanya komponen dasar kertas yang salah satu ataupun keduanya berdimensi nanopartikel. Meniru proses pembuatan kertas, suspensi selulosa nanoserat dapat digunakan untuk menyiapkan lembaran kertas sederhana dengan menyaring suspensi tersebut untuk memperoleh gel basah dan menguapkan kadar airnya. Nanoserat secara mekanik terikat dengan gel basah tersebut. Proses ini akan menghasilkan nanokertas dengan kombinasi modulus Young’s, kekuatan tarik, dan kekerasan yang baik. Nanokertas juga memiliki tingkat pemuaian termal yang rendah dan karakter penahan oksigen yang baik. Beberapa prosedur penyiapan nanokertas telah sering dibicarakan antara lain dengan pengeringan oven, penekan


(34)

panas gel basah, hot press, mengeringkan kandungan air, dan alat pembentuk lembaran dinamik (Sehaqui et. al., 2010).

2.6. Scanning Electron Microscope (SEM)

Suatu berkas insiden elektron yang sangat halus discan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam sinar tabung katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir 3 dimensi.

Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi berkisar 100 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian tubuhnya (Stevens, 2000).

2.7. Analisis Termal

Analisis termal adalah sebuah istilah umum yang mencakup kelompok teknik terkait dimana analisis termal merupakan parameter perubahan sifat fisik suatu properti terhadap perubahan temperatur. Definisi ini memiliki kekurangan tertentu sehingga dianjurkan untuk digantikan dengan, Analisis termal adalah sekelompok teknik dimana sifat fisik dari suatu substansi yang diukur menjadi fungsi temperatur, sedangkan substansinya menjadi subjek yang dikontrol oleh program temperatur.

Selain menjadi lebih akurat, definisi ini memiliki keuntungan bahwa hal itu dapat disesuaikan dengan semua definisi teknik termoanalitik. Sebagai contoh,

thermogravimetry (TG) adalah suatu teknik dimana massa dari suatu substansi yang diukur sebagai fungsi temperatur, sedangkan substansinya menjadi subjek untuk


(35)

20   

dikontrol program temperatur. Hasilnya adalah kurva TG. Kurva TG dicatat menggunakan thermobalance. Prinsip dari elemen thermobalance adalah

Microbalance elektronik, tungku, pemprogram temperatur, pengendali atmosfer dan alat perekam output dari perangkat tersebut (Hatakeyama, 1998).

2.8. Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum (Emaks) yang digunakan untuk

memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (A0).

σ =

...(

2.1)

keterangan :

σ = kekuatan tarik bahan ( ) F = tegangan maksimum ( kgf) Ao = luas penampang ( mm2)

Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan (gaya per satuan luas), maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva tegangan terhadap regangan merupakan gambar karakteristik dari sifat mekanik suatu bahan. Untuk bahan polimer bentuk kurva tegangan regangan terlihat pada Gambar 2.4.


(36)

 

Gambar 2.4 Kurva tegangan dan regangan bahan polimer

Disamping bersama kekuatan tarik (σ) sifat mekanik bahan juga diamati dari sifat kemulurannya (ε) yang didefenisikan sebagai :

ε = x 100%... (2.2)

ε = kemuluran (%)

I0 = panjang spesimen mula-mula (mm)


(37)

22   

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan bahan

3.1.1. Alat

- Gelas kaca Pyrex

- Pipet tetes

- Indikator Universal Macherey-Nagel

- Oven Memmert

- Desikator - Panci

- Kompor Hock

- Batang Pengaduk

- Erlenmeyer Pyrex

- Wadah kaca 4000 cm3 - Pinset

- Plat cetakan

- Alumunium foil

- Botol semprotan - Ember

- Corong

- Neraca analisis Ohaus

- Botol akuades - Spatula - Botol kaca

- Furnace Fischer

- Ayakan 60 mesh

   


(38)

- Hot plate PMC 502 Series - Magnetik stirer

- Mikrometer Sekrup Digital Mitutoyo

- Termometer Fisher

- Wiremesh Alfa Aesar

- Blender National

- Bunsen

- Freeze drier Edward

- Seperangkat alat SEM - Seperangkat alat TGA

- Seperangkat alat uji tensil Gotech Al-7000M - Benang

- Kertas saring

3.1.2. Bahan

- Air kelapa tua - Air kelapa muda

- Strain Acetobacter xylinum

- Akuades

- NaOCl (Natrium Hipoklorit) Merck

- NaOH (Natrium Hidroksida) Merck

- CHCl3 (Kloroform) p.a Merck

- HCl (Asam Klorida) p.a Merck

- Metanol Merck

- N-heksan p.a Merck

- (NH4)2C2O4(Ammonium Oksalat) Merck

- Na2SO3 (Natrium Sulfit) Merck

- CH3COOH (Asam Asetat Glasial) p.a Merck

- Gula pasir


(39)

24   

3.2. Prosedur Penelitian 3.2.1. Pengambilan sampel

Sampel limbah air kelapa diperoleh dari pasar tradisional Pringgan Medan. Tanaman kelapa dengan spesies Cocos Nucifera L. dan sampel limbah kulit jeruk keprok diperoleh dari Rumah Makan Komda, Jl. Zainul Arifin Medan. Jeruk keprok tersebut diperoleh dari Desa Siberteng, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo.

3.2.2. Pembuatan larutan pereaksi 3.2.2.1. Pembuatan larutan NaOH 2%

Ditimbang 20 g NaOH(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter, dan diencerkan hingga garis tanda.

3.2.2.2. Pembuatan larutan NaOH 2,5%

Ditimbang 25 g NaOH(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter, dan diencerkan hingga garis tanda.

3.2.2.3. Pembuatan larutan NaOCl 1,75%

Ditimbang 17,5 g NaOCl(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter, dan diencerkan hingga garis tanda.

3.2.2.4. Pembuatan larutan NaOCl 2,5%

Ditimbang 25 g NaOCl(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter, dan diencerkan hingga garis tanda.

3.2.2.5. Pembuatan larutan Na2SO3 2%

Ditimbang 20 g Na2SO3(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1


(40)

3.2.2.6. Pembuatan larutan (NH4)2C2O4 0,5%

Ditimbang 5 g (NH4)2C2O4(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu

takar 1 liter dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda.

3.2.2.7. Pembuatan larutan HCl 0,05 N

Dipipet 4,2 mL HCl(aq), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda.

3.2.3. Pembuatan Stater Selulosa Bakteri

Media kultur untuk produksi selulosa bakteri, setiap liter dari air kelapa tua ditambahkan 3 g urea, 10 g gula pasir, dan 10 mL air kelapa muda. Media kultur ini dimasak diatas kompor hingga mendidih, setelah itu didinginkan hingga temperatur kamar. Keasaman dari media diatur menjadi pH=4 dengan menambahkan CH3COOH

glasial. Bibit dari bakteri Acetobacter xylinum diinokulasi ke dalam media kultur statis selama 7 hari pada temperatur 28oC dalam botol kaca yang telah disterilisasi.

3.2.4. Penumbuhan Gel Selulosa Bakteri (Nata de coco)

Media kultur untuk produksi selulosa bakteri, setiap liter dari air kelapa tua ditambahkan 3 g urea, 10 g gula pasir, dan 10 mL air kelapa muda. Media kultur ini dimasak di atas kompor hingga mendidih, setelah itu didinginkan hingga temperatur kamar. Keasaman dari media diatur menjadi pH=4 dengan menambahkan CH3COOH

glasial. Bibit dari bakteri Acetobacter xylinum diinokulasi ke dalam media kultur statis selama 14 hari pada temperatur 28oC dalam media kaca 20cm x 20cm yang telah disterilisasi.

3.2.5. Purifikasi Gel Selulosa Bakteri

Setelah dihasilkan beberapa gel selulosa bakteri, dibiarkan dalam saringan untuk membiarkan cairan dari dalam gel untuk melewati saringan tanpa adanya perlakuan.


(41)

26   

Gel yang ada dicuci dengan air keran yang mengalir , kemudian gel tersebut direndam selama 1 malam dengan NaOH 2,5 %, setelah itu direndam dengan NaOCl 2,5 %. Setelah itu, gel selulosa bakteri dicuci dengan air keran untuk menghilangkan pelarut yang ada hingga pH mencapai kondisi netral (Gea, et. al, 2007).

3.2.6. Desintegrasi Gel Selulosa bakteri

Disintegrasi gel selulosa bakteri dilakukan dengan cara memotong-motong gel selulosa bakteri (nata de coco), kemudian dihaluskan dengan blender. Ditentukan kadar air dari gel selulosa bakteri.

3.2.7. Preparasi Kulit Jeruk

Kulit jeruk dibersihkan dengan air. Dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering. Kemudian dihaluskan dengan blender 3 menit hingga menjadi serbuk halus.

3.2.8. Isolasi Selulosa dari Kulit Jeruk

Serbuk kulit jeruk 40 g diekstraksi dengan larutan azeotrope kloroform-heksana (72:28) pada suhu 69oC selama 10 jam dalam alat soklet (Bicu et. al., 2011). Kemudian diekstraksi dengan air panas pada suhu 60oC selama 4 jam, (NH4)2C2O4

0,5% pada suhu 80oC selama 4 jam, dan larutan HCl 0,05 N pada suhu 80oC selama 2 jam (Habibi et. al., 2008). Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya didigesti dengan 300 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50oC selama 1 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci

sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75% pada temperatur mendidih selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai pH filtrat netral. Setelah itu, dilakukan pemurnian selulosa dari sampel dengan 500 mL larutan NaOH 17,5% pada suhu 80oC selama 0,5 jam. Kemudian disaring, dicuci hingga filtrat netral. Dilanjutkan dengan pemutihan dengan NaOCl 1,75% pada suhu 60oC selama 5 menit (Harahap, 2012). Ditentukan kadar air dari selulosa yang diperoleh.


(42)

3.2.9. Pencampuran Selulosa Bakteri dengan Selulosa dari Kulit Jeruk

Pembuatan Nanokertas dilakukan dengan pencampuran selulosa bakteri dan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk dengan perbandingan A(100:0%), B(80:20%), C(60:40%), D(50:50%) dan E(0:100%) berdasarkan perhitungan berat keringnya. Campuran tersebut diaduk selama 2 jam kemudian disaring dan ditempatkan diatas plat cetakan. Campuran yang telah dicetak dijemur selama 2 hari.

Berat teoritis setiap formulasi adalah 1 g, dengan penambahan carboxyl cethyl cellulose (CMC) sebayak 0,2 g pada setiap formula. Perbandingan Selulosa bakteri : selulosa kulit jeruk masing-masing formulasi adalah :

Formula A = (100 : 0%) Formula B = ( 80 : 20%) Formula C = ( 60 : 40%) Formula D = ( 50 : 50%) Formula E = ( 0 : 100%)

Perhitungan :

Kadar air selulosa bakteri (SB)

Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetri dimana sampel dipanaskan pada suhu 110oC selama 2 jam dan didinginkan didalam desikator. Kemudian ditimbang hingga berat sampel konstan. Berikut persamaan penentuan kadar air :

% Kadar air= x 100 %...(3.1)

Berdasarkan persamaan diatas, diperoleh kadar air sebesar 95,47 %, dan kadar selulosa didalam selulosa bakteri sebesar 4,53 %.

Kadar air selulosa kulit jeruk (KJ)

Dengan perlakuan yang sama dengan selulosa bakteri, diperoleh kadar air dalam selulosa kulit jeruk sebesar 94,37 %, dan kadar selulosa didalam kulit jeruk sebesar 5,63 %.


(43)

28   

Berdasarkan perhitungan terhadap berat kering masing- masing sampel, maka massa sampel pada perbandingan selulosa bakteri yang telah dihaluskan dengan selulosa kulit jeruk; A(100:0 %), B(80:20 %), C(60:40 %), D(50:50 %) dan E(0:100 %) ditunjukkan pada Tabel 3.1 di bawah ini.

No. Komposisi Nanokertas (%)

Massa BC (g)

Massa KJ (g) 1. 100 SB : 0 KJ 17,66 - 2. 80 SB : 20 KJ 14,12 2,84 3. 60 SB : 40 KJ 10,59 5,68 4. 50 SB : 50 KJ 8,83 7,1

5. 0 SB : 100 KJ - 14,2

Tabel 3.1 Komposisi selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk pada tiap-tiap variasi perbandingan


(44)

3.3. Parameter yang diamati 3.3.1. Penentuan kadar air

Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetri dimana sampel nanokertas dipanaskan pada suhu 110oC didalam oven selama 2 jam dan didinginkan didalam desikator. Kemudian nanokertas ditimbang hingga berat sampel konstan. Dihitung % kadar air dengan persamaan (3.1).

3.3.2. Uji Morfologi

Nanokertas yang telah dicetak, diamati dengan pengamatan mikroskopik menggunakan SEM diawali dengan merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam spesimen older. Kemudian setelah sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel dilapisi dengan emas dan palladium dalam mesin dionspater yang bertekanan 1492 x 10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran elektron bertenaga 15 kV sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi dan detektor scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar chatode ray tube (CRT). Pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

3.3.3.Uji Tensil

Uji tensil dilakukan dengan menggunakan mesin Instron Gotech Al-7000M untuk mengukur modulus elastisitas dan kemuluran. Sebelum uji dilakukan, sampel disiapkan dengan panjang dan tebal sampel sekitar 50,0 mm dan 15 mm. Kedua sisi nanokertas dijepit pada alat untuk ditarik oleh beban yang ditentukan massanya. Kecepatan pengukuran 1 mm/menit dan dilakukan pengujian sebanyak tiga kali untuk setiap sampel.


(45)

30   

3.3.4. Uji Ketahanan Termal

Karakterisasi ini menggunakan metode Thermogravimetri yang dilakukan dengan

Perkin Elmer Pyris TGA 7, kecepatan scan 20 oC /min dalam jarak temperatur 20-800

o

C. Sampel tersebut diuji di bawah aliran gas nitrogen. Uji ini digunakan untuk mengetahui perubahan berat nanokertas dengan perubahan suhu tertentu.


(46)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Stater Selulosa Bakteri

Disaring

Dimasukkan kedalam panci Ditambahkan 6 g urea

Ditambahkan 20 g gula pasir Ditambahkan 20 mL air kelapa muda Dipanaskan sambil diaduk hingga larut

Didinginkan

Ditambahkan CH3COOH glacial

hingga pH=4

Dimasukkan kedalam 10 botol kaca yang telah disterilisasi

Ditambahkan 200 mL stater

bakteri Acetobacter xylinum

Diinokulasi pada temperatur 28oC selama 8 hari

2 liter air kelapa tua

Residu Filtrat

Media selulosa bakteri


(47)

32   

3.4.2 Pembuatan Selulosa bakteri (Nata de coco)

Disaring

Dimasukkan kedalam panci Ditambahkan 3 g urea

Ditambahkan 10 g gula pasir Ditambahkan 10 mL air kelapa muda Dipanaskan sambil diaduk hingga larut

Didinginkan

Ditambahkan CH3COOH glacial

hingga pH=4

Dimasukkan kedalam media kaca 20 cm x 20 cm yang telah disterilisasi

Ditambahkan 100 mL stater

bakteri Acetobacter xylinum

Diinokulasi pada temperatur 28oC selama 14 hari

1 liter air kelapa tua

Residu Filtrat

Media selulosa bakteri


(48)

3.4.3 Purifikasi dan Disintegrasi Selulosa Bakteri

Dicuci dengan air

Direndam dengan 2,5% NaOH selama 1 malam Direndam dengan 2,5% NaOCl selama 1 malam Dicuci dengan air kembali

Dihaluskan dengan blender Dihitung % kadar airnya Gel selulosa bakteri


(49)

34   

3.4.4 Isolasi Selulosa dari Kulit Jeruk Keprok

Dibungkus dalam kertas saring

Diekstraksi dengan larutan azeotrope kloroform-heksana (72:28) pada suhu 69oC selama 10 jam dalam alat soklet (Bicu et. al., 2011)

Diekstraksi dengan air panas pada suhu 60oC selama 4 jam Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Diekstraksi dengan (NH4)2C2O4 0,5% pada suhu 60oC

selama 4 jam

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Diekstraksi dengan HCl0,05 N pada suhu 80oC selama 2 jam Disaring dan dicuci hingga filtrat netral (Habibi et. al., 2008)

Didigesti dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50o selama 1 jam

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Diputihkan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75% pada suhu mendidih selama 0,5 jam

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Ditambahkan 500 mL NaOH 17,5% dan dipanaskan pada suhu 80oC selama 1 jam

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Diputihkan dengan NaOCl 1,75% pada suhu 60oC selama 5 menit

Disaring dan dicuci benar-benar dengan aquadest (Harahap, 2012) Dihitung % kadar airnya

40 g Serbuk Kulit Jeruk Keprok

Residu Filtrat

Selulosa Basah

Residu Filtrat

Residu Filtrat

Residu Filtrat

Residu Filtrat

Residu Filtrat


(50)

3.4.5 Pencampuran Selulosa Bakteri yang telah dihaluskan dengan Selulosa yang diisolasi dari Kulit Jeruk

Dicampurkan kedua bahan berdasarkan berat keringnya dengan perbandingan A(100 SB:0 KJ), B(80 SB:20 KJ), C(60 SB:40 KJ), D(50 SB:50 KJ) dan E(0 SB:100 KJ)

Distirer selama 2 jam hingga homogen Dicetak diatas plat cetakan dan dijemur

selama 2 hari Selulosa bakteri yang telah

dihaluskan

Selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk

Nanokertas (selulosa bakteri + selulosa kulit jeruk + CMC)

Uji Kadar air Uji Morfologi (SEM)

Uji Termal Uji Tensil CMC

   


(51)

36   

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Penentuan kadar air

Berdasarkan dari hasil penelitian, diperoleh kadar air dari masing-masing komponen penyusun nanokertas adalah sebagai berikut :

No. Bahan Kadar Air (%) Kadar Selulosa (%) 1. Selulosa Bakteri 95,47 4,53

2. Selulosa Kulit Jeruk 94,37 5,63

Selulosa bakteri (SB) dan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk (KJ) digunakan sebagai bahan baku pembuatan nanokertas. Setelah proses pencampuran keduanya, kemudian diuji kembali kadar airnya. Berikut disajikan kadar air Nanokertas pada Tabel 4.2.

No. Komposisi Nanokertas (%) Kadar Air (%)

1. 100 SB : 0 KJ 7,142

2. 80 SB : 20 KJ 6,667

3. 60 SB : 40 KJ 7,692

4. 50 SB : 50 KJ 7,142

5. 0 SB : 100 KJ 7,692

Tabel 4.1. Kadar Air Bahan Penyusun Nanokertas


(52)

4.1.2. Pengujian Mekanik

Uji mekanik yang dilakukan adalah uji tarik atau tensil dengan menggunakan alat Tensil Gotech Al-7000M dengan berat beban 2000 kgf. Uji tensil dilakukan untuk mengetahui besar kekuatan nanokertas berdasarkan modulus Young’s yang diperoleh. Kurva strain-stress yang dihasilkan terlihat pada Gambar 4.2 dibawah ini. Dari hasil yang diperoleh, nanokertas (50 SB:50 KJ) adalah nanokertas yang memiliki kekuatan tarik paling baik dengan besar modulus Young’s tertinggi yaitu sebesar 1,4 GPa. Berikut disajikan kurva strain-stress nanokertas pada Gambar 4.2.

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10

0 10 20 30

stress(MPa

)

strain(-)

50 SB:50 KJ

60 SB:40 KJ

80 SB:20 KJ

100 SB:0KJ

Gambar 4.1. Kurva strain-stress untuk nanokertas (100 SB:0 KJ; 50 SB:50 KJ; 60 SB:40 KJ; 80 SB:20 KJ)


(53)

38   

4.1.3. Pengujian Degradasi Termal

Uji degradasi terhadap termal dilakukan dengan alat termogravimetry analysis (TGA) yang bertujuan untuk mengetahui perubahan massa nanokertas terhadap kenaikan temperatur. Uji ini juga memberikan informasi terhadap hasil dekomposisi termal atau massa residu yang dihasilkan. Pengujian degradasi termal ini dilakukan dengan besar aliran gas nitrogen 15 ml/s, kenaikan temperatur 20 oC/s, dan menggunakan massa sampel 20 mg untuk setiap variasi nanokertas. Kurva perubahan massa nanokertas terhadap kenaikan temperatur disajikan pada Gambar 4.2. di bawah ini.

0 100 200 300 400 500 600

0 20 40 60 80 100

Mas

s

a (%

)

Temperatur (oC) 0 SB : 100 KJ

50 SB : 50 KJ 100 SB : 0 KJ

Gambar 4.2. Kurva temperatur-massa untuk nanokertas (100 SB:0 KJ), nanokertas (50 SB:50 KJ), dan selulosa kulit jeruk murni ( 0 SB: 100 KJ)


(54)

4.1.4. Pengujian Morfologi

Analisa permukaan dilakukan dengan Instrumen SEM JSM-6360 setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) yang tampak lebih homogen dan perbesaran yang diinginkan agar diperoleh foto yang baik dan jelas. Nanokertas disinari dengan pancaran elektron bertenaga 15 kV dengan perbesaran hingga 5000 kali.

Dari hasil yang diperoleh, uji morfologi dengan menggunakan alat SEM menunjukkan bahwa nanokertas yang dihasilkan memenuhi kriteria dari nanoteknologi sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.3. Nanoteknologi adalah kemampuan suatu material bekerja pada skala 1-100 nm, dimana penggunaan setidaknya salah satu ataupun keseluruhan komponen penyusun komposit berdimensi nanometer. Dari gambar yang diperoleh, nanokertas (50 SB:50 KJ) yang dihasilkan memenuhi dari kriteria nanoteknologi dengan perbesaran sebanyak 5000 kali. Gambar hasil analisa morfologi menunjukkan bahwa besar diameter serat nanokertas berkisar 50 hingga 100 nm. Berikut disajikan Gambar 4.3. di bawah ini.

Gambar 4.3 Ukuran diameter dari nanokertas (50 SB:50 KJ) dengan perbesaran 5000 kali


(55)

40   

4.2. Pembahasan

4.2.1. Selulosa bakteri (SB)

Pembiakan bakteri Acetobacter xylinum dilakukan pada medium kultur air kelapa yang telah dimasak dengan penambahan urea, air kelapa muda dan gula pasir sebagai penambah nutrisi dari air kelapa. Penambahan air kelapa muda disini bertujuan untuk memberikan jumlah vitamin untuk pertumbuhan bakteri. Penambahan CH3COOH

glasial dilakukan untuk menyesuaikan pH air kelapa yaitu pH 4. pH tersebut merupakan kondisi optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum

(Pambayun, 2002). Pembuatan selulosa bakteri dilakukan dengan penambahan bibit bakteri Acetobacter xylinum pada wadah steril dengan proses inokulasi selama 14 hari yang bertujuan untuk menghasilkan selulosa bakteri yang optimal.

Selulosa bakteri yang dihasilkan, dipurifikasi dengan NaOH 2,5% dan NaOCl 2,5% untuk menghilangkan komponen organik bukan selulosa pada selulosa bakteri seperti asam nukleat dan protein sisa dari kultur medium (Gea et. al., 2007). Selulosa bakteri yang diperoleh mengandung 4,53 % selulosa.

4.2.2. Selulosa dari Kulit Jeruk (KJ)

Isolasi selulosa dari kulit jeruk dilakukan dengan mengekstraksi serbuk halus kulit jeruk dengan menggunakan pelarut kloroform-heksana dengan perbandingan (72:28)


(56)

(Bicu et. al., 2011). Tahap ini dilakukan untuk memisahkan komponen bukanselulosa dari kulit jeruk seperti lemak, resin, minyak, lilin, dan zat pewarna yang disebut dengan fraksi larut lemak (liposoluble). Residu yang diperoleh diekstraksi kembali dengan air panas, (NH4)2C2O4 0,5%, dan HCl0,05N untuk menghilangkan komposisi

pektin yang terkandung dalam kulit jeruk (Habibi et. al., 2008). Delignifikasi kulit jeruk dilakukan dengan proses digesti menggunakan larutan NaOH 2% dan Na2SO3 2

%. Proses pemutihan pulp dilakukan dengan penambahan NaOCl 1,75% sehingga derajat keputihan pulp naik tajam. Penambahan NaOH 17,5% digunakan untuk mengendapkan selulosa sebelum diputihkan kembali kedua kalinya dengan NaOCl 1,75% (Harahap, 2012). Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh selulosa kulit jeruk dengan kadar selulosa 5,63 %.

4.2.3. Hasil Nanokertas

Dalam penelitian ini, selulosa bakteri yang telah diblender selama 20 menit dicampurkan dengan selulosa yang telah diisolasi dari kulit jeruk dengan menggunakan magnetik stirer selama 3 jam. Hal ini dilakukan agar kedua material tersebut membentuk campuran yang merata dengan baik. Campuran yang diperoleh, diperas untuk menghilangkan kandungan airnya dengan menggunakan wire mesh

untuk mempercepat waktu pengeringan. Setelah itu, campuran dicetak dan dikeringkan selama 2 hari.


(57)

42   

4.2.4. Hasil Pengujian Mekanik

Uji mekanik yang dilakukan adalah uji tarik yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kekuatan nanokertas dari campuran selulosa bakteri (SB) dengan selulosa dari kulit jeruk (KJ). Dari pengolahan data yang diperoleh, dihasilkan Modulus

Young’s dari masing-masing nanokertas yang disajikan pada Tabel 4.3.

No. Komposisi nanokertas Ketebalan (mm) Gauge (mm) Lebar (mm) Modulus Young’s (GPa) 1. 50 SB : 50 KJ 0,19 30 15 1,4 2. 60 SB : 40 KJ 0,21 30 15 0,6 3. 80 SB : 20 KJ 0,18 30 15 0,8 4. 100 SB : 0 KJ 0,196 30 15 0,5

Berdasarkan besar Modulus Young’s yang diperoleh, bahwa nanokertas dengan perbandingan (50 SB:50 KJ) memiliki kekuatan tarik yang paling besar dibandingkan dengan nanokertas dengan perbandingan komposisi lainnya. Hal ini diduga bahwa terjadi interaksi antara selulosa bakteri (SB) dengan selulosa dari kulit jeruk (KJ), dimana celah serat dari selulosa bakteri diduga diisi oleh selulosa dari kulit jeruk (KJ) sehingga menghasilkan perpaduan yang lebih padat.

Berdasarkan penjelasan diatas diduga bahwa selulosa bakteri berperan sebagai matriks dan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk berperan sebagai Filler. Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa semakin meningkatnya komposisi dari selulosa kulit jeruk (KJ) yang ditambahkan pada nanokertas, maka kekuatan kertas semakin meningkat sebagaimana terlihat dengan meningkatnya nilai modulus Young’s, sehingga diduga kulit jeruk berperan sebagai bahan penguat pada nanokertas yang dihasilkan.


(58)

4.2.5. Hasil Pengujian Degradasi Termal

Uji degradasi termal dilakukan untuk mengetahui perbandingan besar kehilangan massa nanokertas terhadap meningkatnya temperatur. Kurva yang terlihat pada Gambar 4.2. menunjukkan bahwa ketiga sampel yang diuji memberikan kurva perubahan massa yang hampir sama, dimana perubahan massa yang terjadi dipisahkan menjadi 3 bagian.

Bagian pertama, yaitu bagian yang menunjukkan terjadinya kehilangan massa akibat penguapan air dan kehilangan komponen oraganik seperti protein pada temperatur 50oC sampai 220oC. Bagian kedua, yaitu bagian yang menunjukkan terjadinya kehilangan massa yang sangat tajam akibat dekomposisi termal pada temperatur 220oC hingga 380oC. Bagian terakhir, yaitu pada temperatur 380oC hingga 500oC mungkin terjadi proses karbonisasi dari selulosa yang meningkatkan proses dari degradasi termal. Nanokertas (50 SB:50 KJ) menunjukkan kurva yang berada diantara selulosa bakteri (SB) dan selulosa yang diisolasi kulit jeruk (KJ). Berikut disajikan hasil residu degradasi termal pada Tabel 4.4. di bawah ini.

No. Komposisi nanokertas (%)

Massa residu (mg)

Temperatur (oC) 1. 0 SB : 100 KJ 4,98 500 2. 50 SB : 50 KJ 3,05 500 3. 100 SB : 0 KJ 2,25 500

4.2.6. Hasil Pengujian Morfologi

Analisa permukaan terhadap nanokertas dilakukan untuk mengamati dan mengukur diameter serat dari nanokertas dengan menggunakan alat SEM Selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk menunjukkan permukaan yang lebih merata dengan memiliki diameter serat yang berukuran mikrometer. Berikut disajikan hasil SEM dari selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk pada Gambar 4.6. di bawah ini.


(59)

44   

Dari gambar yang diperoleh dengan menggunakan alat SEM, selulosa bakteri menunjukkan permukaan dengan celah serat yang tampak lebih teratur dan halus. Berikut disajikan gambar hasil SEM dari selulosa bakteri pada Gambar 4.7 di bawah ini.

Gambar 4.6 Hasil SEM Mikrokertas (0 SB:100 KJ)


(60)

Dari gambar yang dihasilkan, terlihat bahwa nanokertas dengan komposisi (50 SB:50 KJ) menunjukkan serat yang tampak lebih padat setelah penggabungan kedua komponen penyusunnya. Dari gambar yang dihasilkan, diduga bahwa celah selulosa bakteri (SB) yang tampak teratur dan halus sebagaimana terlihat pada Gambar 4.7. diisi oleh selulosa dari kulit jeruk (KJ) yang lebih merata, sehingga perpaduan dari kedua komponen tersebut menyebabkan serat nanokertas tampak lebih padat. Berikut disajikan pada Gambar 4.8. di bawah ini.

Gambar 4.8. Hasil SEM Nanokertas (50 SB:50 KJ)


(61)

46   

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa :

 Nanokertas yang dihasilkan dari pencampuran selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk dengan perbandingan komposisi (50 SB:50 KJ) merupakan nanokertas dengan kualitas terbaik dan memenuhi kriteria dari nanoteknologi, karena memiliki diameter serat 50-100 nm sebagaimana terlihat pada analisa morfologi.

 Dari hasil penelitian bahwa limbah kulit jeruk dan air kelapa tua dapat dimanfaatkan sebagai material baru untuk pembuatan kertas konvensional sebagai alternatif penanganan limbah.

 Dari hasil penelitian, bahwa nanokertas dari pencampuran selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk layak digunakan sebagai material pembuatan nanokertas berdasarkan dari hasil uji tarik dimana, besar modulus Young’s yaitu sebesar 1,4 GPa dengan kadar air 7,412 %, dan massa residu pada nanokertas (50 SB:50 KJ) sebesar 3,05 mg, dimana ketahanan termal nanokertas berada di antara kedua material penyusunnya yaitu selulosa bakteri dan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk membuat nanokertas dengan memanfaatkan material lainnya seperti kulit terong belanda, atau tandan kosong kelapa sawit sehingga ada alternatif terbaharukan untuk penanganan limbah dan mengurangi penebangan hutan.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Yogyakarta: Kanisius. Ashari, S. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. Jakarta : UI-Press.

Aspinall, G. O. 1983. The Polysaccharides Molecular Biology an International Series of Monographs and Textbooks.Volume 2. First Edition. Orlando : Academic Press,Inc.

Banwart, J. G. 1981. Basic Food Microbiology. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Bhatnagar, M. S. 2004. A textbook of polymer (Chemistry and Technology of Polymer): processing and applications. Volume II. NewDelhi : S. Chan & Company, Ltd.

Bielecki, S., Krystynowicz, A., Turkiewicz, M., Kalinowska, H.2004. Bacterial Sellulose. In: Polysaccharides I: Polysaccharides from prokaryotes.

Biopolymers. Volume 5. Weinheim: Wiley-Vch.

Bicu, I., Mustafa, F. 2011. Cellulose Extraction from Orange Peel using Sulfite Digestion Reagents. Bioresource Technology. 102, 10013-10019.

Boccuni, F., Rondinone, B., Petyx, C., Iavicoli, S. 2008. Potential occupational exposure to manufactured nanoparticles in Italy. Journal of Cleaner Production. 16, 949–956.

Brown, R. M., Saxena, I. M. 2007. Cellulose : Molecular and Structural Biology Selected Articles on the Synthesis, Structure, and Applications of Cellulose. Netherlands: Springer.

Budiyanto, K. A. 2004. Mikrobiologi Terapan. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga. Malang: UMM Press.

Candanedo, B., Roman, M., Gray, D.G.. 2005. Effect of reaction conditions on the properties and behavior of wood cellulose nanocrystal suspensions.

Biomacromolecules. 6, 1048-54.

Chawla, P. R., Bajaj, I. S., Survase, S. A., Singhal, R. S. 2008. Microbial Cellulose: Fermentative Production and Applications. Food Technology Biotechnology. 47, 107–124.

Czaja, W., Krystynowicz, A., Bielecki, S., Brown,R.M. 2005. Microbial cellulose— the natural power to heal wounds. Journal of Biomaterials. 27, 145–151.


(63)

48   

Gea, S., 2010. Innovative Bio-nanocomposites Based on Bacterial Cellulose. Queen Mary University.

Gea, S., Torres, F. G., Troncoso, O. P., Reynolds, C. T., Vilaseca, F., Igutchi, M., Peijs, T. 2007. Biocomposites Based on Bacterial Cellulose and Apple and Radish Pulp. Journal Biobased Biomaterial, 22, 497-501.

Gortner, R. A. 1938. Outlines of Biochemistry. Third Edition. Newyork: John Wiley & Sons Inc.

Goto, M., Machmudah, S., Sasaki, S., Tanaka, M., 2010 .Utilization of citrus peel by sub- and supercritical fluid technology. Kumamoto University, Japan.

Grunert, M., N Winter, W.T. 2002. Nanocomposites of Cellulose Acetat Butyrate Reinforced with Cellulose Nanocrystal. Journal of Polymer Environment. 10, 27-30.

Habibi, Y., Mahrouz, M., Vignon, M. R. 2008. Microfibrillated Cellulose from the Peel of Prickly Pear Fruits. Food Chemistry. 115, 423-429.

Harahap, M. 2012. Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa yang Diisolasi dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elais Guineensis Jack). Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Hatakeyama, T., Liu, Z. 1998. Handbook of Thermal Analysis. Chichester : John Wiley&Sons,Inc.

Henriette, M. C. de Azeredo. 2009. Nanocomposites for food packaging applications.

Food Research International. 42, 1240–1253. Http://www.APKIassosiasi-pulp-dan-kertas-indonesia.com (diakses tanggal 10 November 2012)

Hull, D., 1988. An Introduction to Composite Materials. London : Cambridge University Press.

Hurter, R. W., Riccio, F. A., 1998. Why CEOS don’t want to hear about nonwoods— or should they? In: Proc. of TAPPI, NA Nonwood Fiber Symp. Atlanta, GA, USA, pp. 1–11.

Iguchi, M., Mitshuhasi, S., Ichimura, K., Nishi, Y., Uryu, M., Yamanakan, S., Watanabe, K., 1988. United State Patent 4742164.

Joesoef, M. 1993. Penuntun Berkebun Jeruk. Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit Bhratara.

Jonas, R. Farah, L. F. 1998. Production and application of microbial cellulose. Polymer Degradation and Stability.Biotechnology. 59, 101–106.


(64)

Kachlami, H. M., Moghtader ,G. J., 2012. Nanopaper Innovation in Paper and Packaging Industry. World Academy of Science, Engineering and Technology. 67.

Kahn, J. 2006. Nano’s big future – tiny technology promises big rewards. Some may already be in your closet. National Geographic. 209, 98–119.

Klemm, D., Schmauder, H., Heinze, T. 2003. Cellulose Biopolymers. First Edition. Weinheim : Wiley CH.

Kontturi, E. J. 2005. Surface chemistry of cellulose : from natural fibres to model surfaces. Technische Universiteit Eindhoven, Eindhoven.

Muthukumarasamy, R., Revathi, G., Seshadri, S., and Lakshminarasimhan, C. 2002. Gluconacetobacter diazotrophicus (syn. Acetobacter diazotrophicus), a

promising diazotrophic endophyte in tropics. Current Science. 8(3), 137 – 145.

Ozawa, Y., Kikuchi, T. 2006. Mechanical Characteristics of Bacterial Cellulose Composite Materials. International Conference on Composite Materials Fukushima Technology Centre.

Pahkala, K. S. 2001. Non—Wood Plants as Raw Material for Pulp and Paper. Faculty of Agriculture and Foresty,Helsinki.

Palungkun, R. 1992. Aneka Produk Olahan Kelapa. Cetakan ketujuh. Jakarta: Penebar Swadaya.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Cetakan kedua. Yogyakarta: Kanisius.

Paul, D. R., Robenson, L. M. 2008. Polymer nanotechnology: Nanocomposite.

Polymer. 49, 3187–3204.

Roco, M. C. 2003. Nanotechnology: convergence with modern biology and medicine.

Current Opinion in Biotechnology, 14 : 337–346.

Samir, M. A. S. A., Alloin, F., Dufresne, A. 2005. Review of Recent Research into Cellulosic Whiskers, their Properties and their Application in Nanocomposite Field. Biomacromolecules. 6, 612-626.

Sehaqui, H., Liu, A., Zhou, Q., Berglund, L. A. 2010. Fast Preparation for Large, Flat Cellulose and Cellulose/Inorganic Nanopaper Structures. Biomacromolecules. 11, 2195-2198.

Simonsen, J. 2008. Bio-Based Nanocomposites Challenges and Opportunities. Department of Wood Science & Engineering Oregon State University.


(65)

50   

Soelarso, B. 1996. Budidaya Jeruk Bebas Penyakit. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Kanisius.

Soykeabkaew, N., Sian, C., Gea, S., Nishino, T., Peijs, T. 2009. All-Cellulose Nanocomposites by Surface Selective Dissolution of Bacterial Cellulose.

Cellulose. 16, 435-444.

Stevens, M. P. 2000. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Jakarta : Percetakan Pradnya Paramita.

Timberlake, K. C. 2007. General, Organic, and Biological Chemistry Structures of life. Second Edition. San Fransisco : Pearson Education,Inc Benjamin Cummings Company.

Ververis, C., Georghiou, K., Danielidis, D., Hatzinikolaou, D. G., Santas, R., Santas, P., Corleti, V. 2007. Cellulose, hemicelluloses, lignin and ash content of some organic materials and their suitability for use as paper pulp supplements.

Bioresource Technology. 98, 296-301.

Wirjosentono, B. 1996. Analisis dan Karakterisasi Polimer. Medan : Penerbit USU Press.

Warismo. 1998. Budidaya Kelapa Kopyor. Cetakan Ketujuh. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Yamanaka, S., Watanabe, K., Kitamura, N., Iguchi, M., Mitsuhashi, Y., and Nishi, Y. 1989. The structure and mechanical properties of sheets prepared from bacterial cellulose. Journal of Material Sciences. 24, 3141–3145.

Yamanaka, S., Ishihara, M., Sugiyama,J. 2000. Structural Modification of Bacterial Cellulose. Cellulose. 7, 213-225.

Zhou, L. L., Sun, D. P., Hu, L. Y., Li, Y. W., Yang, J. Z. 2007. Effect of Addition of Sodium Alginate on Bacterial Cellulose Production by Acetobacter Xylinum.


(1)

Lampiran 2. Hasil Foto Nanokertas yang dihasilkan 2.1. Foto nanokertas (100 SB:0 KJ)

2.2. Foto nanokertas (80 SB:20 KJ)

2.3. Foto nanokertas (60 SB:40 KJ)


(2)

Lampiran 3. Hasil Foto dari mikrokertas (0 SB:100 KJ) yang dihasilkan

Lampiran 4. Hasil Foto Pengukuran Ketebalan dengan Mikrometer Sekrup Digital


(3)

Lampiran 5. Hasil Perhitungan Kadar Air

Lampiran 5.1. Hasil Perhitungan Kadar Air Penyusun Nanokertas

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kadar air dari penyusun nanokertas seperti yang terlihat pada Tabel 4.1. dengan perhitungan melalui metode gravimetri seperti persamaan (3.1) sebagai berikut :

Kadar Air Selulosa Bakteri (SB) Berat sampel = 10,0748 g

Berat basah selulosa bakteri + wadah = 56,6808 g Berat kering selulosa bakteri + wadah = 47,0614 g

% Kadar air

0,9547 x 100% 95,47%

Kadar selulosa dalam selulosa bakteri = 100% - 95,47% = 4,53%

Kadar Air Selulosa Kulit Jeruk (KJ) Berat sampel = 3,7456g

Berat basah selulosa jeruk + wadah = 37,9982 g Berat kering selulosa jeruk + wadah = 34,4633 g % Kadar air

0,9437 x 100% 94,37%


(4)

Lampiran 5.2. Hasil Perhitungan Perbandingan Komposisi pada masing-masing Nanokertas

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh perbandingan dari masing-masing nanokertas seperti yang terlihat pada Tabel 3.1. dengan perhitungan sebagai berikut :

Formula A (100 SB:0 KJ)

Berdasarkan % kadar air SB, dalam 100 g SB terdapat 4,53 g selulosa. Untuk mendapatkan 100% dari berat keseluruhan 0,8 g adalah

Formula B ( 80 SB:20 KJ)

Berdasarkan % kadar air SB, dalam 100 g SB terdapat 4,53 g selulosa. Untuk mendapatkan 80% dari berat keseluruhan 0,8 g adalah

Berdasarkan % kadar air KJ, dalam 100 g KJ terdapat 5,63 g selulosa. Untuk mendapatkan 20% dari berat keseluruhan 0,8 g adalah

Formula C ( 60 SB:40 KJ)

Berdasarkan % kadar air SB, dalam 100 g SB terdapat 4,53 g selulosa. Untuk mendapatkan 60% dari berat keseluruhan 0,8 g adalah


(5)

Berdasarkan % kadar air KJ, dalam 100 g KJ terdapat 5,63 g selulosa. Untuk mendapatkan 40% dari berat keseluruhan 0,8 g adalah

Formula D ( 50 SB:50 KJ)

Berdasarkan % kadar air SB, dalam 100 g SB terdapat 4,53 g selulosa. Untuk mendapatkan 50% dari berat keseluruhan 0,8 g adalah

Berdasarkan % kadar air KJ, dalam 100 g KJ terdapat 5,63 g selulosa. Untuk mendapatkan 50% dari berat keseluruhan 0,8 g adalah

Formula E ( 0 SB:100 KJ)

Berdasarkan % kadar air KJ, dalam 100 g KJ terdapat 5,63 g selulosa. Untuk mendapatkan 100% dari berat keseluruhan 0,8 g adalah


(6)

Lampiran 5.3. Hasil Perhitungan Kadar Air Nanokertas

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kadar air dari masing-masing nanokertas seperti yang terlihat pada Tabel 4.2. dengan perhitungan melalui persamaan (3.1) sebagai berikut :

Kadar air untuk nanokertas (100 SB:0 KJ) diperoleh sebesar 7,142 %. Adapun perhitungan % kadar air nanokertas (100 SB:0 KJ) adalah sebagai berikut :

Berat sampel = 0,14 g

Berat basah selulosa bakteri + wadah = 38,08 g Berat kering selulosa bakteri + wadah = 38,07 g % Kadar air

= 7,142%

Dengan melakukan perhitungan yang sama seperti nanokertas (100 SB:0 KJ) diperoleh % kadar air dari :

Nanokertas (80 SB:20 KJ) diperoleh sebesar 6,667 %; Nanokertas (60 BC:40 KJ) diperoleh sebesar 7,692 %; Nanokertas (50 BC:50 KJ) diperoleh sebesar 7,142 %. dan Mikrokertas (0 BC:100 KJ) diperoleh sebesar 7,692 %.